Begitu banyak berseliweran tuduhan tuduhan palsu yang menerpa sang
Ahli hadits ini dari musuh musuh da’wah beliau rahimahullah, yang
demikian getolnya pula dilontarkan oleh para pengekornya.
Dari mulai tuduhan tak bersanad, belajar otodidak tanpa guru, tak
diakui keilmuannya oleh ulama dunia hingga kisah kisah palsu semisal
syaikh Albany takfiri, atau juga murji’ah, dan referensi referensi palsu
yang diarahkan kepadanya.
Namun walau bagaimana pun seorang yang kokoh, akan selalu melakukan cek dan ricek “apakah berita itu benar atau HOAX”
tentu langsung merujuk kepada kitab kitab yang mana beliau tulis
sendiri. Dan tak adil jika hanya mempercaya klaim 1 pihak dan
mengabaikan bukti otentik yang kuat. Manakah yang lebih kuat antara
tuduhan dan bukti ? Tentu saja bukti ..
Untuk lebih jauhnya, saya mengajak anda untuk membaca apa yang
terjadi dengan beliau, dan bagaimana beliau keadaannya. Adapun seorang
yang mengerti manhaj yang benar, maka akan memahami bahwasannya seorang
muslim dalam menjelaskan sesuatu bukanlah berarti mensucikannya, namun
menjelaskan berdasarkan fakta dan bukti yang ada.
Adapun berkaitan dengan kesalahan, ketergelinciran, beliau selaku
manusia biasa maka tentulah ada, sebagaimana para ulama lainnya, dan
tentu saja seorang yang memiliki asuhan pelajaran yang baik dalam Islam,
akan tahu bagaimana bersikap dalam menyikapi kesalahan seorang ulama ,
semoga bermanfaat ..
Nama Dan Nasab Beliau
Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh al-Albani (lahir
di Shkoder, Albania; 1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1 Oktober
1999 / 21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun) adalah salah seorang
ulama Islam di era modern yang dikenal sebagai ahli hadits. Salah satu
dari 3 kibaril ulama (ulama besar) abad 20 yang dijadikan rujukan
ulama-ulama Ahlus Sunnah kontemporer dalam masalah Hadits. Ia dibesarkan
di tengah keluarga yang tak berpunya lantaran ketekunan dan keseriusan
mereka terhadap ilmu, khususnya ilmu agama dan ahli ilmu (ulama).[1]
Ayah al-Albani, yaitu al-Haj Nuh, adalah lulusan lembaga pendidikan
ilmu-ilmu syariat di ibu kota negara Turki Usmani (yang kini menjadi
Istanbul). Ia wafat malam Sabtu, 21 Jumada Tsaniyah 1420 H, atau
bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999.
Pendidikan
Ketika Raja Ahmet Zogu naik tahta di Albania dan mengubah sistem
pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan
dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhijrah
ke Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang). Ia sekeluarga pun
menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa
Arab. Ia masuk madrasah yang dikelola Jum’iyah al-Is’af al-Khairiyah
hingga kelas terakhir tingkat Ibtida’iyah. Selanjutnya, ia meneruskan
belajarnya langsung kepada para syeikh ulama. Ia mempelajari al-Qur’an
dari ayahnya sampai selesai, selain mempelajari pula sebagian fiqih
madzhab, yakni madzhab Hanafi, dari ayahnya.
Al-Albani juga mempelajari ketrampilan memperbaiki jam dari ayahnya
sampai mahir betul, sehingga ia menjadi seorang ahli yang mahsyur.
Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencariannya.
Pada umur dua puluh tahun, al-Albani mulai mengonsentrasikan diri
pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahasan yang ada
dalam majalah ”al-Manar”, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh
Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin
sebuah kitab berjudul al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi
al-Ishabah min al-Akhbar, sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij
terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya’ Ulumuddin karangan Imam
Al-Ghazali. Kegiatan Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh
ayahnya yang berkomentar, “Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan
orang-orang pailit.”
Namun, Al-Albani justru semakin menekuni dunia hadits. Pada
perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang
untuk membeli kitab. Karenanya, ia memanfaatkan Perpustakaan
azh-Zhahiriyah di sana (Damaskus), di samping juga meminjam buku dari
beberapa perpustakaan khusus. Karena sibuknya, ia sampai-sampai menutup
kios reparasi jamnya. Ia tidak pernah beristirahat menelaah kitab-kitab
hadits, kecuali jika waktu salat tiba.
Akhirnya, kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus
di perpustakaan untuknya. Bahkan kemudian ia diberi wewenang untuk
membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, ia menjadi leluasa dan
terbiasa datang sebelum pengunjung lain datang. Begitu pula, ketika
orang lain pulang pada waktu salat dhuhur, ia justru pulang setelah
salat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Perjalanan menuntut ilmu Syaikh Albany
Saat raja Albania yaitu Ahmad Zugu (Zog dari Albania) naik tahta, ia
mengadakan perombakan total sendi-sendi kehidupan masyarakat. Sehingga
menjadi maraklah gelombang pengungsian orang-orang yang ingin
menyelamatkan keluarganya, salah satu diantaranya adalah Keluarga
Al-Hajj Nuh An-Najjati, seorang Ulama madzab Hanafi di Albania sekaligus
ayah kandung dari Syaikh Muhammad Nashiruddin, yang mengungsi dari
Albania ke Syiria.
Dikota Damaskus, mulailah Al-Albani kecil menunutut ilmu bahasa arab
di madrasah Jum’iyyah Al-Is’aaf Al-Khairi. Di sana ia menyelesaikan
pendidikan dasar pertama. Kemudian ia melanjutkan studi intensif kepada
para ulama terkemuka disekitar kota itu. Ia menimba ilmu Al-Qur’an,
tilawah, tajwid dan sekilas tentang fikih Hanafi kepada ayahnya dan
menamatkan beberapa buku sharaf. Lalu ia mempelajari buku Maraaqi
Al-falaah, beberapa buku hadits dan ilmu balaghah dari gurunya, Syaikh
Sa’id Al-Burhaani, beliau juga belajar dari beberapa ulama besar Syiria,
Imam Abdul Fattah, Syaikh Taufiq Al-Barzah, dan banyak ulama lain.
Al-Albani muda pada suatu hari melihat sebuah majalah Al-Manar
disebuah toko buku dan ia pun tertarik dengan tajuk tulisan yang ditulis
oleh Syaikh Rasyid Ridha tentang buku Al-‘Ihya karangan Al-Ghazzali
yang berisi pembahasan ilmiyah berkenaan dengan kebaikan dan kekurangan
buku tersebut berdasarkan penuturan Al Ghazzali sendiri dan ulama-ulama
yang menelitinya. Ia mengikuti seluruh pembahasan ‘Ihyaa’ Uluumuddin
hingga dari buku aslinya dan takhrij Al-Hafizh Al-Iraaqi, tanpa terasa
dalam usahanya mengikuti pembahasan ini ia harus menelaah buku-buku
bahasa Arab, Balaghah dan Gharib Hadits agar dapat memahami nash-nash
yang dibaca disamping melakukan takhrij. Saat itulah awalnya ia
berkonsentrasi memperdalam ilmu hadits. Walaupun ayahnya selalu
memperingatkan seraya berkata: “Ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang
pailit.”
Saat mendalami ilmu ini ia tidak sanggup membeli buku-buku yang
dibutuhkan, sehingga ia sering mengunjungi perpustakaan Azh-Zhahiriyyah
dan disitu ia bisa mendapati dan membaca buku-buku yang tidak mampu ia
beli. Ia juga menjalin hubungan dengan pemilik toko buku terbesar di
Damaskus sehingga memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang
diperlukan. Saat ada orang yang mau membelinya baru buku tersebut
dikembalikan. Ia sering menghabiskan waktunya menyendiri di perpustakaan
Azh-Zhahiriyyah selama berjam-jam, menelaah, menta’liq (mengomentari),
mentahqiq (memeriksa) kecuali saat tiba waktu salat. Dan ia seringkali
hanya menyantap makan ringan selama di perpustakaan. Oleh karena itu,
pihak perpustakaan memberinya ruang khusus, dengan referensi induk untuk
kepentingan ilmiah yang ia lakukan. Ia datang pagi hari sebelum petugas
perpustakaan datang. Dan biasanya para pegawai perpustakaan sudah
pulang ke rumah tengah hari dan tidak kembali lagi, namun Al-Albani
tetap berada disana hingga waktu Isya’ tiba. Hal ini ia jalani selama
bertahun-tahun.
Dalam kehidupannya, Al-Albani muda adalah seorang yang sangat miskin.
Salah sumber mata pencahariannya sebelum menjadi guru adalah melalui
reparasi jam yang mana kemampuan ini dia dapatkan dari ayahnya. Hal ini
dikarenakan sebagian besar perhatiannya tercurah pada ilmu. Ia
menceritakan bahwasanya ia sering mengambil sobekan-sobekan kertas dari
jalan (biasanya berupa kartu undangan pernikahan) yang kemudian akan
digunakannya untuk menulis catatannya, karena kemampuannya dalam harta
sangatlah minim. Seringkali, ia membeli potongan-potongan kertas dari
tempat pembuangan (dengan cara ini ia bisa membeli kertas dengan harga
murah dalam jumlah banyak) dan membawanya ke rumah untuk dipakai. Jarak
rumahnya hingga ke perpustakaan pun cukup jauh, dan Al-Albani biasa
menggunakan sepeda sederhananya untuk pulang pergi menuntut ilmu.
Suatu hari di perpustakaan Zhahirriyyah, selembar kertas hilang dari
manuskrip yang digunakan Syaikh Al-Albani. Kejadian ini menjadikannya
mencurahkan seluruh perhatian untuk membuat katalog seluruh manuskrip
hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan.
Karenanya, ia mendapatkan banyak ilmu dari ribuan manuskrip hadits,
sesuatu yang telah dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh DR. Muhammad
Mustafa A’dhami pada pendahuluan “Studi Literatur Hadits Awal”, dimana
DR. Muhammad Mustafa A’dhami mengatakan, “Saya mengucapkan terimakasih
kepada Syaikh Nashiruddin Al-Albani, yang telah menempatkan keluasan
ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya”.
Syaikh Al-Albani rutin mengisi sejumlah jadwal kajian yang dihadiri
para penuntut ilmu dan dosen-dosen untuk membahas kitab-kitab. Berkat
taufiq Allah kemudian kerja kerasnya, maka munculah karya-karya ilmiah
dalam masalah hadits, fiqih, aqidah dan lainnya yang menunjukkan betapa
luar biasanya limpahan karunia ilmu yang dicurahkan Allah kepadanya
berupa pemahaman yang murni, kefahaman pada berbagai macam cabang ilmu
agama, serta penelitian yang spektakuler dalam ilmu hadits dan ilmu jarh
wa ta’dil. Disamping metodologi ilmiahnya yang benar-benar murni, yang
mendudukkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai hakim standar dalam
menimbang segala sesuatu dalam hal agama, dibimbing dengan pemahaman
Salafus Shalih (pemahaman para Shahabat dan para Imam Tabi’in &
Tabi’in Tabi’ut) dalam menafsirkan Al-Qur’an & mensyarah Hadits,
serta metode mereka dalam tafaqqud fid dien (mendalami agama) dan dalam
istimbath hukum. Semua itu membuatnya menjadi tokoh yang memiliki
reputasi yang baik dan sebagai rujukan alim ulama penegak tauhid &
sunnah.
Al-Albani senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, terutama
yang berasal dari India, Pakistan dan negara-negara lain, mendiskusikan
hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk
dengan Syaikh Muhammad Zamzami dari Maroko dan ‘Ubaidullah Rahman,
pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih.
Syaikh Al-Albani pernah bertemu dengan salah satu ulama hadits abad
20, Syaikh Ahmad Syakir dan ia pun ikut berpartisipasi dalam diskusi dan
penelitian mengenai hadits. Ia juga bertemu dengan ulama hadits
terkemuka asal India, Syaikh Abdus Shamad Syarafuddin, yang telah
menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan Al-Kubra karya Imam
An-Nasai, kemudian juga karya Imam Al-Mizzi yang monumental yaitu Tuhfat
al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat tentang
ilmu. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan keyakinan
beliau bahwa Syaikh Al-Albani adalah ulama hadits terbesar saat ini.
Selama hidupnya, Syaikh Al-Albani telah hafal ratusan ribu hadits
beserta sanad sekaligus matan dan rijalnya, ia juga telah banyak
meneliti dan men-ta’liq puluhan ribu silsilah perawi hadits (isnaad)
pada hadits-hadits yang sudah tak terhitung jumlahnya, dan menghabiskan
waktu enam puluh tahun untuk belajar buku-buku hadits, sehingga
buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus berhubungan dengan
ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab Sunnah tersebut, pent).
Syaikh Al-Albani wafat pada waktu ashar hari sabtu tanggal 22 Jumadil
Akhir, tahun 1420 H di yordania. Penyelenggaraan jenazahnya dilakukan
secara sederhana dan dihadiri ribuan orang, mulai dari masyarakat hingga
pejabat, bahkan para penuntut ilmu, murid-muridnya, maupun
simpatisannya. Jenazahnya dimakamkan di perkuburan sederhana dipinggir
jalan sesuai yang ia harapkan. Ia juga berwasiat agar isi
perpustakaannya, baik yang sudah dicetak, difotokopi atau masih tertulis
dengan tulisannya atau tulisan selainnya agar diberikan kepada
perpustakaan Al-jami’ah A-Islamiyah Al-Madinah Al-Munawwarah. Karena ia
memiliki kenangan manis di sana dalam berdakwah kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah di atas manhaj Salafus Shalih, saat menjadi tenaga pengajar
disana.
Perkataan para ulama dunia tentang Al-Albani :
1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim aalisy Syaikh berkata: “Ia adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela Al-Haq dan menyerang ahli kebatilan.”
1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim aalisy Syaikh berkata: “Ia adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela Al-Haq dan menyerang ahli kebatilan.”
2. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Aku belum pernah melihat di
kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti
Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani.” Saat ditanya tentang hadits
Rasulullah shallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah akan
membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid
yang akan mengembalikan kemurnian agama ini.” Ia ditanya siapakah
mujaddid abad ini, ia menjawab, “Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,
ialah mujaddid abad ini dalam pandanganku, wallahu’alam.”
3. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Ia adalah alim
yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi
riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam
dan hujjah yang kuat.”
Cobaan di penjara
Dalam menegakkan dakwah tauhid diatas landasan manhaj “Salafus
Shalih” (pendahulu orang-orang sholeh (Rasulullah & para
Shahabatnya)), Syaikh Albani mengalami banyak cobaan. Ia sering
menghadapi penentangan yang keras dari orang-orang ekstrimis (khawarij),
bahkan juga dari ulama-ulama madzhab yang fanatik, guru-guru sufi, kaum
khurafat, dan para liberalis yang menjulukinya sebagai wahabi sesat,
bahkan banyak diantaranya yang menebarkan fitnah dan tuduhan-tuduhan tak
berhujjah kepada Al-Albani.
Dikalangan khawarij, Al-Albani dituduh sebagai orang munafik yang tak
keras terhadap orang-orang kafir dan pelaku maksiat serta dosa besar.
Sedangkan dikalangan kaum sufi & liberalis, Al-Albani dituduh
sebagai orang khawarij yang gemar mengkafirkan serta memvonis sesat.
Selain itu, ada juga sebagian orang yang menuduh bahwasanya Al-Albani
telah belajar ilmu agama mutlak secara otodidak tanpa guru maupun sanad,
bahkan sempat terbit buku yang berisi biografi palsu tentang Al-Albani
yang berisi tuduhan-tuduhan dari beberapa orang yang membencinya dengan
tujuan menjatuhkan reputasi keilmuan Al-Albani dimata orang-orang yang
sedang semangat belajar padanya.
Dalam merespon tuduhan yang mengatakan bahwa Al-Albani mudah
mengkafirkan dan memvonis sesat ini, Al-Albani sempat menulis kitab
“Fitnatut Takfiir” yang berisi tentang prinsip-prinsip Ahlussunnah dalam
masalah kufur dan takfir (pengkafiran) untuk membersihkan stigma dalam
masyarakat awam bahwa dakwah tauhid itu adalah dakwah para ekstrimis
yang brutal. Dengan poin-poinnya sebagai berikut:
Masalah pengkafiran adalah hukum syar’i dan tempat kembalinya kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Barangsiapa yang tetap keislamannya secara meyakinkan, maka keislaman
itu tidak bisa lenyap darinya, kecuali dengan sebab yang meyakinkan
pula menurut Kitabullah dan Sunah Rasul.
Tidak setiap ucapan dan perbuatan (yang disifatkan nash sebagai
kekufuran) merupakan kekafiran yang besar (kufur akbar) yang
mengeluarkan seseorang dari agama, karena sesungguhnya kekafiran itu ada
dua macam, yaitu: kekafiran kecil (asghar) dan kekafiran besar (akbar).
Maka, hukum atas ucapan-ucapan maupun perbuatan-perbuatan ini,
sesungguhnya berlaku menurut ketentuan metode para ulama Ahlus Sunnah
dan hukum-hukum yang mereka sepakati.
Tidak boleh menjatuhkan hukum kafir kepada seorangpun, kecuali telah
ada petunjuk yang jelas, terang dan mantap dari al-Qur‘an dan as-Sunnah
atas kekufurannya, serta telah sampainya risalah padanya dan telah tegak
hujjah atasnya. Maka, dalam permasalahan ini, tidak cukup hanya dengan
syubhat dan zhan (persangkaan) atau tuduhan saja.
Namun meski begitu, kebencian dikalangan sebagian orang itu sudah
mendarah daging sehingga fitnah itu tetap menyebar sekalipun sudah jelas
tak terbukti bahkan jelas-jelas berlawanan dengan prinsip dakwah
Al-Albani. Hingga pada puncaknya Al-Albani pun dipenjara karena fitnah
dari orang-orang yang memusuhi dakwahnya, namun setelah 6 bulan
dipenjara pada akhirnya Al-Albani dibebaskan karena terbukti bersih dari
segala macam tuduhan.
Sebelumnya ia pun pernah dipenjara selama 2 bulan pada tahun 1967
dengan sebab yang sama. Walaupun banyak orang memusuhinya, namun banyak
juga ulama-ulama dan kaum pelajar yang simpati terhadap dakwahnya
sehingga dalam majelisnya selalu dipenuhi oleh para penuntut ilmu yang
haus akan kajian ilmu yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena
ia termasuk ulama penegak dakwah tauhid & sunnah.
Beberapa tugas yang pernah diemban
Keahliannya dalam bidang Hadits diakui oleh banyak ulama hadits yang
lain, baik masa lalu maupun sekarang, termasuk DR. Amin Al-Mishri,
kepala Studi Islam di Universitas Madinah yang juga termasuk salah satu
murid Syaikh Al-Albani, juga Dr. Syubhi Ash-Shalah, mantan kepala bidang
Ilmu Hadits di Universitas Damaskus, DR. Ahmad Al-Asal, kepala Studi
Islam di Universitas Riyadh, Ulama Hadits Pakistan sekarang, ‘Allamah
Badi’uddien Syah As-Sindi; Syaikh Muhammad Thayyib Awkij, mantan kepala
Ilmu Tasfir dan Hadits dari Universitas Ankara di Turki; belum lagi
pengakuan dari Ulama Kibar dari Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baaz, Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil
bin Hadi, dan banyak lagi yang lain pada masa berikutnya.
Sebagai pengakuan ulama Arab terhadap keilmuannya mengenai hadits,
pihak Al-jami’ah Al-Islamiyyah (Universitas Islam Madinah) di Madinah
Al-munawwarah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih
hadits di perguruan tinggi tersebut. Ia bertugas selama 3 tahun dari
1381 H sampai 1383 H. Pada tahun 1395 H sampai 1397 H pengurus
Al-Jami’ah mengangkatnya sebagai salah satu anggota majelis tinggi
Al-Jami’ah. Saat berada disana ia menjadi tokoh panutan dalam
kesungguhan dan keikhlasan.
Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati hidangan
teh dan kurma, ia lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama
murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan. Hubungannya dengan
murid adalah hubungan persahabatan, bukan semata hubungan guru-murid
saja. Ia juga pernah diminta oleh Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi
untuk menangani jurusan hadits pada pendidikan S2 di Al-Jami’ah Makkah
Al-Mukarramah pada tahun 1388 H, namun karena beberapa hal keinginan
tersebut tidak tercapai.
Atas jasanya berkhidmat untuk As-Sunnah An-Nabawiyah, ia mendapatkan
sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi berupa Piagam King Faisal
pada tanggal 14 Dzulqa’idah 1419 H.
Setelah menganalisa Hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah,
seorang ulama hadits India, Syaikh Muhammad Musthofa A’dhami (kepala
Ilmu Hadits di Makkah), memilih Syaikh Al-Albani untuk memeriksa dan
mengoreksi kembali analisanya, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan
empat jilid lengkap dengan ta’liq (catatan) dari keduanya. Ini adalah
tazkiyah dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh Al-Albani.
Pada edisi dari himpunan Hadits terkenal, Misykah al-Mashabih,
penerbit Maktabah Islamy meminta Syaikh Al-Albani untuk memeriksa
pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada
bagian pendahuluan, ”Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan
bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan
dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada
tempat-tempat yang diperlukan, dan membetulkan kesalahan-kesalahan…”.
Karya – karya beliau diantaranya
Hasil karya Syaikh yang telah dicetak, terutama pada bidang hadits
dan ilmu perangkatnya (seperti ilmu Mustholah Hadits, Jarh wa Ta’dil,
Rijalul Hadits, dll) berjumlah sekitar 112 buku. Tujuh belas diantaranya
sebanyak 45 jilid. Ia meninggalkan manuskrip minimal tujuh puluh buah.
Beberapa diantaranya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah:
- Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah
- Ahkaamul Janaaiz
- Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil
- Tamaamul Minnah fi Ta’liq ‘Alaa Fiqh Sunnah
- Silsilah Ahaadits Ash-Shahihah wa syai-un min fiqiha wa fawaa-iduha
- Silsilah Ahaadits Adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi’ fil Ummah
- Shifat salat Nabi shallahu’alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha
- Shahih At-Targhib wat Tarhiib
- Dha’if At-Targhib wat Tarhiib
- Fitnatut Takfiir
- Jilbaab Al-Mar’atul muslimah
- Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa ‘alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman.
Selain itu murid-muridnya juga memiliki kaset hasil rekaman
ceramahnya, bantahan terhadap berbagai syubhat dan jawaban terhadap
berbagai masalah yang bermanfaat.
Telah terekam suatu kejadian (dan kejadian ini terdapat pada dua
kaset – murid-murid beliau sering merekam pelajaran beliau), bahwa
seorang laki-laki telah mengunjungi Syaikh Al-Albani di rumahnya di
Yordania dan menyatakan bahwa dirinya adalah seorang Nabi, Syaikh
Al-Albani meminta lelaki itu duduk dan mendiskusikan pernyataannya
tersebut dalam waktu yang lama, sehingga pada akhirnya, si tamu tersebut
bertaubat dari klaimnya itu, si tamu pun kemudian menangis, dan semua
yang hadir termasuk Syaikh Al-Albani pun turut menangis. Pada
kenyataannya, Syaikh Al-Albani adalah salah satu ulama yang paling
sering terlihat menangis ketika berbicara mengenai Allah, Rasul-Nya, dan
muamalah antar Muslim.
Pada kejadian yang lain, Al-Albani dikunjungi tiga orang yang
kesemuanya menuduhnya kafir. Ketika waktu sholat tiba, mereka menolak
untuk bermakmum kepada Syaikh, mereka mengatakan bahwasanya tidak
mungkin bagi seorang kafir menjadi Imam Sholat. Syaikh menerima hal ini,
dan mengatakan bahwa menurut pandangannya, ketiga orang ini adalah
Muslim, sehingga salah satu dari mereka berhak menjadi Imam Sholat. Tak
lama kemudian, mereka bertiga berdiskusi lama sekali, bahkan mereka
bertiga sempat beberapa lama berdebat mengenai perbedaan diantara mereka
sendiri didepan Syaikh Al-Albani, dan ketika waktu sholat berikutnya
telah tiba, tiba-tiba ketiga laki-laki ini mendesak untuk ikut sholat di
belakang Syaikh Al-Albani sebagai makmum.
Situs-situs berikut menyediakan unduhan kitab-kitab karya Syaikh al-Albani:
- (Arab) http://www.alalbany.net/albany_books.php
- (Arab) http://www.waqfeya.com/list.php?cat=21 (edisi cetak)
- (Arab) http://www.almeshkat.net/books/list.php?cat=30
- (Arab) http://www.shamela.ws/list.php?cat=11 (Shamela eBooks)
Referensi Tulisan
- Website: http://www.alalbany.net/albany_eng_001.php (Sirah Syaikh Albani dalam Bahasa Inggris oleh murid-murid beliau didalam website resminya)
- Kitab: “Risalah Ilmiah” (Karya: Syaikh Al-Albani)
- Kitab: “Al-Imam Al-Mujaddid Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani” (Karya: Umar Abu Bakar)
- Kitab: “Biografi Syaikh Albani, Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini” (Karya: Mubarak B. Mahfudh Bamualim)
- Kitab: “Syaikh Albani dan Manhaj Salaf” (Karya: Umar Abdul Mun’im Salim)
- Kitab: “Ensiklopedi Fatwa Syaikh Albani” (Karya: Mahmud Ahmad Rasyid)
- Majalah: “Jilbab Online” bab. Biografi Syaikh Albani
- Website: http://www.abiubaidah.com [Kategori: Biografi Ulama]
- Website: http://www.kisahislam.net/2011/07/23/syaikh-muhammad-nashiruddin-al-albani/
Catatan
1^ (Arab)http://www.alalbany.net. Sirah Syaikh al-Albani rahimahullah.
No comments:
Post a Comment