Sunday, March 31, 2013

Terhapusnya Dosa Sepenuh Bumi

syirik_dosa_sepenuh_bumiDi antara keutamaan orang yang mati dan bersih dari syirik adaah jika ia membawa dosa yang begitu banyak, maka itu bisa terhapus atau diampuni karena ketauhidan yang ia miliki. Jadi, syaratnya adalah asalkan ia bersih dari syirik. 
 
Dalam hadits qudsi dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman:
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Al Hafizh Abu Thohir)

Makna Hadits
Walau seseorang mendatangi Allah dengan dosa sepenuh bumi dan ia memenuhi syarat -walau terasa berat- yaitu berjumpa Allah dalam keadaan bersih dari dosa syirik, maka ia akan meraih ampunan. Syarat yang dimaksud adalah bersih dari syirik yang banyak atau pun yang sedikit, begitu pula selamat dari syirik yang kecil maupun yang besar.

Seseorang tidak bisa selamat dari syirik tersebut melainkan dengan keselamatan dari yang Allah berikan, yaitu menghadap Allah dalam keadaan hati yang bersih (selamat). Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. Asy Syu’araa’: 88-89).

Syaikh Sulaiman bin ‘Abdullah bin Muhammad At Tamimi berkata, “Hadits di atas  menunjukkan pahala yang besar dari tauhid, juga menunjukkan luasnya karunia Allah. Karena dalam hadits dijanjikan bahwa siapa di antara hamba yang mendatangi Allah dengan dosa sepenuh bumi dan ia mati di atas tauhid, maka ia akan mendapatkan ampunan terhadap dosa sepenuh itu pula.” (Taisir Al ‘Azizil Hamid, 1: 248).

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Mentauhidkan Allah (tidak berbuat syirik, -pen) adalah sebab utama mendapatkan ampunan. Siapa yang tidak mentauhidkan Allah (terjerumus dalam kesyirikan dan tidak bertaubat sampai mati, -pen), maka ia akan luput dari ampunan Allah.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 416)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Syirik itu ada dua macam, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Siapa yang bersih dari kedua syirik tersebut, maka ia pasti masuk surga. Siapa yang mati dalam keadaan berbuat syirik besar, maka ia pasti masuk neraka. Barangsiapa yang mati dalam keadaan bersih dari syirik besar, namun masih memiliki syirik kecil dan punya kebaikan lainnya yang mengalahkan dosa-dosanya, maka ia masuk surga. Karena kebaikan bisa saja mengalahkan syirik kecil yang sedikit. Sedangkan jika ia bebas dari syirik besar akan tetapi ia masih memiliki syirik kecil yang banyak sehingga kejelekannya mengalahkan timbangan kebaikan, maka ia masuk neraka. Intinya, syirik itu membuat hamba itu disiksa, baik itu syirik besar maupun syirik kecil. Namun jika syiriknya adalah syirik kecil dan jumlahnya sedikit dan keikhlasan dia bisa mengalahkan dosa syirik kecil tersebut, maka ia tidak disiksa.” (Dinukil dari Taisirul ‘Azizil Hamid, 1: 247).

Sanggahan untuk Khawarij dan Mu’tazilah
Hadits di atas juga berisi bantahan terhadap Khawarij yang mengkafirkan seorang muslim karena dosa besar. Begitu pula hadits tersebut sekaligus bantahan pada Mu’tazilah yang berpendapat bahwa orang fasik (gemar maksiat) berada dalam ‘manzilah baina manzilatain’ (di antara dua keadaan), yaitu bukan mukmin dan bukan pula kafir, namun kelak ia akan kekal dalam neraka. Yang benar adalah yang menjadi akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yaitu orang fasik tidaklah disematkan iman pada dirinya secara mutlak, begitu pula tidak dihilangkan secara mutlak, namun orang fasik dikatakan mukmin namun kurang imannya atau disebut mukmin namun ahli maksiat, atau bisa disebut pula mukmin dengan imannya dan fasik dengan dosa besar yang ia perbuat.

Laa Ilaha illallah Tidak Cukup di Lisan
Jika kita menggabungkan beberapa hadits dengan hadits yang kita kaji saat ini, maka kita bisa tarik pelajaran penting bahwa laa ilaha illallah tidak cukup di lisan. Namun laa ilaha illalah harus pula disertai dengan menjalankan konsekuensinya, yaitu meninggalkan kesyirikan atau tradisi syirik.

Inilah yang kita pahami dari dua hadits berikut ini:
1- Hadits muttafaqun ‘alaih, dari ‘Itban bin Malik bin ‘Amr bin Al ‘Ajlan Al Anshori, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah” (HR. Bukhari no. 425 dan Muslim no. 33).

2- Hadits dari ‘Ubadah bin Ash Shomit, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ ، أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ ، وَرُوحٌ مِنْهُ ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ
Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya; begitu juga bersaksi bahwa ‘Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, serta kalimat-Nya (yaitu Allah menciptakan Isa dengan kalimat ‘kun’, -pen) yang disampaikan pada Maryam dan ruh dari-Nya; juga bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya; maka Allah akan memasukkan-Nya dalam surga apa pun amalnya.” (HR. Bukhari no. 3435 dan Muslim no. 28)

Kedua hadits di atas dipahami bahwa kalimat laa ilaha illallah tidak hanya di lisan, namun harus juga dengan memahami makna kalimat mulia tersebut dan meninggalkan kesyirikan. Inilah yang dapat dipahami dari hadits Anas bin Malik yang kita ulas kali ini.

Semoga kita dapat berjumpa dengan Allah dalam keadaan hati yang bersih dari syirik. Hanya Allah yang memberi taufik.
---
@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 5 Jumadal Ula 1434 H
www.rumaysho.com

Urgensi Memiliki Tauhid Yang Benar

tauhid_aqidah_islamSebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa perintah yang utama bagi manusia adalah mentauhidkan Allah. Dan ibadah barulah dinamakan ibadah jika disertai dengan tauhid. Tanpa tauhid ibadah tidaklah disebut ibadah. Hal ini dapat kita misalkan dengan shalat tidaklah disebut shalat sampai seseorang itu berthoharoh atau bersuci. Hal ini sudah menunjukkan dengan sendirinya urgensi tauhid. 

Begitu pula syirik itu bisa merusak amalan sebagaimana adanya hadats, membuat thoharoh (keadaan bersuci) seseorang menjadi rusak. Oleh karena sangat penting untuk memahami kesyirikan karena syirik adalah suatu perangkap yang berbahaya. Semoga Allah menyelamatkan kita darinya. Inilah ungkapan yang kami petik dari penjelasan Syaikh Muhammad At Tamimi dalam Al Qowa’idul Arba’.

Dalil-dalil yang menunjukkan urgensi mempelajari tauhid di antaranya,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. Al Kahfi: 110). Ayat ini sudah menunjukkan syarat diterimanya ibadah yaitu tauhid dan ittiba’. Tauhid maksudnya mengikhlaskan ibadah untuk Allah semata, sedangkan ittiba’ maksudnya adalah mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beramal.

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Rabbnya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 9: 205). Ini berarti jika akidah seseorang tidak beres, maka amalannya tidak diterima. Ini dalil pertama yang menunjukkan seseorang harus memiliki akidah yang benar.

Begitu pula dalil lainnya menunjukkan bahwa amalan yang tercampur dengan syirik akan merusak amalan. Bahkan jika yang dilakukan adalah syirik akbar (besar), seluruh amalan terhapus. Sedangkan jika yang dilakukan adalah syirik ashgor, maka amalan yang tercampur dengan kesyirikan saja yang terhapus. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Sungguh, apabila kamu berbuat syirik pasti akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65)

Bahkan dakwah para rasul adalah untuk meluruskan akidah umat yaitu dengan beribadah pada Allah saja dan meninggalkan kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thoghut (sesembahan selain Allah)’” (QS. An Nahl: 36)

Begitu pula urgensi bertauhid ditunjukkan pula dalam ayat berikut,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48). Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya berkata, “Allah Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik yaitu ketika seorang hamba bertemu Allah dalam keadaan berbuat syirik.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, terbitan Dar Ibnul Jauzi, 3: 129).

Sedangkan jika seseorang mati dalam keadaan bertauhid walau ia penuh dosa sepenuh bumi, maka Allah akan memaafkannya. Syaratnya adalah ia bebas dari syirik. Dalam hadits qudsi dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Al Hafizh Abu Thohir)

Semoga Allah menjauhkan kita dari noda kesyirikan dan menjadikan kita hamba yang bertauhid yang mengesakan Allah dalam beribadah. Wallahul muwaffiq.
---

@ Bandara Adisucipto, Yogyakarta, menjelang maghrib, 19 Jumadal Ula 1434 H

Saturday, March 30, 2013

Wahabi, tetapi…

Beberapa situs-situs peninggalan Rasulullah kabarnya dipereteli satu persatu oleh mereka untuk dijadikan fasilitas umum.

Beberapa golongan menyayangkan penguasanya yang berfaham Wahabi. Apa itu Wahabi? Percayalah, Google akan menjawabnya dengan indah  :)

Tetapi
Di negara itu mereka membangun perumahan-perumahan untuk kalangan non pegawai pemerintahan. Mereka para pegawai swasta, penggembala atau wiraswasta yang tidak mampu menyokong kehidupan mereka sendiri.

Perumahan di mana air dan listrik adalah tanggungan negara. Di mana para jandanya mendapatkan suplay tiap bulannya.

Di negara itu, fasilitas kesehatan bukanlah hal yang jauh untuk dijangkau bagi rakyatnya ataupun para pendatang asing.

Di negara itu tak perlu pusing membayar uang sekolah.

Di negara itu tiap beberapa bulan sekali ada gaji bonus dari pemerintah. Sang penguasa sering berderma tak hanya untuk rakyatnya tetapi juga untuk para pekerja tamunya.

Di negara yang padi akan sulit tumbuh, anggur tak mudah subur. Namun, carilah apapun, semua ada.

Kembali ke negaraku, begitu miskin rasanya.

Fasilitas kesehatan hanya bagi mereka yang benar-benar miskin. Meski tak jarang salah sasaran.

Mereka yang berada pada posisi ‘tengah’ semakin sulit mengikuti alur kehidupan di tanah tumpah darah ini. 

Ku kira memanglah negaraku miskin. Dan kami, rakyat harus mengerti.

Namun ku terhenyak ketika melihat deretan angka nol jumlah harta yang dilarikan ke sana ke mari oleh para penyeleweng.

Ternyata negaraku tak semiskin yang kusangkakan. Mungkin lebih kaya dari negara dengan para penguasa Wahabi di seberang sana. 




http://knitknotlove.wordpress.com/2013/03/29/wahabi-tetapi-2/

Friday, March 29, 2013

Dalam Sebulan, 374 Orang Masuk Islam di Saudi

RIYADH: 154 pria dan 220 wanita dari berbagai bangsa masuk Islam selama bulan Febuari lalu, menurut laporan dari Yayasan Pendidikan Islam (IEF) di Riyadh, yang diliris Arabnews, Kamis (28/3/13).

IEF yang menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan pesan-pesan Islam kepada non-Muslim, seperti melalui kuliah, seminar dan distribusi buku, kaset, dan selebaran. IEF juga mengirimkan mubaligh-nya untuk berdakwah di wilayah pemukiman non-muslim dan di tempat kerja di mana karyawannya sebagian besar adalah non-Muslim.

Selama 20 tahun terakhir, lebih dari 20.000 pekerja asing memeluk Islam sejak berdirinya cabang IEF pada tahun 1993.

Pusat Dakwah Islam Saudi (IDC)telah mengajak warga asing untuk masuk ke Islam. IDC tidak memaksakan orang untuk memeluk Islam tetapi memberikan kesempatan bagi non-Muslim untuk mewujudkan nilai-nilai dan keindahan Islam. Banyak orang yang tertarik kepada Islam melalui pengalaman kehidupan dan kegiatan Muslim yang sesama rekan kerja mereka.

Muslim Saudi dan non-Saudi banyak yang percaya bahwa membantu orang untuk memeluk Islam adalah salah satu keberhasilan terbesar yang mereka peroleh. Orang-orang Islam secara dinamis terlibat dalam penyebaran Islam di kalangan non-muslim wanita dan pria.

Menurut laporan IEF, pria dan wanita Filipina adalah pekerja asing yang paling banyak memeluk Islam di Saudi. Sejumlah orang Amerika dan Eropa juga telah memeluk Islam di Kerajaan Saudi.

Islam adalah agama yang paling cepat berkembang di dunia dan banyak orang yang sedang mencari tahu tentang Islam.

Saleh Al-Dulaiqan, Direktur cabang IEF telah berterima kasih atas usaha dari perusahaan-perusahaan dalam Kerjasama dakwah dan bimbingan Islam yang IEF jalankan. (arn)/CYBR SBLI-

Demi Allah, apabila Allah menunjuki seorang saja melalui dakwahmu itu lebih baik bagimu daripada kamu memiliki onta-onta merah.” (HR. Bukhari dan Muslim )

Mengenal Kesyirikan dan Bahayanya

Segala puji hanyalah bagi Allah, satu-satunya Rabb yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, yang senantiasa mengajak umatnya untuk selalu mengesakan Allah dan meninggalkan seluruh sesembahan selain Allah.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, sesungguhnya kesyirikan adalah dosa dan kezhaliman yang paling besar.Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni dosa yang levelnya di bawah syirik bagi orang yang Dia kehendaki” (QS. An Nisaa : 48)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan mengatakan, “Dari ayat ini jelaslah bahwa syirik adalah dosa yang paling besar karena Allah Ta’ala menerangkan bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa syirik jika pelakunya tidak bertaubat. Hal tersebut mewajibkan hamba untuk merasa sangat takut terhadap kesyirikan. Karena kesyirikan adalah sejelek-jeleknya kejelekan, sezhalim-zhalimnya kezhaliman, merendahkan Rabb semesta alam, dan berlawanan dengan tujuan penciptaan makhluk” (Fathul Majid, hal. 75 dengan diringkas)

Maka wajib bagi seorang muslim untuk merasa takut dari kesyirikan. Dan seorang muslim yang benar-benar takut terjatuh ke dalam kesyirikan adalah seorang muslim yang mau mempelajari apa itu hakikat kesyirikan agar ia tidak terjatuh ke dalamnya. Sebagaimana ungkapa seorang penyair :

Aku mengetahui keburukan bukan untuk melakukannya, tapi untuk menjauhinya…
Siapa yang tidak mengetahui keburukan dari kebaikan, dia akan terjatuh ke dalamnya…

Memahami hakikat kesyirikan
Syirik adalah menjadikan sekutu atau tandingan bagi Allah Ta’ala dalam salah satu hak khusus Allah.(Rāsaa-il fil ‘Aqidah, hal. 434). Hak khusus Allah meliputi sifat rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan nama dan sifat-Nya.

Kesyirikan dalam rububiyyah Allah
Rububiyyah Allah adalah segala hal yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan Allah, semisal menghidupkan, mematikan, memberi rizki, dan mengatur alam semesta.Maka, meyakini adanya pemberi rizki dan pengatur alam semesta ini selain Allah merupakan bentuk kesyirikan dalam rububiyyah Allah.

Contohnya, meyakini adanya “dewi kesuburan” yang menjaminkesuburan tumbuh-tumbuhan ataupun adanya jin penguasa laut adalah bentuk kesyirikan dalam rububiyyah Allah karena keyakinan akan adanya pemberi rizki,pengatur, dan penguasa alam selain Allah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah yang menciptakan kalian, memberi kalian rizki, mematikan kalian, lalu menghidupkan kalian.Apakah ada diantara mereka yang kalian jadikan sekutu bagi Allah itu mampu melakukan hal-hal tersebut?Maha suci dan maha tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. Ar Ruum : 30)

Kesyirikan dalam uluhiyyah Allah
Uluhiyyah Allah adalah segala hal yang berkaitan dengan ibadah seorang hamba.Syirik dalam uluhiyyah Allah berarti mempersembahkan ibadah kepada selain Allah. Untuk memahami syirik jenis ini, tentu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan ibadah itu sendiri. Telah diketahui bahwa ibadah adalah segala apa yang Allah cintai dan ridhoi baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik amalan anggota badan maupun amalan hati. 

Bagaimanakah mengetahui bahwa Allah mencintai dan meridhoi suatu perbuatan?Jika Allah memerintahkan suatu perbuatan, atau menjanjikan pahala bagi yang mengerjakannya, atau memuji orang yang melakukannya, maka ini adalah tanda bahwa Allah mencintai perbuatan tersebut sehingga perbuatan tersebut termasuk ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah.

Maka, shalat, zakat, haji, berdo’a, istighotsah, rasa takut, rasa cinta, dan lainnya adalah diantara bentuk-bentuk ibadah, karena Allah memerintahkannya.Oleh karena itu, siapa yang shalat atau berdo’a kepada selain Allah, atau memiliki rasa takut dan cinta kepada seseorang sebagaimana takut dan cintanya kepada Allah, maka dia telah tergelincir dalam kesyirikan.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan masjid-masjid adalah milik Allah, maka janganlah kalian berdo’a (beribadah) kepada apapun selain Allah disamping beribadah kepada-Nya“ (QS. Al Jin : 19).
Kesyirikan dalam nama dan sifat Allah

Kesyirikan dalam nama dan sifat Allah
Terjadi jika seseorang memberikan sifat kepada orang lain dengan sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah Ta’ala, seperti mensifati orang lain bahwa ia mengetahui ilmu ghaib. (Al Qaulul Mufiid fii Adillah At Tauhid, hal. 95)

Pembagian syirik
Secara umum, syirik terbagi 2, yakni syirik besar dan syirik kecil.Syirik besar mengeluarkan pelakunya dari Islam. Syirik besar terjadi jika seseorang meyakini adanya pencipta, pengatur, dan pemberi rizki selain Allah, atau menujukan salah satu jenis ibadah kepada selain Allah.Adapun syirik kecil adalah perbuatan yang ditegaskan oleh syari’at sebagai kesyirikan, atau perbuatan yang dapat menjadi perantara terjadinya syirik besar, tetapi tidak membuat pelakunya keluar dari Islam, semisal riya’, bersumpah dengan selain nama Allah, dan lainnya. 

Baik yang besar maupun kecil, dosa syirik tetaplah tidak terampuni jika pelakunya belum bertaubat.Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni dosa yang levelnya di bawah syirik bagi orang yang Dia kehendaki” (QS. An Nisa : 48). Hanya saja, pelaku syirik kecil tidak akan kekal di neraka, berbeda dengan syirik besar yang kekal di neraka.

Beberapa jenis kesyirikan
1. Syirik dalam ucapan

Syirik dalam ucapan adalah semua ucapan yang ditegaskan oleh syari’at Islam sebagai kesyirikan, seperti bersumpah dengan selain nama Allah, ucapan : “seandainya bukan karena Allah dan karenamu, pastilah jadinya tidak seperti ini”, dan lainnya. Kata “dan” menunjukkan kesetaraan antara Allah dengan manusia dalam berkehendak.Maka ini tergolong syirik kecil berdasarkan dalil yang ada.Jika kalimat “seandainya bukan karena Allah dan dirimu” saja bermasalah, bagaimanakah lagi dengan kalimat “seandainya bukan karena dokter, anak saya bisa kenapa-kenapa” ??

2. Syirik dalam rasa cinta
Syirik dalam rasa cinta terjadi jika seseorang mencintai sesuatu selain Allah sebagaimana rasa cintanya kepada Allah, bahkan lebih dahsyat lagi.Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan diantara manusia ada yang menjadikan tandingan selain Allah, mereka mencintai sesembahan tersebut seperti mencintai Allah” (QS. Al Baqarah : 165)

3. Syirik dalam rasa takut
Syirik dalam rasa takut terjadi jika seseorang takut terhadap sesuatu selain Allah –semisal jin, orang mati, atau yang lain- sebagaimana rasa takutnya kepada Allah, bahkan lebih dahsyat lagi. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidakkah kamu melihat orang-orang yang dikatakan kepada mereka : ‘Tahanlah tangan-tangan kalian, dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat’. Maka ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian mereka (munafik) takut kepada manusia (musuh) sebagaimana takutnya mereka kepada Allah, bahkan lebih takut lagi” (QS. An Nisaa : 77)

4. Syirik dalam ketaatan
Syirik dalam ketaatan terjadi jika seseorang mematuhi orang lain dalam menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Mereka menjadikan ulama (yahudi) dan pendeta-pendetanya (nasrani) sebagai sesembahan selain Allah” (QS. At Taubah : 31). Yang dimaksud menjadikan sesembahan selain Allah pada ayat di atas adalah menaati orang lain dalam menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan sebagaimana dalam sebuah hadits dari sahabat Adi bin Hatim Ath Thaa-i. (lihatAl Qaulul Mufiid fii Adillah At Tauhid, hal. 95-99 dengan perubahan)

Bahaya kesyirikan
Diantara bahaya kesyirikan adalah :
1. Dosa syirik tidak diampuni dan pelakunya kekal di neraka jika ia mati dalam keadaan belum bertaubat.
Hal ini berdasarkan surat An Nisa : 48 yang sudah disebutkan sebelumnya.

2. Surga diharamkan bagi orang musyrik.
Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maa-idah : 72)

3. Kesyirikan menghapus semua amal shalih yang telah susah payah dilakukan.
Allah berfirman (yang artinya), “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan” (QS. Al An’am : 88)

Penutup
Sesungguhnya mempelajari hakikat kesyirikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari mempelajari tauhid.Dan kesyirikan ini banyak sekali jenisnya sehingga tidaklah mungkin dituangkan sepenuhnya dalam tulisan ringkas ini padahal bahayanya sangatlah besar.Maka seorang muslim hendaknya mengetahui bahaya kesyirikan ini dan mempelajari hakikat dan jenis-jenisnya agar tidak terjerumus ke dalamnya.
Syaikh Muhammad At Tamimi mengatakan, “Jika engkau sudah tahu bahwa kesyirikan jika mencampuriibadah, maka akan merusaknya, menghapus amal shalih, dan membuat orangyang melakukannya menjadi golongan orang-orang yang kekal di dalamneraka, maka engkau akan tahu bahwa yang paling penting bagimu adalah mengenalkesyirikan tersebut (agar terhindar darinya)” (lihat Al Qawa’id Al Arba’)
Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari perangkap kesyirikan.Wallahu a’lam.

Penulis : Yananto Sulaimansyah
Muroja’ah : Ust. Afifi Abdul Wadud
http://buletin.muslim.or.id

Thursday, March 28, 2013

Sekedar Curhat Harga Barang: Antara Saudi dan RI

oleh : Bang Nasr

Tulisan ini hanya sekedar curhat dan pengalaman sendiri dan tentunya kawan-kawan yang pernah atau sedang tinggal di Arab Saudi. Setelah saya dua tahunan kembali ke RI, dengan berbagai keriuhan berbagai gejolak kenaikan harga barang-barang, tentu saja ada kerinduan bagaimana nikmatnya hidup di Arab Saudi dulu. Kawan-kawan dan Kompasianer yang tinggal di negara lain tentu punya kesan-kesan tersendiri.
 
1. Dikejar-kejar Pajak.
Tentu saja kita rakyat Indonesia dibebani negara dengan berbagai pungutan pajak, dari pajak tanah dan bangunan (PBB), dimana nilai NJOP-nya tiap tahun membengkat dan naiknya gak ketulungan, khususnya di Jakarta. Belum lagi pajak kendaraan bermotor, bahkan terkena pajak progresif bagi yang memiliki lebih dari satu; pajak penghasilan, keterlauan banget deh negara, ceramahpun dipotong pajak juga. (Saya jika ceramah di suatu Kajian kelas menengah di Jakarta dikenakan pajak walaupun pajaknya ditanggung pihak pengundang namun kita tandatangan tanda bukti pembayaran/pemotongan pajak); pajak Penghasilan; bahkan secara tidak langsung juga rakyat membayar pajak barang-barang yang dibeli di warung dan supermarket, dari yang kecil dan remeh temeh hingga yang biasa dan mewah (kalau mewah sih biarin aja karena yang beli juga yang hedonis dan kelebihan duit).

Sebagai rakyat tentu  ikhlas-ikhlas saja membayar pajak tadi dan tidak menuntut banyak, namun kesel dan kecewa juga jika pajak-pajak tadi dikorupsi dan dijarah oleh orang-orang macam Gayus, dan para koruptor lainnya. Rasa-rasanya gak mau bayar pajak (tapi nanti dikejar-kejar terus tagihannya malah mengbengkak kaya’ rentenir; saya pikir negara kita kok rentenir yah). Belum pajak rakyat yang tidak dikembalikan buat membangun fasilitas umum seperti jalan raya, RS pemerintah (bahkan sejak jaman Belanda, RS pemerintah di Jakarta tidak nambah-nambah, yang nambah cuma RS swasta); dan banyak pajak-pajak tetek bengek lainnya, jadi tambah kesel saja. Itulah nasib rakyat kecil.

Tapi bagi yang tinggal di Saudi eunak tenannnn, semua jenis pajak gak ada, dari pajak kendaraan, penghasilan, barang dan sebagainya. Jadi, gaji kita murni dan bersih. Kami merasakan tidak ada pengeluaran ekstra selain yang kita konsumsi sendiri. Tidak ada parkir liar-preman, parkir gratis kecuali di tempat-tempat tertentu saja. Digedung dan perbankan bahkan gratis. Jadi banyak gratisnya.

2. Tidak ada inflasi.
Inflasi, baik duit dan barang di RI waduh jangan ditanya kenaikannya. Gak ketulungan. Seinget saya pada Januari 1982, harga USD dengan rupiah cuma 450 perak. (1 USD = Rp 450). USD dengan Tiyal 3.45. Artinya, pada tahun itu USD 100 kl SR 345 (kalau saya gak salah inget). Sekarang USD 100 dengan Riyal masih hampir segitu yaitu kl 375-an riyal. Sedangkan rupiah sudah hampir 10 ribuan. Berapa ratus persen inflasinya. (Susah saya ngitungnya).

Belum lagi harga barang-barang dari dulu hingga sekarang masih tetap (relatif) sama di Saudi. Bahkan semua barang-barang harganya dikontrol negara (bukan ditentukan pasar seperti di RI), makanya harga obat di semua apotik dan semua kota harganya sama karena dicetak di box setiap obat. Di Jakarta, beda apotik harga obat beda harga, welah. Begitu juga barang-barang keperluan dapur, semuanya stabil dan sangat murah (bila dibandingkan dengan pendapatan perorangan). Kalau di Jakarta, pendapatan stagnan namun pengeluaran terus meningkat. Tekor terus, karena akibat banyak dikorupsi ditilep pejabat dsb. Saya contohkan harga susu anak-anak, setahu saya tahun 1999/2000 masih berkisar 16 ribuan, tapi sekarang sudah hampir 60 ribuan, dan banyak yang lainnya yang semuanya sudah maklum bagi rakyat dan kita semua.
Curhatan ini yah hanya luapan kerinduang doang karena mendengar, melihat dan merasakan betapa barang-barang kebutuhan hajat orang banyak seperti keperluan dapur, bumbu, daging, lauk pauk, sayur mayur dsb semuanya semakin mahal, sedangkan gaji rakyat gak naik-naik dan nyari duit semakin sulit, dsb. Penghasilan dan pemasukan selalu tekor, ngutang susah, (tempat ngutang banyak seperti yang banyak diiklanin namun rentenir (ribawi) semua. “Butuh Dana Tunai. Jaminan BPKB”, begitu bunyi-bunyi iklan yang bertebaran di tembok gang-gang sempit dan tiang listrik namun mencekik, yang lama-kelamaan motornya ke tarik rentenir) dan banyak contoh lagi.

Bagi yang masih bekerja di Arab Saudi, kawan-kawan TKI pikir-pikir dulu untuk segera balik ke RI, kumpulin duit sebanyak-banyaknya, hidup sehemat-hematnya, kalau sudah menumpuk barulah balik dan sudah punya modal buat usaha dan bekal hidup.

Jadi, memang nasib rakyat kita belum bahagia. Sila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” masih jargon yang nyelekit namun gak ada yang mikirin. Eluh-eluh, hua-gua.

salam damai
sumber : www.kompasiana.com/bangnasr


Hukum Pajak dan Bea Cukai (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah)

Pertanyaan,
قرأت في كتاب ( الزواجر عن اقتراف الكبائر ) لابن حجر الهيتمي في حكم المكوس ، ونهي النبي صلى الله عليه وسلم عنها ، وأن أصحابها أشد الناس عذابا يوم القيامة ، وكثير من الدول يعتمد اقتصادها على تحصيل الرسوم الجمركية على الواردات والصادرات وهذه الرسوم بالتالي يقوم التجار بإضافتها إلى ثمن البضاعة المباعة بالتجزئة للجمهور ، وبهذه الأموال المحصلة تقوم الدولة بمشروعاتها المختلفة لبناء مرافق الدولة . فأرجو توضيح حكم هذه الرسوم وحكم الجمارك والعمل بها وهل يعتبر نفس حكم المكوس أم لا يعتبر نفس الحكم ؟.

“Aku membaca buku al Zawajir ‘an Iqtiraf al Kabair karya Ibnu Hajar al Haitami tentang hukum maks (pajak) dan larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut. Di sana juga disebutkan bahwa pemungut maks adalah manusia yang paling keras siksaannya pada hari Kiamat nanti. Di sisi lain, banyak negara yang perekonomiannya mengandalkan bea cukai atas barang impor ataupun barang ekspor. Pada gilirannya bea cukai ini oleh produsen dibebankan kepada konsumen sehingga harga barang tersebut menjadi lebih mahal. Dari uang bea cukai ini negara mengadakan berbagai proyek untuk membangun berbagai fasilitas negara. Aku berharap akan adanya penjelasan tentang hukum pajak dan bea cukai serta bekerja di bidang itu. Apakah hukum pajak itu sama dengan hukum maks ataukah berbeda?”

فيما يلي نص فتوى اللجنة الدائمة للإفتاء
تحصيل الرسوم الجمركية من الواردات والصادرات من المكوس ، والمكوس حرام ، والعمل بها حرام ، ولو كانت ممن يصرفها ولاة الأمور في المشروعات المختلفة كبناء مرافق الدولة لنهي النبي صلى الله عليه وسلم عن أخذ المكوس وتشديده فيه ،

Jawaban dari Lajnah Daimah,
Bea cukai atas barang impor atau ekspor itu termasuk maks sedangkan maks adalah haram. Oleh karena itu, bekerja di bidang itu hukumnya haram meskipun pajak tersebut dibelanjakan oleh negara untuk mengadakan berbagai proyek semisal membangun berbagai fasilitas negara. Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bahkan memberi ancaman keras untuk perbuatan mengambil maks.

فقد ثبت في حديث عبد الله بن بريدة عن أبيه في رجم الغامدية التي ولدت من الزنا أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( والذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له ) الحديث رواه أحمد ومسلم وأبو داوود
Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku al Ghamidiyyah setelah melahirkan anak karena zina. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang wanita tersebut, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik maks (baca: pajak) bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud).

وروى أحمد وأبو داوود والحاكم عن عقبة بن عامر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : ( لا يدخل الجنة صاحب مكس ) وصححه الحاكم .
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penarik pajak itu tidak akan masuk surga”. Hadits ini dinilai sahih oleh al Hakim.

وقد قال الذهبي في كتابه الكبائر : والمكاس داخل في عموم قوله تعالى : ( إنما السبيل على الذين يظلمون الناس ويبغون
في الأرض بغير الحق أولئك لهم عذاب أليم ) الشورى/42 .
Dalam al Kabair, adz Dzahabi mengatakan, “Pemungut pajak itu termasuk dalam keumuman firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (QS asy Syura:42).

والمكاس من أكبر أعوان الظلمة بل هو من الظلمة أنفسهم فإنه يأخذ ما لا يستحق ، واستدل على ذلك بحديث بريدة وحديث عقبة المتقدمين ثم قال : والمكاس فيه شبه من قاطع الطريق وهو من اللصوص ، وجابي المكس وكاتبه وشاهده وآخذه من جندي وشيخ وصاحب راية شركاء في الوزر آكلون للسحت والحرام . انتهى .

Pemungut pajak adalah termasuk pembantu bagi penguasa zalim yang paling penting. Bahkan pemungut pajak itu termasuk pelaku kezaliman karena mereka mengambil harta yang tidak berhak untuk diambil”.

Adz Dzahabi lantas berdalil dengan hadits dari Buraidah dan ‘Uqbah yang telah disebutkan di atas. Setelah itu adz Dzahabi mengatakan, “Pemungut pajak itu memiliki kesamaan dengan pembegal bahkan dia termasuk pencuri. Pemungut pajak, jurus tulisnya, saksi dan semua pemungutnya baik seorang tentara, kepala suku atau kepala daerah adalah orang-orang yang bersekutu dalam dosa. Semua mereka adalah orang-orang yang memakan harta yang haram”. Sekian kutipan dari al Kabair.

ولأن ذلك من أكل أموال الناس بالباطل وقد قال تعالى :( ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل ) البقرة/188 .
Dalam pajak terdapat perbuatan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar padahal Allah berfirman yang artinya, “Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan cara yang tidak benar” (QS al Baqarah:188).

ولما ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في خطبته بمنى يوم العيد في حجة الوداع : ( إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم حرام عليكم كحرمة يومكم هذا في بلدكم هذا في شهركم هذا ) .
Ketika memberikan khutbah di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah ketika haji wada’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian itu tidak boleh diganggu sebagaimana kehormatan hari ini, di negeri ini dan bulan ini”.

فعلى المسلم أن يتقي الله ويدع طرق الكسب الحرام ويسلك طرق الكسب الحلال وهي كثيرة ولله الحمد ومن يستغن يغنه الله ،
Menjadi kewajiban setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah dengan meninggalkan cara-cara mendapatkan rezeki yang haram dan memilih cara-cara mendapatkan rezeki yang halal yang jumlahnya banyak, Alhamdulillah. Barang siapa yang merasa cukup dengan yang halal maka Allah akan memberi kecukupan untuknya.

قال الله تعالى : (ومن يتق الله يجعل له مخرجا * ويرزقه من حيث لا يحتسب ومن يتوكل على الله فهو حسبه إن الله بالغ أمره قد جعل الله لكل شيء قدرا ) الطلاق/2-3
Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (QS ath Thalaq:2-3).

وقال : ( ومن يتق الله يجعل له من أمره يسرا ) الطلاق/ 4
Allah juga berfirman yang artinya, “Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (QS ath Thalaq:4).

وبالله التوفيق
فتاوى اللجنة الدائمة للإفتاء 23 / 489 .


Demikian yang terdapat dalam Fatwa al Lajnah al Daimah lil Ifta’ jilid 23 halaman 489.

Sumber:
http://islamqa.com/ar/ref/42563/%20%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%85%D8%A7%D8%B1%D9%83

Tuesday, March 26, 2013

Tauhid Asma wa Shifat

Pendahuluan
Keimanan terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah salah satu rukun iman kepada Allah azza wa jalla, yang terdiri dari keimanan kepada wujud-Nya, keimanan kepada rububiyah-Nya, keimanan kepada uluhiyah-Nya, dan keimanan kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Mentauhidkan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah salah satu dari tiga jenis Tauhid: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa Shifat. Seorang hamba tidak mungkin dapat beribadah kepada Allah dengan sempurna sampai ia mempunyai ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah. Oleh karena itu kedudukan ilmu ini sangat penting dan urgen untuk dibahas. Berikut ini akan kami bawakan pembahasannya secara ringkas.

Pengertian
Tauhid Asma wa Shifat pengertiannya adalah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya baik dalam al-Quran ataupun as-Sunnah sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, dengan tanpa mengubah, meniadakan, menyerupakan, dan mengilustrasikan keadaannya. Tauhid Asma wa Shifat pada dasarnya terkandung dalam Tauhid Rububiyah, akan tetapi ketika muncul banyak orang yang mengingkari dan menyebarkan kerancuan tentangnya, para ulama membahas dan menjadikannya bagian tersendiri. Banyak buku yang telah mereka tulis dalam masalah ini.

Dalil-dalil Tentang Tauhid Asma wa Shifat
Dalil dari al-Quran diantaranya ialah firman Allah yang artinya: “Hanya milik Allah nama-nama yang terbaik, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-A’raaf: 180) “Dan hanya bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ruum: 27)
Dalil dari as-Sunnah diantaranya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, barangsiapa menghafalnya maka ia akan masuk surga.” (HR. at-Tirmidzi 3508) Dan “Aku meminta kepada-Mu dengan segenap nama-Mu, yang telah Kau namakan diri-Mu dengannya, atau yang Kau turunkan dalam kitab-Mu, atau Kau ajarkan kepada salah satu hamba-Mu atau Kau simpan di dalam ilmu ghaib yang ada disisi-Mu.” (HR. Ahmad 3712)

Metode Yang Benar Berkenaan Dengan Nama-nama dan Sifat-sifat Allah
Dalam masalah ini metode yang benar ialah meyakini dan membenarkan secara sempurna dan tanpa keraguan sedikitpun terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan oleh-Nya, baik yang ada di dalam al-Quran maupun as-Sunnah, dengan tanpa mengubah, meniadakan, menyerupakan, dan mengilustrasikan hakikat keadaan nama-nama dan sifat-sifat Allah tersebut.
Mengubah nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu menggantinya dengan bentuk lain. Terdapat dua bentuk pengubahan berkenaan nama-nama atau sifat-sifat Allah:
1. Mengubah secara lafadz, yaitu menambah atau mengurangi huruf atau mengubah harokat yang ada pada lafadz-lafadz yang berkenaan dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala. Seperti menambah huruf ‘lam’ pada lafadz ‘istawa’ yang terdapat di dalam al-Quran surat Thahaa ayat 20, sehingga lafadz itu menjadi ‘istaula’
2. Mengubah secara makna. Yaitu menafsirkan lafadz-lafadz yang berkenaan dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah secara tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Seperti menafsirkan kata ‘al-yadu’ bagi Allah ‘azza wa jalla yang maknanya adalah tangan, menjadi ‘al-quwwah’ (kekuatan) atau ‘an-ni’mah’(anugerah).
Meniadakan nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu menafikan sifat-sifat Allah atau tidak meyakini keberadaan sifat-sifat tersebut. Seperti orang yang mengatakan “Allah tidak mendengar atau melihat” atau yang semisalnya.
Menyerupakan nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu menyerupakan nama-nama atau sifat-sifat tersebut dengan makhluk. Seperti orang yang mengatakan “Allah mempunyai pendengaran seperti pendengaran kita”, atau “Allah punya wajah seperti wajah kita” dan yang semisalnya.
Mengilustrasikan hakikat keadaan nama-nama atau sifat-sifat Allah yaitu membayangkan sifat-sifat itu dengan bentuk-bentuk tertentu. Seperti mengilustrasikan bahwa tangan Allah keadaannya adalah demikian dan demikian, atau Allah berada di atas ‘Arsy-Nya dengan keadaan begini dan begitu, dan yang semisalnya. Sungguh perkara ini adalah batil, karena tidak ada yang mengetahui bagaimana keadaan sifat-sifat Allah kecuali Allah sendiri. Seluruh makhluk sama sekali tidak ada yang mengetahui hal itu. Mereka tidak mampu untuk mencapainya.
Metode ini terangkum dalam tiga perkara. Barangsiapa merealisasikan tiga perkara ini, ia akan selamat dari penyimpangan dalam masalah ini. Tiga perkara itu adalah:
1. Mensucikan Allah ‘azza wa jalla dari keserupaan dengan sifat-sifat makhluk. Karena Allah berfirman yang artinya “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11) “Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. an-Nahl: 74) “Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam: 65) dan “Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.” (QS.al-Ikhlash: 4).
2. Mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaih wa sallam sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah Subhaanahu wa ta’ala. Allah berfirman yang artinya: “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Hasyr: 22-24)
3. Menghilangkan keinginan untuk mengetahui hakikat keadaan sifat-sifat Allah ta’ala. Karena hal itu adalah sesuatu yang mustahil bagi makhluk. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (QS. Thaaha: 110) “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An’am: 103)

Beberapa Kaidah Berkenaan Dengan Nama-nama dan Sifat-sifat Allah
Untuk memudahkan memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah, para ulama meletakkan beberapa kaidah. Di antara kaidah tersebut:
1. Nama dan Sifat Allah adalah sesuatu yang tauqifi (tidak ditetapkan kecuali berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah). Tidak ada ruang bagi akal dalam perkara ini. Seseorang wajib berhenti pada nash al-Quran dan as-Sunnah, tidak menambah-nambah atau menguranginya. Karena akal tidak mengetahui nama-nama dan sifat-sifat yang pantas bagi Allah. Allah ta’ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. al-Israa: 36) Sebagian ulama menegaskan bahwa ada tiga cara yang bisa membuat seseorang dapat mengetahui sifat-sifat sesuatu: melihatnya secara langsung, melihat yang serupa dengannya, mengetahuinya dari orang yang mengerti tentangnya. Sementara pengetahuan kita tentang Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya hanya terbatas dengan cara ketiga, yaitu mengetahui sifat sesuatu dari orang yang mengerti tentang sesuatu tersebut. Dan tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allah kecuali diri-Nya sendiri kemudian orang-orang yang diberi wahyu oleh Allah tentang diri-Nya, yaitu rasul-rasul-Nya. Maka kita wajib mengikuti wahyu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, karena kita belum pernah melihat Allah Subhaanahu wa ta’ala.
2. Keyakinan tentang sifat Allah seperti keyakinan tentang Dzat-Nya. Maksudnya, sifat, dzat, dan perbuatan Allah tidak serupa dengan apapun. Jika Allah memiliki dzat secara hakiki dan dzat itu tidak serupa dengan dzat apapun, demikian pula sifat-sifat Allah yang ada di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Allah menyandang sifat-sifat tersebut secara hakiki dan tidak serupa dengan apapun.
3. Keyakinan tentang sebagian sifat Allah seperti keyakinan tentang sebagian sifat yang lain. Maksudnya, cara memahami sebagian sifat-sifat Allah sama dengan cara memahami sebagian sifat dan yang lain.
4. Semua nama Allah adalah baik. Maksudnya, nama-nama Allah semuanya baik, dan sama sekali tidak ada yang buruk,  karena nama-nama itu menunjukkan dzat yang memiliki nama tersebut yaitu Allah ‘azza wa jallaa. Nama-nama itu menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan yang tidak mengandung kekurangan sedikitpun dari segala sisi. Allah berfirman yang artinya: “Hanya milik Allah nama-nama yang terbaik.” (QS. al-A’raaf: 180)
5. Nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah tertentu. Nabi Shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda: “Aku meminta kepada-Mu dengan segenap nama-Mu, yang telah Kau namakan diri-Mu dengannya, atau Kau turunkan dalam kitab-Mu, atau Kau ajarkan kepada salah satu hamba-Mu atau Kau simpan didalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu.” (HR. Ahmad 3712)

Bentuk-bentuk Penyimpangan Berkenaan Dengan Tauhid Asma wa Shifat
Sebagaimana Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah, pada Tauhid Asma wa Shifat pun terjadi penyimpangan. Penyimpang tersebut ialah memahami atau mensikapinya secara tidak sesuai dengan apa yang diwajibkan. Di antara bentuk penyimpangan yang terjadi adalah:
1. Mengingkari sebagian atau seluruh nama dan sifat yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya. Seperti orang-orang Jahmiyah (aliran sesat di dalam islam) yang berkeyakinan bahwa Allah tidak memiliki nama dan sifat.
2. Menganggap nama-nama Allah itu serupa dengan sifat makhluk. Seperti orang-orang yang menyamakan pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk karena Allah memiliki nama ‘as-sami’ yang berarti Maha Mendengar.
3. Menamai Allah dengan nama-nama yang tidak Allah gunakan untuk menamai diri-Nya. Seperti perbuatan orang-orang Nasrani yang menamakan Allah dengan sebutan ‘al-Abu’ Tuhan ‘Bapak’.
4. Mengambil pecahan kata dari nama-nama Allah dan memberikannya kepada berhala. Seperti perbuatan orang-orang musyrikin Arab yang menamakan berhala mereka dengan sebutan ‘al-‘Uzza’ yang diambil dari nama Allah ‘al-‘Aziz’, atau ‘al-Latta’ yag diambil dari nama Allah ‘al-Ilaah’ (berdasarkan salah satu dari dua pendapat tentang penamaan berhala ‘al-‘Uzza’ dan ‘al-Latta’)

Beberapa Contoh Nama-nama dan Sifat-sifat Allah Subhaanahu wa ta’ala
Sungguh banyak sekali ayat al-Quran dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah ta’ala dengan bentuk serta konteks kalimat yang beraneka ragam. Di antara nama Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah: ‘al-Hayyu’, ‘al-Qayyuum’, ‘ar-Rahman’, dan ‘ar-Rahiim’. Di antara sifat Allah Subhaanahu wa ta’ala adalah: ‘al-Qudrah’ (berkuasa), ‘al-Hayaah’ (hidup), ‘al-‘Ilmu’ (mengetahui), ‘al-Iradah’ (berkehendak) dan ‘al-‘Uluw’ (tinggi) dan masih banyak lagi yang lainnya. Nama-nama dan sifat-sifat ini kita yakini dimiliki oleh Allah ta’ala sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, karena terdapat di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Kita juga tidak menyerupakannya dengan makhluk karena tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah ‘azza wa jallaa. Kemudian kita mengilustrasikan bagaimana keadaannya karena akal manusia tidak mampu mencapainya serta tidak ada keterangan dari al-Quran ataupun as-Sunnah yang memberitahukan bagaimana hakikat keadaan sifat-sifat Allah tersebut.

Penutup
Demikianlah pembahasan yang bisa kami sampaikan tentang Tauhid Asma wa Shifat, mudah-mudahan bisa menjadi tambahan ilmu untuk memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhaanahu wa ta’ala dengan benar. Semoga tulisan ini menjadi motivasi bagi kita untuk memperdalam ilmu tentang Allah ta’ala, agar kita semakin mengenal-Nya sehingga bisa beribadah kepada-Nya dengan sempurna dan memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.

Sumber
Ushul Iman Fii Dhaui al-Kitab wa as-Sunnah, Nukhbatun minal ‘Ulama, Qowaidul Mutsla, Ibnu ‘Utsaimin, al-Irsyad ilaa Shahihil I’itiqad, DR. Shalih Fauzan bin al-Fauzan 

http://sunnah.or.id/buletin-assunnah/tauhid-asma-wa-shifat.html

Monday, March 25, 2013

Jutaan Ekspatriat di Saudi Bakal Kehilangan Pekerjaan

Hidayatullah.com—Sedikitnya dua juta orang asing di Arab Saudi akan kehilangan pekerjaannya atau harus keluar dari negara itu menyusul dimasukkannya 250.000 usaha kecil dan menegah dalam daftar Kategori Merah oleh sistem Nitaqat Kementerian Tenaga Kerja hari Rabu lalu, lapor Arab News Ahad (24/3/2013).

“Sekitar 250.000 perusahaan dagang, industri dan jasa telah diberikan peringatan izin kerjanya tidak akan diperbaharui sebab sejauh ini mereka gagal mempekerjakan sedikitnya satu orang warga Saudi,” lapor koran Al-Yaum hari Sabtu mengutip sumber pejabat di Kementerian Tenaga Kerja.

Batas akhir bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah untuk memenuhi ketentuan sedikitnya mempekerjakan satu warga Saudi itu, sudah berakhir pada hari Rabu kemarin.

Oleh karena peraturan tidak dipatuhi, maka perusahaan bersangkutan tidak akan diperbaharui izin kerjanya, akibatnya iqama (semacam kartu hijau untuk izin bekerja) pegawai asingnya juga tidak akan diperbaharui. Pelanggar iqama akan ditangkap dan dideportasi oleh Kementerian Dalam Negeri.

Sumber itu mengatakan, kementerian menyampaikan daftar Kategori Merah tersebut kepada pemerintah-pemerintah daerah untuk diambil tindakan hukum.

Sekitar satu bulan lalu, terdapat 340.000 perusahaan kecil dan menengah di Arab Saudi yang sama sekali tidak mempekerjakan warga negara Saudi, atau semua pekerjanya adalah orang asing. Mereka diberi tengat waktu hingga 27 Maret untuk mempekerjakan sedikitnya satu orang warga Saudi di perusahaannya.

Selama empat bulan terakhir, Arab Saudi telah mendeportasi lebih dari 200.000 warga asing yang tinggal di kerajaan itu secara ilegal, kata para pejabat di Departemen Paspor. Mereka yang dideportasi termasuk orang asing yang diselundupkan ke Saudi dan ekspatriat yang tidak dapat memperbaharui izin tinggalnya.

Kebanyakan dari 250.000 perusahaan kecil dan menengah yang masuk dalam daftar Kategori Merah itu terlibat dalam usaha sembunyi-sembunyi.

Peraturan ketenagakerjaan yang diberlakukan itu merupakan bagian dari upaya pembersihan oleh kabinet Saudi yang sekarang.

“Apa yang sedang terjadi di Arab Saudi sekarang ini adalah operasi pembersihan,” kata Usman Irumpuzhi, seorang wartawan asal India di Jeddah. “Tindakan ini adalah untuk membasmi pekerja dan bisnis ilegal, bukan para ekspatriat. Perusahaan-perusahaan dalam kategori Premium dan Hijau masih diperbolehkan mempekerjakan orang asing,” kata wartawan itu kepada Arab News.

Menurutnya, sedikitnya 100 orang India meninggalkan Jeddah setiap harinya terkait kebijakan tersebut.*

Rep: Ama Farah
Red: Dija