Banyak dari kelompok/hizb yang menisbatkan dirinya kepada Islam
bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengaku bagian dari Sunniyah atau
ahlus sunnah, namun hal itu memerlukan lebih dari sekedar penisbatan
saja. Maka bagi mereka yang mengaku Ahlus Sunnah Wal Jama’ah haruslah
memiliki metode/manhaj para salaf itu sendiri yang tidak lain mereka itu
adalah induk dari pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Maka tak ada
harganya bila seseorang dengan keras mengaku Ahlu Sunnah (Sunniyah)
namun tidak diiringi oleh pemahaman para salaf. SUNGGUH TIDAK BERHARGA!!
Betapa pun pandainya seeokor burung Beo berbicara
Sungguh itu semua tidak berarti apa-apa
Saat ini ada sebagian orang dari hizb-hizb tersebut yang berani
menghujat seorang ulama bukan bertujuan untuk mengkoreksi kesalahannya,
namun hanya karena rasa DENGKI dan DENDAM pada hatinya ketika melihat
dakwah sang Imam menyebar luas dan disambut dengan baik oleh umat Islam
yang masih memiliki akal sehat, memiliki hati yang bersih dan masih
diberikan Hidayah oleh Allah –azza wajala-, serta dakwah sang Imam
menjelaskan kesesatan para Ruwaibidlah yang berlagak Alim dengan Al
Basyirah dan Al Bayan hingga mereka tak mampu berhujjah lagi. Hingga
kini timbullah rasa dengki dan dendam yang membabi buta sehingga
sirnalah akal sehat mereka itu dimakan egonya lantas menghalalkan segala
cara untuk membalas dendam, namun bagaimanapun juga hujjah kebathilan
itu lemah seperti sarang laba-laba. Hal ini tersirat dalam firman-Nya:?
“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang
batil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang
batil itu lenyap.” [Al-Anbiya’ : 18].
Salah satu Syubhat mereka anggap sebagai hujjah (intinya) adalah “Bahwa kakak sang Imam menulis buku bantahan kepada beliau dengan judul As Sawaiqul Illahiyyah fir Ar Raddi Ala Al Wahhabiyah (dalam judul India) tapi judul yang lebih tepat adalah “Fashlul Khitab fii Ar Raddi Ala Muhammad bin Abdul Wahhab”
sebab gelar wahhabiyyah saat itu belum dinisbatkan kepada beliau oleh
kaum Zindiq yang membenci dakwah beliau (terbukti bukan!? bagaimana
mereka sangat menaruh dendam hingga mengganti judul kitab tersebut).
Jawaban dari saya, “Memang betul Syaikh
Sulaiman bin Abdul Wahhab menulis bantahan kepadanya, namun hal ini
tidak membuktikan apa-apa, dan beliau (Syaikh Sulaiman) telah ruju’
kembali kepada manhaj salaf sejalan dengan sang Imam (Syaikh Muhammad)”.
Mengenai ruju’nya sang kakak dan taubatnya menuju manhaj salaf ini disebutkan oleh Ibnu Ghannam (Tarikh Nejed 1/143), Ibnu Bisyr (Unwan Majd hal. 25), Syaikh Mas’ud An Nadawi (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum 48-50), Syaikh Abdul Aziz bin Baaz (Ta’liq Syaikh Muhammadbin Abdul Wahhab hal. 95), Syaikh Ahmad bin Hajar Alu Abu Thami (Syaikh Muhammadbin Abdul Wahhab hal. 30), Syaikh Muhammad bin Sa’ad Asy Syuwa’ir (Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab Syaikh muftara ‘alaihi lihat majalah Buhuts Islamiyah edisi 60/1421H), Syaikh Nashir Abdul Karim Al Aql (Islamiyah la Wahhabiyah hal. 183), Syaikh Muhammad As Sakakir (Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab wa Manhajuhu fi Dakwah hal. 126), Syaikh Sulaiman bin Abdurrahman Al Huqail (Hayat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hal. 26. yang diberi kata pengantar oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh), dll.
Syaikh Sulaiman menulis bantahan tersebut ketika menjabat menjadi
qadli di Huraimila, disebabkan karena cemburu dan akhirnya diberi
hidayah oleh Allah I. Beliau bertemu dengan Syaikh Muhammad di Dar’iyah
tahun 1190 H. dan disambut baik oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab”.
Para musuh Tauhid sangat gembira dengan adanya kitab Syaikh Sulaiman
tersebut, namun mereka sangat malu untuk menyebut taubatnya Syaikh
Sulaiman (Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum hal. 48-50).
Baiklah…, kita anggap beliau (Syaikh Sulaiman) tidak ruju’
kepada pemahaman sang adik (Syaikh Muhammad), lantas apakah dengan
adanya sebuah bantahan dari sang kakak menjadikan dia seorang yang
sesat!? Sungguh itu hal yang sangat lucu bagi kaum yang masih dapat berfikir, apalagi bantahan tersebut tidak membuktikan kesalahan sang Imam.
Sebuah hadits menyatakan:
“Barang siapa yang amalnya lambat, maka nasabnya tidak dapat mempercepatnya”
( Muslim 2699)
Al Hafizh Ibnu Rajab berkata: Maksud hadits diatas adalah amal
perbuatanlah yang menghantarkan seorang hamba ke akhirat, sesuai dengan
firman Allah: Dan tiap-tiap orang akan memperoleh derajat dengan apa yang dikerjakannya…. (Al An’am:132)
Maka barang siapa yang amalnya tidak menghantarkan ke derajat yang
tinggi di sisi Allah maka Nasabnya tidak bisa menolongnya….. (Jami’ul Ulum wal Hikam 2/308-310)
Ayat diatas menjelaskan tentang hubungan nasab tidak berpengaruh
terhadap derajat seseorang dihadapan Allah I. Sebagai perbandingan yang
sangat besar adalah Rasulullah r , “bahwa dakwah Rasulullah r selalu
ditentang oleh kerabat-kerabatnya sendiri seperti Abu Thalib, Abu Jahl,
Abu Shofyan (sebelum Islam), lantas apakah ini membuktikan dakwah
Rasulullah adalah dakwah yang bathil????
Sungguh akan menjadi seorang yang kafir bagi seseorang yang berkata “dakwah Rasulullah r adalah bathil karena ditentang oleh kerabat-kerabat dekatnya”.
Hujjah mereka seperti sarang laba-laba yang rapuh
disebabkan hati yang telah diselimuti dukhan aswad (kabut hitam)
ditambah dengan emosi yang membara maka akan menghilangkan niat mencari
kebenaran, yang timbul hanyalah rasa dendam yang menghalalkan segala
cara yang tidak adil dan menghilangkan amanat ilmiyah, sungguh nista
apabila ada yang menzhalimi seorang muslim seperti itu apalagi kepada
seorang Alim, ingat yaa akhi…
Artinya: “Barangsiapa berbicara tentang seorang mukmin apa yang
tidak ada padanya, niscaya Allah tempatkan dia di dalam lumpur racun
penghuni neraka sampai dia keluar dari apa yang telah dia ucapkan, dan
dia tidaklah akan keluar!” [HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Baihaqi, dari
Ibnu Umar, di shahihkan Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi di dalam Ru’yah
Waqi’iyyah hal: 84]
Lihat hai kaum yang oleh Allah dikaruniai akal sehat,
jadi sebuah bantahan dari kakak sang imam ini tidak membuktikan
apa-apa. Demikian juga kepada bantahan lainnya yang tertuju kepada
manhaj yang haq ini harus ditimbang dengan Al Qur’an dan As Sunnah
sesuai dengan pemahaman para salafus shalih, bila syarat ini telah
terpenuhi maka tak ada celah lagi bagi kami untuk tidak ruju’ kepada
kebenaran yang dibawa.
Yang saya heran dari para pembela bid’ah ini adalah
“mereka selalu gembira bila ada yang merendahkan dan mencela para
pembela Sunnah ini tanpa mau bersusah-susah menteliti dengan seksama”.
Saya kuatir mereka seperti apa yang disebutkan oleh Imam Asy Syatibi dalam kitab Al I’tisham
“para pengekor hawa nafsu dari kalangan ahli bid’ah selalu gembira bila
ada suatu dalil yang mendukung bid’ahnya, lantas mereka mengangkat
dalil tersebut dan memalingkan maknanya agar sesuai dengan apa yang
diinginkan”
Seandainya kita anggap kritikan Syaikh Sulaiman Al Wahhab ini
terdapat kebenaran di dalamnya, maka tidak akan ada cela sedikitpun
kepada manhaj salaf yang mulia ini, Dimana sang Imam hanyalah salah satu
Ulama yang dapat tersalah dan kami akan tinggalkan pendapatnya yang
keliru dan beliau tetap mendapat satu pahala atas ijtihadnya, namun
berbeda bagi seseorang yang tidak menempuh manhaj salaf, bila ijtihadnya
betul maka akan tetap mendapat dosa karena itu hanyalah kebetulan
belaka tidak melalui jalur yang benar.
Namun sangat berbeda dengan para pengekor hawa
nafsu, bila ada yang mengkritik tokoh mereka, maka mereka dengan
serampangan dan emosi membantah kritikan tersebut dengan akalnya yang dlaif
tanpa mau menimbangnya dengan Al Qur’an dan As Sunnah ala Fahmis Salaf.
Bahkan tidak sedikit tokoh mereka telah terbukti kesesatan dan
pendapatnya, namun mereka tetap mengekor dengan teguh terhadap
kesalahannya tersebut… TANYA KENAPA???????
Daud Al Ayyub
blumewahabi.wordpress.com
No comments:
Post a Comment