Orang-orang
biasa menuduh “wahabi” kepada setiap orang yang melanggar tradisi,
kepercayaan dan bid’ah mereka, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka
itu rusak, bertentangan dengan Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadits
shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdo’a
(memohon) hanya kepada Allah semata.
Suatu
kali, di depan seorang syaikh, penulis membacakan hadits riwayat Ibnu
Abbas yang terdapat dalam kitab Al-Arba’in An-Nawawiyah. Hadits itu
berbunyi: “Jika engkau memohon
maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka
mintalah pertolongan kepa-da Allah.” (HR. At-Tirmidzi) 11.1
Musuh-musuh
tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan
Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab, Jika mereka jujur,
mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya yaitu
Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi
sebagai nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu
dari nama-nama Allah yang paling baik (Asmaa’ul Husnaa).
Jika shufi
menisbatkan namanya kepada jama’ah yang memakai shuf (kain wol) maka
sesungguhnya wahabi menisbatkan diri mereka dengan Al-Wahhab (Yang Maha
Pemberi), yaitu Allah yang memberi-kan tauhid dan meneguhkannya untuk
berdakwah kepada tauhid.Beliau dilahirkan di kota
‘Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur’an sebelum berusia
sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar
hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama di
kota
Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
Perasaan
beliau ter-sentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya
Nejed de-ngan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa
kesyirikan, khurafat dan bid’ah. Demikian juga soal menyucikan dan
mengkultus-kan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam
yang benar. Ia mendengar
banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar.
Mereka berkata, “Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku
menginginkan suami sebelum setahun ini.”
Di Hejaz, ia
melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi (ahlul bait),
serta kuburan Rasulullah , hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan
kecuali hanya kepada Allah semata.
Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah , serta berdo’a (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur’an dan sabda Rasulullah . Al-Qur’an menegaskan: “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguh-nya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.” (Yunus: 106) Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas: “Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika eng-kau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi) 11.2
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo’a (memohon) kepada Allah Azza Wa Jalla semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah Azza Wa Jalla.
Para ahli bid’ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah. Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah Azza Wa Jalla berfirman: “Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5)
Musuh-musuh syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan
menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka
bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dak-wahnya terputus
dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Azza Wa Jalla menjaganya dan
memberinya penolong, sehingga dakwah tauhid terbesar luas di
Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.
Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.
Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya mereka mengatakan, dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima, padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah serta tidak bershalawat atasnya. Mereka anti bacaan shalawat. Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab telah menulis kitab “Mukhtashar Siiratur Rasuul”. Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada Rasulullah. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat.
Seandainya
mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran,
niscaya mereka akan menemukan Al-Qur’an, hadits dan ucapan sahabat
sebagai rujukannya. Seseorang
yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah
seorang ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari
ajaran wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah
kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia
hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab
tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa
penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab. Tanduk Syetan Dari NejedYa
Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri
Yaman. Mereka berkata, ‘Dan di negeri Nejed.’ Rasulullah berkata, ‘Di
sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana
(tempat) munculnya para pengikut setan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar Al-’Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al-Husain bin Ali radhiallaahu anhu dibunuh. Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi di Iraq. Bahkan sebaliknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah Azza Wa Jalla menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para rasul.
Bahwa
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah se-orang mujaddid
(pembaharu) abad dua belas Hijriyah. Mereka menu-lis buku-buku tentang
beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah
Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang Tokoh-tokoh Sejarah”,
di antara mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin
‘Irfan. Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, akidah tauhid sampai ke
India dan negeri-negeri lainnya melalui jama’ah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di
kota Makkah.
Karena itu, kompeni Inggris yang menjajah
India
ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi akidah
tauhid tersebut. Hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa akidah
tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka. Selanjutnya
mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah agar mencemarkan nama baik
dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang
menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan
sebagai padanan dari tukang bid’ah, sehingga memalingkan umat Islam dari
akidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdo’a hanya semata-mata
kepada Allah Subahanahu wa ta’ala.
Orang-orang bodoh itu tidak
mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (yang Maha
Pemberi), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik
(Asma’ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikannya
masuk Surga. Wallaahu a’lam
blumewahabi.wordpress.com
jooss infonya...
ReplyDeletememang demikian adanya...terimakasih atas infonya..jazakalloh khoir...
ReplyDelete