Hadits yang kami ceritakan kali berisi kisah perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya ke Hunain, yaitu suatu tempat sekitar Thoif. Di mana ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama
dengan para sahabat yang baru saja masuk Islam dan masih ada
bekas-bekas masa Jahiliyah serta mereka tidak mengenal hukum Islam. Di
dalam hadits inilah diceritakan bagaimana ngalap berkah yang terjadi
pada orang musyrik lewat suatu pohon yang dinamakan ‘Dzatu Anwath’ dan para sahabat yang baru masuk Islam ini ingin mengikutinya.
Disebutkan dalam hadits,
عَنْ
أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ
لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ
أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ
هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ
آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ »
Dahulu kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
keluar menuju Khoibar. Lalu, beliau melewati pohon orang musyrik yang
dinamakan Dzatu Anwath. Mereka menggantungkan senjata mereka. Lalu
mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Subhanallah!
Sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Musa: Jadikanlah untuk kami
sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.” (QS.
Al A’raaf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan
orang-orang sebelum kalian.” (HR. Tirmidzi no. 2180. Abu Isa mengatakan
bahwa hadits ini hasan shahih. Hadits ini dikatakan shahih oleh Al Hafizh Abu Thohir Zubair ‘Ali Zaiy)
Dan yang dilakukan orang musyrik yang diterangkan dalam hadits di
atas adalah tabarruk, meraih berkah. Meraih berkah di sini berarti ingin
agar kebaikan itu langgeng dan terus bertambah. Mereka melakukan semedi
(i’tikaf) dan menggantungkan senjata mereka dengan tujuan supaya
senjata mereka ampuh dan bisa meraih kesaktian ketika berperang
nantinya. Namun hal ini tidak dibenarkan karena tabarruk semacam ini
tidak ada tuntunan karena tidak ada dalil yang mendukung tabarruk
semacam itu. Kalau seandainya itu dilakukan dengan keyakinan bahwa pohon
tadi yang memberikan manfaat, bukan Allah yang memberi, itu bisa
menjerumuskan seseorang dalam syirik besar (akbar).
Sebagaimana keterangan dari guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy
Syatsri, “Mereka yang disebutkan dalam hadits ini mencari pertolongan
dengan bertabarruk supaya dimudahkan melakukan ketaatan menurut mereka.
Karena peperangan dan jihad termasuk bentuk ketaatan. Mereka ingin
mendapat pertolongan dengan melakukan sebab tersebut. Namun sebab yang
ditempuh ini adalah sebab syirik yang menyebabkan adanya ketergantungan
hati pada selain Allah. Sehingga sebab yang dilakukan ini untuk meraih
kemenangan dalam jihad tidaklah dibenarkan. … Seandainya sebab dengan
tabarruk yang tidak dituntunkan Islam ini dibenarkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
menempuhnya. Apalagi ada hajat ketika itu supaya dengan sebab ini dapat
meraih kemenangan dalam jihad.” (Dibahasakan secara bebas dari Syarh Mutunul ‘Aqidah, hal. 245). Intinya, Islam tidak membenarkan segala cara untuk meraih kemenangan atau ketaatan.
Syaikh Sulaiman At Tamimi dalam Taisir Al ‘Azizil Hamid (1:
407) berkata, “Jika menggantungkan senjata di pohon, lalu bersemedi
(i’tikaf) di sampingnya, serta menjadikan sekutu bagi Allah, walau tidak
sampai menyembahnya atau tidak pula memintanya, (dinilai keliru), maka
bagaimana lagi jika ada yang sampai berdo’a pada orang yang telah mati
seperti yang dilakukan oleh para pengagum kubur wali, atau ada yang
sampai beristighotsah padanya, atau dengan melakukan sembelihan, nadzar
atau melakukan thowaf pada kubur?!”
Pelajaran dari hadits ngalap berkahnya orang musyrik di atas:
1- Ngalap berkah (tabarruk) ada dua macam:
Macam pertama: Termasuk Syirik Akbar
Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang
masih hidup atau telah mati, di mana orang yang bertabarruk ingin
mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah), atau jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah Ta’ala,
atau ingin mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka seperti ini termasuk syirik akbar (syirik besar). Karena kelakukan semacam ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.
Macam kedua: Termasuk Bid’ah
Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk
tersebut akan berbuahkan pahala karena telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang mendatangkan manfaat atau bahaya.
Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan
mengusap-usap kain ka’bah, dengan menyentuh dinding ka’bah, dengan
menyentuh maqom Ibrahim dan hujroh nabawiyah, atau dengan
menyentuh tiang masjidi harom dan masjid nabawi; ini semua dilakukan
dalam rangka meraih berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah
tabarruk yang bid’ah (tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam) dan
termasuk wasilah (perantara) pada syirik akbar kecuali jika ada dalil khusus akan hal itu.
2- Para sahabat yang meminta pohon Dzatu Anwath seperti yang
dimiliki orang musyrik, itu dalam keadaan jahil (tidak tahu atau
bodoh). Jika mereka saja sahabat yang hidup di tengah Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
tidak mengetahui hal tersebut, lebih-lebih lagi yang selain mereka,
lebih-lebih lagi yang keislamannya cuma warisan atau hanya di KTP saja.
Tentu yang terakhir ini jauh dari memahami maksud syirik.
3- Para sahabat itu masih memiliki kebaikan dan dijamin mendapatkan ampunan dibanding selain mereka.
4- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi uzur pada mereka, malah beliau melakukan tiga hal: (1) takjub sambil mengucapkan ‘subhanallah’, riwayat lain disebut ‘Allahu akbar’, (2) itu ajaran jahiliyyah sebelum masa sahabat, (3) para sahabat telah ingin mengikuti ajaran jahiliyyah masa silam.
5- Memperingatkan seseorang dari syirik ini adalah perkara penting
sampai-sampai permintaan para sahabat ini dikatakan sama dengan
permintaan kaum Musa kepada Nabinya, “Jadikan bagi kami ilah (sesembahan) sebagaimana mereka memiliki sesembahan.”
6- Di antara makna laa ilaha illallah adalah meninggalkan ketergantungan hati pada selain Allah termasuk pula dalam ngalap berkah.
7- Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan kata sumpah. Dan tidaklah kalimat sumpah digunakan kecuali dalam perkara penting yang mengandung maslahat.
8- Syirik itu ada yang besar (mengeluarkan dari Islam) dan ada yang
kecil (yang tidak mengeluarkan dari Islam). Sedangkan dalam hadits ini,
yang diperbuat tidaklah mengeluarkan dari Islam.
9- Para sahabat selain sahabat yang baru masuk Islam tadi pasti tahu bahwa yang diminta adalah dihukumi syirik.
10- Ketika takjub pada sesuatu, bisa mengucapkan subhanallah atau Allahu akbar.
11- Setiap jalan menuju syirik atau yang haram mesti dicegah.
12- Haramnya tasyabbuh atau menyerupai orang jahiliyyah.
13- Celaan terhadap Yahudi dan Nashrani dalam Al Qur’an, juga termasuk celaan pada kaum muslimin yang memiliki sifat yang sama.
14- Ibadah itu dibangun di atas perintah dalil
15- Ajaran ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) tercela sebagaimana pula ajaran orang musyrik.
16- Orang yang berpindah dari masa kemaksiatan atau kejahilan, belum
tentu aman bahwasanya mereka tidak melakukan kebiasaan mereka di masa
silam lagi.
[Faedah ini adalah pelajaran yang diambil dari faedah Syaikh Muhammad At Tamimi dalam Kitab Tauhid]
Moga bermanfaat … Hanya Allah yang memberi taufik.
---
@ BSD City, Tangerang (Soraya House), 16 Jumadal Akhiroh 1434 H
No comments:
Post a Comment