Oleh: Ustadz Mardiansyah
“Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak
menginginkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menginginkan
pula supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah maha
pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
(QS. Ad-Dzariyat: 56-58)
Tauhid; Hak Allah, Kewajiban Manusia
Sesungguhnya tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk
ditunaikan. Tidaklah Allah mencipta jin dan manusia kecuali agar
bertauhid. Hak tersebut karena Dia sebagai maha pencipta, pemilik dan
pengatur alam semesta ini.
Langit dan bumi serta segala apa yang ada di antara keduanya terwujud
karena Allah. Dia menciptakan seluruhnya dengan hikmah yang besar dan
keadilan. Maka layak bagi-Nya untuk mendapatkan hak peribadahan dari
semua makhluk-Nya tanpa disekutukan dengan apa pun.
Sebagian ulama menafsirkan kalimat: “supaya menyembah-Ku” dengan: “supaya mentauhidkan-Ku”.
Amalan manapun tidak akan bermanfaat, tertolak dan batal bila dicampuri
syirik. Bahkan bisa menggugurkan seluruh amalan lain bila perbuatan
yang dilakukan dalam kategori syirik besar.
Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman:
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (Al-An`am: 88)
“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentu kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
Suatu perkara yang tidak bisa disangkal adalah bahwa alam raya ini
pasti ada yang menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah orang
yang tidak waras. Sebab jika dia sadar tentu meyakini bahwa setiap yang
tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. Alam yang demikian
teratur dan rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan pengatur. Tidak
ada yang mengingkari perkara ini kecuali atheis yang sombong.
Allah telah menciptakan manusia yang mana dahulunya bukanlah apa-apa.
Eksistensi mereka di bumi ini merupakan kekuasaan Allah. Allah telah
melimpahkan banyak kucuran nikmat-Nya sejak mereka masih berada dalam
perut, lahir ke dunia hingga mati.
Rahmat Allah yang sedemikian rupa menuntut kita untuk mewujudkan hak
Allah yang paling besar yaitu beribadah kepada-Nya. Allah tidak pernah
meminta apa apa dari kita kecuali hanya agar kita ibadah kepada-Nya
semata dengan ikhlas.
Ibadah bukanlah sebagai hadiah kita untuk Allah atas segala limpahan
nikmat-Nya. Sebab perbandingannya tidak seimbang. Dalam setiap hitungan
nafas yang kita hembuskan maka di sana ada sekian nikmat yang tak
terhingga nilainya. Oleh karenanya nilai ibadah manusia kepada Allah
tenggelam tanpa meninggalkan bilangan di dalam luas rahmat-Nya. Allah
berfirman:
“Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang yang
bertakwa.” (Thoha: 132)
Ketika manusia beribadah kepada Allah tanpa berbuat syirik maka
sebenarnya manfaatnya kembali kepada diri manusia sendiri. Allah akan
membalas seluruh amal kebaikan manusia dengan kebaikan yang berlipat
ganda. Ibadah manusia tidaklah akan menguntungkan Allah dan bila mereka
tidak beribadah tidak pula akan merugikan-Nya.
Manusia yang mendambakan kebaikan untuk dirinya tentu akan serius
beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun. Itulah
tauhid yang harus dibersihkan dari berbagai daki-daki syirik. Sebab
kesyirikan hanyalah menjanjikan kesengsaraan hidup dunia – akhirat.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah (dengan sesuatu),
maka pasti Allah mengharamkan surga baginya, dan tempat kembalinya
adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzolim itu seorang penolong
pun” (Al-Maidah: 72)
Sementara mentauhidkan Allah dalam ibadah mengantarkan kepada keutamaan yang besar di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman-Nya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka
dengan kedzoliman, bagi mereka keamanan dan mereka mendapatkan
petunjuk.” (Al-An`am: 82)
Kedzoliman yang dimaksud dalam ayat ini ialah kesyirikan sebagaimana yang ditafsirkan oleh Rosulullah dalam hadits Ibnu Mas`ud.
Tauhid Fitrah Manusia
Allah berfirman:
“Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit
dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur
segala urusan? Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah:
Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Yunus: 31)
Sesungguhnya syahadat tauhid telah tertanam pada jiwa manusia sejak
lahir. Namun fitroh untuk beribadah ini dirusak oleh bujuk rayu syaithon
di kemudian hari, sehingga berpaling dari tauhid kepada syirik, dari
fitrah taat menjadi maksiyat. Para syaithan baik dari kalangan jin dan
manusia bahu-membahu untuk menyesatkan manusia dengan sejuta cara.
Rosulullah bersabda,
“Setiap anak yang lahir, dilahirkan atas fitroh, maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nashroni atau Majusi” (HR.Al-Bukhori)
Allah berfirman,
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah di atas) fitroh Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah.” (Ar-Ruum:30)
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh,
yaitu syaithon-syaithon (dari jenis) manusia dan jin, sebahagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk
menipu” (Al-An’am:112)
Sehingga karakter asal yang tertanam pada diri manusia secara fitroh
adalah bertauhid kepada Allah Sementara kesyirikan adalah yang datang
kemudian. Jika manusia mengikuti fitrahnya yang suci selamatlah dia.
Namun jika tidak mengikutinya, tentu akan menikmati kesengsaraan hidup
dan perselisihan, permusuhan di kalangan manusia.
Allah berfirman:
“Dahulu manusia itu adalah ummat yang satu. maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.” (Al-Baqoroh: 213)
“Dahulu manusia hanyalah ummat yang satu, kemudian mereka berselisih.”(Yunus:19)
Jarak antara Nabi Adam AS dan Nabi Nuh AS adalah sepuluh generasi yang seluruhnya berada di atas Islam. Lalu kesyirikan berawal pada masa itu. Maka Allah mengutus Nuh sebagai rosul yang pertama,
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudian.” (An-Nisaa`: 163)
Dahulu
bangsa Arab juga berada di atas agama Nabi Ibrahim yaitu tauhid. hingga
datang `Amr bin Luhai Al-Khuza`i lalu merubah agama Nabi Ibrohim
menjadi agama pagan. Melalui orang ini tersebar penyembahan terhadap
berhala di Arab, terlebih khusus daerah Hijaz. Maka Allah mengutus Nabi
Muhammad sebagai nabi yang terakhir.
Rosulullah menyeru manusia kepada agama tauhid, berjihad di jalan
Allah dengan sebenar-benarnya. Sampai tegak kembali agama tauhid dan
runtuhlah segala sesembahan terhadap berhala. Saat itulah Allah
menyempurnakan agama dan nikmat-Nya bagi alam semesta.
Itulah fenomena sejarah perjalanan agama umat manusia sampai zaman
ini. Hari-hari belakangan kesyirikan telah sedemikian dahsyat melanda
kaum muslimin. Sedikit sekali di antara mereka orang yang mengerti
tentang tauhid dan bersih dari syirik. As-Syaikh Abdurrohman bin Hasan
Alu As-Syaikh pernah berkata: “Di awal umat ini jumlah orang yang
bertauhid cukup banyak sedangkan di masa belakangan jumlah mereka
sedikit”.
Penutup
Kita mendapatkan perkara tauhid sebagai barang langka dalam kehidupan
sebagian masyarakat muslimin. Tidak mudah kita menemuinya walaupun
mereka mengaku sebagai muslimin. Maka perlu untuk membangkitkan kembali
semangat bertauhid di tengah-tengah masyarakat. Karena tauhid adalah hak
Allah yang paling wajib untuk ditunaikan oleh segenap manusia.
Allah berfirman:
“Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah
orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari
kiamat”. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Az-Zumar: 15).
* Penulis adalah Kepsek SMA Hidayatullah Bontang
http://saripedia.wordpress.com/2013/04/10/tauhid-untuk-seluruh-manusia/
No comments:
Post a Comment