Oleh Kuswantoro van Marco**
Arab
Saudi (KSA) merupakan salah satu negara termiskin akan ketersediaan
sumber daya airnya. Sebagian besar bentang alamnya berupa padang pasir
yang tandus dan sebagian permukaan lainnya berupa batuan keras yang
sulit ditembus oleh air maupun vegetasi. Iklimnya sangat kering (arid).
Curah hujan rata-rata tahunannya hanya 90 mm dan jumlah hari hujannya
kurang dari 20 hari dalam setahun [1]. Deskripsi itu menjelaskan bahwa
sebegitu keringnya iklim dan cuaca di KSA, terlebih wilayah-wilayah di
bagian tengah seperti Riyadh yang pada bulan-bulan musim panas (Juni -
Agustus) suhu udaranya bisa mencapai 50 derajat Celcius. Kelembaban pun
yang sangat rendah hanya 10%. Tak heran, teman-teman saya yang kuliah di
Riyadh pernah bercerita bahwa kulit tangannya mengalami pecah-pecah dan
iritasi, bahkan sampai ada yang mimisan. Saat musim panas memang luar
biasa panasnya di siang hari. Begitu pula saat musim dingin, suhu malam
hari dinginnya menusuk ke tulang.
Nah, untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat KSA mengandalkan air tanah (groundwater).
Tercatat bahwa sekitar 80-90% konsumsi airnya berasal dari air tanah,
baik melalui sumur konvensional maupun pemompaan [2]. Selain itu pula
tercatat bahwa cadangan air tanahnya sekitar 2259 miliar meter kubik
[3], sedangkan volume air tanah yang dapat diperbaharukan (renewable)
atau aquifer dangkal hanya berkisar antara 5000-8000 juta meter kubik
[4]. Namun apabila masyarakat secara terus-menerus mengambil air dari
dalam tanah, maka diprediksi akan habis dalam jangka waktu 25 tahun ke
depan. Terlebih dengan semakin meningkatnya aktivitas pertanian yang
telah berdampak pada semakin besarnya konsumsi air sekitar 84 % dari
keseluruhan [5].
Sebelum
ditemukan minyak bumi, kehidupan masyarakat KSA tak senikmat seperti
sekarang ini. Pihak kerajaan hanya mengandalkan pendapatan dari kegiatan
haji tahunan. Namun pada saat terjadinya kemunduran ekonomi global (Great Depression)
sekitar tahun 1929 hingga 1940, jumlah jamaah haji mengalami penurunan
secara drastis. Hal itu berimplikasi pada pendapatan kerajaan. Berbagai
upaya dilakukan guna menemukan minyak bumi di tanah KSA. Hingga akhirnya
pada tahun 1938 minyak bumi berhasil ditemukan pertama kalinya di Kota
Dammam [6].
Kesejahteraan
masyarakat KSA berangsur-angsur meningkat. Sarana dan prasarana mulai
dibangun. Pendidikan generasi mudanya mulai diperhatikan bahkan kini
sudah bertaraf internasional. Suplai listrik tak ada matinya. Dan yang
tak kalah pentingnya adalah kebutuhan air bersihnya mampu dipenuhi.
Tak
ada rotan akar pun jadi. Begitulah kata pepatah bahasa Indonesia.
Ternyata Arab Saudi mampu menyulap air laut yang asin menjadi air yang
bisa diminum. Tepat pada tahun 1969, stasiun penyulingan air laut
(desalinasi) berhasil didirikan [7]. Kini jumlah stasiun desalinasi
sudah sebanyak 36 stasiun, dimana stasiun Ras Al-Khair saat ini akan
menjadi stasiun desalinasi terbesar di dunia. Stasiun tersebut akan
mampu menghasilkan setengah dari air desalinasi KSA. Total produksi air
desalinasi yang dihasilkan tiap harinya rata-rata sebesar 3.3 juta meter
kubik, sehingga per tahun bisa mencapai 1.2 miliar meter kubik.
Berdasarkan informasi terkini, target di tahun 2015 total produksi air
desalinasi akan bisa mencapai 1.83 miliar meter kubik. Tentunya anggaran
biaya yang mesti disiapkan semakin besar, diperkirakan bisa mencapai
86.5 milyar riyal atau setara dengan 324.3 milyar dolar AS atau sekitar
3,892.5 triliun rupiah [5]. Wow, angka yang fantastis!!
Dalam
setiap produksi 20,000 meter kubik air, biaya per meter kubik-nya
sebesar 12 riyal atau 3.2 dolar AS. Namun tarif yang dikenakan kepada
masyarakat hanya sebesar 0.12 riyal atau 0.03 dolar AS tiap meter kubik
air, atau sekitar 360 rupiah. Luar biasa murahnya, bukan!
Suatu ketika saya berbelanja di warung kecil pinggir jalan, lalu bertanya,
”a’tini moyah wahid ya habibi. Kam fulus?” (Berikan saya sebotol air minum, Mas. Berapa duit yaks?)
Penjualnya seraya menjawab,
“Biriyal ya sodik” (satu riyal aja bro)
Maka
tak heran, kalau harga sebotol air minum 600 mL hanya satu riyal saja
atau setara dengan 3000 rupiah. Begitu juga dengan air isi ulang galon.
Saya pikir harganya akan lebih mahal. Tapi ternyata hanya tiga riyal
saja atau sekitar 8000- 9000 rupiah.
“Hemm..Kok harganya hampir sama dengan di Jakarta yah??
Padahal Indonesia itu kaya sekali dengan sumber daya airnya. Coba
kurang apalagi bila dibandingkan dengan KSA. Setidaknya selama enam
bulan sebagian besar wilayah Indonesia diguyur hujan tiap harinya.
Sungai-sungai mengalir deras hingga ke pantai. Air sumur pun melimpah
ruah. Belum lagi ada banyak danau dan waduk.
Semoga
tulisan ini bisa menjadi inspirasi buat kita untuk selalu berpikir dan
berusaha untuk memperbaiki kekurangan di sana-sini. Untuk itu, mari kita
perhatikan firman Allah berikut ini:
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)
Semoga bermanfaat.
- Salam dari Jeddah-
------------------------------ ------------------------------ ------------------------------ ------------------------------ -------
* Artikel ini diterbitkan di Majalah Geospasial.
** Penulis adalah Master lulusan Universitas King Abdulaziz (KAU) Jeddah, bidang Hydrologi dan Pengelolaan Sumber Daya Air (2013).
------------------------------ ------------------------------ ------------------------------ ------------------------------ ------
Referensi:
[1] http://www.riyadh.climatemps. com/precipitation.php diakses pada 9 Desember 2013
[2]
Al-Salamah IS, Ghazaw YM, Ghumman AR. 2011. Groundwater modeling of Saq
Aquifer in Buraydah, Al Qassim for better water management strategies.
Environ. Monit. Assess., 173: 851–860
[3]
Abderrahman WA, Al-Harazin IM. 2008. Assessment of climate changes on
water resources in the Kingdom of Saudi Arabia. GCC Environment and
Sustainable Development Symposium, 28–30 January 2008, Dhahran, Saudi
Arabia, D-1-1 – D-1-13
[4]
JCC-Jeddah Regional Climate Center. 2012. Assessment of climate change
on water resources in Kingdom of Saudi Arabia. First National
Communication Water Resources. http://jrcc.sa/First_National_ Communication_Water_Resources. php. Accessed on 1 Oct. 2012 Kingdom of Saudi Arabia Standard (KSA). 2003. General presidency of meteorology and environment
[5] http://www.aawsat.net/2013/07/ article55308131 diakses pada 9 Desember 2013
[6] http://en.wikipedia.org/wiki/ History_of_the_oil_industry_ in_Saudi_Arabia diakses pada 9 Desember 2013.
[7] http://www.sawea.org/pdf/ waterarabia2013/Session_A/ Desalination_In_Saudi_Arabia_ An_Overview1_Dr_Nada.pdf diakses pada 9 Desember 2013
No comments:
Post a Comment