Deportasi Pemuda karena Terlalu Ganteng
Salam, Ustad mesti sudah dengar berita orang ganteng yang dideportasi
dari Saudi ke Abu Dabi. Sebenarnya semacam ini melanggar hak tidak? Karena dia
ganteng kan gak salah. Kenapa hrs dideportasi? Mohon tnggapannya… Trims
Dari: Imma
Jawaban:
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Bagian dari keistimewaan masyarakat kita, mudah memberikan komentar terhadap
masalah yang sama sekali bukan menjadi kepentingannya. Bagi dunia pers, berita
aneh adalah berita baik. Karena dengan ini dia bisa mendapatkan rating
kunjungan pembaca yang lebih tinggi. Urusan mendidik dan tidak mendidik, bukan
jadi soal. Yang penting bisa tetap laris.
Deportasi orang tampan
yang dilakukan pemerintah saudi merupakan contoh dalam hal ini. Apa kepentingan
masyarakat indonesia dengan kebijakan ini? Sampai mereka harus gempar, bahkan
memberikan komentar tanpa arah. Meskipun setidaknya ada satu pelajaran yang
bisa kita tangkap dari fenomena ini, bahwa komentar masyarakat kita terhadap
kasus tersebut menunjukkan bagaimana tingkat pemahaman mereka terhadap syariat
islam.
Berikut beberapa catatan yang bisa kita perhatikan terkait kasus
deportasi tersebut,
Pertama, sejatinya kebijakan semacam ini pernah
dilaksanakan di zaman khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.
Suatu ketika Umar radhiyallahu ‘anhu jalan-jalan di malam hari, melaksanakan
tugas sebagai khalifah. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang memanggil-manggil
nama Nashr bin Hajjaj. Dia berangan-angan untuk bertemu Nashr, sampai tidak
bisa tidur. Wanita ini bersyair,
هل من سبيل
إلى الخمر
فأشربها ….. أو هل من سبيل
إلى نصر
بن الحجاج
Apakah ada jalan mendapatkan arak agar saya dapat meminumnya * * *
Atau apakah ada jalan untuk menemui Nashr bin Hajjaj.
Dia sedang mabuk kepayang, jatuh cinta dengan Nashr bin Hajjaj.
Pagi harinya, Umar mencari identitas Nashr bin Hajjaj. Ternyata dia berasal
dari Bani Sulaim. Seketika Umar radhiyallahu ‘anhu menyuruh Nasrh untuk
menghadap. Ternyata Nashr bin Hajjaj ialah orang yang pandai bersyair, sangat
bagus rambutnya dan sangat tampan wajahnya.
Kemudian Umar memerintahkan agar rambutnya digundul. Dia pun
menggundul rambutnya. Tapi ternyata dia semakin tampan. Lantas Umar
memerintahkan agar dia memakai surban. Setelah memakai surban, justru menambah
ketampanananya dan menjadi hiasan baginya. Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Tidak akan tenang bersamaku seorang laki-laki yang dipanggil-panggil
oleh perempuan.” Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu memberinya harta yang banyak
dan dia mengutusnya ke Bashrah agar dia melakukan perdagangan yang dapat
menyibukkan dirinya dari memikirkan perempuan dan menyibukkan perempuan dari
dirinya.
Kisah ini disebutkan oleh sejumlah ulama. Diantaranya Syaikhul islam dalam
kitab Istiqamah dan Majmu’ Fatawa, Ibnul Qoyim dalam Badai Al-Fawaid, Al-Alusi
dalam Tafsirnya; Ruhul Ma’ani, dan As-Syinqithi dalam Adhwaul Bayan. Kisah ini
dishahihkan Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Al-Ishabah (6/485).
Kedua, bagi orang yang belum memahami rahasia dibalik
kesempurnaan syariat, akan bertanya-tanya, apa urusan Umar dengan ketampanan
Nashr bin Hajjaj?
Tentu saja yang dilakukan Umar bukan karena beliau iri dengan Nashr atau
semata karena kurang kerjaan. Pemimpin sekelas Umar sangat jauh dari dugaan
semacam ini.
Untuk bisa mengerti latar belakang keputusan Umar bin Khatab radhiyallahu
‘anhu, kita perlu memahami satu kata kunci bahwa syariat islam adalah syariat
yang membuka setiap jalan kebaikan dan menutup semua celah keburukan.
Jika kita perhatikan aturan syariat, kita bisa menyimpulkan bahwa syariat
islam sangat antusias untuk membuka setiap celah kebaikan dunia-akhirat dan
menutup rapat setiap celah keburukan dunia-akhirat. Karena itulah, dalam urusan
yang haram, islam tidak hanya melarang yang haram saja, tapi juga melarang
semua celah yang bisa mengantarkan kepada yang haram. Islam mengharamkan zina,
islam juga mengharamkan setiap celah menuju zina. Islam mengharamkan riba,
islam juga mengharamkan setiap celah menuju riba, seperti jual beli ‘inah, dst.
Semangat seperti inilah yang sering dikenal oleh para ulama ushul fiqih dengan
istilah Saddud Dzari’ah : menutup celah setiap jalan yang bisa memicu timbulnya
perbuatan yang terlarang.
Syaikhul Islam mengatakan,
إن الشريعة جاءت
بتحصيل المصالح
وتكميلها وتعطيل
المفاسد وتقليلها
فالقليل من
الخير خير
من تركه
ودفع بعض
الشر خير
من تركه
كله …
“Sesungguhnya syariat datang untuk mewujudkan semua bentuk kebaikan dan
menyempurnakannya, serta menghilangkan semua bentuk kerusakan dan
menguranginya. Menjaga kebaikan yang sedikit, itu lebih baik dibandikangkan
mengabaikannya. Mengurangi keburukan yang seidkit, itu lebih baik dari pada
membiarkan semuanya.” (Majmu’ Fatawa, 15/312).
Setalah menyebutkan prinsip penting di atas, selanjutnya Syaikhul islam
menyebutkan kisah Nashr bin Hajaj bersama Umar,
ومما يدخل في
هذا أن
عمر بن
الخطاب نفى
نصر بن
حجاج من
المدينة ومن
وطنه إلى
البصرة لما
سمع تشبيب
النساء به..
Termasuk upaya mewujudkan semangat ini adalah sikap Umar bin Khatab yang mendeportasi
Nashr bin Hajjaj dari kota asalnya Madinah ke kota Bashrah. Karena beliau
mendengar beberapa wanita menyanjung-nyanjung dirinya…
Ketiga, Apakah Ini Hukuman?
Jika kita perhatikan, sejatinya semacam ini bukan hukuman. Andaipun disebut
hukuman, sejatinya hanya hukuman yang sangat ringan. Karena orang ini hanya
dideportasi ke tempat lain, dan selanjutnya dia bisa beraktivitas sebagaimana
umumnya masyarakat. Dia tetap mendapat hak kelayakan hidup.
Dan kebijakan pemerintah muslim dalam hal ini adalah menjaga timbulnya
peluang maksiat yang lebih besar. Sehingga tujuan sejatinya adalah sebagai
pendidikan bagi umat.
Ini sebagaimana dijelaskan Syaikahul islam dalam lanjutan fatwanya,
فهذا لم يصدر
منه ذنب
ولا فاحشة
يعاقب عليها؛
لكن كان
في النساء
من يفتتن
به فأمر
بإزالة جماله
الفاتن فإن
انتقاله عن
وطنه مما
يضعف همته
وبدنه ويعلم
أنه معاقب
وهذا من
باب التفريق
بين الذين
يخاف عليهم
الفاحشة والعشق
قبل وقوعه
وليس من
باب المعاقبة
Dalam kasus ini, Nashr bin Hajaj sebenarnya tidak melakukan dosa maupun
perbuatan keji, sehingga dia layak dihukum. Akan tetapi mengingat ada beberapa
wanita yang tergila-gila dengannya maka beliau perintahkan untuk mengurangi
kadar kegantengan pemicu fitnah. Dengan dia dideportasi dari negerinya akan
mengurangi pikiran yang tidak karuan, fisiknya dan dia akan menyadari bahwa dia
sedang dihukum. Semacam ini hakekatnya adalah menjauhkan orang dari
kekhawatiran timbulnya perbuatan keji dan mabuk cinta, sebelum itu terjadi, dan
bukan sebagai hukuman. (Majmu’ Fatawa, 15/313).
Keempat, Bukankah Ini Merugikan Satu Pihak?
Kita sepakat ini akan merugikan pihak yang dideportasi. Padahal dia tidak
melakukan kesalahan. Tapi harus ada yang dikorbankan demi berlangsungnya
pendidikan bagi umat. Dalam kajian fikih, semacam ini termasuk bentuk
mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan individu. Para ulama
meletakkan kaidah,
يتحمل الضرر الخاص
لدفع ضرر
عام
Diambil kerugian yang lingkupnya kecil untuk menghindari kerugian yang
lingkupnya umum. (Al-Wajiz fi Idhah Qawaid Al-Fiqh Al-Kuliyah, hlm. 263).
Mengorbankan hak orang yang dideportasi, itu pasti. Tapi pengorbanan ini
akan lebih ringan dibandingkan kemaslahatan yang bisa dinikmati banyak orang.
Setelah memahami ini, berlebihan ketika ada orang yang menggugat fenomena
tersebut atas nama HAM.
Kelima, Tak Kenal maka Tak Sayang
Demikian kata pepatah yang sering kita dengar. Para ulama juga menasehatkan
hal yang sama,
الناس أعداء ما
جهلوا
“Manusia akan menjadi musuh terhadap kebaikan yang tidak dia ketahui.”
Ketika yang dia benci tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran islam, mungkin
masalahnya akan ringan. Namun ketika yang dibenci ajaran syariat, masalahnya
menjadi runyam. Bisa dibayangkan ketika ada seorang muslim yang membenci aturan
syariat agamanya karena dia tidak paham bahwa itu aturan syariat.
Apa yang dilakukan pemerintah Saudi dalam kasus ini tidak ubahnya
sebagaimana keputusan Khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu. Dan itu
sesuai dengan semangat yang diajarkan dalam islam. Sayangnya banyak muslim yang
keburu buka mulut untuk komentar miring, padahal sejatinya itu sesuai dengan
aturan agamanya.
Sekali lagi, hati-hati dengan komentar, karena semua akan dipertanggung
jawabkan di hadapan Allah, Dzat yang Maha Mengetahui segalanya.
Allahu a’lam
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Lihat pembahasan lain di http://saudi-tauhid-sunnah.blogspot.com/2013/05/fenomena-berita-deportasi-orang-ganteng.html
Lihat pembahasan lain di http://saudi-tauhid-sunnah.blogspot.com/2013/05/fenomena-berita-deportasi-orang-ganteng.html
Bismillah.
ReplyDeleteHarap Gambarnya dihapus, terkait hadits larangan gambar makhluk hidup.