Sesunguhnya salah satu potret besar masalah bangsa Indonesia selain
masalah kesehatan adalah masalah pendidikan. Kalimat bahwa “setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan” seperti tercantum dalam pasal 31
UUD 1945 sepertinya hanya berupa hiasan di atas kertas. Lihatlah,
ketimpangan pendidikan yang terpampang telanjang, hadir berdampingan
dengan “kaum borjuis” yang memamerkan kekayaannya tanpa rasa
kepedulian.
Janji pemerintah untuk memberikan pendidikan gratis pun sepertinya hanya
berupa “janji pemilu”. Faktanya, biaya pendidikan justru semakin mahal,
pungutan liar pun masih marak jelang penerimaan murid baru. Anehnya,
sekolah-sekolah negeri pun tanpa malu-malu berlomba-lomba untuk bisa
menarik dana dari orang tua murid dengan mendirikan RSBI. Akibatnya,
pendidikan berkualitas pun sepertinya hanya milik beberapa gelintir
orang “borjuis” saja. Si miskin sepertinya tidak lagi berhak untuk
menikmati pendidikan bermutu.
Kesenjangan tersebut merupakan potret nyata kegagalan pemerintah dalam
mengelola pendidikan. Pengelola pendidikan di negeri ini telah
kehilangan kepedulian dan cita-cita “keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” sebagaimana di amanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Belajar Mengelola Pendidikan dari Arab Saudi
Sudah sepantasnya pemerintah mau belajar dari negara lain dalam
mengelola pendidikan. Belajar dari negara maju seperti Norwegia dan
Finlandia rasanya terlalu sulit dan berat. Jika tidak malu, mari kita
bisa belajar dari Arab Saudi.
Di bawah kendali Raja Abdullah, dunia pendidikan di Arab Saudi mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Pemerintah Arab Saudi menggratiskan seluruh
biaya pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Untuk sekolah-sekolah khusus seperti sekolah penghafal Al-Qur’an
pemerintah Arab Saudi memberikan tunjangan yang bervariasi tergantung
pada tingkatannya. Khusus untuk mahasiswa, baik S1, S2 maupun S3 mereka
mendapat tunjangan bulanan sebesar 900 SR. Tunjangan ini tidak hanya
diberikan kepada mahasiswa asli Saudi tapi juga diberikan kepada seluruh
mahasiswa asing yang kuliah di Arab Saudi. Jumlah tunjangannya pun sama
900 SR/bulan seperti terlihat pada gambar di bawah, bukan 2000
SR/bulan, seperti yang pernah disampaikan oleh seorang kompasianer.
Revolusi Timur Tengah, Saudisasi dan Brain Drain
Pada saat badai revolusi menghantam timur tengah, untuk meredam aksi
demonstrasi di Arab Saudi, tunjangan mahasiswa diusulkan naik menjadi
1000 SR/bulan. Namun Raja Abdullah memilih kebijakan lain yang lebih
luas manfaatnya untuk jangka panjang dan demi pemerataan pendidikan di
seluruh wilayah Arab Saudi. Di bandingkan dengan menaikkan tunjangan
mahasiswa dari 900 SR menjadi 1000 SR per bulan, Raja Abdullah lebih
memilih mendidirikan universitas-universitas baru di seluruh provinsi di
Arab Saudi dan berusaha mencegah terjadinya brain drain.
Dengan mendirikan universitas-universitas baru diseluruh wilayah Arab
Saudi maka kesempatan untuk menjadi mahasiswa pun semakin terbuka luas
bagi para lulusan SMA. Lapangan kerja untuk pengelola universitas pun
terbuka lebar. Untuk mengisi posisi-posisi sebagai dosen dan peneliti,
Raja Abdullah pun memanggil pulang putra-putri terbaik Arab Saudi yang
tersebar luas di berbagai negara di Eropa dan Amerika.
Langkah ini dilakukan untuk mencegah pelarian para intelektual muda Arab
Saudi ke Eropa atau Amerika. Raja Abdullah berharap, brain drain yang
banyak terjadi di negara-negara seperti Cina, Mesir, India dan Indonesia
tidak terjadi di Arab Saudi. Karenanya langkah reformasi bidang
pendidikan dan pendirian universitas-universitas baru dan lembaga riset
bertaraf internasional adalah salah satu langkah strategis Raja Abdullah
untuk mencegah brain drain. Para intelektual muda Arab Saudi hasil
didikan luar negeri tersebut diberi posisi penting dan strategis untuk
bersama bahu membahu membangun Arab Saudi.
Selain mendirikan universitas-universitas baru, pemerintah juga gencar
menghidupkan kembali program Saudisasi yang sempat tertunda. Program
Saudisasi adalah program untuk mengganti semua tenaga kerja asing
profesional dengan orang Saudi. Untuk mensukseskan program Saudisasi,
kementrian pendidikan mewajibkan semua universitas di Saudi untuk
menyelenggarakan program persiapan studi selama 1 tahun (kalo di
Indonesia semacam tingkap persiapan bersama nya di ITB dan IPB). Dalam
masa 1 tahun persiapan tersebut mata kuliah yang diajarkan di fokuskan
pada penguasaan Bahasa Inggris, Matematika dan Teknik Informatika.
Keberhasilan program Saudisasi tentu akan memperluas lapangan kerja bagi
warga Saudi.
Buah Reformasi Pendidikan Raja Abdullah
Pada tahun 2005 tidak ada satu pun universitas di Arab Saudi yang masuk
dalam ranking universitas dunia. Tapi ditahun 2011 ini, beberapa
universitas terkemuka di Arab Saudi seperti King Saud University, King
Abdulaziz University, dan King Fahad University sudah masuk dalam
jajaran universitas elit dunia mengalahkan seluruh universitas di
Indonesia. KAUST, universitas yang belum lama didirikan oleh Raja
Abdullah juga sudah siap mensejajarkan diri dengan
universitas-universitas elit di dunia. Di lengkapi dengan berbagai
fasilitas canggih dan modern, KAUST siap menjadi universitas riset
terbaik di dunia Islam. Hal ini tentu tidak lepas dari langkah
pembaharuan di bidang pendidikan oleh Raja Abdullah. Melalui anggaran
pendidikan yang kira-kira mencapai 27% dari total anggaran belanja Arab
Saudi, Raja Abdullah memberikan beasiswa kepada pemuda-pemudi terbaik
Arab Saudi untuk belajar ke luar negeri baik ke Barat maupun ke Timur.
Amerika, Inggris, Australia, Jepang dan Malaysia adalah negara-negara
tujuan pemuda-pemudi Saudi untuk menuntut ilmu.
Selain mengirimkan mahasiswa, Raja Abdullah juga mengirimkan guru dan
dosen ke Amerika untuk belajar sains dan manajemen. Disamping program
mengirimkan para pemuda dan pengajarnya ke luar negeri, Raja Abdullah
juga mengundang ilmuwan-ilmuwan dunia untuk berkiprah dan
berpartisipasi dalam membangun sumber daya manusia di Arab Saudi. Lebih
dari 15 ilmuwan peraih nobel dari berbagai bidang disiplin ilmu telah
didatangkan dan dikontrak secara khusus oleh universitas-universitas di
Arab Saudi untuk transfer ilmu pengetahuan. Selain itu program
visiting professor dan postdoctoral juga mampu mewarnai dan
mengakselerasi kemajuan dunia pendidikan di Arab Saudi.
Professor-professor dari berbagai universitas elit di dunia didatangkan
untuk bersama-sama merubah potret buram SDM Arab Saudi.
Pendidikan adalah Kunci Kemajuan Sebuah Bangsa
Rupanya, Raja Abdullah sangat sadar, bahwa SDM adalah kunci dan faktor
penting menuju kejayaan sebuah bangsa. Tidak cukup dengan hanya
mengandalkan kekayaan SDA. Kekayaan alam suatu saat bisa habis. Tapi
dengan SDM yang berkualitas negara tersebut bisa tetap eksis dan mampu
memberikan kesejahteraan. Jepang telah membuktikan dengan SDA yang
terbatas tapi SDM yang berkualitas, Jepang mampu menjadi raksasa ekonomi
dunia dan tampil menjadi bangsa yang unggul di segala bidang.
Selain dari Raja Abdullah kita pun bisa belajar dari sejarah
kebangkitan Jepang. Setelah hancur lebur akibat kalah perang dunia,
kaisar Jepang bertanya,”berapa jumlah guru yang tersisa?”. Kaisar tidak
bertanya tentang sisa panglima, tapi justru bertanya tentang guru karena
yakin lewat pendidikan sebuah bangsa bisa bangkit dan maju. Terbukti,
dengan kerja keras para guru yang masih tersisa tersebut Jepang mampu
bangkit dari keterpurukan dan kembali memimpin dunia melalui SDM yang
berkualitas.
Di akhir tulisan ini saya berharap, semoga pemerintah Indonesia mau
belajar dari Raja Abdullah bagaimana menglola pendidikan untuk
rakyatnya. Jika Raja Abdullah mampu mencegah terjadinya brain drain,
tentu Indonesia juga bisa. Jika Raja Abdullah mampu memberikan
pendidikan gratis dan bermutu kepada rakyatnya, tentu pemerintah
Indonesia juga bisa. Bukankah pendidikan gratis dan bermutu adalah hak
setiap warga negara?
kompasiana.com/KenHirai
No comments:
Post a Comment