Friday, July 29, 2011

Fenomena Pengeboman, Buah Pemikiran Khawarij

Sabtu, 11 September 2004 08:17:57 WIB

Oleh
Lembaga Ulama Besar Saudi Arabia



Muqadimmah
Pengeboman, yang marak akhir-akhir ini, diyakini sebagai suatu alat perjuangan kelompok tertentu, baik muslim atau non muslim. Hanya saja yang dilakukan oleh segelintir orang dari kalangan muslim nampak lebih menonjol sehingga banyak disorot. Timbul pertanyaan, apakah aksi ini memiliki dasar syar’i atau semata-mata salah interpretasi (penafsiran) terhadap nash (dalil) syar’i, yang tentunya berdampak buruk. Berikut fatwa dari Lembaga Ulama Besar Saudi Arabia, berkenan dengan pengeboman di Riyadh, ibu kota Saudi Arabia. Pengambilan peristiwa ini sebagai contoh, karena sebelumnya pernah terjadi peristiwa serupa di Indonesia.

Telah terbit penjelasan dari Hai’ah Kibarul Ulama (Lembaga Ulama Besar Saudi Arabia) seputar beberapa peristiwa pengeboman yang terjadi di kota Riyadh belakangan ini. Berikut teks penjelasannya :
____________________________________


Majelis Hai’ah Kibarul Ulama dalam pertemuan khususnya yang diselenggarakan di kota Riyadh pada hari rabu 13/3/1424H telah membahas peristiwa-peritiwa pengeboman yang terjadi di Riyadh Senin 11/3/1424H yang mengakibatkan pembunuhan, penghancuran, keresahan dan musibah-musibah yang menimpa mayoritas kaum muslimin dan non muslim.

Perlu diketahui bahwa syari’at Islam datang untuk menjaga 5 pokok yang amat mendasar serta mengharamkan untuk diterjang yaitu : Agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal.

Tiada perselisihan diantara kaum muslimin tentang haramnya menganiaya jiwa orang yang terjaga dalam agama Islam baik seorang muslim sehingga tidak boleh dianiaya dan dibunuh tanpa alasan yang benar. Barangsiapa melanggarnya, niscaya dia memikul dosa besar. Allah berfirman.

“Artinya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya” [An-Nisa’ : 93]

“Artinya : Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa : barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain (hukum qishas) atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” [1] [Al-Maidah : 32]

Mujahid Rahimahullah berkata : “ ….Ayat ini menunjukkan betapa besarnya (dosa) membunuh jiwa tanpa alasan yang benar”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Tidak halal darah seseorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah kecuali (karena) tiga perkara : jiwa dengan jiwa, pezina yang sudah menikah dan orang yang keluar dari agama Islam, meninggalkan jama’ah” [Muttafaqun ‘alaihi dan ini lafadh Bukhari]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.

“Artinya : Aku diperintah (Allah) untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah mengerjakan (semua) itu maka terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka adalah atas Allah” [Muttafaqun ‘alaihi dan hadits Ibnu Umar]

Dalam sunan Nasa’i dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sungguh hancurnya dunia itu lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim”

Suatu hari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah melihat baitullah atau ka’bah lalu ia berkata : “Alangkah besarnya kehormatanmu ! Namun orang mukmin masih lebih besar kehormatannya di sisi Allah dari padamu”

Semua dalil-dalil ini dan masih banyak lainnya lagi menunjukkan betapa besar kehormatan darah seorang muslim. Maka haram membunuhnya dengan sebab apapun kecuali apa yang telah dijelaskan oleh nash-nash syar’i. Karena itulah, maka tidak halal bagi seseorang untuk menganiaya seorang muslim tanpa alasan yang dibenarkan agama.

Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kami (menghadapi) Bani Huraqah, maka kami datang (menyerang) kaum tersebut pagi hari. Kamipun berhasil mengalahkan mereka. Saya dan seorang Anshar menyusul (mengejar) seorang diantara mereka [2]. Tatkala kami telah berhasil mencapainya, ia berucap : “Laa Ilaaha Illallaah”. Temanku orang Anshar menahan dirinya (dari membunuhnya), sementara aku menikamkan tombakku sehingga orang itu terbunuh olehku. Ketika kami datang (ke Madinah) berita itu sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda : “Wahai Usamah, apakah engkau membunuhnya setelah dia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah?” Aku menjawab. “Orang itu hanya mencari perlindungan saja” (pura-pura mengucapkan kalimat tauhid). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengulangi pertanyaan tadi sehingga aku berangan-angan sekiranya aku belum masuk Islam kecuali pada hari itu” [Hadits Riwayat Bukhari 4269, 6872, dan Muslim 273,274 dan ini lafadz Bukhari]

Hadits ini menunjukkan secara gamblang tentang kehormatan darah seorang muslim. Perhatikanlah kisah ini, kaum muslimin dalam kancah peperangan. Tatkala mereka dapat mengejar musuhnya dan berkesempatan untuk menyudahinya, kemudian laki-laki musyrik itu mengucapkan kalimat tauhid dan Usamah membunuhnya karena menurut persangkaannya orang musyrik tersebut mengucapkan kalimat tauhid tidak lain hanya untuk menyelamatkan dirinya. Sekalipun kondisi dan alasan tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menerima alasan Usamah. Semua ini menunjukkan secara jelas betapa besar kehormatan darah kaum muslimin dan betapa besar dosa pelanggarnya. Sebagaimana darah seorang muslim itu haram ditumpahkan, maka begitu pula hartanya adalah haram diambil dan terjaga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya darahmu, dan hartamu adalah haram bagimu, seperti haramnya harimu ini, dalam bulanmu ini, dalam negerimu ini” [Hadits Riwayat Muslim]

Dan ucapan ini, beliau sampaikan ketika berkhutbah pada hari Arafah. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula seperti hadits ini pada khutbah hari nahr (Qurban/Iedul Adha).

Berdasarkan keterangan di muka maka telah jelas keharaman membunuh jiwa yang dilindungi tanpa alasan yang benar.

Dan termasuk jiwa yang dilindungi dalam Islam ialah … jiwa-jiwa yang terikat perjanjian dan ahli dzimmah[3] dan orang-orang yang meminta perlindungan (keamanan).

Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhu beliau bersabda.

“Artinya : Barangsiapa membunuh seorang mu’ahid (orang kafir yang ada dalam ikatan perjanjian, -pent), maka ia tidak akan mencium bau syurga, padahal baunya itu bisa dirasakan (dari jarak) sejauh 40 tahun (lama) perjalanan” [Hadits Riwayat Bukhari]

Seorang yang dimasukkan oleh waliyul amri (penguasa) muslim –ke dalam negerinya- dengan ikatan perjanjian kemanan, maka jiwa dan hartanya itu dilindungi (terjaga), tidak boleh diganggu. Barangsiapa membunuhnya maka sungguh ia sebagaimana disabdakan oleh Nabi “tidak akan mencium bau syurga”. Ini merupakan ancaman keras bagi orang yang menyerang mu’ahidin. Dan sudah dimaklumi bahwasanya ahlul Islam jaminan mereka adalah satu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Orang-orang mukmin sama (setara) darah-darah mereka, dan orang yang terendah berusaha mananggung mereka”

Ketika Ummu Hani memberikan perlindungan kepada seorang musyrik pada peperangan Fathu Makkah, dan Ali bin Abi Thalib hendak membunuhnya, maka ia (Ummu Hani) pergi menemui Nabi dan menceritakannya, maka Nabi bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya kami melindungi orang yang engkau beri perlindungan wahai Ummu Hani” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Maksudnya bahwa orang yang masuk dalam suatu perlindungan keamanan atau terikat perjanjian dengan waliyul amri karena suatu kemaslahatan yang ia pandang, maka ia tidak boleh diganggu dan dianiaya baik dairi maupun hartanya.

Jika hal ini telah jelas maka sesungguhnhya apa yang terjadi di kota Riyadh, adanya peristiwa pengeboman adalah perkara yang tidak dibenarkan oleh agama Islam, dan pengharamannya itu datang dari berbagai sisi.

[1]. Perbuatan ini merupakan pendzaliman terhadap kehormatan negeri kaum muslimin, dan menimbulkan ketakutan (keresahan) bagi orang-orang yang merasakan aman di dalamnya.
[2]. Merupakan pembunuhan terhadap jiwa yang terjaga dalam syari’at Islam
[3]. Membuat kerusakan di muka bumi.
[4]. Perusakan harta benda yang dilindungi.

Dan Majlis Hai’ah Kibarul Ulama ketika menjelaskan hukum perkara ini (menganjurkan) agar kaum muslimin menjaga diri agar tidak terjerumus kedalam keharaman yang membinasakan, dan memperingatkan mereka dari tipu daya setan, karena ia selalu menyertai seorang hamba sehingga menjerumuskannya dalam kehancuran, bisa dengan cara ghuluw (ekstrim), atau bersikap keras dalam beragama –semoga Allah melindungi kita-. Setan tidak peduli dengan cara yang mana diantara keduanya itu bisa memperdaya seorang hamba, karena kedua cara itu ; ghuluw dan sikap kasar/keras termasuk dari jalan-jalan setan yang akan menjerumuskan pelakunya ke dalam murka Allah dan siksaNya.

Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang menempuh perbuatan ini, yakni bunuh diri dengan bom maka ini tercakup dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa bunuh diri dengan menggunakan sesuatu di dunia, maka ia akan diadzab dengannya pada hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Abu ‘Awanah dalam Mustakhrajnya dari hadits Tsabit bin Ad-Dhahhaak Radhiyallahu ‘anhu]

Dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa bunuh diri dengan memakai sepotong besi, maka potongan besinya itu ada di tangannya, ia akan memukuli perutnya dengan besi itu dalam neraka jahannam, kekal abadi didalamnya selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan minum racun, niscaya ia menghirupnya di neraka jahannam kekal didalamnya selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gunung, maka kelak ia akan jatuh ke dalam neraka jahannam kekal di dalamnya selama-lamanya.”

Di dalam shahih Bukhari juga terdapat seperti hadits ini.

Kemudian hendaklah semuanya mengetahui bahwa umat Islam pada hari ini menderita (malapetaka) karena penguasaan musuh atas mereka dari berbagai sisi. Sedang musuh-musuh itu bergembira dengan tersedianya sarana melegalkan mereka untuk menguasai kaum muslimin, merendahkan (martabat) mereka dan mengeruk kekayaan mereka. Maka barangsiapa yang membantu musuh-musuh Islam dalam (merealisasikan) tujuan mereka, dan membuka pelabuhan (pangkalan) bagi mereka untuk menindas kaum muslimin dan negeri Islam, maka berarti sungguh ia telah menolong (musuh) untuk melecehkan kaum muslimin dan menguasai negeri mereka. Ini adalah termasuk dosa paling besar.

Sebagaimana wajib adanya perhatian terhadap ilmu sya’i yang diambil dari Kitab dan Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah, yang mana hal itu (dapat ditempuh) dalam sekolahan, perguruan tinggi, masjid-masjid, dan sarana informasi. Sebagaimana wajib pula untuk memperhatikan urusan amar ma’ruf dan nahi munkar dan saling menasehati dalam perkara yang hak. Sesungguhnya kebutuhan bahkan keharusan menyeru manusia (agar kembali kepada agamanya dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar) pada saat sekarang lebih besar daripada waktu yang telah lewat, dan wajib bagi para pemuda muslim berbaik sangka kepada ulama mereka dan mengambil (ilmu dan fatwa) dari mereka, dan hendaklah mereka mengetahui bahwa termasuk sebagian dari apa yang diusahakan oleh musuh-musuh agama ini ialah menumbuhkan benih perselisihan antara pemuda Islam dengan ulamanya, dan antara mereka dengan pemerintahnya, hingga kekuatan mereka melemah, sehingga mudah (bagi musuh) menguasai mereka, maka wajib untuk mewaspadai hal ini.

Mudah-mudahan Allah menjaga kita semuanya dari tipu daya musuh, dan wajib bagi kaum muslimin bertaqwa kepada Allah baik secara sembunyi maupun terang-terangan, dan bertaubat dengan jujur dan sebenar-benarnya dari segala dosa. Karena sesungguhnya tiada turun satu bencana melainkan disebabkan dosa (yang diperbuat hamba) dan tiadalah malapetaka itu akan hilang melainkan dengan adanya taubat. Kami memohon kepada Allah semoga Dia memperbaiki keadaan kaum muslimin, dan menjauhkan negeri kaum muslimin dari segenap keburukan dan perkara yang dibenci. Semoga shalawat dan salam diberikan Allah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para shahabatnya.

Hai’ah Kibarul Ulama
Ketua Majelis :
[1] Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Ali Syaikh
[2] Shalih bin Muhammad Al-Luhaidan
[3] Abdullah bin Sulaiman Al-Mani’
[4] Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghadiyan
[5] Dr Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
[6] Hasan bin Ja’far Al-Atami
[7] Muhammad bin Abdullah As-Subail
[8] Dr Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Ali Syaikh
[9] Muhammad bin Sulaiman Al-Badr
[10] Dr Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki
[11] Muhammad bin Zaid Ali Sulaiman
[12] Dr Bakr bin Abdullah Abu Zaid (tidak hadir sakit)
[13] Dr Abdul Wahhab bin Ibrahim Abu Sulaiman (tidak hadir)
[14] Dr Shalih bin Abdullah bin Humaid
[15] Dr Ahmad bin Ali Sir Al-Mubariki
[16] Dr Abdullah bin Ali Ar-Rukban
[17] Dr Abdullah bin Muhammad Al-Muthlaq

[Diterjemahkan oleh Ibnu Ahmad dari Majalah Ad-Da’wah volume 1893, 21 Rabi’ul Awwal 1424H/22 Mei 2003M hal. 32-33, Disalin ulang dari Majalah Al-Furqon edisi 1/Th III/Sya’ban 1424 hal. 38-41]
_________
Foote Note.
[1] Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya.
[2] Namanya Mirdas bin Amr Al-Fidaki. Lihat Fathul Bari (12/240) oleh Ibnu Hajar.
[3] Ahli Dzimmah ialah orang-orang bukan Islam yang berada di bawah perlindungan pemerintah Islam.
http://almanhaj.or.id/content/1018/slash/0

Artikel Terkait: