Tentu kita semua tidak asing dengan surat al Fatihah, surat yang
selalu diulang bacaannya dalam sholat. Surat yang mana dibuka dengannya
al Qur’an sehingga seorang yang membaca atau belajar al Qur’an selalu
memulai darinya. Kalau kita pelajari dengan seksama surat al Fatihah
maka kita akan dapati surat ini penuh dengan petunjuk (irsyad) kepada permurnian tauhid.
Diantara petunjuk didalam surat al Fatihah yang mengarahkan kepada pemurnian tauhid adalah:
Pertama, firman Allah ta’ala,
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS Al Fatihah: 1)
Para ulama telah menjelaskan bahwa bacaan basmallah “بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ “ berhubungan dengan kalimat setelahnya yang diakhirkan (Contoh: Bismillahirrahmanirrahim, saya membaca). Faedah bacaan basmallah dikedepankan adalah untuk pengkhususan (ikhtishosh). Bahwa hanya dengan nama Allah semata bukan dengan nama selainnya kita mengerjakan sesuatu ( seperti membaca, bekerja, dll). Dalam hal ini tidak samar lagi adannya petunjuk untuk memurnikan tauhid.
Kedua, firman Allah ta’ala,
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al Fatihah: 2)
Alif dan lam dalam lafadz “الْحَمْدُ” mengandung faedah keseluruhan (istighraaq), sehingga maknanya kurang lebih “Seluruh atau segala puji bagi Allah”. Huruf lam dalam lafadz “للّهِ” mengandung faedah pengkhususan (ikhtishosh), sehingga maknanya “Segala puji khusus bagi Allah semata”. Konsekuensi dari makna diatas adalah bahwasanya tidak ada pujian sempurna (hamd) bagi selain Allah. Makna Al Hamd adalah pujian dengan lisan atas keindahan/kebaikan dengan tujuan untuk mengagungkan. Tidak ada pujian kecuali bagiNya, tidak ada keindahan kecuali dariNya, tidak ada pengagungan kecuali bagiNya. Hal ini tidak lain adalah bentuk pemurnian tauhid kepadaNya.
Ketiga, diantara petunjuk permurnian tauhid yang terkandung dalam surat al Fatihah adalah firman Allah ta’ala,
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Yang menguasai di Hari Pembalasan. (QS Al Fatihah: 4)
Dalam qira’at yang lainnya dibaca “مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ” yang artinya “Raja Hari Pembalasan”. Konsekuensi bahwa Dia yang menguasai (maalik) hari pembalasan
adalah tidak ada kekuasaan bagi selainNya pada hari itu. Tidak ada yang
berjalan atau terjadi kecuali atas pengaturanNya. Bukan pengaturan dari
salah seorang makhluqNya baik dari kalangan para Nabi yang diutus,
malaikat yang mulia, maupun hambaNya yang shalih. Adapun makna Dia ta’ala raja (malik) hari pembalasan
memiliki konsekuensi bahwa segala perintah dan hukum adalah milikNya.
Tidak ada yang dapat memerintah atau membuat hukum disisiNya.
Sebagaimana raja-raja di dunia, tidak ada seorang pun yang dapat
memerintah/mengatur disisi mereka – bagi Allah sebaik-baik permisalan-.
Allah berfirman,
وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ. ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ. يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِّنَفْسٍ شَيْئاً وَالْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ
Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu
apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak
berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada
hari itu dalam kekuasaan Allah. (QS Al Infithaar: 17-19)
Keempat dan kelima, firman Allah ta’ala,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (QS Al Fatihah: 5)
Para ulama telah menegaskan bahwa didahulukannya kata ganti objek
“إِيَّاكَ ” pada kalimat “إِيَّاكَ نَعْبُدُ ” berfaedah pengkhususan (ikhtishosh). Ibadah
hanya untuk Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya di dalamnya dan
tidak ada yang berhak diibadahi kecuali hanya Dia semata. Diantara
bentuk ibadah adalah istigotsah, do’a, pengangungan, kurban, dan
selainnya. Semua ibadah tersebut hanya boleh ditujukan untuk Allah
semata. Begitu juga dengan kalimat “وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ”
didahulukannya objek berfaedah pengkhususan. Tidak sekutu baginya di dalam menolong (isti’anah) pada hal-hal yang selainnya tidak mampu untuk melakukannya.
Inilah lima (5) tempat dalam surat al Fatihah yang keseluruhannya
menunjukkan pemurnian tauhid. Surat al fatihah yang tidak lain hanya
tujuh ayat mengandung demikian banyak pelajaran berharga tentang tauhid,
lalu bagaimana menurut Anda dengan al Qur’an secara keseluruhan?
Wabillahittaufiq.
Disarikan dan diterjemahkan dari Ad Durru An Nadhiid fi Ikhlaashi Kalimati At Tauhid, karya Imam Syaukani rahimahullah.
Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 05 Rajab 1434 (15 Mei 2015).
–
Rubik aqidah majalah Tauhidullah, dipublikasikan ulang oleh www.ukhuwahislamiah.com
No comments:
Post a Comment