Monday, September 19, 2011

Beratnya Mencari Pengakuan Palestina

Presiden Mahmoud Abbas telah bertekad untuk mendapatkan pengakuan bagi negara Palestina dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada September ini, walaupun keputusan tersebut ditentang oleh Amerika Serikat, salah satu anggota tetap Dewan Keamaman PBB, dan Israel.
Mahmoud Abbas telah lama menyatakan keinginannya tersebut, karena perundingan dengan Israel tidak pernah menunjukkan hasil yang nyata.
Berdasarkan Piagam PBB, keanggotaan di PBB diberikan sesuai dengan keputusan Majelis Umum berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan (DK) PBB. Dengan kata lain, negara mana pun yang ingin bergabung dalam PBB harus mengajukan permohonan terlebih dulu kepada DK PBB.
Namun, pada Juli 2011, para pejabat AS sepakat untuk melakukan veto terhadap segala tindakan Palestina untuk meminta keanggotaan penuh PBB. Padahal, sebelumnya dalam pidatonya pada Mei lalu, Presiden Obama memberikan dukungan secara terang-terangan kepada Palestina yang merdeka, dengan cakupan wilayah yang sesuai berdasarkan perbatasan yang ada sebelum perang Timur Tengah 1967.
Obama pernah mengatakan Amerika Serikat percaya bahwa perundingan harus menghasilkan 2 negara dengan perbatasan Israel dan Palestina didasarkan pada perjanjian tahun 1967 yang telah disepakati bersama.
Tindakan AS yang menggunakan veto untuk Palestina juga mendapatkan reaksi keras dari masyarakat dunia.
Mantan Kepala Intelijen Arab Saudi, yang juga mantan Duta Besar Arab Saudi untuk AS, Pangeran Turki al Faisal, mengimbau AS agar mendukung upaya Palestina meminta pengakuan sebagai negara berdaulat dalam forum PBB. Menurut dia, jika tidak melakukan hal itu, AS akan kehilangan kredibilitasnya di dunia Arab.
"Akan ada konsekuensi yang berisi bencana bagi hubungan AS-Arab Saudi, jika AS memveto pengakuan PBB atas Negara Palestina," kata Pangeran Turki, sebagaimana dilaporkan media internasional.
Uni Eropa juga mengikuti jejak AS. Ketua Komisi Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton, yang ikut dalam sidang Komite Inisiatif Damai Arab, Senin (12/9), di Kairo, menyatakan, berdirinya negara Palestina dan solusi dua negara harus melalui perundingan.
Seusai bertemu Menteri Luar Negeri Mesir Mohamed Kamel Amr, Ashton mengakui, negara-negara Eropa belum mengambil satu sikap pun dalam menghadapi isu upaya Palestina meminta pengakuan PBB sebagai negara.
Dalam diskusi panel "Negara Palestina dan PBB" yang diselenggarakan Indonesian Council of World Affairs (ICWA) di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Rabu (14/9), Koordinator Kaukus Parlemen Indonesia untuk Palestina, Al Muzzamil Yusuf, berharap agar AS tidak melakukan veto terhadap Palestina dalam usahanya mendapatkan keanggotaan penuh PBB 20 September nanti.
"Jika Obama mendukung penuh usaha Palestina untuk menjadi negara merdeka, maka nama dia akan tercatat dalam sejarah dunia," kata Yusuf.
Dia juga menambahkan bahwa Obama harus menunjukkan jika dia berbeda dari Presiden AS George W. Bush dalam memandang isu perdamaian dunia, khususnya di Palestina. Masyarakat dunia pun berharap Obama dapat menghentikan peperangan yang selama ini terjadi di Palestina.
Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi, di Jakarta, Rabu (14/9), mengatakan, "Kami sangat bersungguh-sungguh dengan usaha kami, dan kami akan mencapai tujuan kami (kemerdekaan) tidak peduli berapa pun waktu yang kami butuhkan".
"Kami tidak akan terpengaruh dengan suara-suara negatif yang datang dari Israel ataupun negara-negara lain," ujar Mehdawi.
Rakyat Palestina terinspirasi oleh usaha Indonesia yang berhasil mencapai kemerdekaan dari pemerintah kolonial Belanda setelah perjuangan selama 350 tahun, ujar Mehdawi. (Antara/Kardeni)
www.suarakarya-online.com


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment