Pertama: Ilmu
Wajib bagi seorang muslim memiliki ilmu yang memadai tentang tauhid;
memahami bagaimanakah cara mentauhidkan Allah dengan benar. Ilmu adalah
pokok yang sangat penting dalam tauhid karena benar atau tidaknya tauhid
kita sangat bergantung kepada pemahaman kita terhadap makna tauhid itu
sendiri.
Untuk itulah banyak ayat dalam Al Qur`an serta hadis dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan pentingnya ilmu. Imam
Bukhari mengatakan, “Ilmu sebelum berkata dan berbuat.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika
beliau telah melaksanakan shalat subuh berdoa, “Ya Allah, sesunggunya
aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal
yang diterima.”
Kedua: Cinta
Setelah berilmu atau memahami tauhid dengan baik, maka tentu seorang
muslim wajib mencintai tauhid sebagaimana ia mencintai Allah karena
sesungguhnya tauhid adalah hak Allah yang paling agung atas
hamba-hamba-Nya. Jika tauhid hanya sebatas pemahaman, maka hal itu juga
dimiliki oleh orang-orang musyrik zaman dulu. Mereka sangat memahami
tauhid dengan baik, namun mereka membencinya. Justru karena mereka
sangat faham ajaran tauhid yang diwaba oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mereka menolak untuk mengucapkannya.
Ketiga: Azam
Azam atau tekad berikutnya sangat penting untuk kita miliki agar kita
dalam menunaikan ketauhidan yang benar. Cinta yang tidak disetai tekad
untuk mewujudkan segala konsekwesi dari nilai-nilai tauhid kelak akan
membuat tauhid mudah goyah, tidak memiliki daya tahan dan lemah jika
suatu saat dihadapkan pada rintangan dan cobaan. Karena sudah menjadi
sunnatullah, orang yang beriman dan bertauhid akan diuji oleh Allah.
Keempat: Amal
Beramal adalah tahap selanjutnya dalam menunaikan kewajiban kita
terhadap tauhid. Artinya, segala hal yang menjadi konsekwensi dari
ajaran tauhid harus terwujud dalam amal perbuatan kita. Wujudkan tauhid
itu dengan cara benar-benar memurnikan segala ibadah hanya untuk Allah
dan jauhi segala hal yang bertentangan dengan nilai tauhid berupa
kesyirikan dengan segala bentuknya.
Kelima: Beramal Dengan Ikhlas dan Benar
Perlu diingat, bahwa amal tidak menjadi sah tanpa disertai dengan
ikhlas karena Allah dan benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah
shalallallahu ‘alaih wa sallam. Keduanya harus ada secara bersamaan.
Amal yang dikerjakan dengan keikhlasan saja tidak cukup, sebagaimana
amal yang dilakukan dengan benar saja tidak cukup. Amal harus ikhlas,
dan juga benar.
Keenam: Berhati-hati Terhadap Hal-hal yang Bertentangan dengan Tauhid
Selanjutnya, seorang muwahhid harus mengenal apa saja perkara yang
bertentangan dengan tauhid dan berhati-hati terhadapnya. Agar ia tidak
terjerumus ke dalamnya. Ilmu tentang hakikat tauhid tidak akan menjadi
sempurna jika tidak disertai dengan ilmu tentang perkara-perkara yang
bertolak belakang dengan tauhid. Dan tauhid tidak akan tegak jika
padanya masih terdapat perkara-perkara yang bertentangan dengannya. Yang
bertentangan dengan tauhid ini ada dua macam:
(1) Yang termasuk kategori pembatal tauhid, seperti: syirik besar.
(2) Yang termasuk pengurang tauhid, seperti: syirik kecil.
(2) Yang termasuk pengurang tauhid, seperti: syirik kecil.
Ketujuh: Istiqomah dan Teguh
Kewajiban yang terakhir ini juga sangat penting. Setelah semua poin
sebelumnya dapat dilalui, istiqomah dan teguh dalam menjaga tauhid harus
dapat kita pertahankan hingga kita mati, meninggalkan dunia ini. Karena
sesungguhnya kondisi yang sangat menentukan bagi kita di dunia ini
dalam meraih kebahagian di akhirat adalah saat terakhir dari kehidupan
kita. Dan peluang untuk mendapatkan akhir yang baik (husnul khatimah)
itu hanya dimiliki oleh orang yang istiqamah.
[Diringkas dari Kajian Syarh Kitab At-Tauhid, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahullah]
https://sabilulilmi.wordpress.com/2013/09/08/tujuh-kewajiban-kita-terhadap-tauhid/
No comments:
Post a Comment