Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Al-Atsari
Telah sampai khabar kepada kami adanya perdebatan seru antara JIL
(Jaringan Islam Liberal) dengan Ahli Sunnah wal Jama'ah. Mendengarnya,
kami pun tertarik untuk mengetahuinya. Alhamdulillah, keinginan
mendapatkan VCD perdebatan tersebut terwujud.
Seperti orang yang disambar petir, rasanya jantung ini hampir copot dan
telinga pun terasa gatal mendengarkan ucapan-ucapan kotor dari para
propagandis JIL. Betapa derasnya ilmu filsafat dan tasawuf yang
menyesatkan terlontar. kontradiksi ucapan, pelecehan, celaan,
kebohongan, ketimpangan pemikiran, dan sebagainya. Sungguh betul- betul
dibutuhkan kesabaran yang sangat luar biasa untuk menyimaknya!
Dengan selalu berdo' a kepada Alloh agar selalu meneguhkan hati ini,
kami tuntaskan `proses' menyaksikan perdebatan seru antara JIL dan Ahli
Sunnah wal Jama' ah. Kendati tayangan sudah berlalu, masih
terngiang-ngiang di telinga sebagian syubhat mereka. Namun aku pun
berbaik sangka, barangkali inilah PR buatku untuk turut berpartisipasi
dalam membela agama dan membantah ucapan para penyeleweng agama.
Sekaligus sebagai keterangan bagi saudara-saudari kami yang mungkin
telah tertipu dengan silat lidah mereka.
Maka, dengan memohon pertolongan kepada Alloh, aku bertawakkal untuk
menulis artikel ini. Semoga Alloh memberikan hidayah kepada kita semua
dan meneguhkan kita di atas jalan yang diridhai-Nya.
Sebenarnya banyak sekali permasalahan yang harus dikupas dan dibahas,
tetapi semaga saja yang sedikit ini cukup untuk mewakili syubhat-syubhat
lainnya. Yang penting, bentengilah diri kita dengan ilmu yang
berlandaskan al-Qur'an dan Sunnah ; sehingga kita dapat terselamatkan
dari berbagai syubhat yang banyak menyerang pada zaman ini.
Ingatlah selalu nasihat berharga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
"Janganlah engkau jadikan hatimu terhadap syubhat seperti spon (karet
busa) yang menyerapnya serta merta: Tetapi jadikanlah hatimu seperti
kaca yang kuat, . sehingga tatkala syubhat mampir padanya, dia dapat
melihat dengan kejernihannya dan mengusir dengan kekuatannya. Tetapi
apabila engkau jadikan hatimu menyerap setiap syubhat, maka dia akan
menjadi sarang syubhat:" (Miftah Dar as- Sa'adah oleh Imam Ibnul Qayyim,
l/443) Ulil Abshar Abdalla, koordinator JIL-semoga Alloh memberinya
hidayah dan menyelamatkan manusia dari kesesatannya- mengatakan, "Tadi,
Saudara Ahmad Hartono menyebut berkali-kali dasarnya adalah hadits,
hadits, hadits, hadits. Oke, hadits, pendapat saya adalah; hadits yang
shahih sanadnya belum tentu harus diikuti di sini. Itu pendapat saya.
Saudara-saudara, dengarkan pendapat saya!"
Lanjutnya, "Saudara-saudara, di dalam ilmu hadits, yang berkembang pesat
itu adalah ilmu yang berkaitan dengan verifikasi sanad, kritik atas
sanad. Tetapi kritik atas matan tidak berkembang dengan pesat, karena
orang Islam takut mengkritik matan. Menurut saya, jika hadits walaupun
shahih sanadnya, bisa dikritik isinya. Ada contoh misalnya, hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah, shahih di dalam Bukhari [1] ; bahwa
shalat seorang itu batal kalau di depannya lewat tiga hal: perempuan,
himar, dan yang satu lagi adalah anjing."
Lanjutnya lagi, "Gimana anda bisa membayangkan agama Islam yang kita
hargai ini mengatakan shalat kita batal kalau di depan kita lewat
perempuan, anjing atau himar. Perempuan disetarakan dengan anjing dan
himar saudara-sauadara! Inilah yang terjadi di Saudi Arabia, negeri
Wahabi itu. Karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh nyetir mobil.
Itulah negeri Saudi Arabia, apakah negeri semacam ini akan anda ikuti
saudara-saudara?! [VCD "Debat Terbuka (membahas) Buku Ada Pemurtadan di
IAIN"]
A. MUQADDIMAH
Sebelum kita memasuki topik bahasan, saya merasa perlu memberikan
muqaddimah sebagai jembatan menuju pembahasan sekaligus sanggahan
terhadap kaidah-kaidah rapuh Ulil di atas:
[1]. Melecehkan Hadits
Abu Nashr bin Salam al-Faqih berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang paling
berat dan dibenci oleh ahli ilhad (penyeleweng agama) daripada
mendengar hadits serta meriwayatkan dengan sanadnya." [Aqidah Salaf
Ashhabul Hadits oleh ash-Shabuni, hal. 302]
Saudaraku, bandingkan ucapan di atas dengan ucapan Ulil, "Tadi, saudara
Ahmad Hartono menyebut berkali-kali dasarnya adalah hadits, hadits,
hadits, hadits." Bukankah ucapan ini menunjukkan keberatannya membaca
dan mendengar hadits Nabi?!
[2]. Tanyakanlah Keislamannya!
Imam Ahmad Rahimahullah berkata, "Barangsiapa menolak hadits Rasulullah
maka dia berada di atas jurang kehancuran." [Manaqib Imam Ahmad oleh
Ibnul Jauzi, hal. 235]
Ibnul Wazir berkata, "Sesungguhnya mendustakan hadits Rasulullah padahal
dia mengakui keabsahannya merupakan kekufuran yang nyata." [Al-Awashim
wal Qawashim 2/374]
Imam al-Barbahari berkata, "Apabila engkau mendengar seorang mencela
hadits dan tidak menerimanya atau mengingkari sebagian darinya, maka
curigailah keislamannya dan jangan ragu-ragu bahwa dia adalah seorang
pengekor hawa dan ahli bid'ah:" [Syarhus Sunnah hal. 35; 51]
Saya memikirkan ucapan Ulil ini, bagaimana seorang beriman bisa
mengatakan ucapan keji seperti itu. Seorang beriman tidak mungkin bisa
mengeluarkan kata-kata itu. Itu kalau Ulil masih percaya kepada Alloh
dan Rasul. Kecuali kalau Ulil mengambil pilihan untuk tidak percaya
alias murtad.[2]
[3]. Beradablah Terhadap Hadits!
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah berkata tatkala menjelaskan
adab terhadap Rasulullah Shallallahu'alaihi wa salam "Adab yang paling
utama terhadap beliau adalah kesempurnaan pasrah kepadanya, patuh
terhadap perintahnya, menerima dan membenarkan sabdanya tanpa
mempertentangkannya dengan akal dan keraguan atau mendahulukan pendapat
orang lain di atasriya." [Madarijus Salikin 2/439]
Apabila Ulil sering mengkritik lawan debatnya dengan kurang adab dan
tata krama, apakah dia menganggap dirinya seorang yang beradab?!
Katakanlah padaku, seperti itukah adab seorang muslim terhadap
Rasulullah dan haditsnya?!
[4]. Siapakah Ulama Panutannya
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah berkata, "Janganlah engkau berucap
dalam sebuah masalah yang engkau tidak mempunyai imam dalam masalah
tersebut." [Manaqib Imam Ahmad hal. 178]
Bila Ulil mengatakan, "... Saya khawatir kalau Mas Hartono ini versi
modern dari orang-orang Hasyawiyin. Lihat bukunya ini, semuanya kutipan
al-Qur'an dan Hadits. Itu ciri khas orang-orang dari pihak sana, sedikit
sekali membaca pendapat ulama."
Apakah Ulil menganggap dirinya banyak membaca pendapat ulama?!
Khabarkanlah padaku, ulama siapakah yang berucap seperti ucapan kotor
anda tersebut?! Mengapa anda tidak berterus-terang menyebutkannya?! Saya
harap anda tidak menyebut guru-guru anda yang orientalis atau
rasionalis!
[5]. Racun Pemikiran Orientalis
Imam Ibnu Sirin Rahimahullah berkata, "Sesungguhnya ilmu ini termasuk
agama, maka lihatlah kepada siapakah kalian menimba ilmu." [Muqaddimah
Shahih Muslim]
Sekarang perhatikanlah bersamaku ucapan Ulil di atas "Di dalam ilmu
hadits, yang berkembang pesat itu adalah ilmu yang berkaitan dengan
verifikasi sanad, kritik atas sanad. Tetapi kritik atas matan tidak
berkembang dengan pesat, karena orang Islam takut mengkritik matan".
Tahukah anda dari manakah dia menimba pemikiran ini?! Ini adalah
pemikiran para orientalis Yahudi pendengki yang berusaha merusak agama
Islam. Hal itu tidak aneh, lantaran sang pelontarnya terkenal telah
dicekoki pemikiran dari sana.
Sesungguhnya ucapan ini menunjukkan kejahilan dan kesombongannya. Saya
katakan jahil, karena pelontarnya berarti tidak mengerti ilmu hadits,
bahkan definisi ilmu hadits saja tidak mengerti. Seandainya dia membuka
buku ilmu musthalah hadits di mana pun berada, niscaya dia akan
mendapati dalam pembukaannya bahwa ilmu ini adalah "undang- undang untuk
mengetahui keadaan sanad dan matan dari segi shahih dan tidaknya".
(Tadrib Rawi 1/41 oleh as-Suyuthi). Adakah anda mendapati seorang ahli
hadits yang mendefinisikannya dengan ilmu yang berkaitan dengan keadaan
sanad semata, tanpa matan (isinya)?!
Bukankah para ulama hadits telah mensyaratan hadits shahih atau hasan
harus selamat dari syadz dan illat?!. Lalu, tatkala kita buka penjelasan
mereka, ternyata mereka menjelaskan bahwa syadz dan illat itu terbagi
menjadi dua macam, dalam sanad dan matan?! Apakah hal ini tidak
menunjukkan perhatian mereka terhadap matan?! Demikian juga para ulama
menulis tentang gharib hadits, mukhtalaf hadits, nasikh mansukh,
bukankah semua itu menunjukkan perhatian mereka tentang matan wahai
hamba Allah?![3] Fa'tabir ya Ulil Abshar!
Adapun kesombongannya, hal itu nampak dalam ucapannya "Karena umat Islam
takut mengkritik matan". Lalu dia menganggap dirinya seorang pendekar
yang berarii mengkritik matan hadits. Seperti inikah adab seorang yang
mengaku beradab terhadap para ulama ahli hadits, bahkan kepada umat
Islam? !
B. PEMBAHASAN HADITS [4]
Ketahuilah, hadits ini shahih dengan tiada keraguan di dalamnya,
diriwayatkan dari banyak sahabat, di antaranya Abu Dzar, Abdullah bin
Mughaffal, Ibnu Abbas, Abu Hurairah[5] dan sebagainya. Berikut beberapa
riwayat mereka:
Hadits Pertama:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salam bersabda, `Shalat seorang batal apabila lewat di
depannya seorang wanita, himar, dan anjing. Dan yang menjaga shalatnya
adalah sutrah seukuran kayu yang terletak di belakang kendaraan (satu
hasta). " [Diriwayatkan Imam Muslim 511, Ibnu Majah 950]
Hadits Kedua:
Dari Abu Dzar Radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah bersabda, `Apabila
seorang di antara kalian shalat, maka sutrahnya adalah apabila di
depannya semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan. Dan apabila
tidak ada di depannya semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan,
maka shalatnya akan terpotong oleh himar, wanita, dan anjing hitam.
'Saya bertanya, 'Wahai Abu Dzar, mengapa harus anjing hitam, bukan
anjing merah dan kuning?' Abu Dzar menjawab, `Wahai anak saudaraku, saya
telah bertanya kepada Rasulullah sebagaimana pertanyaanmu tadi, lalu
jawab beliau, `Anjing hitam itu adalah setan. "' [Diriwayatkan Imam
Muslim 510, Ahmad 5/ 149, 155, 156, 161, Abu Dawud 702, Nasa'i 2/63, 64,
Tirmidzi 338, Ibnu Majah 952, Thabrani dalam Mu'jam ash-Shaghir 195,
505,1161 dan Mu'jam al-Kabir 1632,1635,1636, Ibnu Khuzaimah 830, Darimi
1/329, Ibnu Hibban 8383, 3385, 3388, Abdur Razzaq 4348, Thahawi 1/458,
Abu Awanah 2/46, 47) Imam Baihaqi berkata dalam Sunan Kubra (2/274)
tentang hadits ini, "Kita berhujjah dengan sanad seperti hadits ini, dan
hadits ini memiliki syahid yang shahih sepertinya]"
Hadits Ketiga:
Dari Abdullah bin Mughaffal dari Nabi bersabda, "Shalat seorang batal
bila lewat di depannya wanita, anjing, dan khimar." [Diriwayatkan Ibnu
Majah 951, Ahmad 4/86, 5/57, Thahawi 1/458.Seluruh perawinya terpercaya,
hanya saja dalam sanadnya terdapat `an`anah Hasan]
Hadits Keempat:
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu dari Nabi bersabda, "Shalat seorang
batal bila lewat di depannya anjing hitam dan wanita baligh. "
[Diriwayatkan Abu Dawud 703, Nasa'i 2/ 64, Ibnu Majah 949, Ahmad 1/347,
Ibnu Khuzaimah 832, Ibnu Hibban 2387, Baihaqi 2/374. Sanadnya shahih
menurut syarat Muslim]
Dalam masalah ini ada beberapa riwayat lainnya dari Aisyah, Hakam bin
Amr al-Ghifari, Anas bin Malik, dan Abdullah bin Amr. Lihat Sunan
Tirmidzi (2/162), Nailul Authar (3/232).
Demikian pula banyak sekali atsar dari sahabat dan tabi'in yang
memperkuat hadits ini, dari Anas, Ibnu Abbas, Zurarah bin Aufa, Abu
Hurairah, Abul Ahwash; Makhul, Hasan Bashri, Ikrimah, Atha', dan
sebagainya. [Lihat alMushannaf oleh Ibnu Abi Syaibah 1/281, Ahkam Sutrah
oleh Muhammad Rizq Turhuni, 77-78]
C. JAWABAN ATAS KERANCUAN
Adapun ucapan Ulil -semoga Alloh memberinya hidayah-, "Bagaimana anda
bisa membayangkan agama Islam yang kita hargai ini mengatakan shalat
kita batal kalau di depan kita lewat perempuan, anjing, atau himar.
Perempuan disetarakan dengan anjing dan himar saudara- saudara!" Maka
jawabannya dalam beberapa point sebagai berikut:
[1]. Beda Ahli Sunnah Dengan Ahli Filsafat
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana orang seperti Ulil menolak hadits
Rasulullah berdasarkan dalil ataukah dengan rasionya?! Seperti inikah
sikap seorang muslim terhadap hadits?! Dengan enteng, dia berani
mementahkan hadits hanya dengan ucapan "Menurutku"?! Apakah sikap
seperti ini termasuk adab, wahai hamba Alloh?!
Imam Ibnul Qayyim berkata, "Termasuk adab terhadap Nabi adalah dengan
tidak mempermasalahkan sabda beliau tetapi mempermasalahkan pendapat,
tidak menentang sabda beliau dengan analogi tetapi semua analogi
dilempar karena tunduk terhadap nash, tidak mengubah makna sabda beliau
dari hakikat aslinya hanya berdasar pada rasio. Semua ini termasuk
kurang adab terhadap beliau dan termasuk kelancangan yang sangat."
[Madarijus Salikin 2/ 441-442]
Sepertinya rawi hadits, Abu Hurairah , telah menyindir orang-orang seperti Ulil ini ketika beliau berucap:
Wahai anak saudaraku, apabila kamu mendengar suatu hadits dari
Rasulullah maka janganlah engkau membandingkannya dengan membuat
permisalan. [Hasan, Riwayat Tirmidzi 79 dan Ibnu Majah 485]
Inilah perbedaan mendasar antara Ahli Sunnah dengan ahli filsafat semacam Ulil.
Imam Ibnu Qayyim berkata, "Mempertentangkan antara akal dengan naql
(dalil) merupakan sumber kerusakan di alam semesta. Hal ini sangat
berseberangan dengan dakwah para rasul, sebab mereka mengajak umatnya
untuk mendahulukan wahyu di atas pendapat dan akal, maka terjadilah
pertarungan antara pengikut rasul dan para penentangnya. Para pengikut
rasul mendahulukan wahyu di atas pendapat dan akal. Adapun pengikut
Iblis dan sejawatnya, mendahulukan akal di atas wahyu." [Mukhtashar
Shawa'iq Mursalah 1/209] [6]
[2]. Wanita = Hewan?!
a). Hadits ini bukan berarti celaan kepada kaum wanita atau menyetarakan
kaum wanita dengan hewan. Sama sekali tidak! Bagaimana mungkin Nabi
yang mulia akan menyetarakan kaum wanita yang berakal lagi rnulia dengan
hewan yang tidak memiliki akal.
Jadi, hadits ini hanya mengatakan bahwa shalat seorang itu batal bila
lewat di depannya tiga hal; wanita, himar; dan anjing. Tidaklah
dikatakan wanita itu setara dengan himar dan anjing. Disetarakannya
wanita dengan himar dan anjing dalam suatu hukum tertentu (yakni
membatalkan shalat seorang) bukanlah berarti sama dalam segala seginya.
Lebih jelasnya, coba anda perhatikan ayat-ayat berikut:
Mereka mengatakan, "Jumlah mereka (ashhabul kahfi) adalah iujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya. " [al-Kahfi : 22]
Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia, dan burung, lalu mereka itu diatur dengan tertib. [An-Naml : 17]
Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan sayapnya, melainkan umat-umat juga seperti kamu.
[Al-An'am: 38]
Apakah komentar anda tentang ayat-ayat ini?! Apakah anda akan
mengingkarinya karena Alloh menyetarakan antara manusia dengan hewan?!
b). Aneh orang ini, dia tidak merasa kalau dirinya terjatuh dalam
kontradiksi nyata. Bukankah dia yang sering mengatakan, "Semua agama itu
benar dan sama"?! Padahal Alloh telah berfirman:
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka
tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab- kitab yang
tebal”. [Al-Jumu'ah : 5]
Bila Alloh mengatakan bahwa mereka seperti himar, tetapi mengapa anda
menyetarakannya dengan orang-orang Islam dengan ucapan yang sering anda
dengung-dengungkan: "Semua Agama Sama"?!
c). Dia ingin menampakkan dirinya sebagai pembela hak dan martabat
wanita, namun apa timbangannya?! Islam ataukah barat? Dalam timbangan
Ulil, menghargai hak wanita adalah dengan kebebasan, nikah beda agama,
dan lainnya. Inikah Islam, wahai hamba Alloh?! Atau inikah makar
musuh-musuh Alloh yang engkau kembangkan di Indonesia?! Wahai Alloh,
lindungilah manusia dari kejahatannya! !
[3]. Wanita di Saudi Arabia
Ucapan kotor Ulil, "Inilah yang terjadi di Saudi Arabia, negeri Wahabi
itu. Karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh nyetir mobil. Itulah
negeri Saudi Arabia, negeri Wahabi itu, apakah negeri semacam ini akan
diikuti saudara saudara? ! "
a). Inikah Adab?
Merupakan taqdir Alloh untuk membongkar kedok kesesatan orang ini,
seringnya dia terjatuh dalam kontradiksi. Sungguh saya dibuat tercengang
oleh kontradiksinya yang banyak sekali.
Coba bandingkan ucapan di atas dengan ucapannya sendiri tatkala
mengkritik Ahli Sunnah, "Saya teringat dengan komentar yang terhormat
Dr. Quraish Shihab, beliau mengatakan bahwasanya –dengan penuh
penghormatan kepada Pak Hartono dan kawan-kawannya- ada sedikit
kekurangan, yaitu adab, tata krama dalam berdebat, menggunakan kata-kata
kasar, suka memurtadkan, suka mengkafirkan."
Aneh, apakah anda menganggap bahwa kata-kata anda di atas sesuai dengan
adab, tata krama, dan tidak kasar?! Hanya kepada Alloh kita mengadu
semua ini.
b). Wanita Nyetir Mobil
Adapun ucapan Ulil "Karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh nyetir
mobil". Ini juga kontradiksi; sebab larangan nyetir mobil itu untuk
menjaga kehormatan wanita. Sekiranya perempuan dianggap hewan oleh Saudi
Arabia, tentu akan dibebaskan nyetir mobil seperti keinginan Ulil, yang
sebenarnya juga keinginan musuh-musuh Islam?!
Sebenarnya, apa beratnya bagi pemerintah Saudi memberikan kebebasan kaum
wanita nyetir mobil. Bukankah itu malah menguntungkan mereka?! Anda
bisa membayangkan, entah berapa banyak uang yang mereka keluarkan untuk
mengambil sopir-sopir dari luar negeri terbanyak adalah negeri kita
Indonesia. Namun, untuk membendung kerusakan yang lebih besar [7],
mereka rela mengeluarkan dana yang cukup besar. Tidakkah anda menyadari
hal itu?!
c). Keinginan Musuh-Musuh Islam
Orang-orang seperti Ulil ini telah tertipu dengan pemandangan yang ada di negeri kafir barat.
Dia menyangka, dengan kebebasan mengumbar nafsu, manusia akan menjadi
mulia. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Syaikh al Allamah Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin usai menerangkan tentang masalah nyetir mobil
bagi wanita, "Kalau sekiranya celaan ini keluar dari musuh-musuh Islam
yang berusaha menghancurkan negeri yang sekarang menjadi benteng Islam
ini, maka itu ringan dan tak aneh. Tetapi yang aneh apabila muncul dari
orang-orang yang mengaku Islam, yang tertipu dengan kemajuan teknologi
negeri-negeri kafir, sehingga merekapun tertipu dengan akhlak yang
mengeluarkan mereka dari keutamaan menuju kehinaan. Keadaan mereka ini
seperti yang dilukiskan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Nuniyahnya:
Mereka lari dari kebebasan yang merupakan tujuan hidup mereka.
Menuju kebebasan mengikuti hawa nafsu dan setan.
Mereka menyangka bahwa negeri-negeri kafir itu maju disebabkan kebebasan
ini. Semua itu tidak lain kecuali karena kejahilan mereka terhadap
syari'at Islam dan keindahan keindahan yang tersimpan di dalamnya. Kita
memohon kepada Alloh agar memberikan hidayah kepada kita dan mereka
semua menuju kebaikan dunia dan akhirat." [Lihat Fiqh Nawazil 3/369]
e). Penghormatan Kepada Kaum Wanita
Kaum wanita adalah makhluk Alloh yang mulia, memiliki kehormatan dan
kedudukan yang tinggi dalam Islam. Oleh karenanya, sebagai negeri yang
menerapkan syari'at Islam, Saudi Arabia memposisikan wanita dalam posisi
yang mulia. Coba perhatikan apa yang dikatakan menteri dalam negeri,
Amir Nayif bin Abdul Aziz pada masa Raja Abdul Aziz di kota Riyadh,
malam Ahad 21/2/1420 H, "Pemerintah enggan bila wanita dijadikan sebagai
barang murahan dan dijadikan bahan pembicaraan. Wanita adalah seorang
ibu, saudari, putri, dan istri, semuanya adalah sahabat kita bersama
dalam kehidupan ini. Oleh karenanya, kita harus memposisikannya dalam
posisi mulia, yang sesuai dengan fithrahnya. Dia memiliki pekerjaan yang
berbeda jauh dengan pekerjaan kaum laki-laki, sebagaimana dia
diciptakan dengan sangat berbeda dari kaum lelaki. Setiap hal yang
menyimpan kebaikan bagi wanita dan masyarakat tidaklah akan bertentangan
dengan syari'at." Lanjutnya, "Setiap manusia harus menghormati dirinya
dan menghormati kaum wanita, sebab wanita adalah setengah bagian dari
kita. Mereka begitu mulia dalam pandangan kami." [Koran al-Jazirah edisi
9748/23/2/1420 H. Dinukil dari buku al-Mar'ah baina Takrimil Islam wa
Da'awi Tahrir oleh Muhammad bin Nashir al-Uraini, hal. 49-50]
Saya mencoba berpikir, apa sebabnya Ulil selalu dan selalu memojokkan
Saudi Arabia?! Saya membaca bahwa di balik itu ada sebuah tujuan, yaitu
Islam. Sebab negara yang satu itu sekarang merupakan benteng Islam. Oleh
sebab itu, pembelaan saya bukanlah karena negeri tersebut, tetapi
pembelaan terhadap Islam.
f). Bandingkan Dengan Wanita Barat
Apa yang sebenarnya diinginkan oleh Ulil?! Dia menginginkan kebebasan
seperti apa yang dia lihat di negeri negeri kafir barat. Aduhai,
tidakkah dia mendengar jeritan para wanita di sana dan pengakuan tulus
sebagian mereka tentang keindahan syari'at Islam dan rusaknya kehidupan
mereka di balik topeng kebebasan?! Seorang wartawan wanita Amerika yang
telah berkelana menjelajahi dunia pernah mengatakan, "Cegahlah campur
baur antara pria dan wanita, ikatlah kebebasan wanita, kembalilah ke
masa hijab. Hal ini lebih baik bagi kalian daripada kebebasan dan
keedanan Eropa dan Amerika. Saya telah banyak menyaksikan banyak hal di
Amerika, ternyata bangsa Amerika penuh dengan kebebasan yang
mengakibatkan banyak korban."
Wartawan wanita Perancis juga berkata, "Saya mendapati wanita muslimah
Arab sangat lebih dihormati di rumahnya daripada wanita Eropa. Dan saya
amat yakin bahwa seorang istri dan ibu dari mereka hidup berbahagia
melebihi kebahagiaan kami." [Lihat al-Mar'ah baina Takrimil Islam wa
Da'awi Tahrir hal. 28029]
Seorang kawanku bercerita bahwa ketika dirinya dulu sekolah di Amerika,
sang guru dalam pengajarannya selalu melecehkan Islam dan menggambarkan
bahwa Islam adalah agama yang zhalim terhadap wanita. Suatu saat seorang
siswi maju ke depan seraya mengatakan, "Guru kita ini selalu memojokkan
Islam dan bahwasanya Islam tidak memberikan keadilan kepada kaum
wanita, tetapi saya mendapatkan di Yahoo (sebuah situs terkenal) sensus
perceraian di berbagai negara, ternyata perceraian di negara yang
menjadi kiblat Islam (Saudi Arabia) paling sedikit jumlahnya
dibandingkan negara-negara lainnya, termasuk negeri ini (Amerika). Maka
saya menilai bahwa di dalam Islam terdapat undang-undang yang lebih baik
daripada undang-undang kita!"
Ucapan tadi langsung disambut tepuk tangan oleh kawan-kawan sekelasnya.
Kawanku berkomentar kepada teman muslim lainnya, "Wanita kafir bisa
membela Islam, sedangkan kita tidak bisa membela. Sungguh ini suatu hal
yang mengherankan!"
D. KONTRADIKSI ADAB
Abdul Muqsith berkata, "Tak terjaga, saya membaca dalam kitab ini
bagaimana seorang beriman bisa menyatakan si Jompo si Nuriyah Abdur
Rahman Wahid. Seorang beriman tidak mungkin bisa mengeluarkan kata ini.
Itu kalau Pak Hartono masih percaya kepada Alloh dan Rasul. Kecuali
kalau Pak Hartono mengambil pilihan untuk tidak percaya alias murtad."
Ulil menambahkan, "Kalau Saudara Ahmad Jaiz ini, Ahmad yang boleh-boleh
saja, jaiz `kan boleh-boleh saja, Hartono Ahmad Jaiz boleh-boleh saja.
Menurut Ahmad Hartono tadi, menyebut Ibu Sinta Nuriyah, isterinya Gus
Dur yang jompo itu, itu jelas masuk dalam kategori ayat:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolokkan
kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari
yang mengolok (Al-Hujurat: 11) Enggak boleh kita menyebut-nyebut dengan
jelek sesama muslim meskipun berbeda pendapat. Kalau saudara kita yang
Wahabi ini mengatakan bahwa ada akhlaq syar'i, apakah itu bukan akhlaq
syar'i?! Menyebut seorang muslimah dengan sebutan yang merendahkan.
Itulah sebetulnya yang saya kritik."
JAWABAN
[1]. Senjata Penentang Dakwah
Saya lebih memilih kritikan di atas daripada kritikan lainnya, sebab
menurut penilaian saya bahwa kritikan ini perlu mendapatkan perhatian
khusus dari lainnya, sebab masalah adab dan tata karma adalah senjata
yang sering dihunuskan oleh para penentang dakwah sekarang ini, lebih
jelas lagi kalau kita perhatikan ucapan Ulil yang telah lalu. Katanya,
"Saya teringat dengan komentar yang terhormat Dr. Quraish Shihab, beliau
mengatakan bahwa salah satu kekurangan -dengan penuh penghormatan
kepada Pak Hartono dan kawan-kawannya- ada sedikit kekurangan, yaitu
adab, tata krama dalam berdebat, menggunakan kata-kata kasar, suka
memurtadkan orang, suka mengkafirkan."
[2].Kontradiksi
Tetapi saya pribadi menilai bahwa kritikan dua orang di atas (Ulil
Abshar Abdalla dan Abdul Muqsith) hanyalah lari dari inti pokok
permasalahan dan mencari-cari celah kesalahan untuk membela diri dan
menjatuhkan lawan. Sebab kalau kita perhatikan adab mereka, ternyata
amat jauh dari adab Islami. Sungguh tepat sekali firman Alloh:
Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri. [Al-Baqarah : 44]
Agar lebih jelas masalah ini maka perhatikanlah keterangan berikut:
[a]. Mengubah Kata
Menurut jawaban Ust. Hartono bahwa tuduhan Abdul Muqsith kalau dirinya
mengatakan Siti Nuriyah dengan kata "si Jompo" adalah sebuah
penyelewengan kata. Teks yang benar adalah "yang sudah jompo" (lihat
bukunya hal. 106). Sedangkan kita -orang Indonesia- tahu semua bahwa
antara dua kata tersebut ada perbedaan yang sangat tajam.
Sekarang katakanlah padaku, apakah perbuatan semacam ini termasuk adab
Islami?! Mengubah ucapan orang dan melemparkan tuduhan?! Lantas siapakah
yang pantas disebut manusia beradab, wahai saudaraku?!
Faedah
Termasuk juga kebohongan Abdul Muqsith yang harus kita bongkar di sini,
adalah ucapannya tentang nikah beda agama, "Kalau di dalam al-Qur' an
diperbolehkan nikah beda agama, maka Pak Hartono mengharamkannya. Pak
Hartono di sini sedang menciptakan syari'at baru, yang mestinya itu
tidak dilakukan." Lalu dia menukil atsar Umar yang menegur Hudzaifah
tatkala menikah dengan wanita ahli kitab, lalu Hudzaifah berkata,
"Apakah engkau mengharamkannya?"Jawab Umar, "Tidak." [Buka Mafatihul
Ghaib juz 3 hal. 63]
Dia juga mengatakan, "Tidak ada dalil yang melarang nikah beda agama."
Saya berkata, ucapan ini adalah kebohongan di atas kebohongan.
Pertama: Kebohongan terhadap al-Qur'an. Karena al-Qur' an tidak pernah
membolehkan nikah beda agama dalam artian seorang laki-laki non muslim
menikahi wanita muslimah, bahkan al-Qur'an dengan tegas mengharamkannya
(lihat Al-Baqarah : 221 dan Al-Mumtahanah: 10). Yang dibolehkan, lelaki
muslim menikahi wanita ahli kitab [Al-Ma'idah : 5]
Kedua: Kebohongan terhadap Umar bin Khaththab karena beliau juga
mengharamkan nikah beda agama, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir dalam
Tafsirnya (4/366) bahwa Umar berkata, "Lelaki muslim boleh menikah
dengan wanita Nasrani, tetapi lelaki Nasrani tidak boleh menikah dengan
wanita muslimah." Lalu Ibnu Jarir berkata, "Atsar ini lebih shahih dari
atsar sebelumnya (kisah Hudzaifah)." [Lihat pula Tafsir Ibnu Katsir
1/587]
Ketiga: Kebohongan terhadap Fakhrur Razi dalam Mafatihul Ghaib, sebab
beliau juga mengharamkan nikah beda agama. Setelah membawakan atsar
Hudzaifah di atas dalam Tafsirnya 2/231, beliau mengiringinya langsung
dengan hadits Jabir bahwa Nabi bersabda, "Kita boleh menikah dengan
wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh menikah dengan wanita
kita."[8]
Lebih jelas lagi, beliau mengatakan dalam lembar berikutnya (2/232),
"Adapun firman Alloh `Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman' tidaklah ada
perselisihan bahwa maksud musyrik di sini adalah umum (baik ahli kitab
maupun bukan). Maka, tidak halal wanita mukminah dinikahkan dengan pria
kafir sama sekali, apa pun jenis kekufurannya."
Wahai hamba Alloh! Mengapa engkau sembunyikan ucapan ini?! Di manakah kejujuranmu?!
[b]. Inshaf dan Keadilan
Masih menurut pengakuan Ust. Hartono bahwa dirinya tidaklah bermaksud
menjelekkan dengan kata tersebut tetapi hanya menceritakan keadaan,
sebagaimana hal itu adalah hasil pengalamannya sebagai wartawan. Dengan
demikian, kita tidak bisa menghukuminya masuk dalam kategori celaan yang
dimaksud dalam surat Al-Hujurat : 11, sebab para ulama menerangkan
bahwa larangan tersebut apabila maksud orang yang melontarkannya adalah
mencela atau orang yang disifati tersebut tidak ridha dengannya. [Lihat
Tafsir al-Qurthubi 16/329, Muqaddimah Nuzhatul Albab fil Alqab oleh Ibnu
Hajar, Bahjatun Nazhirin oleh Salim al-Hilali 3/49]
Bukankah dalam ayat Al-Qur'an juga disebutkan: Karena telah datang seorang yang buta kepadanya. [Abasa : 2]
Aisyah juga berkata tentang Saudah, "Dia adalah seorang wanita yang
besar dan gemuk badannya." (HR. Muslim 294). Abdullah bin Sarjis
berkata, "Saya melihat ashla' (seorang yang botak) Umar bin Khaththab."
(HR. Muslim 250). Dan lain contoh yang banyak sekali Abu Hatim Ar-Razi
berkata, "Menceritakan kami Abadah bin Abdur Rahim, `Saya bertanya
kepada Abdullah bin Mubarak tentang ucapan seorang, `Humaid ath-Thawil
(tinggi), Humaid al-A'raj (pincang),' maka dia menjawab, `Apabila dia
bermaksud untuk mensifati kedaannya dan tidak bermaksud mencelanya maka
tidak apa-apa. " [Muqaddimah Nuzhatul Albab]
Sekalipun dengan inshaf dan adil tetap saya katakan: Alangkah baiknya
bila kata tersebut (yang telah jompo) ditinggalkan, agar tidak
menimbulkan fitnah, apalagi tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk
mensifatinya dengan kata tersebut. Wallohu A'lam.
[c]. Senjata Makan Tuan
Aneh, mengapa kita jauh-jauh mengkritik orang lain, tetapi lupa terhadap
diri kita sendiri?! Bukankah Ulil berkata, "Dalam sejarah Islam ada dua
kelompok yang menimbulkan keributan dalam Islam .... Yang kedua : Salah
satu kelompok yang berbahaya; yang menimbulkan kerusakan buat Islam
adalah orang yang disebut sebagai Hasyawiyun [9], artinya orang-orang
pinggiran, orang-orang yang tidak mengerti agama sebetulnya, yang
biasanya hanya bermodal satu dua hadits, ayat Qur'an, kemudian dengan
mudah menuduh orang yang berbeda pendapat kafir. Saya khawatir mas
Hartono ini versi modern dari orang-orang Hasyawiyin."
Dia juga mengatakan, "Itulah cerminan Wahabi, dangkal, mengingkari akal,
sedikit-sedikit Al-Qur'an dan Hadits", "Tadi teman kita yang Wahabi
ini." "Menurut Hartono Ahmad Jaiz, Ahmad yang boleh-boleh saja." Lebih
ngeri lagi ucapan Ulil menanggapi 11 keputusan fatwa MUI [10], "Fatwa
MUI (Majelis Ulama Indonesia) itu sangat konyol, tidak masuk akal, dan
tolol." [Majalah Cahaya Nabawi edisi 33/Th. III Sya'ban 1426 H/hal. 50]
Maka pikirkankanlah sendiri, wahai saudara pembaca, betapa terbaliknya orang ini!! Wallohul Musta'an.
[3]. Luasnya Adab
Harus kita pahami bahwa adab tidaklah terbatas pada hubungan antara
sesama manusia, karena adab mempunyai ruang lingkup yang luas, meliputi
adab terhadap Alloh, rasulNya, dan sesama manusia. [Lihat Madarijus
Salikin oleh Ibnu Qayyim, 2/427-448]
Maka khabarkanlah padaku, apakah termasuk adab kepada Alloh ucapan Abdul
Muqsith, "Anjing akbar, tidak ada yang salah dengan pernyataan itu. Apa
yang salah, sama sekali tidak ada yang salah. Itu kalau diniati anjing
itu adalah Alloh." "Syari'at Muhammad tidak sempurna." Dan ucapan Ulil,
"Tidak ada hukum Tuhan", "Khamr bisa jadi halal di Rusia karena udaranya
dingin sekali", "Semua agama benar"? !
Anggaplah Ust. Hartono salah ketika menyebut istri Gus Dur dengan "yang
telah jompo" tetapi apabila dibandingkan dengan ucapan-ucapan kufur yang
keji dan kotor di atas, manakah yang jauh lebih tidak beradab, wahai
hamba Alloh? ! Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa kedua orang
tersebut, Ulil Abshar Abdalla dan Abdul Muqsith, adalah manusia tidak
beradab dan sangat jauh dari adab Islami.
[4]. Barometer Adab
Nampaknya, timbangan adab yang dipakai oleh Ulil dan kawannya adalah
timbangan adab yang keliru, sehingga dalam pandangannya adab adalah
toleransi terhadap sesama, termasuk kepada non muslim dan ahli bid'ah.
Kalau timbangan Ulil seperti ini, berarti dia lebih beradab daripada
Rasulullah, sahabatnya, dan para ulama, sebab Alloh berfirman: Muhammad
itu adalah utusan Alloh dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
[Al-Fath: 29]
Akankah kita katakan bahwa Nabi dan para sahabatnya tidak beradab,
lantaran keras terhadap orang-orang kafir?! Perhatikan pula ucapan Imam
Syafi'i tatkala bersikap keras terhadap ahli kalam/filsafat semacam
Ulil, "Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma dan
sandal, sembari diarak keliling seraya dikatakan kepada khayalak:
Inilah hukuman orang yang berpaling dari Al-Qur'an dan Sunnah menuju
ilmu kalam." (Majmu' Fatawa 4/ 298). Akankah kita katakan. Imam Syafi'i
tidak beradab lantaran keras terhadap ahli filsafat?!
Akhirnya, kita berdo'a kepadaAlloh agar memberikan hidayah kepada kita
semua dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang diselamatkan
dari fitnah syubhat dan syahwat. Amiin.
[Disalin dari majalah Al Furqon, Edisi : 6 Tahun V/Muharram
1427/Februari 2006. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat :
Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]
__________
Foote Note
[1]. Ini adalah suatu kekeliruan, sebab Imam Bukhari tidak meriwayatkannya, sebagaimana akan datang penjelasan
[2]. Meminjam ucapan Abdul Muqsith Ghazali, M.A. -dengan sedikit
penyesuaian kawan dialog Ulil Abshar tatkala mengkritik Ust. Hartono
Ahmad Jaiz.
[3]. Sebenarnya banyak sekali point-point lain untuk membantah syubhat
ini. Lihat secara panjang lebar bantahannya dalam kitab Ihtimam
al-Muhadditsin bi Naqdil Hadits Sanadan wa Matan wa Dahdzi Maza'im
al-Mustasyriqin wa Atbaa'ihim (Upaya Ahli Hadits Dalam Ktitik Sanad dan
Matan, Serta Bantahan Terhadap Tuduhan Para Orientalis dan
Antek-Anteknya) oleh Dr. Muhammad Luqman as-Salafi.
[4]. Dinukil dari Jinayah Syaikh al-Ghazali, Asyraf bin Abdul Maqsudh
(hal. 283-284) dan Ahkam Sutrah oleh Muhammad bin Rizq Thurhuni.
[5]. Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata, "Telah shahih dari Nabi
bahwa beliau bersabda, `Shalatseorang batal bila lewat di depannya
wanita, himar, dan anjing.' Hal itu shahih diriwayatkan dari jalur Abu
Dzar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Abdullah bin Mughaffal. Yang
menyelisihi hadits ini ada dua kemungkinan; shahih tapi tidak sharih
(tidak jelas) atau sharih (jelas) tapi tidak shahih. Maka tidak boleh
kita meninggalkan hadits shahih hanya karena dalil yang seperti ini
keadaannya." [Zadul Ma'ad 1/296]
[6]. Lihat tulisan Ustadzuna Abu Aisyah -hafizhahulloh- "Kedudukan Akal Dalam Islam" dalam Majalah AL FURQON Edisi 4/Thn. IV
[7]. Lihat fatwa-fatwa para ulama: Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh
Ibnu Utsaimin, Syaikh Shalih al-Fauzan, dan lain-lain tentang masalah
ini dalam Fiqh Nawazil (3/363-369) oleh Dr. Muhammad bin Husain
al-Jizani dan buku Qiyadah Sayyarah lil Mar'ah oleh Amir Nayif bin Abdul
Aziz.
[8]. Ibnu Jarir berkata dalam Tafsirnya (4/367), "Sanad hadits ini,
sekalipun ada pembicaraan, namun kebenaran isinya merupakan ijma' umat."
Dan dinukil Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (1/587). [9]Imam Abu Hatim
ar-Razi berkata, "Tanda-tanda ahli bid' ah adalah mencela ahli atsar
(orang-orang yang mengikuti dalil). Dan tanda orang-orang zindiq adalah
menggelari ahli atsar dengan Hasyawiyah, mereka menginginkan untuk
menolak atsar/dalil " [Aqidah Salaf Ashhabul Hadits hal. 304]
[10]. Fatwa yang paling membuat kordinator JIL ini `kebakaran jenggot'
adalah masalah pengharaman atas aliran Ahmadiyah, haramnya nikah beda
agama, serta haramnya pemikiran liberalisme, sekulerisme, dan
pluralisme.