Rezim
Suriah berusaha untuk meringankan tekanan dunia terhadapnya dengan
memanfaatkan pengaruhnya di Lebanon. Suriah menggerakkan
“tangan-tangannya” buat menciptakan ketegangan sektarian di Lebanon.
Seperti diketahui, Suriah memiliki “tangan-tangan” itu di Hizbullah,
atau lewat intelijennya, atau lewat aparat pemerintah Lebanon yang
pernah dididik selama pendudukan Suriah di Lebanon beberapa dekade
silam.
Sepanjang Bab al Tibanah,
Jabal Muhsin, hingga ibukota utara Tarablus (Tripoli) yang merupakan
daerah mayoritas Sunni, menjadi wilayah rawan konflik. Benturan-benturan
sektarian di wilayah tersebut tidak pernah berhenti, antara
pemuda-pemuda Sunni dengan kelompok-kelompok yang didukung oleh Iran,
atau pemerintah Suriah atau Hizbullah. Pemuda-pemuda Sunni hanya
memiliki persenjataan yang sederhana untuk melindungi keluarga mereka
dari serangan yang bermotif sekte, yang disupport rezim Suriah.
Sayangnya,
tentara Lebanon berpihak kepada kepentingan Hizbullah dan rezim Suriah.
Beberapa waktu lalu, pihak militer bahkan menyergap Syekh Ahmad
Abdulwahid, seorang dai Ahlus Sunnah di utara Lebanon, kemudian
membunuhnya.
Untuk mengetahui lebih jauh situasi
terakhir konflik yang terjadi di Lebanon tersebut, wartawan al Bayan
Ahmad Abu Daqqah mewawancarai Syekh Ali Ahmad Thaha, seorang dai Sunni
dan ketua Organisasi Pengembangan Suhul al Salam.
Al Bayan: Bagaimana Lebanon memosisikan diri terhadap revolusi Suriah?
Ahlus
Sunnah di Lebanon, khususnya di utara Lebanon dan ibukotanya Tarablus,
berinteraksi dengan revolusi Suriah sejak pekan pertamanya. Mereka
mengekspresikan dukungan dari pedalaman Lebanon lewat penyebaran
informasi, kemudian gerakan politik dan penggalangan massa.
Sunni
di Lebanon menampung pengungsi Suriah. Itu terjadi dari lembah Khalid
hingga batas provinsi bagian selatan Qalmun dan daerah sekitarnya.
Masjid-masjid dan rumah-rumah di wilayah selatan dibuka untuk menampung
pengungsi Suriah yang terdiri dari orang-orang luka, wanita dan
anak-anak.
Kondisi tersebut jelas tidak disukai
rezim diktator al Assad, Iran dan kaki tangannya di Lebanon, Hizbullah.
Olehnya, pihak-pihak ini menekan lembaga-lembaga pemerintah Lebanon,
termasuk militer untuk mencegah dukungan tersebut.
Tapi
gelora gerakan rakyat semakin kuat. Lembaga-lembaga keamanan pemerintah
Lebanon yang mayoritas telah diinfiltrasi oleh Hizbullah dan kaki
tangan rezim Suriah, tidak mampu membendung arus simpati masyarakat
terhadap revolusi. Ulama dan Ahlus Sunnah di utara Lebanon mengaitkan
eksistensi dan kekuatan Ahlus Sunnah dengan masa depan revolusi Suriah.
Sebaliknya
dengan partai yang disupport Iran, yang justru mengaitkan dirinya
dengan keberlangsungan rezim diktator Suriah dan politik Iran. Lantaran
itu, politik Lebanon pecah menjadi dua.
Kemudian,
agar Syiah tidak terjebak dalam konflik yang dikelilingi oleh mayoritas
Sunni dan untuk menjaga citra bahwa Syiah fokus berperang menghadapi
Zionisme Israel; dan bahwa Syiah tidak masuk dalam konflik sektarian,
seperti yang selalu diulang-ulangi oleh Hasan Nasrullah. Untuk itu
semua, Syiah memanfaatkan perangkat pemerintah untuk melumpuhkan Ahlus
Sunnah di Lebanon.
Itu sebabnya sehingga
perwakilan rezim Suriah di PBB, Bahsar al Ja’fari dan dutabesarnya,
Walid al Mu’allim selalu menegaskan bahwa utara Tarablus merupakan pintu
masuk persenjataan dan menjadi basis al Qaidah.
Mereka
juga berupaya untuk menciptakan konflik internal sesama Sunni. Oleh
karena itu mereka menggunakan orang-orang bayaran dari sebagian Sunni,
dengan slogan nasionalisme Arab atau Islam. Namun jumlah mereka sedikit
dan tidak mendapat simpati yang luas.
Al Bayan: Bagaimana kronologis pembunuhan Syekh Ahmad Abdulwahid oleh militer Lebanon?
Setiap
bulan atau paling cepat setiap dua pekan, ada saja satuan militer dari
Tarablus dan wilayah utara, dari kaki tangan Iran dan berafiliasi ke
Syiah, yang berupaya untuk memancing terjadinya bentrok kekerasan.
Mereka,
misalnya, melepaskan tembakan ke arah demonstran. Atau secara acak
menangkap pemuda yang terlihat aktif dan empati terhadap revolusi Suriah
dengan membantu para pengungsi. Setelah itu, pemuda tersebut dituduh
terlibat terorisme.
Contohnya kasus yang
menimpa pemuda Syadi Mawlawi dengan aparat keamanan. Dia dipanggil untuk
mendapatkan bantuan sosial. Tapi setelah itu, dia justru ditanggap.
Konteksnya
adalah provokasi. Bukan person Syadi Mawlawi atau Syekh Ahmad
Abdulwahid itu sendiri, yang gugur di tangan kolonel penganut Syiah.
Padahal seharusnya pihak keamananlah yang berupaya mewujudkan keamanan,
bukan justru memprovokasi rakyat dan menghilangkan nyawa. Agenda
sebenarnya adalah melumpuhkan komunitas Sunni dan membenturkannya dengan
aparat keamanan, khususnya militer Lebanon.
Komandan tentara memiliki kedudukan khusus sebagai Nasrani Maronit, yang mana tentara di bawahnya terdiri dari berbagai sekte. Tetapi selama era pendudukan Suriah terhadap Lebanon, banyak perwira mereka yang didoktrin dan mendapat pelatihan di Suriah. Di sana, setiap perwira yang punya ambisi harus cari muka kepada rezim Suriah demi mencapai keinginannya.
Seperti Emile Lahoud (mantan presiden Lebanon) dahulu. Sebagian perwira
tersebut bahkan merupakan shabiha (milisi loyalis al Assad). Walaupun
fenomena tersebut telah mulai berkurang dewasa ini.
Al
Bayan: Apakah anda menganggap bahwa masa depan pemeluk Nasrani di
Lebanon dan Suriah terkait dengan keberlangsungan rezim Suriah?
Saya
kira umat Nasrani tidak khawatir dengan pemerintahan Islam apa pun.
Sebab mereka punya pengalaman panjang yang bertahun-tahun. Sedangkan
rezim al Assad, Hafiz dan Bashar hanya menimpakan kepada mereka kerugian
dan pengusiran, dan intimidasi yang berlaku bagi semua kelompok.
Yang
tampil ke permukaan hanya elit sekte Nushairiyah dan Syiah yang
minoritas. Yang tampak adalah Alawiyin (nama lain sekte Nushairiyah).
Pengikut sekte ini mengaitkan diri dengan keluarga al Assad, yang
memberikan mereka kedudukan dan hak-hak khusus. Al Assad memanfaatkan
mereka untuk menguasai militer dan pimpinan militer serta intelijen.
Sehingga sekte ini menguasai institusi publik dan swasta.
Padahal,
di dalam tubuh pengikut sekte Alawiyin sendiri banyak yang secara
terbuka mengakui bahwa mereka dirugikan oleh rezim al Assad. Hanya saja
hal itu diabaikan oleh pihak-pihak oportunis dan pragmatis, yang
menggantungkan diri kepada eksistensi rezim Suriah.
Bahkan
penganut Syiah di Lebanon sendiri, di luar Hizbullah, banyak yang
menolak rezim Suriah. Itu sebabnya sehingga ada di antara penganut Syiah
yang oposan terhadap rezim, bergabung dengan kelompok perlawanan.
Hanya
saja Hizbullah telah menyingkirkan politisi dari sekte Syiah. Mereka
ditempatkan di “freezer”, atau mereka diusir, atau dibunuh. Semua ini
tidak lebih merupakan agenda perluasan pengaruh Iran di kawasan. Inilah
alasan sehingga Hizbullah menggantungkan masa depannya dengan
kesuksesan agenda Iran, yang merupakan aliansi strategis rezim otoriter
Suriah. Hizbullah berperang demi kepentingan rezim Suriah di Lebanon.
Hizbullah memberi dukungan kepada rezim, baik secara langsung atau tidak
langsung, lewat pengiriman ahli-ahli dan tentara ke Suriah.
Beberapa waktu lalu, koran al Sharq al Awsath
menampilkan tokoh Hizbullah yang sedang berada di Suriah. Ditambah lagi
kasus beberapa perwira Iran yang tertangkap basah oleh Tentara
Pembebasan Suriah serta kasus persenjataan yang diselundupkan ke Suriah.
Sehigga segala sesuatunya telah menjadi jelas bagi semua pihak.
Al
Bayan: Bagaimana penilaian anda terhadap kondisi politik di Lebanon?
Bagaimapa pula sikap pemerintah terhadap revolusi Suriah?
Krisis
dan perpecahan vertikal, serta kekhawatiran terhadap upaya mengalihkan
konflik Suriah ke Lebanon. Terdapat friksi dalam pemerintahan. Terdapat
pihak-pihak tertentu yang khawatir kepentingannya terganggu. Akibatnya,
dia tidak mampu mengambil sikap tegas, seperti presiden sekarang dan
menteri-menteri dari pihak Sunni. Berbeda dengan Walid Jumblatt, yang
tegas mendukung revolusi Suriah. Sebab dia tahu persis kejahatan yang
dilakukan rezim al Assad.
Revolusi Suriah
merupakan momentum untuk membendung agenda Iran di Lebanon. Sebuah
proyek yang membentang dari Iran, Irak, Suriah dan Lebanon. Proyek yang
membentuk “Bulan Sabit Syiah”. Agenda yang diketahui umum yang bahkan
jadi topik perbincangan pemimpin-pemimpin dunia Islam.
Posisi
Najib Mikati (Perdana Menteri Lebanon saat ini) lemah dan beresiko,
sehingga dia mengambil jarak dari isu yang berkembang. Pemerintahan
secara umum dikuasai oleh kekuatan yang beraliansi dengan rezim Suriah.
Mikati terjebak dalam dilemma berbagai kepentingan: Michel Aoun,
Hizbullah, gerakan Amal, massanya di Tarablus, tanah kelahirannya, dan
suara yang memilihnya di wilayah utara dari kalangan Sunni yang pro
revolusi.
Mikati tidak ingin membantu secara
langsung para pengungsi Suriah. Tapi dia memanfaatkan kedudukannya di
Hay’ah al Igatsah al ‘Ulya/Komisi Tinggi Kemanusiaan. Mikati terjepit
oleh menteri-menteri yang mengelilinginya.
Posisi
Mikati sangat lemah dan tidak akomodatif terhadap kepentingan Sunni,
khususnya terkait isu beberapa aktivis Islam yang ditahan. Kami telah
berkali-kali meminta untuk membebaskan atau mengadili mereka. Dia punya
otoritas. Kami diberi janji dan kami menunggu. Para aktivis itu
terintimidasi. Telah lewat lima tahun mereka tidak pernah menjalani
proses pengadilan. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap kepercayaan
komunitas Sunni, serta menambah kekalutan dan potensi chaos.
Al Bayan: Apakah Hizbullah memiliki kekuatan militer yang memadai untuk menghadapi Ahlus Sunnah?
Barisan
Syiah telah dibajak. Anda bisa dengar sendiri pernyataan ulama Syiah,
seperti Ali al Amin. Dia menentang keras arah kebijakan Hizbullah.
Begitu pula Iqab Saqr, Basim al Sab’u, keluarga al As’ad, yang semuanya
Syiah. Tapi mereka tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi,
bahkan gerakan mereka dibungkam.
Dengan
persenjataannya, Hizbullah menguasai kawasan tertentu. Hizbullah
merupakan pasukan organik dan dipersenjatai. Di belakangnya ada pimpinan
yang dapat memobilisasi mereka kapan saja. Saat parade militer, tampak
jumlah mereka yang sangat besar, lebih dari 10 ribu personel. Padahal
mereka cuma partai, bukan tentara negara. Bisa jadi terdapat pula
satuan-satuan rahasia yang tidak ditampilkan.
Di
sisi lain, kelompok Sunni telah dilucuti senjatanya. Selama pendudukan,
rezim Suriah menarik senjata-senjata kelompok Sunni dan memenjarakan
atau membunuh pimpinan-pimpinannya. Yang tersisa dipaksa untuk berpihak
pada kepentingan rezim.
Selama tiga puluh tahun
pendudukannya di Lebanon, rezim Suriah berhasil mempersatukan dan
memperkuat barisan Syiah. Rezim juga berupaya menyingkirkan semua
musuh-musuh Hizbullah dari faksi-faksi Syiah sendiri. Dahulu, terdapat
konflik berdarah antara gerakan Amal dan Hizbullah, sebelum mereka
bersatu. Rezim juga berhasil menyingkirkan Shubhi al Thufaili, padahal
dia merupakan sekertaris jenderal Hizbullah sebelumnya. Pasalnya, dia
punya pandangan-pandangan yang brilian, di antaranya penolakannya
terhadap pengaruh Iran di Lebanon.
Ahlus Sunnah
hanya memiliki senjata pribadi. Saat ada gerakan untuk membela dan
mempertahankan kehormatan dan rumah mereka, mereka tidak terorganisir.
Bila terjadi bentrokan bersenjata, bisa jadi ada pemimpin yang mampu
tampil mengarahkan. Tapi setelah itu, mereka kembali tercerai-berai.
Yang
seharusnya dilakukan pemerintah adalah menjaga keamanan warganya, dan
bukan justru menjadikan masalah keamanan sebagai isu sekte. Kami dahulu
menolak wacana mempersenjatai warga sehingga keamanan menjadi tanggung
jawab pribadi. Sebab hal itu sangat riskan. Tapi jika negara tidak lagi
mampu menjaga warganya sendiri, dan negara berpihak pada kelompok
tertentu sambil mengorbankan kelompok yang lainnya, tidak ada pilihan
bagi warga selain upaya menyelamatkan diri sendiri.
Al Bayan: Apa sebenarnya yang telah terjadi di wilayah Jabal Muhsin dan Bab al Tibanah?
Syekh
Ahmad Abdulwahid gugur di tangan seorang aparat militer Syiah dengan
latar ideologi kebencian. Keberadaan aparat tersebut dalam militer untuk
memuluskan agenda sektarian atau partai tertentu. Besar kemungkinan dia
merupakan anggota shabiha rezim Suriah.
Kami
terus menuntut agar negara menjalankan fungsinya sebagai pengaman. Jabal
Muhsin secara de fakto berada di bawah pengaruh Suriah dan
terorganisir. Di era pendudukan Suriah terhadap kawasan tersebut, Suriah
membentuk satuan militer terhadap kelompok yang ada di sana di bawah
komando Ali Ied dan anaknya, Rafaat Ied. Satuan ini diberi nama “al Hizb
al Arabi al Dimuqrathi.” Anggota satuan ini dikenal disiplin. Banyak
dari mereka loyal dan fanatik kepada rezim Suriah. Afiliasi mereka ke
rezim Suriah, sebab mereka asalnya dari keluarga al Assad.
Di
sisi lain, Hizbullah melindungi mereka, bahkan tidak segan-segan
melakukan intervensi untuk itu. Banyak anggota Hisbullah yang datang ke
Jabal Muhsin bekerja sebagai penembak gelap dan supplier senjata.
Jabal
Muhsin merupakan kawasan kecil yang penduduknya juga sedikit, di tengah
mayoritas Sunni. Tapi dukungan politik dan militer yang didapatkannya
besar. Adapun peristiwa yang terjadi di Bab al Tibanah sifatnya
kasuistik.
Al Bayan: Kemana arah kebijakan Lebanon pada fase saat ini?
Atmosfir
politik Lebanon saat ini dalam kondisi panas. Lebanon sangan
terpengaruh dengan perkembangan yang terjadi di Suriah. Para politisi
dan pemikir yang ada berusaha keras agar dampak revolusi tidak
berpengaruh besar terhadap kondisi di sini.
Ahlus
Sunnah dan kelompok-kelompok yang cinta kebebasan berpihak pada rakyat
Suriah. Komprador Iran berusaha menekan aspirasi politik yang pro
revolusi Suriah. Mereka juga mendorong dengan sekuat tenaga yang mereka
miliki agar terjadi bentrok antara pihak Sunni dengan militer. Mereka
melakukan itu dengan tembakan-tembakan sporadis, penculikan pemuda dan
tuduhan teroris, serta pembunuhan pemimpin agama. Padahal tugas militer
sejatinya adalah melindungi rakyat. Tapi, Ahlus Sunnah tidak mau
terpancing.
Banyak hal lain yang kami pandang
sebagai upaya provokasi. Namun para pemimpin berusaha untuk menenangkan
suasana. Walau kami kahwatir suatu saat kondisi menjadi tidak terkendali
lagi.
Al Bayan: Apakah menurut anda senjata Palestina di kemah-kemah bisa buat kepentingan Ahlus Sunnah di Lebanon?
Eksistensi
Palestina di Lebanon telah berakhir pasca perang Nahr al Barid.
Peristiwa tersebut merupakan pesan implisit terhadap setiap tokoh
Palestina yang berpihak pada kepentingan bangsanya.
Kami telah bertemu dan berdiskusi dengan saudara-saudara di Hamas. Alhamdulillah bahwa mereka akhirnya mau meninggalkan Suriah.
Masalah
Palestina merupakan isu besar, sementara Hamas tidak punya tempat
permanen. Akibatnya, mereka sulit untuk mengambil sikap yang indipenden.
Keberadaan Hamas di Lebanon menjadikan mereka berada pada posisi yang
mudah ditekan, baik dari pihak Iran atau rezim Suriah. Dua yang disebut
terakhir bisa memanipulasi isu tersebut untuk pencitraan sebagai pembela
Palestina. Kondisi tersebut tentu merupakan kondisi yang menjadikan
Hamas terjepit. Sebab semua kelompok telah berlepas tangan dan menolak
untuk memberikan dukungan.
Wacana pelucutan
senjata Palestina adalah inisiatif pemerintahan yang lalu, saat terjadi
konflik antara faksi yang pro dengan yang kontra dengan rezim Suriah.
Wacana ini diangkat oleh pemerintahan al Hariri dan al Siniora, yaitu
untuk menarik senjata orang-orang Palestina, baik yang berpihak pada
Iran atau Suriah.
Faksi Fatah tidak punya
kekuatan yang signifikan di perkemahan utara dan al Biqa’, kecuali di
‘Ayn al Hulwah. Sehingga sasaran sebenarnya adalah senjata satuan-satuan
yang loyal kepada rezim Suriah. Wacana tersebut sarat muatan politis.
Lantaran itu, Hizbullah menolak karena menyangkut anggota-anggota mereka
yang berada di perkemahan.
Al Bayan: Apa dampak jatuhnya rezim Suriah terhadap Lebanon?
Jatuhnya
rezim Suriah adalah harapan yang kami tunggu-tunggu. Akan terjadi
perubahan radikal dalam hal stabilitas politik di Lebanon. Lebanon tidak
lagi menjadi sasaran masuknya senjata-senjata gelap dan objek tekanan
pihak luar.
Kelompok Ahlus Sunnah yang
mayoritas namun dikebiri dan dipinggirkan, akan mendapatkan keadilan.
Jatuhnya rezim juga akan merecovery kondisi politik, ekonomi, dan
keamanan.
Kondisinya, Lebanon tekepung. Di
bagian selatan ada Zionisme Israel, di utara dan timur ada Suriah,
sedangkan di barat adalah laut. Pihak-pihak itu bisa memblokir ekspor
dan pariwisata. Mereka bisa melakukan itu kapan saja politik di Lebanon
mengancam kepentingannya.
albayan.co.uk
No comments:
Post a Comment