Saturday, April 27, 2013

"Pukulan telak Syekh Nashir Al-'Umar kepada Amerika"

Negara-negara Barat yang mengaku paling menjunjung tinggi kebebasan (demokratis) sekarang mencampuri urusan khusus internal kita, Jika Amerika benar-benar jujur dengan dirinya dalam hal kebebasan, mestinya mereka membiarkan kita dengan kebebasan (prinsip) kita..

Seorang wartawan Amerika datang & bertanya pada saya: “Bagaimana tentang masuknya kaum wanita ke parlemen, dan bagaimana tentang wanita menyetir mobil (yg tidak diperkenankan di Saudi)..???”

Maka saya jawab:Pertama, apakah kaum wanita kami mengadu kepada anda? Sehingga anda mencampuri urusan kami? Mengapa anda (lancang) mencampuri urusan kami?. Itu pertanyaan pertama.

Kedua, saya Tanya pada anda: “Bukankan presiden Amerika waktu masih muda menyetir mobil sendiri?”..

Dia jawab: “Ya betul”.

“Lalu ketika menjadi gubernur negara bagian juga kadang masih nyetir mobil?”

Dia jawab: “ya”.

“Tetapi setelah menjadi presiden Amerika apakah sang presiden nyetir mobil sendiri?”,

dia jawab: “Tidak”.

Saya Tanya: “Mengapa?”..

dia jawab: “Sebagai bentuk penghormatan dan penjagaan kami padanya”.

Maka saya katakan padanya: (Itulah yang kami lakukan pada kaum wanita kami) Kami menyopiri wanita kami sebagai bentuk penjagaan & penghormatan kepada kaum wanita kami.Saya menyopiri saudara perempuan, istri dan anak-anak perempuanku.. kemudian realita jika kami dalam perjalanan.. jika saya kembali ke KSA dengan pesawat dan bersama kami para wanita apa yang terjadi?: laki-lakilah yang melayani wanita. Dialah yang mendampingi mereka, dia yang menjaganya dan melayaninya serta membawakan tasnya.

Dalam realitas kehidupan kami, jika safar –tanpa melebih lebihkan- sekitar 70 – 80% kamilah yang melayani keperluan para istri kami: dalam menyetir mobil, keperluan di hotel, mencari hotel, bahkan dalam haji kamilah yang memasak dan mereka tinggal memakannya. Itu adalah fakta yang diketahui semua orang, .. dan sesungguhnya ini adalah bentuk pelayanan/ khidmah (kami kepada kaum wanita).

Lalu saya meledek wartawan Amerika itu: “Anda bilang (Amerika paling) menghormati wanita dan mempertanyakan tidak masuknya wanita kami ke parlemen, sejak kapan Amerika merdeka?”

–dia jawab: lebih dari 200 tahun-

“kalau begitu tunjukkan kepada saya SATU saja presiden Amerika yang wanita”…

dia jawab: “gk ada satu pun” .

Saya bilang: “Kalo gk ada, Wakil presiden yang wanita .. ??” .

Dia jawab: “Nggak ada juga ..”.

Saya bilang padanya: “Kalian itu sebenarnya pendusta” (Cuma omong doang).. Beritahukan pada saya, dalam sejarah konggres (sejak dulu sampai sekarang) kapan ada masa dimana jumlah wanita sama dengan jumlah laki-laki?..

dia jawab: belum pernah ada sekalipun. (Hadeeeeuh –pentrjemah)

“Kalian Cuma memasukkan beberapa wanita saja (ke parlemen) trus mentertawakan kami ???”….

**Syekh Nashir Al-'Umar dalam seminar bertema: Kesepakatan dan Muktamar Wanita Internasional dan Dampaknya terhadap Dunia Islam#

Sumber: fb akhi habibi ihsan.

Deportasi Orang Ganteng Dalam Syariat Islam

deportasi karena wajah ganteng 

Deportasi Pemuda karena Terlalu Ganteng

Salam, Ustad mesti sudah dengar berita orang ganteng yang dideportasi dari Saudi ke Abu Dabi. Sebenarnya semacam ini melanggar hak tidak? Karena dia ganteng kan gak salah. Kenapa hrs dideportasi? Mohon tnggapannya… Trims
Dari: Imma

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Bagian dari keistimewaan masyarakat kita, mudah memberikan komentar terhadap masalah yang sama sekali bukan menjadi kepentingannya. Bagi dunia pers, berita aneh adalah berita baik. Karena dengan ini dia bisa mendapatkan rating kunjungan pembaca yang lebih tinggi. Urusan mendidik dan tidak mendidik, bukan jadi soal. Yang penting bisa tetap laris.

Deportasi orang tampan yang dilakukan pemerintah saudi merupakan contoh dalam hal ini. Apa kepentingan masyarakat indonesia dengan kebijakan ini? Sampai mereka harus gempar, bahkan memberikan komentar tanpa arah. Meskipun setidaknya ada satu pelajaran yang bisa kita tangkap dari fenomena ini, bahwa komentar masyarakat kita terhadap kasus tersebut menunjukkan bagaimana tingkat pemahaman mereka terhadap syariat islam.

Berikut beberapa catatan yang bisa kita perhatikan terkait kasus deportasi tersebut,
Pertama, sejatinya kebijakan semacam ini pernah dilaksanakan di zaman khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.

Suatu ketika Umar radhiyallahu ‘anhu jalan-jalan di malam hari, melaksanakan tugas sebagai khalifah. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang memanggil-manggil nama Nashr bin Hajjaj. Dia berangan-angan untuk bertemu Nashr, sampai tidak bisa tidur. Wanita ini bersyair,

هل من سبيل إلى الخمر فأشربها ….. أو هل من سبيل إلى نصر بن الحجاج

Apakah ada jalan mendapatkan arak agar saya dapat meminumnya * * *
Atau apakah ada jalan untuk menemui Nashr bin Hajjaj.

Dia sedang mabuk kepayang, jatuh cinta dengan Nashr bin Hajjaj.

Pagi harinya, Umar mencari identitas Nashr bin Hajjaj. Ternyata dia berasal dari Bani Sulaim. Seketika Umar radhiyallahu ‘anhu menyuruh Nasrh untuk menghadap. Ternyata Nashr bin Hajjaj ialah orang yang pandai bersyair, sangat bagus rambutnya dan sangat tampan wajahnya.

Kemudian Umar memerintahkan agar rambutnya digundul. Dia pun menggundul  rambutnya. Tapi ternyata dia semakin tampan. Lantas Umar memerintahkan agar dia memakai surban. Setelah memakai surban, justru menambah ketampanananya dan menjadi hiasan baginya. Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak akan tenang bersamaku seorang laki-laki yang dipanggil-panggil oleh perempuan.” Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu memberinya harta yang banyak dan dia mengutusnya ke Bashrah agar dia melakukan perdagangan yang dapat menyibukkan dirinya dari memikirkan perempuan dan menyibukkan perempuan dari dirinya.

Kisah ini disebutkan oleh sejumlah ulama. Diantaranya Syaikhul islam dalam kitab Istiqamah dan Majmu’ Fatawa, Ibnul Qoyim dalam Badai Al-Fawaid, Al-Alusi dalam Tafsirnya; Ruhul Ma’ani, dan As-Syinqithi dalam Adhwaul Bayan. Kisah ini dishahihkan Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Al-Ishabah (6/485).

Kedua, bagi orang yang belum memahami rahasia dibalik kesempurnaan syariat, akan bertanya-tanya, apa urusan Umar dengan ketampanan Nashr bin Hajjaj?

Tentu saja yang dilakukan Umar bukan karena beliau iri dengan Nashr atau semata karena kurang kerjaan. Pemimpin sekelas Umar sangat jauh dari dugaan semacam ini.

Untuk bisa mengerti latar belakang keputusan Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, kita perlu memahami satu kata kunci bahwa syariat islam adalah syariat yang membuka setiap jalan kebaikan dan menutup semua celah keburukan.

Jika kita perhatikan aturan syariat, kita bisa menyimpulkan bahwa syariat islam sangat antusias untuk membuka setiap celah kebaikan dunia-akhirat dan menutup rapat setiap celah keburukan dunia-akhirat. Karena itulah, dalam urusan yang haram, islam tidak hanya melarang yang haram saja, tapi juga melarang semua celah yang bisa mengantarkan kepada yang haram. Islam mengharamkan zina, islam juga mengharamkan setiap celah menuju zina. Islam mengharamkan riba, islam juga mengharamkan setiap celah menuju riba, seperti jual beli ‘inah, dst. Semangat seperti inilah yang sering dikenal oleh para ulama ushul fiqih dengan istilah Saddud Dzari’ah : menutup celah setiap jalan yang bisa memicu timbulnya perbuatan yang terlarang.

Syaikhul Islam mengatakan,
إن الشريعة جاءت بتحصيل المصالح وتكميلها وتعطيل المفاسد وتقليلها فالقليل من الخير خير من تركه ودفع بعض الشر خير من تركه كله
“Sesungguhnya syariat datang untuk mewujudkan semua bentuk kebaikan dan menyempurnakannya, serta menghilangkan semua bentuk kerusakan dan menguranginya. Menjaga kebaikan yang sedikit, itu lebih baik dibandikangkan mengabaikannya. Mengurangi keburukan yang seidkit, itu lebih baik dari pada membiarkan semuanya.” (Majmu’ Fatawa, 15/312).

Setalah menyebutkan prinsip penting di atas, selanjutnya Syaikhul islam menyebutkan kisah Nashr bin Hajaj bersama Umar,
ومما يدخل في هذا أن عمر بن الخطاب نفى نصر بن حجاج من المدينة ومن وطنه إلى البصرة لما سمع تشبيب النساء به..

Termasuk upaya mewujudkan semangat ini adalah sikap Umar bin Khatab yang mendeportasi Nashr bin Hajjaj dari kota asalnya Madinah ke kota Bashrah. Karena beliau mendengar beberapa wanita menyanjung-nyanjung dirinya…

Ketiga, Apakah Ini Hukuman?
Jika kita perhatikan, sejatinya semacam ini bukan hukuman. Andaipun disebut hukuman, sejatinya hanya hukuman yang sangat ringan. Karena orang ini hanya dideportasi ke tempat lain, dan selanjutnya dia bisa beraktivitas sebagaimana umumnya masyarakat. Dia tetap mendapat hak kelayakan hidup.

Dan kebijakan pemerintah muslim dalam hal ini adalah menjaga timbulnya peluang maksiat yang lebih besar. Sehingga tujuan sejatinya adalah sebagai pendidikan bagi umat.

Ini sebagaimana dijelaskan Syaikahul islam dalam lanjutan fatwanya,
فهذا لم يصدر منه ذنب ولا فاحشة يعاقب عليها؛ لكن كان في النساء من يفتتن به فأمر بإزالة جماله الفاتن فإن انتقاله عن وطنه مما يضعف همته وبدنه ويعلم أنه معاقب وهذا من باب التفريق بين الذين يخاف عليهم الفاحشة والعشق قبل وقوعه وليس من باب المعاقبة

Dalam kasus ini, Nashr bin Hajaj sebenarnya tidak melakukan dosa maupun perbuatan keji, sehingga dia layak dihukum. Akan tetapi mengingat ada beberapa wanita yang tergila-gila dengannya maka beliau perintahkan untuk mengurangi kadar kegantengan pemicu fitnah. Dengan dia dideportasi dari negerinya akan mengurangi pikiran yang tidak karuan, fisiknya dan dia akan menyadari bahwa dia sedang dihukum. Semacam ini hakekatnya adalah menjauhkan orang dari kekhawatiran timbulnya perbuatan keji dan mabuk cinta, sebelum itu terjadi, dan bukan sebagai hukuman. (Majmu’ Fatawa, 15/313).

Keempat, Bukankah Ini Merugikan Satu Pihak?
Kita sepakat ini akan merugikan pihak yang dideportasi. Padahal dia tidak melakukan kesalahan. Tapi harus ada yang dikorbankan demi berlangsungnya pendidikan bagi umat. Dalam kajian fikih, semacam ini termasuk bentuk mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan individu. Para ulama meletakkan kaidah,

يتحمل الضرر الخاص لدفع ضرر عام
Diambil kerugian yang lingkupnya kecil untuk menghindari kerugian yang lingkupnya umum. (Al-Wajiz fi Idhah Qawaid Al-Fiqh Al-Kuliyah, hlm. 263).

Mengorbankan hak orang yang dideportasi, itu pasti. Tapi pengorbanan ini akan lebih ringan dibandingkan kemaslahatan yang bisa dinikmati banyak orang. Setelah memahami ini, berlebihan ketika ada orang yang menggugat fenomena tersebut atas nama HAM.

Kelima, Tak Kenal maka Tak Sayang
Demikian kata pepatah yang sering kita dengar. Para ulama juga menasehatkan hal yang sama,
الناس أعداء ما جهلوا
“Manusia akan menjadi musuh terhadap kebaikan yang tidak dia ketahui.”

Ketika yang dia benci tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran islam, mungkin masalahnya akan ringan. Namun ketika yang dibenci ajaran syariat, masalahnya menjadi runyam. Bisa dibayangkan ketika ada seorang muslim yang membenci aturan syariat agamanya karena dia tidak paham bahwa itu aturan syariat.
Apa yang dilakukan pemerintah Saudi dalam kasus ini tidak ubahnya sebagaimana keputusan Khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu. Dan itu sesuai dengan semangat yang diajarkan dalam islam. Sayangnya banyak muslim yang keburu buka mulut untuk komentar miring, padahal sejatinya itu sesuai dengan aturan agamanya.

Sekali lagi, hati-hati dengan komentar, karena semua akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah, Dzat yang Maha Mengetahui segalanya.

Allahu a’lam

Fitnah! Arab Saudi akan Menggusur Makam Nabi

Berita Heboh Arab Saudi akan Menggusur Makam Nabi

saudi membongkar makam nabi muhammad 
Beberapa hari terakhir ini beredar berita mengenai niat pemerintah Arab Saudi untuk menggusur makam sebaik-baik manusia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kontan saja, hal ini menuai protes dan kecaman dari berbagai lapisan umat Islam yang sangat mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semangat dan kecintaan terhadap Nabi ini sesuatu yang sangat kita syukuri, kita ucapkan Alhamdulillah pembelaan terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih menggelora di dada-dada umat Islam.

Namun rasa cinta dan pembelaan kita terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hendaknya jangan menjadi suatu bumerang yang malah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk memecah belah barisan umat Islam itu sendiri. Alangkah baiknya apabila berita ini kita teliti terlebih dahulu agar kita tidak termasuk firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6)

Berita ini bersumber dari Fars News Agency, salah satu agensi berita atau media Iran. Sebagaimana telah diketahui, Iran memiliki latar belakang ideologi yang bertolak belakang dengan pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah yang diusung oleh Arab Saudi dan pandangan-pandangan politiknya pun bersebrangan dengan Riyadh dalam menyikapi isu-isu regional Timur Tengah ataupun isu internasional. Tidak jarang Teheran melemparkan sebuah pernyataan sentimen yang memojokkan Riyadh.

Selain itu, track record media-media Iran pun dikenal buruk dalam ke-independen-an-nya dalam mengusung berita. Mereka tidak segan-segan untuk melakukan kebohongan dan memanipulasi berita, demi tujuan dan kepentingan mereka. Seperti saat Iran menjadi tuan rumah KTT Non-Blok pada tahun ini, televisi Iran sengaja merubah terjemahan pidato Presiden Mesir, Muhammad Mursi, yang disampaikan dalam bahasa Arab. Mursi mengutuk pemerintah Suriah atas pembantaian terhadap rakyatnya dan mengjak dunia untuk membantu masyarakat Suriah menuju kebebasan dan kebangkitan. Namun pidato tersebut diubah oleh Telivisi Iran dengan terjemahan bahasa Persia, agar hendaknya dunia membantu masyakarat Bahrain merdeka dari pemerintah mereka.

Sebagaimana kita ketahui, Suriah merupakan sekutu Iran, baik dalam ideologi Syi’ah maupun pandangan politiknya. Sedangkan Bahrain adalah negara Ahlussunnah atau Sunni dan masyarakat yang memberontak adalah Syi’ah. Oleh karena itu, telivsi Iran memelesetkan terjemahan pidato Presiden Mesir agar pengaruh Teheran di dunia Arab kian kuat. Simak video perubahan pidato tersebut:

Padahal, jangankan kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, rencana memperluas mathaaf (tempat thawaf) di sekitar Ka’bah dengan merobohkan tiang-tiang mashaabiih yang merupakan peninggalan atau sentuhan peradaban khilafah Utsmani saja sampai sekarang tidak direalisasikan, karena pemerintah Arab Saudi mempertimbangkan perasaan umat Islam secara umum dan negeri Turki secara khusus.

Hal ini pun dibantah oleh pihak Kedutaan Besar Arab Saudi yang dikonfirmasi oleh redaksi Sabili dengan langsung membantah fitnah tersebut. Mufti Saudi tidak pernah memfatwakan seperti itu. Berita tersebut bersumber dari propaganda Iran, “Mereka dengki karena haji tahun ini berlangsung sukses,” katanya singkat.

Yang benar, proyek perluasan Masjid Nabawi meliputi sayap Timur dan Barat masjid tanpa melakukan pengrusakan terhadap kuburan Nabi dan dua sahabatnya yang mulia.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap menjaga persatuan umat Islam di atas petunjuk Nabi-Nya yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menganugerahkan kita kecintaan kepada Nabi-Nya serta menghancurkan tipu daya orang-orang yang hendak memecah belah persatuan umat Islam.

Ditulis oleh Nurfitri Hadi, M.A (Tim Redaksi KonsultasiSyariah.com)

Pelajaran dari Ngalap Berkah Orang Musyrik

  syirik_ngalap_berkah_pohonHadits yang kami ceritakan kali berisi kisah perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya ke Hunain, yaitu suatu tempat sekitar Thoif. Di mana ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan para sahabat yang baru saja masuk Islam dan masih ada bekas-bekas masa Jahiliyah serta mereka tidak mengenal hukum Islam. Di dalam hadits inilah diceritakan bagaimana ngalap berkah yang terjadi pada orang musyrik lewat suatu pohon yang dinamakan ‘Dzatu Anwath’ dan para sahabat yang baru masuk Islam ini ingin mengikutinya. 
 
Disebutkan dalam hadits,
عَنْ أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ »
Dahulu kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Khoibar. Lalu, beliau melewati pohon orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath. Mereka menggantungkan senjata mereka. Lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Subhanallah! Sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.” (QS. Al A’raaf: 138). Kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Tirmidzi no. 2180. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Hadits ini dikatakan shahih oleh Al Hafizh Abu Thohir Zubair ‘Ali Zaiy)

Dan yang dilakukan orang musyrik yang diterangkan dalam hadits di atas adalah tabarruk, meraih berkah. Meraih berkah di sini berarti ingin agar kebaikan itu langgeng dan terus bertambah. Mereka melakukan semedi (i’tikaf) dan menggantungkan senjata mereka dengan tujuan supaya senjata mereka ampuh dan bisa meraih kesaktian ketika berperang nantinya. Namun hal ini tidak dibenarkan karena tabarruk semacam ini tidak ada tuntunan karena tidak ada dalil yang mendukung tabarruk semacam itu. Kalau seandainya itu dilakukan dengan keyakinan bahwa pohon tadi yang memberikan manfaat, bukan Allah yang memberi, itu bisa menjerumuskan seseorang dalam syirik besar (akbar).

Sebagaimana keterangan dari guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, “Mereka yang disebutkan dalam hadits ini mencari pertolongan dengan bertabarruk supaya dimudahkan melakukan ketaatan menurut mereka. Karena peperangan dan jihad termasuk bentuk ketaatan. Mereka ingin mendapat pertolongan dengan melakukan sebab tersebut. Namun sebab yang ditempuh ini adalah sebab syirik yang menyebabkan adanya ketergantungan hati pada selain Allah. Sehingga sebab yang dilakukan ini untuk meraih kemenangan dalam jihad tidaklah dibenarkan. … Seandainya sebab dengan tabarruk yang tidak dituntunkan Islam ini dibenarkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menempuhnya. Apalagi ada hajat ketika itu supaya dengan sebab ini dapat meraih kemenangan dalam jihad.” (Dibahasakan secara bebas dari Syarh Mutunul ‘Aqidah, hal. 245). Intinya, Islam tidak membenarkan segala cara untuk meraih kemenangan atau ketaatan.

Syaikh Sulaiman At Tamimi dalam Taisir Al ‘Azizil Hamid (1: 407) berkata, “Jika menggantungkan senjata di pohon, lalu bersemedi (i’tikaf) di sampingnya, serta menjadikan sekutu bagi Allah, walau tidak sampai menyembahnya atau tidak pula memintanya, (dinilai keliru), maka bagaimana lagi jika ada yang sampai berdo’a pada orang yang telah mati seperti yang dilakukan oleh para pengagum kubur wali, atau ada yang sampai beristighotsah padanya, atau dengan melakukan sembelihan, nadzar atau melakukan thowaf pada kubur?!”

Pelajaran dari hadits ngalap berkahnya orang musyrik di atas:

1- Ngalap berkah (tabarruk) ada dua macam:
 Macam pertama: Termasuk Syirik Akbar
Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di mana orang yang bertabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah), atau jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah Ta’ala, atau ingin mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka seperti ini termasuk syirik akbar (syirik besar). Karena kelakukan semacam ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.
 Macam kedua: Termasuk Bid’ah
Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk tersebut akan berbuahkan pahala karena telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang mendatangkan manfaat atau bahaya. Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan mengusap-usap kain ka’bah, dengan menyentuh dinding ka’bah, dengan menyentuh maqom Ibrahim dan hujroh nabawiyah, atau dengan menyentuh tiang masjidi harom dan masjid nabawi; ini semua dilakukan dalam rangka meraih berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah tabarruk yang bid’ah (tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam) dan termasuk wasilah (perantara) pada syirik akbar kecuali jika ada dalil khusus akan hal itu.

2- Para sahabat yang meminta pohon Dzatu Anwath seperti yang dimiliki orang musyrik, itu dalam keadaan jahil (tidak tahu atau bodoh). Jika mereka saja sahabat yang hidup di tengah Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak mengetahui hal tersebut, lebih-lebih lagi yang selain mereka, lebih-lebih lagi yang keislamannya cuma warisan atau hanya di KTP saja. Tentu yang terakhir ini jauh dari memahami maksud syirik.

3- Para sahabat itu masih memiliki kebaikan dan dijamin mendapatkan ampunan dibanding selain mereka.

4- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi uzur pada mereka, malah beliau melakukan tiga hal: (1) takjub sambil mengucapkan ‘subhanallah’, riwayat lain disebut ‘Allahu akbar’, (2) itu ajaran jahiliyyah sebelum masa sahabat, (3) para sahabat telah ingin mengikuti ajaran jahiliyyah masa silam.

5- Memperingatkan seseorang dari syirik ini adalah perkara penting sampai-sampai permintaan para sahabat ini dikatakan sama dengan permintaan kaum Musa kepada Nabinya, “Jadikan bagi kami ilah (sesembahan) sebagaimana mereka memiliki sesembahan.

6- Di antara makna laa ilaha illallah adalah meninggalkan ketergantungan hati pada selain Allah termasuk pula dalam ngalap berkah.

7- Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan kata sumpah. Dan tidaklah kalimat sumpah digunakan kecuali dalam perkara penting yang mengandung maslahat.

8- Syirik itu ada yang besar (mengeluarkan dari Islam) dan ada yang kecil (yang tidak mengeluarkan dari Islam). Sedangkan dalam hadits ini, yang diperbuat tidaklah mengeluarkan dari Islam.

9- Para sahabat selain sahabat yang baru masuk Islam tadi pasti tahu bahwa yang diminta adalah dihukumi syirik.

10- Ketika takjub pada sesuatu, bisa mengucapkan subhanallah atau Allahu akbar.

11- Setiap jalan menuju syirik atau yang haram mesti dicegah.

12- Haramnya tasyabbuh atau menyerupai orang jahiliyyah.

13- Celaan terhadap Yahudi dan Nashrani dalam Al Qur’an, juga termasuk celaan pada kaum muslimin yang memiliki sifat yang sama.

14- Ibadah itu dibangun di atas perintah dalil

15- Ajaran ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) tercela sebagaimana pula ajaran orang musyrik.

16- Orang yang berpindah dari masa kemaksiatan atau kejahilan, belum tentu aman bahwasanya mereka tidak melakukan kebiasaan mereka di masa silam lagi.

[Faedah ini adalah pelajaran yang diambil dari faedah Syaikh Muhammad At Tamimi dalam Kitab Tauhid]
Moga bermanfaat … Hanya Allah yang memberi taufik.
---
@ BSD City, Tangerang (Soraya House), 16 Jumadal Akhiroh 1434 H

Friday, April 19, 2013

Makna Tauhid Uluhiyah

Memaknai dan mengamalkan aqidah Islam merupakan pondasi seseorang dalam menjalankan agamanya. Tanpa pondasi yang kuat, mustahil keimanan seorang muslim akan kuat laksana batu karang. Mengapa pula Rasulullahصَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  berjuang menguatkan aqidah para sahabat selama tiga belas tahun. Bukan waktu yang sebentar. Saat itu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ benar-benar menempa dengan keras agar mereka teguh dengan al-Islam. Para sahabat benar-benar mendapatkan tuntunan dan teladan dalam menauhidkan Allah سبحانه و تعالى‎.

Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah merupakan konsekuensi dari tauhid rububiyah. Hakikat tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Menujukan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya, dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Ibadah itu sendiri harus dibangun di atas landasan cinta dan pengagungan kepada-Nya.

Salah seorang ulama, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh menjelaskan, kata uluhiyah berasal dari alaha – ya’lahu – ilahah – uluhah yang bermakna ‘menyembah dengan disertai rasa cinta dan pengagungan’. Sehingga kata ta’alluh diartikan penyembahan yang disertai dengan kecintaan dan pengagungan

Tauhid uluhiyah merupakan intisari ajaran Islam. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi intisari dakwah para nabi dan rasul dan muatan pokok seluruh kitab suci yang diturunkan Allah ke muka bumi.

Allah سبحانه و تعالى‎ berfirman, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang berseru: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. an-Nahl: 36). “Dan tidaklah Kami mengutus kepada seorang rasul pun sebelum kami -Muhammad- melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- kecuali Aku, oleh sebab itu sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiyaa’: 25)

Makna tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah ta’ala dalam beribadah, dalam ketundukan dan ketaatan secara mutlak. Oleh sebab itu tidak diibadahi kecuali Allah semata dan tidak boleh dipersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun baik yang ada di bumi ataupun di langit. Tauhid tidak akan benar-benar terwujud selama tauhid uluhiyah belum menyertai tauhid rububiyah. Karena sesungguhnya hal ini -tauhid rububiyah, pen- tidaklah mencukupi.

Orang-orang musyrik Arab dahulu pun telah mengakui hal ini, tetapi ternyata hal itu belum memasukkan mereka ke dalam Islam. Hal itu dikarenakan mereka mempersekutukan Allah dengan sesembahan lain yang tentu saja Allah tidak menurunkan keterangan atasnya sama sekali dan mereka pun mengangkat sesembahan-sesembahan lain bersama Allah.

Tauhid uluhiyah bisa didefinisikan sebagai, mengesakan Allah dengan perbuatan hamba. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah berkata, “Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba, seperti dalam hal doa, istighotsah/memohon keselamatan, isti’adzah/meminta perlindungan, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya. Itu semuanya wajib ditujukan oleh hamba kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dalam hal itu/ibadah dengan sesuatu apa pun.”

Di masyarakat kita, meskipun mayoritas muslim akan tetapi pemahaman makna tauhid begitu rendah. Banyak rambu-rambu aqidah yang dilabrak. Karena pemimpinnya banyak yang tidak tahu Islam, hal tersebut menjadi lumrah dan biasa. Salah satu contoh konkret penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah, ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan utang.

Fakta tersebut sangat banyak terjadi di sekitar kita. Seperti kejadian yang sedang ramai belakangan ini. Sekumpulan artis yang kita lihat begitu alim di sinetronnya namun ternyata sudah akrab dengan dukun selama belasan tahun. Dan ternyata tidak hanya satu orang, melainkan banyak artis yang notabene jadi publik figur di masyarakat justru menjalin keakraban dengan dukun tadi. Hal tersebut jelas-jelas melanggar aqidah Islam yang lurus.

Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam salah satu haditsnya dengan tegas mengancam kita, dosa yang tidak diampuni oleh Allah adalah dosa syirik. Dosa syirik itu sangat tipis dan hampir tidak terlihat. Rasul mengumpamakannya seperti seekor semut hitam yang berjalan di batu hitam, pada malam hari. Benar-benar tidak terlihat. Kita sebagai seorang muslim hendaknya menjauhi hal-hal yang merusak tatanan aqidah Islam dalam diri kita guna menjadi muslim yang sejati, muslim yang lurus guna menuju jalan Islam yang diridhai Allah سبحانه و تعالى‎. Wallahu’alam. 

(w-islam.com/dari berbagai sumber)

Thursday, April 18, 2013

Tauhid untuk Seluruh Manusia

tauhid

Oleh: Ustadz Mardiansyah
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menginginkan rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menginginkan pula supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah maha pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” 
(QS. Ad-Dzariyat: 56-58)

Tauhid; Hak Allah, Kewajiban Manusia
Sesungguhnya tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk ditunaikan. Tidaklah Allah mencipta jin dan manusia kecuali agar bertauhid. Hak tersebut karena Dia sebagai maha pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta ini.

Langit dan bumi serta segala apa yang ada di antara keduanya terwujud karena Allah. Dia menciptakan seluruhnya dengan hikmah yang besar dan keadilan. Maka layak bagi-Nya untuk mendapatkan hak peribadahan dari semua makhluk-Nya tanpa disekutukan dengan apa pun.

Sebagian ulama menafsirkan kalimat: “supaya menyembah-Ku” dengan: “supaya mentauhidkan-Ku”. Amalan manapun tidak akan bermanfaat, tertolak dan batal bila dicampuri syirik. Bahkan bisa menggugurkan seluruh amalan lain bila perbuatan yang dilakukan dalam kategori syirik besar.

Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman:
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (Al-An`am: 88)
“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentu kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)

Suatu perkara yang tidak bisa disangkal adalah bahwa alam raya ini pasti ada yang menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah orang yang tidak waras. Sebab jika dia sadar tentu meyakini bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. Alam yang demikian teratur dan rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan pengatur. Tidak ada yang mengingkari perkara ini kecuali atheis yang sombong.

Allah telah menciptakan manusia yang mana dahulunya bukanlah apa-apa. Eksistensi mereka di bumi ini merupakan kekuasaan Allah. Allah telah melimpahkan banyak kucuran nikmat-Nya sejak mereka masih berada dalam perut, lahir ke dunia hingga mati.

Rahmat Allah yang sedemikian rupa menuntut kita untuk mewujudkan hak Allah yang paling besar yaitu beribadah kepada-Nya. Allah tidak pernah meminta apa apa dari kita kecuali hanya agar kita ibadah kepada-Nya semata dengan ikhlas.

Ibadah bukanlah sebagai hadiah kita untuk Allah atas segala limpahan nikmat-Nya. Sebab perbandingannya tidak seimbang. Dalam setiap hitungan nafas yang kita hembuskan maka di sana ada sekian nikmat yang tak terhingga nilainya. Oleh karenanya nilai ibadah manusia kepada Allah tenggelam tanpa meninggalkan bilangan di dalam luas rahmat-Nya. Allah berfirman:
“Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thoha: 132)

Ketika manusia beribadah kepada Allah tanpa berbuat syirik maka sebenarnya manfaatnya kembali kepada diri manusia sendiri. Allah akan membalas seluruh amal kebaikan manusia dengan kebaikan yang berlipat ganda. Ibadah manusia tidaklah akan menguntungkan Allah dan bila mereka tidak beribadah tidak pula akan merugikan-Nya.

Manusia yang mendambakan kebaikan untuk dirinya tentu akan serius beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun. Itulah tauhid yang harus dibersihkan dari berbagai daki-daki syirik. Sebab kesyirikan hanyalah menjanjikan kesengsaraan hidup dunia – akhirat.

Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah (dengan sesuatu), maka pasti Allah mengharamkan surga baginya, dan tempat kembalinya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzolim itu seorang penolong pun” (Al-Maidah: 72)

Sementara mentauhidkan Allah dalam ibadah mengantarkan kepada keutamaan yang besar di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman-Nya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kedzoliman, bagi mereka keamanan dan mereka mendapatkan petunjuk.” (Al-An`am: 82)

Kedzoliman yang dimaksud dalam ayat ini ialah kesyirikan sebagaimana yang ditafsirkan oleh Rosulullah dalam hadits Ibnu Mas`ud.
tauhid-1
Tauhid Fitrah Manusia
Allah berfirman:
“Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Yunus: 31)

Sesungguhnya syahadat tauhid telah tertanam pada jiwa manusia sejak lahir. Namun fitroh untuk beribadah ini dirusak oleh bujuk rayu syaithon di kemudian hari, sehingga berpaling dari tauhid kepada syirik, dari fitrah taat menjadi maksiyat. Para syaithan baik dari kalangan jin dan manusia bahu-membahu untuk menyesatkan manusia dengan sejuta cara.

Rosulullah bersabda,
“Setiap anak yang lahir, dilahirkan atas fitroh, maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi atau Nashroni atau Majusi” (HR.Al-Bukhori)

Allah berfirman,
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitroh Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah.” (Ar-Ruum:30)

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithon-syaithon (dari jenis) manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu” (Al-An’am:112)

Sehingga karakter asal yang tertanam pada diri manusia secara fitroh adalah bertauhid kepada Allah Sementara kesyirikan adalah yang datang kemudian. Jika manusia mengikuti fitrahnya yang suci selamatlah dia. Namun jika tidak mengikutinya, tentu akan menikmati kesengsaraan hidup dan perselisihan, permusuhan di kalangan manusia.

Allah berfirman:
“Dahulu manusia itu adalah ummat yang satu. maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.” (Al-Baqoroh: 213)
“Dahulu manusia hanyalah ummat yang satu, kemudian mereka berselisih.”(Yunus:19)
Jarak antara Nabi Adam AS dan Nabi Nuh AS adalah sepuluh generasi yang seluruhnya berada di atas Islam. Lalu kesyirikan berawal pada masa itu. Maka Allah mengutus Nuh sebagai rosul yang pertama,
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudian.” (An-Nisaa`: 163)
Dahulu bangsa Arab juga berada di atas agama Nabi Ibrahim yaitu tauhid. hingga datang `Amr bin Luhai Al-Khuza`i lalu merubah agama Nabi Ibrohim menjadi agama pagan. Melalui orang ini tersebar penyembahan terhadap berhala di Arab, terlebih khusus daerah Hijaz. Maka Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai nabi yang terakhir.

Rosulullah menyeru manusia kepada agama tauhid, berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Sampai tegak kembali agama tauhid dan runtuhlah segala sesembahan terhadap berhala. Saat itulah Allah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya bagi alam semesta.

Itulah fenomena sejarah perjalanan agama umat manusia sampai zaman ini. Hari-hari belakangan kesyirikan telah sedemikian dahsyat melanda kaum muslimin. Sedikit sekali di antara mereka orang yang mengerti tentang tauhid dan bersih dari syirik. As-Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu As-Syaikh pernah berkata: “Di awal umat ini jumlah orang yang bertauhid cukup banyak sedangkan di masa belakangan jumlah mereka sedikit”.

Penutup
Kita mendapatkan perkara tauhid sebagai barang langka dalam kehidupan sebagian masyarakat muslimin. Tidak mudah kita menemuinya walaupun mereka mengaku sebagai muslimin. Maka perlu untuk membangkitkan kembali semangat bertauhid di tengah-tengah masyarakat. Karena tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk ditunaikan oleh segenap manusia.

Allah berfirman:
“Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Az-Zumar: 15).

* Penulis adalah Kepsek SMA Hidayatullah Bontang
http://saripedia.wordpress.com/2013/04/10/tauhid-untuk-seluruh-manusia/

Ketika Orang Bejo Kalah Sama Orang Pintar

Oleh : Adlil Umarat

Lone Palm Tree is Irrigated in Desert of Saudi Arabia
Lone Palm Tree is Irrigated in Desert of Saudi Arabia
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupmu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkah kayu dan batu jadi tanaman
 
Begitulah cuplikan lagu ‘Kolam Susu’ dari Koes Plus. Lagu sederhana, yang sangat gamblang menjelaskan kondisi suburnya Indonesia. Apakah lagu itu berlebihan? Tidak juga. Lirik lagu itu ada benarnya.

Saya punya pengalaman umroh tahun 2011. Karena saat itu saya kali pertama ke tanah Arab, maka saya pun terheran-heran melihat kondisi alam negara Arab Saudi. Suasananya gersang, panas, angin gurun, minus tanaman seperti di Indonesia. Yang ada hanyalah kerikil, lahan tandus, pasir terburai.
Kalau kemana-mana, kita harus pakai mobil yang kalau bisa ber-AC. Kalau tanpa AC, dijamin kepanasan di perjalanan. Warna yang melekat sepanjang perjalanan adalah warna pasir: cokelat muda.

Setelah beberapa hari di Mekkah dan Madinah, saya memberikan penilaian tersendiri pada Arab Saudi. Ternyata, alam Indonesia jauh jauh jauuuuhhhh lebih menyenangkan daripada di Arab Saudi yang gersang. Terlepas di sana ada hal istimewa seperti ka’bah, dan tempat-tempat bersejarah lainnya.

Beda sekali rasanya dengan kondisi di Indonesia. Saya merenung. Kalau dipikir-pikir mendalam, alam kita di Indonesia jauh sangat nyaman. Hampir di seluruh pelosok Indonesia masih didominasi warna hijau. Hijaunya dedaunan dan pepohonan. Meski di perkotaan, tetap banyak tanaman hijau.

Orang Bejo vs Orang Pintar
Saya jadi ingat sebuah iklan produk tentang persaingan antara orang bejo (baca: beruntung) vs orang pintar yang saling bersaing mewakili produknya. Saya ingin mengupas masalah hutan Indonesia dengan pisau analisis orang bejo vs orang pintar.

Dalam hal ini, saya menganggap orang Indonesia sebagai orang bejo. Kenapa bejo? Orang Indonesia dikaruniai alam yang sangat kaya raya. Baik di atas tanah, maupun di bawah tanah. Di atas tanah, kita masih punya banyak aset hutan dan tumbuh-tumbuhan yang masih bisa dieksplorasi khasiat dan manfaatnya yang beragam. Di bawah tanah, kekayaan alam kita tak terbantahkan. Minyak mentah, batu bara, timah, dan lain sebagainya. Kita kaya! Kita sebagai warga negara Indonesia harusnya merasa bersyukur atas be-bejo-an kita.

Sekarang, kita bandingkan dengan negara yang relatif menurut saya pintar. Pintar dalam arti, mereka tidak terlalu dikaruniai alam yang gemilang, tapi mampu merekayasa alamnya hingga menjadi lahan hijau. Contohnya Arab Saudi.

Meski Arab Saudi kaya minyak, namun alamnya kurang menggiurkan. Suasana padang pasir tandus, mendominasi. Tidak ada yang bisa digarap jika kita lihat sepintas lalu. Namun, ternyata mereka gigih. Saya melihat sendiri, dengan alam yang kurang oke, mereka justru ingin mengubahnya menjadi lebih bersahabat. Alam yang bersahabat tentunya yang hijau. Dimana-mana dibuatlah penghijauan oleh pemerintahnya. Caranya? Macam-macam. Salah satunya terlihat jelas, di tengah kota, melalui pipa yang mengalirkan air, dibuatlah taman kota. Pipa itu berfungsi untuk menyiram tanaman yang ditanam untuk penghias mata. Hasilnya luar biasa. Arab Saudi jadi terlihat lebih hijau di tengah kota. Tak hanya itu, mereka juga menyulap gurun-gurun di pinggir jalan dengan modus yang sama. Ada aliran pipa, yang siap untuk menyemprot tanaman secara berkala. Sehingga tanaman tumbuh subur.

Selain tanaman, mereka menyuling air laut menjadi air yang dapat dikonsumsi. Ini bentuk dari kepintaran pemerintahnya. Mereka tahu betul kekurangan mereka di dalam bentuk atau kondisi alam, tapi tetap giat berusaha bagaimana caranya bersyukur dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Mereka terlihat mati-matian menciptakan kehijauan di kawasan mukimnya. Ini bukti orang pintar (mengelola alam).

Mari lihat kondisinya di Indonesia. Hutan sudah banyak. Namun belakangan, lebih sering dibabat habis, ditebangi secara ilegal, digunduli secara serampangan. Akibatnya apa? Cadangan air di pemukiman jadi menipis. Longsor di pemukiman penduduk, entah sudah berapa sering kita dengar terjadi. Meskipun kita diberi anugerah alam yang hijau, tapi tampaknya kita tidak mampu mensyukurinya dengan melindungi alam yang sebenarnya adalah aset untuk masa depan anak-cucu kita. Kita bejo, tapi tidak pintar (mengelola alam).

Sejauh ini, sebagian besar dari kita berpikir, anugerah Allah dengan alam yang indah dan kaya ini adalah sesuatu yang harus segera dinikmati (baca: dihabiskan). Berapa banyak hutan dibabat habis untuk kepentingan bisnis kelapa sawit yang jumlahnya semakin masif beberapa tahun belakangan ini.
Bagaimana misalnya terjadi konflik perebutan lahan hutan yang ingin dijadikan lahan sawit. Konflik seperti terjadi di Jambi (klik di sini), bukan hal baru terjadi di Indonesia. Jumlah kasus sengketa lahan hutan vs bisnis banyak. Ada tarik-menarik kepentingan ketika Instruksi Presiden Nomor 10/2011– tentang kebijakan moratorium izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut hutan—segera berakhir 20 Mei 2013 mendatang.

Lagi-lagi saya merenung. Kesimpulan saya, negara kita meski kaya alamnya, tapi tak mampu memanfaatkannya dengan optimal. Kita seperti serakah ingin segera membabi-buta menghabiskan aset yang kita punya. Alam kita, tidak kita rawat. Meski kita dianggap bejo (baca: beruntung), tapi kita hanya sebatas beruntung. Tidak bisa memanfaatkan keberuntungan kita dengan baik.

Sementara negara-negara lain seperti Arab Saudi, Qatar, Bahrain, dan sejenisnya, meski kurang beruntung dari keindahan alam, namun mereka mampu memanfaatkan kepintarannya, untuk memanfaatkan teknologi, menciptakan alam yang lebih bersahabat. Mereka rela mengais-ngais untuk bikin taman kota yang ukurannya kecil. Harus susah payah tanam pipa di gurun pasir untuk ciptakan kehijauan. Ibarat kata, negara Arab sana, kalau mau menikmati suasana rindang, hijau, harus berkeringat dulu. Sedangkan kita di Indonesia? Penghijauan yang sudah dihadiahkan Allah secara gratis dari sononya, malah dirusak, dienyahkan, dihilangkan. Sungguh ironi bukan?

Solusi
Permasalahan yang kita hadapi adalah tidak adanya kesadaran dari masyarakat dalam memandang apa yang kita punyai di Indonesia itu adalah anugerah, hadiah terindah, dan merupakan aset untuk masa depan. Itu masalah mendasarnya.

Hal utama yang perlu dilakukan adalah membongkar atau menggugah rasa bersyukur kita terhadap apa kekayaan alam yang kita punyai, dan harus kita jaga. Hutan adalah salah satu yang krusial untuk diselamatkan demi masa depan kita bersama.

Kita harus bikin doktrin untuk cinta lingkungan mulai dari usia dini. Doktrin itu harus masuk ke dalam kurikulum belajar anak di PAUD, TK, SD, SMP, SMA, hingga kuliah.

Doktrin kampanye cinta lingkungan harus hadir di kelas-kelas belajar-mengajar. Tidak hanya hadir, tapi juga langsung didorong untuk praktek cinta lingkungan. Jangan banyak berteori. Langsung praktek cinta lingkungan. Contohnya? Masing-masing siswa bisa diadu untuk bercocok tanam di rumahnya. Mulai dari sayur-sayuran, buahan, sampai tanaman hias. Bagi mereka yang berhasil memanen tanamannya, berarti ia telah membuktikan kecintaannya pada lingkungan. Tak hanya hasil yang perlu dinilai. Tapi juga mereka harus ceritakan dan disertakan bukti foto-foto, bagaimana mereka mulai menanam, merawat, hingga panen terhadap tanaman tertentu.

Kalau doktrin praktek cinta lingkungan ini sudah melekat di tiap generasi, maka kekayaan alam kita untuk masa depan bisa dijaga keberlangsungannya, khususnya untuk Hutan indonesia.

Guru-guru di sekolah harus menekankan bahwa kondisi alam Indonesia sebenarnya jauh lebih asri dan menyenangkan daripada negara lain yang kurang beruntung. Guru bisa mengajak nonton bersama via youtube, bagaimana gersangnya Afrika, negara-negara Arab. Intinya, bagaimana kondisi kita yang bejo, dan harus bersyukur atas hal tersebut dengan cara mau merawat dan menjaga aset masa depan kita, khususnya hutan.

Kadang, untuk butuh kesadaran merasa harus bersyukur itu datang manakala kita bisa melihat komparasi dari negara lain. Kalau kita lihat orang lain seperti Arab Saudi yang harus mengais-ngais untuk bikin taman kota yang ukurannya kecil, tentu kita harus bersyukur dengan hadiah hutan lebat dari Allah. Apalagi, dunia saat ini tergantung sekali dengan keberlangsungan hutan di Indonesia.

Kata istri saya yang hobi nonton tayangan National Geographic dan Discovery Channel, sering sekali hutan Indonesia menjadi objek liputan kedua channel ternama itu. Bukan hanya hutannya, tapi juga habitat yang hidup di dalamnya. Ini bukti bahwa memang hutan Indonesia adalah objek menarik, kaya, dan penting untuk dijaga dan diselamatkan. Orang lain saja menganggap hutan kita penting. Masa kita sendiri sebagai pemilik malah merusaknya?

Saya ingat betul, ada seorang bule yang sangat tertarik melindungi orangutan di Kalimantan. Lalu dia pindah ke Kalimantan dan terjun langsung dalam konservasi orangutan. Dia melakukan konservasi dengan totalitas yang luar biasa. Sampai-sampai ia mendapatkan banyak penghargaan dari banyak institusi di Indonesia. Sesuatu yang mengejutkan, karena di Kalimantan, orang malah dibayar untuk bunuh orangutan dan dapat bonus dari cukong, karena orangutan dianggap sebagai hama bagi tanaman sawit.

Terakhir, saya ingin sampaikan begini. Jangan sampai Indonesia hanya dicap negara yang bejo (baca: beruntung) dengan dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa, termasuk hutan lebat, tapi tak mampu bersyukur menjaga dan melestarikannya sebagai aset masa depan. Kita juga harus berpikir secara kreatif, bagaimana bisa dianggap bejo, tapi juga sekaligus pintar. Bejo dan Pintar tak selamanya harus dipertentangkan, seperti yang terjadi di persaingan iklan sebuah produk minuman. Bejo dan pintar bisa tergabung di dalam satu waktu sekaligus. Mari bertindak dan berpartisipasi dalam melestarikan hutan Indonesia! Biar lebih mudah, sila mulai dari lingkungan terkecilmu, yaitu keluarga!

sumber : http://www.kompasiana.com/umarat