Friday, April 13, 2012

Ketika Orang Arab Menanam Padi Di Afrika…


oleh: Muhaimin Iqbal 

SEKITAR tiga tahun lalu, Direktur Jendral International Rice Research Institute (IRRI) Dr. Robert S. Zeigler dengan antusias terbang ke Arab Saudi menemui para pemimpin negeri itu. Masalah serius yang sedang mereka bicarakan adalah masa depan kecukupan pangan negeri kerajaan tersebut. Sebagai seorang peneliti tanaman yang menekuni bidangnya lebih dari 30 tahun, Dr. Zeigler sangat berharap negeri kaya minyak tersebut bersedia menggelontorkan uangnya untuk penelitian tanaman pangan – yang diharapkan bisa menghasilkan terobosan dalam hal kecukupan bangan bagi seluruh penduduk bumi.

Tetapi Dr. Zeigler harus pulang dengan kecewa karena pengambil keputusan di Arab Saudi punya pemikiran lain untuk masa depan kecukupan pangannya. Mereka lebih tertarik untuk ‘menyewa’ lahan-lahan luas di negeri-negeri yang masih memiliki kecukupan lahan untuk ditanami.

Mereka telah membidik beberapa negara di Afrika seperti Mali, Senegal, Sudan dan Ethiopia sebagai target negara-negara yang akan bersedia menyediakan lahannya untuk bercocok tanam padi dan sejenisnya untuk mencukupi kebutuhan pangan rakyat Arab Saudi di masa mendatang.
Bahwasanya mereka membidik Afrika ini rada aneh, mengapa? Afrika adalah belahan dunia yang tidak henti-hentinya dirundung masalah kelaparan. Negara-negara yang dibidik oleh Arab Saudi tersebut selama ini mencukupi pangan untuk rakyatnya sendiri saja tidak mampu, kok tiba-tiba sekarang menjadi target investasi pertanian yang akan menghasilkan pangan bagi negeri lain?
Bukan hanya Arab Saudi ternyata yang melirik Afrika, Pemerintah Qatar juga telah menyewa 100,000 acres lahan di Kenya, Korea Selatan mengolah 400 miles persegi lahan di Tanzania.
Afrika menjadi bidikan negara-negara yang ingin mengamankan ketersediaan pangan jangka panjangnya karena berdasarkan data World Bank dan FAO disanalah lahan-lahan dalam jumlah milyaran hektar masih tersedia. Di daerah yang disebut Guinea Savannah, daerah yang membentuk bulan sabit dan membentang dari Guinea di bagian barat Afrika, ketimur sampai Kenya dan ke selatan sampai Mozambique. Ada belasan negara yang telah dipetakan FAO di daerah ini yang siap untuk di jadikan area commercial farming yang terbuka bagi investor negara lain.


Gerakan berburu lahan pertanian ini sebenarnya relative baru, karena sampai lima tahun lalu (2007) produksi pangan dunia dipandang cukup untuk mencukupi kebutuhan penduduk dunia. Tahun 2008 adalah mulainya kepanikan itu, ketika harga pangan di dunia mulai melonjak. Negara-negara pengekspor pangan seperti Argentina dan Vietnam-pun mulai kawatir dengan kecukupan pangan bagi rakyatnya sendiri dan mulai membatasi ekspor.
Lantas apa pelajarannya bagi kita sebenarnya? Bahwa negeri ini sekarang-pun tidak mampu mencukupi kebutuhan bahan pangan kita sendiri. Kita impor gandum 100%, kedelai dan kadang juga beras. Kita impor daging, susu dan bahkan juga ikan. Tidak terpikirkah ke kita bahwa suatu saat para penghasil gandum, kedelai, beras, daging, susu dlsb. tersebut akan membutuhkannya untuk mereka sendiri?


 Atau kalau ada lebihnya-pun kita harus berebut dengan negeri-negeri kaya tetapi minim sumber daya pertanian seperti negeri Arab Saudi, Qatar dan Korea Selatan tersebut di atas?
Maka sebelum itu terjadi dan menjadi problem besar bagi anak cucu kita, bagaimana kalau mulai sekarang kita berbuat maksimal yang kita bisa? Di bumi yang sejauh mata memandang nampak hijau ini, bukankah sudah seharusnya kalau negeri ini mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi rakyatnya sendiri?
Kita mesti banyak bersyukur dengan lahan hijau nan –subur sehingga tidak perlu terpaksa berburu lahan yang gersang sekalipun seperti yang dilakukan Arab Saudi, Qatar dan Korea Selatan tersebut. Bentuk kesyukuran ini adalah bila kita berupaya keras untuk memakmurkannya – bukan hanya berupaya untuk menjadi penguasanya.


Dalam dua tahun kedepan, akan ada hajatan besar nasional di negeri ini – ketika sejumlah elit negeri ini akan berlomba memperebutkan kekuasaan nasional baik di eksekutif maupun legislative. Kita rakyat biasa yang akan menjadi jurinya, kita harus pilih mereka yang akan mampu memakmurkan bumi kita – bukan hanya sekedar menjadi penguasanya. Kita butuh pemimpin yang mampu membawa kemakmuran dan kemandirian negeri ini, bukan pemerintah yang memerintahkan rakyat untuk terus berhemat – rakyat sudah sangat berhemat selama ini!
Sudah 67 tahun negeri subur ijo royo-royo ini merdeka, akan menjadi ironi besar bila sampai kita tidak bisa mencukupi kebutuhan kita sendiri khususnya dalam hal kebutuhan pokok pangan tersebut di atas. Jangan sampai untuk memakmurkan lahan kita diperlukan lagi tangan-tangan asing untuk melakukannya. Jangan sampai kita menjadi seperti negeri-negeri di Afrika tersebut diatas, tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan penduduknya sendiri – tetapi malah menjadi target untuk pemenuhan kebutuan pangan bagi penduduk negeri lain.


InsyaAllah kita sendiri bisa!
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar kolumnis hidayatullah.com 



Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment