oleh: Oleh Indah Wulandari
At Turaif District in ad-Dir'iyah Saudi Arabia |
Pemimpin
Turki Ibrahim Pasha pernah memerintahkan penghancuran Diriyah.
Sementara, Raja Abdul Aziz berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan para
pendahulunya.
Melacak asal Dinasti Saudi
dalam silsilah resmi Kerajaan Arab Saudi tentu tak pernah lepas dari
keberadaan lokasi bersejarah Diriyah dan Qasr al-Hakam. Kedua tempat
yang terletak di pinggiran Kota Riyadh ini tengah menjadi perhatian
Pemerintah Arab Saudi untuk renovasi besar-besaran.
Kebesaran
Dinasti Saudi Arabia bermula sejak abad ke-12 Hijriah atau abad ke-18
Masehi. Ketika itu, di jantung Jazirah Arabia, tepatnya di wilayah Najd,
lahirlah Negara Saudi yang pertama yang didirikan oleh Imam Muhammad
bin Saud. Wilayah yang kemudian dikenal sebagai Al-Diriyah itu resmi
berdiri pada 1175 H/1744 M. Wilayahnya pun meliputi hampir sebagian
besar wilayah Jazirah Arabia.
Negara ini
mengaku memikul tanggung jawab dakwah menuju kemurnian tauhid kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, mencegah perilaku bidah dan khurafat, kembali pada ajaran
para salafus shalih, dan berpegang teguh pada dasar-dasar agama Islam
yang lurus.
Periode awal Negara Saudi Arabia
itu berakhir pada 1233 H/1818 M. Periode kedua di mulai ketika Imam
Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada 1240 H/1824 M.
Periode ini berlangsung hingga 1309 H/1891 M. Pada 1319 H/1902 M, Raja
Abdul Aziz ber hasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya,
ketika dia merebut kembali Kota Riyadh yang merupakan ibu kota
bersejarah kerajaan ini.
Semenjak itulah,
Raja Abdul Aziz mulai bekerja, membangun, serta mewujudkan kesatuan
sebuah wilayah terbesar dalam sejarah Arab modern. Yaitu, ketika dia
berhasil mengembalikan suasana keamanan, ketenteraman ke bagian terbesar
wilayah Jazirah Arabia, serta menyatukan seluruh wilayahnya yang luas
ke dalam sebuah negara modern yang dikenal dengan nama Kerajaan Arab
Saudi. Penyatuan dengan nama ini, yang dideklarasikan pada 1351 H/1932
M, sekaligus merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern.
Raja
Abdul Aziz Al-Saud pada saat itu menegaskan kembali komitmen para
pendahulunya, raja-raja Dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada
prinsip-prinsip Syariah Islam. Dia juga berupaya meng amankan perjalanan
haji ke Baitullah, memberikan perhatian pada ilmu dan para ulama, dan
membangun hubungan luar negeri untuk merealisasikan solidaritas Islam.
Di
atas prinsip inilah, para putra beliau sesudahnya mengikuti jejak-jejak
langkahnya dalam memimpin Kerajaan Arab Saudi. Mereka adalah Raja Saud,
Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, dan pelayan dua kota suci Raja
Abdullah bin Abdul Aziz.
Kota terkenal
Meski
acap kali beberapa pihak mengidentifikasi lokasi Diriyah dengan
pemukiman kuno yang disebutkan oleh Yaqut dan Al-Hamadani yang dikenal
sebagai “Ghabra”, sejarah sejatinya bermula pada abad ke-15. Menurut
penulis sejarah dari Najd, kota ini didirikan pada 1446-1447 oleh Mani
al-Mraydi, nenek moyang keluarga Kerajaan Saudi.
Mani
dan keturunannya berasal dari daerah Al-Qatif di bagian timur Saudi
atas undangan dari Ibnu Dir, yang kemudian menjadi penguasa kelompok
permukiman yang kini mencapai Riyadh. Ibnu Dir berhubungan dekat dengan
Mani ‘al-Mraydi.
Sejak Ibnu Dir berkuasa,
klan Mani diyakini telah meninggalkan area Wadi Hanifa pada beberapa
tanggal tidak diketahui dan diperkirakan kembali ke negara asal mereka.
Awalnya, Mani dan keturunannya menetap di Ghusaybah dan Al-Mulaybeed.
Mereka dikenal sebagai kelompok Mrudah.
Setelah
distrik Al-Turaif itu selesai dibangun, banyak keluarga dari kota lain
atau dari suku Badui padang pasir terdekat akhirnya menetap di daerah
itu. Memasuki abad ke-18, Diriyah telah menjadi sebuah kota terkenal di
Najd.
Reruntuhan kota tua Diriyah ditemukan
di antara kedua sisi lembah sempit yang dikenal sebagai Wadi Hanifa.
Banyak bangunan kuno membujur hingga ke arah selatan melalui Riyadh dan
seterusnya. Bangunan-bangunan itu hampir seluruhnya terbuat dari bahan
bata lumpur.
Setelah melalui beberapa proses rekonstruksi, reruntuhan dibagi menjadi tiga kabupaten, yakni
Ghussaibah, Al-Mulaybeed, dan Turaif. Kesemuanya ditemukan dibangun di
atas perbukitan yang menghadap ke lembah. Di antara ketiga itu,
Al-Turaiflah yang letaknya paling tinggi. Namun, aksesnya terjangkau
oleh wisatawan dengan berjalan kaki saja.
Bagian
dari tembok kota itu ditemukan di sepanjang tepi wadi dan juga terbuat
dari batu bata lumpur. Tatanannya pun menyerupai bentuk kota modern di
ketinggian yang lebih rendah di kaki bukit dekat Turaif. Bagian utara
kota ter diri atas lembah, sejumlah kebun, kebun sawit, peternak an
kecil, serta perkebunan milik penduduk. Sebuah bendungan yang dikenal
sebagai Al-Ilb terletak lebih utara.
Diriyah
pada abad itu berkembang pesat. Penaklukan Saudi terhadap Kota Suci
Makkah dan Madinah memicu kemarahan dari Pemimpin Turki
Ibrahim Pasha, memerintahkan penghancuran Diriyah (1811-1818.)
Upaya
perlawanan ditampakkan para bangsawan Saudi dengan menghidupkan kembali
Negara Wahhabi Diriyah. Ibrahim pun memerintahkan pasukannya untuk
menghancurkan kota dengan membakarnya. Ketika Kerajaan Saudi kembali
pada kejayaannya tahun 1824 hingga 1902, mereka membangun lagi
wilayahnya hingga ke selatan di Riyadh.
Dalam
The Kingdom, yang pertama kali diterbitkan pada 1981, penulis Inggris
Robert Lacey mengamati bahwa Al-Saud telah berhasil menancapkan
kebesaran negarawan. Selanjutnya, kebesaran itu menjadi modal penerusnya
untuk mengembangkan kekayaan yang dimiliki wilayah tersebut. Sebuah
kota baru lalu didirikan oleh Pemerintah Saudi pada akhir 1970 hingga
Kota Diriyah direnovasi sebagai simbol tonggak sejarah Saudi. ed: asep
nur zaman
Menjadi Situs Warisan Dunia
Menteri
Pertahanan Kerajaan Arab Saudi Pangeran Salman memimpin pertemuan
langsung dengan pengurus Raja Abdul Aziz Foundation (Darah) di istananya
di Riyadh beberapa waktu lalu. Pangeran Salman adalah ketua dewan
direksi Darah yang tengah melakukan pengembangan lokasi cikal bakal
Dinasti Al-Saud, Diriyah, dan Qasr al-Hakam.
Komisi
untuk Pariwisata dan Purbakala Saudi (SCTA), seperti dilansir laman
Arab News, juga berusaha mencari cara pelestarian terbaik bagi dua situs
warisan budaya itu. Pasalnya, Diriyah dan Qasr al-Hakam menyimpan
berbagai simbol dari arsitektur warisan Saudi. Keduanya juga termasuk
lokasi yang paling pen-ting dalam sejarah awal pembentukan Kerajaan
Saudi.
Diriyah merupakan ibu kota Saudi
pertama yang ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia Unesco pada 2010.
Sementara, Istana Musmak yang menjadi saksi bersejarah Saudi berada di
area Qasr al-Hakam.
Nantinya, renovasi yang
dilakukan bertujuan untuk melindungi sekeliling kedua tempat tadi.
Beberapa konstruksi baru bakal didirikan di daerah Qasr al-Hakam serta
akan melingkupi kawasan komersial Suwaiqah, Al-Muaiqiliyah, Dayrah, Zal,
dan Justice Square. Renovasi lainnya juga dilakukan di area Al-Safah,
alun-alun Muhammad bin Saud Imam, serta alun-alun dan halaman Istana
Al-Musmak.
Sebagai pelengkap nuansa eksotik
Arab, ribuan pohon kelapa sawit ditanam di lahan seluas 4.500 meter
persegi. Pepohonan ini menyebar di seluruh halaman istana. Sisanya
ditanam di bagian selatan. Pengembang juga memanfaatkan sisi timur untuk
dijadikan sebagai gurun buatan dengan kontur tanah yang lebih tinggi
agar melindungi kawasan istana.
Jalanan di
sekeliling istana dibentuk jalan setapak beraspal. Sehingga, orang umum
ataupun keluarga kerajaan bisa mengadakan acara-acara di kawasan
tersebut dengan akses yang mudah. Area sekitar masjid Istana Musmak pun
turut dirombak dengan gaya arsitektur Timur Tengah klasik. Masjid
tersebut juga dirancang dengan keunikan tersendiri. Bangunannya
memiliki dua menara dengan masing-masing ketinggiannya mencapai 50
meter. Pangeran Turki bin Abdullah Masjid juga dibuatkan akses jalan
khusus melalui Justice Square dan Safa Square melintasi istana dan
masjid tersebut.
Tahap pertama dari
pengembangan Diriyah melibatkan pengembangan jaringan jalan, prasarana,
halaman, dan pemisahan area dari kawasan museum Diriyah. Disusul tahap
perbaikan Masjid Imam Muhammad bin Saud, renovasi Syekh Muhammad bin
Abdul Wahab Foundation, dan penambahan fasilitas pencahayaan dan peredam
suara di area museum.
Rumah-rumah
tradisional dari tanah lempung di kawasan Diriyah juga akan direnovasi
sebagai bagian dari pengembangan museum. Wisatawan juga dimanjakan
dengan fasilitas toko-toko suvenir tradisional. Kompleks untuk kantor
pemerintah, kantor pariwisata, dan pusat infomasi pengunjung menjadi
sentra pendukungnya.
Tahap pembangunan
perdana juga mencakup pembangunan pendukung pariwisata. Mulai dari taman
umum di samping Hotel Heritage Al-Turaif Warisan hingga Hotel
Al-Bujairi. Kemudian ada perbaikan stasiun kereta api Al-Turaif,
renovasi restoran tradisional, klub kesehatan, apartemen, dan
pembangunan pasar untuk produk pertanian.
Pemerintah
Saudi memfokuskan pembangunan di Kabupaten Al-Turaif, Diriyah, karena
sebagian bangunan bersejarah berdiri di sana. Sebagian besar berupa
gedung-gedung kuno Pemerintahan Kerajaan Saudi. Termasuk pula Istana
Salwa yang dibangun oleh pendiri Kerajaan Saudi, Imam Muhammad bin Saud,
pada pertengahan abad ke-18.
Kebanggaan
warga Al-Turaif bertambah dengan keberadaan Masjid Imam Muhammad bin
Saud di daerahnya. Di tempat itulah ulama besar Syeikh Muhammad bin
Abdul Wahab menggembleng murid-muridnya.
Kawasan
distrik Al-Bujairi termasuk pula area utama Diriyah yang menyimpan
peninggalan budaya kerajaan. Di tempat ini berdiri masjid tertua dari
generasi pertama ulama Salafi. Le taknya di tepi timur Wadi Hanifa.
indah wulandari ed: asep nur zaman.
Oleh Indah Wulandari, (Sumber: Khazanah, Republika Online, Kamis, 22 Desember 2011)
No comments:
Post a Comment