Begitulah, para nabi dari keturunan Bani
Israil muncul secara berturut-turut. Nabi dari keturunan mereka yang
terakhir adalah Nabi Isa bin Maryam ‘alaiha allam.
Selang beberapa masa
setelah para nabi dan rasul tersebut, tersebarlah di muka bumi ini dua
jenis syirik, yaitu penyembahan terhadap kuburan dan bintang di langit.
Sementara bangsa Arab masih tetap berpegang pada agama warisan leluhur
mereka, Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam di jazirah Arab. Akan tetapi,
‘Amr bin Luhay al-Khuza’i sewaktu berziarah ke negeri Syam melihat
orang-orang di daerah Balqa menjadikan berhala-berhala sebagai media
untuk memperoleh manfaat dan mencegah mudharat, maka dia pun membawa
keyakinan mereka tersebut ke Mekkah, yaitu ketika Bani Khuza’ah menjadi
penguasa Baitullah sebelum Bani Quraisy, tepatnya ketika ‘Amr bin Luhay
sebagai pemimpin mereka. Akibat perjalannya inilah, dia menjadi orang
yang pertama kali merubah agama Nabi Isma’il ‘alaihi sallam, dan berpaling dari agama Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam.
Kemudian, ‘Amr bin Luhayy mendirikan banyak berhala di sekitar Baitullah, membebaskan sâibah, membelah telinga bahîrah, mengkeramatkan washîlah dan memberi perlindungan mutlak kepada hâmiyah(
Saaibah adalah unta betina yang dibiarkan pergi ke mana saja lantaran
suatu nadzar. Seperti jika seorang Arab Jahiliyyah akan melakukan
sesuatu atau perjalanan yang berat, maka dia biasa bernadzar akan
menjadikan untanya saaibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dan
selamat. Bahirah adalah unta betina yang telah beranak lima kali dan
anak yang kelima itu jantan, lalu unta betina tersebut dibelah
telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi, dan tidak boleh
diperas air susunya. Washilah adalah domba betina yang telah melahirkan
anak kembar yang terdiri dari jantan dan betina, maka yang jantan ini
disebut washilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala.
Haamiyah adalah unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi, karena
telah dapat membuntingkan unta betina sepuluh kali. Perlakuan terhadap
saaibah, bahirah, washilah, dan haamiyah ini adalah kepercayaan orang
Arab pada masa Jahiliyyah.)
Dari sini, mulailah bangsa Arab membuat berhala. Berhala yang pertama kali mereka buat, adalah patung Manat yang dibangun di tepi laut di Qudaid, sebuah daerah yang terletak di antara Mekkah dan Madinah, lalu patung Latta di Thaif, yaitu berupa batu besar berbentuk segi empat yang dilumuri dengan lemak, lalu patung ‘Uzza yang berupa lahan pohon kurma setelah ‘Syarai’ yang terletak sebelah timur di luar kota Mekah.
Kemudian, jumlah patung-patung itu pun bertambah banyak di jazirah
Arab, dan setiap suku (kabilah) mempunyai satu patung tersendiri yang
antara lain terbuat dari pohon, batu, kurma dan bahan lainnya. Konon, di
sekeliling Ka’bah terdapat sekitar 360 patung, bahkan setiap rukun
keluarga membuat sebuah patung di dalam rumah mereka masing-masing.
Jangan tanyakan lagi tentang jumlah patung-patung tersebut, juga
penyembahan terhadap api dan tata surya di Persia, di tengah kalangan
umat Majusi, umat Shabia dan umat-umat lainnya. Sebagian mereka ada yang
menyembah air, sebagian lagi ada yang menyembah binatang, dan sebagian
lainnya lagi ada yang menyembah para malaikat.
Di antara mereka ada yang berkeyakinan ‘Sang Pencipta ada dua.’
Mereka adalah kaum Tsanawiyyah (paganis), salah satu sekte dalam agama
Majusi. Mereka ini lebih buruk daripada orang-orang musyrik Arab. Mereka
ini telah mendewakan cahaya, api, air, dan tanah. Begitu pula,
umat-umat selain mereka, semisal Shabia, Dahriyyah, kaum filosof dan
atheis. Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam “Ighâtsat al-Lahfân” (2/203-320), telah memaparkan secara terperinci mengenai umat-umat tersebut, mazhab (aliran) mereka, dan sesembahan mereka.
Diutusnya Nabi dan Rasul yang terakhir, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
Ketika umat manusia di bumi ini melakukan perbuatan syirik dan menyembah berhala, maka Allah ta’ala mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
selaku Nabi dan Rasul terakhir, yang telah diberitakan oleh Nabi Isa
(al-Masih) beserta para nabi dan rasul sebelumnya, untuk mengajak kepada
agama Ibrahim dan agama para rasul sebelum Ibrahim dan para rasul
sesudahnya, dan untuk mengajak kepada ajaran “tauhid yang murni” dan
memberantas syirik, baik yang bersifat ardhi (yang menyangkut apa saja yang ada di bumi) maupun samawi (apa
saja yang ada di langit), serta mencegah berbagai kerusakan. Maka,
beliau melarang menjadikan kuburan sebagai masjid, dan melarang shalat
di atasnya atau menghadap kepadanya, serta mengagungkannya. Hal itu
beliau lakukan untuk mencegah berbagai perangkat syirik ardhi yang berangkat dari ‘pengkultusan terhadap orang mati’ yang terjadi pada kaum Nabi Nuh ‘alaihi sallam.
Begitu pula, beliau juga melarang shalat pada waktu terbit atau
terbenamnya matahari, untuk mencegah berbagai perangkat syirik samawi yang berangkat dari‘penyembahan terhadap tata surya’ yang terjadi pada kaum Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam.
[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, dengan edisi indonesia berjudul Koreksi Zikir]
sumder :http://www.alsofwa.com
No comments:
Post a Comment