…
Siang itu, 26 Januari 2011.
“Mator kabir, moyah yiji hina..” teriakan itu terdengar keras dari dosen saya. Tak tok tak tok, suara langkah sepatunya menuju ke ruangan dimana saya sedang berpuyeng-puyeng ria mengerjakan ujian. Soalnya bejibun cing!
Setelah ia membuka pintu, saya melihatnya sambil geleng-geleng kepala, lalu lidahku membaca, “Laa haula walaa quwwata illaa billaah.. Prof, what’s happening with you?”
tanyaku sambil merasa keheranan. Pakaiannya basah kuyup, ia menggigil
kedinginan saat masuk ke ruangan ber-AC yang bersuhu 18° Celcius.
“Toro, have you finished your exam?” tanyanya dengan nada penuh khawatir.
“I haven’t Prof. I still have 30 minutes, right?” jawabku dengan panik karena masih ada beberapa soal yang belum terjawab.
“You must finish it now, because there will be flood around university after one hour. Move, move now!”
hah?! Bakalan ada banjir besar? Mata melotot, dan tiba-tiba bulu kuduku
merinding, detak jantung bergerak secepat jam weker. Sudah panik dengan
ujian ditambah lagi panik dengan informasi akan datang banjir. “Emaaakk..kepriben kiye? Wes adoh-adoh nyekolah neng Jeddah, kok esih bae nemuni banjir..” (#kalau gak tahu artinya, silakan tanya ke orang Tegal)
Dalam waktu kilat, saya isi semua lembar jawaban yang masih kosong. Jurus Einstein langsung saya keluarkan. Hiaattt!!! E=123456789 x +_/2^123456789. Selesai!
Akhirnya selesai juga ujian saya, lalu berlari menghampiri Profesor,”Prof, these are my answers. Be aware and Good bye!”
Saya berjalan tergesa-gesa keluar dari gedung fakultas. Saat saya lihat ke langit, wow
seram sekali. Awan tebal gelap memanjang ke arah timur. Ya Allah, mimpi
apa semalam. Sebenarnya saya sudah biasa menghadapi hujan di Jakarta,
bahkan sewaktu kecil saya suka mandi hujan dengan teman-teman kampung.
Kenapa orang-orang sini pada ketakutan ketika akan turun hujan lebat.
Gbr. (1) : Ilustrasi badai hujan yang menyebabkan banjir |
Gbr. (2) : Ilustrasi badai hujan bila dilihat dari satelit cuaca GWADI |
Di pintu luar fakultas. “Toro, you wanna go with me?” tanya salah seorang dosen lainnya, namanya Pak Sami.
“Of course, I want.” saya dan Pak Sami menuju mobilnya yang sedang diparkirkan.
Masya Allah, ketinggian air sudah 10 cm dari permukaan tanah. Mobil-mobil yang parkir di basement sudah terendam hanya dalam waktu setengah jam. Luar biasa cepatnya gerakan air itu.
Awalnya ia akan mengantarkan saya ke hostel dimana saya tinggal.
Namun di pertengahan jalan, arus air dari Jalan King Abdullah bergerak
cepat dengan ketinggian setengah meter dari arah timur. Akhirnya ia
meminta saya untuk tetap bersamanya hingga menemui jalan yang tidak
tergenangi banjir. Namun, apa hendak dikata. Hari itu benar-benar tidak
diduga-duga sebelumnya. Limpasan air yang melewati setiap ruas jalan
semakin bertambah besar. Air sedikit demi sedikit memasuki mobil yang
saya tumpangi. Awalnya setinggi kaki, lalu dalam waktu singkat tinggi
air naik hingga mengenai bokong. Saya dan Pak Sami benar-benar panik,
dimana kami akan menepi. Padahal di kanan kiri saya nampak beberapa
mobil terbawa arus air, bahkan ada seorang wanita bersama sopirnya
terjebak banjir di tengah jalan, ia hanya bisa berteriak,”Ya Allah, Ya Allah..” Maksud
hati mau menolongnya, namun bagaimana bisa, kami saja sudah pasrah
dengan apa yang akan terjadi pada kami. Untungnya sebuah truk besar
menghampirinya dan menolong si wanita dan sopirnya. Bisa lihat contoh
video saat kejadiannya di
Gbr. (3) : Situasi ketika terjadi banjir bandang Jeddah, mengerikan! |
Nasib kami belum jelas akan selamat atau tidak. Mobil kami
benar-benar terseret arus air. Sambil membayangkan kejadian tsunami
tahun 2004 lalu di Aceh yang memakan korban ribuan orang tewas. Air mata
akhirnya membasahi pipi saya,“Ya Allah, saya masih bujangan nih.”
Alhamdulillah, kami berdua diselamatkan Allah, mobilnya tahan banjir, hemm..mungkin karena mobilnya bermerk Ford kale yah.
Sedikit membicarakan banjir di Jeddah memang berbeda dengan banjir
yang biasa kita alami di Jakarta khususnya. Banjir di Jeddah mirip
dengan tsunami. Kecepatan gerakan airnya tinggi dan membentuk ombak. Kok
bisa yah?
Penjelasan mudahnya begini, bahwa setidaknya ada empat hal yang mesti
kita perhatikan dengan seksama (#wah hidrologis banget nih hehe) :
(1) Curah hujan, (2) Karakteristik daerah tangkapan air, (3) Saluran drainase, dan (4) Pola penggunaan lahan
(1) Curah hujan saat itu sebesar 111 mm dalam waktu 3 jam loh,
bila curah hujan sudah di atas 50 mm patut diwaspadai, terlebih di
wilayah Jeddah. Hujan di Jeddah biasanya terjadi di musim dingin sekitar
bulan November-Desember-Januari; (2) Karakteristik daerah tangkapan air
tersebut terbagi menjadi dua bagian yakni wilayah perkotaan dan wilayah
non-perkotaan. Wilayah perkotaan Jeddah secara umum datar dengan
kemiringin wilayahnya < 1%, sedangkan di bagian timur Jeddah,
non-perkotaan, berupa perbukitan terjal dengan lapisan tanah yang tipis.
Lapisan tanah tersebut hanya ada di sekitar lembah (wadi) yang
dalamnya hanya beberapa meter. Tekstur tanahnya pasir berlumpur. Selain
itu, jumlah vegetasi pepohonan yang tumbuh di perbukitan sangatlah
sedikit yang menyebabkan sedikitnya proses pengikatan air oleh vegetasi
maupun oleh tanah; (3) Sistem drainase Kota Jeddah bisa dikatakan buruk
karena jumlahnya kurang mampu menampung debit air yang lewat; (4) Pola
penggunaan lahan yang tidak mengindahkan hukum alam. Daerah-daerah
rendah yang merupakan daerah aliran air kemudian dibangun menjadi
permukiman. Jadi wajar saja bila wilayah permukiman itu digenangi oleh
banjir yang kedalaman airnya bisa mencapi 3 meter. Kejadian banjir
terparah di Jeddah yang pernah tercatat adalah di tahun 2009 tepatnya 25
November. Sebanyak 114 orang tewas karena hantaman tsunami (baca:
banjir bandang) yang dalam waktu 3 jam curah hujan mencapai 70 mm
(padahal belum seberapa bila dibanding dengan hujan yg di Jakarta).
Daerah terparah terdapat di Distrik Guwaizah, sebelah timur kampus King
Abdulaziz University (KAU).
Gbr. (4) : Citra ikonos yang menunjukkan wilayah perkotaan (permukiman) yang dibangun di daerah aliran air (garis biru) yang berlokasi di Distrik Guwaizah |
Sekali lagi, banjir yang terjadi di Jeddah itu bagaikan tsunami yang
menyapu habis semua yang menghalanginya. Tentunya, kejadian tsunami itu
bukan tidak ada sebab. Pasti ada penyebabnya. Tidak lain dan tidak bukan
adalah karena manusia itu sendiri. Saya coba untuk mengkaitkan kejadian
tsunami Jeddah tersebut dengan pesan Allah dalam Qur’an.
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu maka adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahan kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30).
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri
secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Hud: 117)
Dan ternyata, Allah tidak hanya akan menimpakan azab kepada orang-orang yang zalim saja, tetapi juga semuanya.
“Peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya.” (QS al-Anfal [8]: 25)
Imam Ibnu Katsir (w. 1372 H) dalam kitab Tafsir
Ibnu Katsir (II/300), berkata bahwa kata fitnah dalam ayat tersebut
artinya ikhtibar (ujian) dan mihnah (cobaan).12 Ibnu Katsir menerangkan,
dalam ayat ini Allah memberi peringatan akan adanya cobaan yang merata
yang menimpa orang yang berbuat buruk dan yang tidak berbuat buruk.
Cobaan ini tidak hanya menimpa pelaku maksiat atau pelaku dosa, tetapi
merata dan tidak dapat dihindari dan dilenyapkan. Beliau selanjutnya
menerangkan pendapat Az-Zubair, Al-Hasan Al-Bashri, dan As-Sudi bahwa
ayat ini berkaitan dengan sebagian shahabat yang terlibat dalam Perang
Jamal. Selanjutnya, beliau menukil penafsiran Ibnu Abbas, yang
dikomentarinya sebagai, “Ini tafsir yang bagus sekali.” (hadza hasan
jiddan). Kemudian Ibnu Katsir memaparkan beberapa hadits Nabi SAW yang
mendukung makna ayat. Berdasarkan hadits-hadits itu, menurut beliau,
peringatan pada ayat ini berlaku umum untuk para shahabat dan selain
shahabat, meskipun ayat ini berkenaan dengan shabahat. Selengkapnya silakan baca di sini.
Semoga saja, tidak ada tsunami lagi di Jeddah. Hemm..sekedar info,
untuk mengantisipasi bencana tsunami Jeddah, Kerajaan Saudi telah
mengalokasikan dana untuk pembangunan beberapa dam dan saluran drainase
sebesar 400 juta dollar atau sekitar Rp. 3.600.000.000.000 atau 3.6
triliun rupiah. Hah?? guede buangettt….kalau buat beli kerupuk,
kira-kira bisa nutupin Jakarta kale yah..
Gbr. (5) : Pembangunan saluran drainase untuk menangkal ganasnya tsunami Jeddah |
——————————-
Sumber gambar:
(1) http://keluarga-madinah.blogspot.com/
(2) http://hydis.eng.uci.edu/gwadi/
(3) http://salehcomm.wordpress.com/
(4) google earth
(5) http://arabnews.com/saudiarabia/article538670.ece
Sumber : kuswantoro83.wordpress.com
No comments:
Post a Comment