Faisal
bin ‘Abd al ‘Aziz Al Sa’ud (1906 – 25 Maret 1975) adalah Raja Arab
Saudi yang menjabat mulai tahun 1964 hingga tahun 1975. Raja Faisal
lahir di Riyadh dan merupakan anak keempat Raja Abdul Aziz Al Saud.
Faisal juga keturunan langsung syaikh Muhammad Abdul Wahhab melalui
ibunya. Di antara keluarganya, pendidikan Faisal terutama pendidikan
agama tergolong menonjol.
Pada umur 16 tahun Faisal dipercaya menjadi pemimpin sebuah ekspedisi
untuk menumpas pemberontakan sebuah suku di Asir, Hijaz bagian Selatan.
Kemudian pada umur 19 tahun ia menjadi komandan pasukan yang merebut
kota Jeddah dari suku Hashemit, rival dinasti Arab Saudi. Ayahnya
mengangkat Faisal menjadi Raja Muda Hijaz pada tahun 1926. Faisal
mencapai puncak karir militernya pada tahun 1934 dengan suatu kenaikan
pangkat yang cepat setelah merebut pelabuhan Hoderida selama perang
singkat melawan Yaman. Setelah Arab Saudi didirikan, dia diberi jabatan
Menteri Luar Negeri Arab Saudi pada tahun 1932. Jabatan ini ia jalankan
dengan cukup baik. Buktinya, ketika membawakan pidato kenegaraan dalam
KTT Perdamaian di Versailles, Prancis, kharisma kepemimpinannya berhasil
memukau delegasi asing yang hadir di konferensi tersebut.
Setelah resolusi PBB mengenai pemecahan Palestina dan pendirian
Israel, Pangeran Faisal (masih belum menjadi raja) mendesak ayahandanya
supaya memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat, tetapi desakannya itu
ditolak. Dan akhirnya pada tanggal 2 November 1964, ia pun dilantik
menjadi Raja.
Dalam pidato penobatannya Faisal mengatakan, “Saya memohon kepada
Allah semoga berkenan melindungi kita. Kiranya kita sekarang dapat
memulai sebuah pekerjaan besar di atas suatu landasan yang kuat.
Al-Qur’an tidak pernah menghalangi kemajuan. Allah senang kepada umatnya
yang kuat. Mari kita lipatgandakan setiap usaha di semua bidang
kehidupan untuk menyejahterakan kehidupan rakyat dan meletakkan negara
dalam kedudukan yang terhormat.”
Faisal dikenal sebagai raja yang shalih dan sangat memperhatikan
kesejahteraan rakyatnya. Dia lebih mengutamakan kepentingan rakyat (pro
poor) daripada mengikuti ambisi pribadi dan golongan untuk memupuk emas
dan tahta. Apalagi untuk korupsi. Hal ini terlihat ketika tahun 1967
Raja Faisal menghapus program perbudakan dengan cara membayar
budak-budak sewaan dari tangan majikan-majikannya. Ia rela membayar
hingga 2800 dollar hanya untuk seorang budak. Raja Faisal juga melakukan
penghematan kas kerajaan dengan menarik 500 mobil Cadillac milik
istana. Dananya digunakan untuk membangun sumur raksasa sedalam 1200
meter yang kemudian menjadi sumber mata air rakyat di lahan-lahan tandus
di Semenanjung Arab.
Ia memimpin embargo minyak kepada negara-negara Barat. Akibatnya
industri dan transportasi di negara Barat menjadi kacau. Rakyat Amerika
dan Eropa mengantri panjang untuk mendapatkan BBM. BBM dijatah seperti
Indonesia pada masa krisis. Akibatnya Amerika terpaksa menghentikan
sementara bantuannya kepada Israel. Untuk mengatasi krisis Presiden AS
Richard Nixon sampai turun tangan langsung. Ia segera mengunjungi Raja
Faisal di negaranya pada bulan Juni 1974 dan memintanya menyerukan
penghentian embargo minyak dan perang Arab-Israel.
Dengan penuh izzah Raja Faisal berkata, “Tidak akan ada perdamaian
sebelum |Yahudi mengembalikan tanah-tanah Arab yang dirampas pada tahun
1967!”
Alhasil Nixon pulang ke negaranya dengan tanpa hasil. Penolakan itu
jelas membuat Amerika merasa geram. Diam-diam mereka merencanakan sebuah
operasi untuk menyingkirkan Raja Faisal.
Pada tanggal 25 Maret 1975 Faisal wafat, dibunuh oleh keponakannya
sendiri Faisal bin Mus’ad di istananya. Faisal bin Mus’ad menyamar
sebagai seorang delegasi Kuwait yang menunggu untuk bertemu dengan Raja
Faisal. Saat Raja Faisal berjalan ke arahnya untuk menyambut, Faisal bin
Musad mengeluarkan sepucuk pistol dan kemudian menembakkannya ke tubuh
Raja Faisal sebanyak tiga kali. Penyelidikan resmi menyatakan pembunuhan
itu dilakukan atas inisiatif Faisal bin Mus’ad sendiri. Namun banyak
orang yakin, Amerika dengan CIA-nya berperan sebagai dalang pembunuhan
itu.
Berikut adalah petikan pidato yang menggetarkan dunia Islam dari Raja Faisal:
“Saudara-saudaraku, apa yang kita tunggu? Apakah kita mau menunggu nurani dunia? Dimanakah nurani dunia itu?
Sesungguhnya Al-Quds yang mulia memanggil kalian dan meminta
tolong kepada kalian, wahai saudara-saudara, , agar kalian menolongnya
dari musibah dan apa yang menimpanya. Apa yang membuat takut kita?
Apakah kita takut mati? Dan adakah kematian yang mulia dan utama dari
orang yang mati berjihad di jalan Allah.
Wahai saudaraku kaum muslimin, kami menginginkan kaum dan
kebangkitan Islam, yang tidak dimuliakan oleh kesukuan, kebangsaan, dan
juga partai. Tapi dakwah Islamiyah, seruan kepada jihad fi sabilillah,
di jalan membela agama dan akidah kita, membela kesucian kita. Dan aku
berharap kepada Allah, jika menetapkan aku mati, maka tetapkanlah aku
syahid fi sabilillah.
Saudaraku
Maafkanlah aku, agar kalian tidak menuntutku. Karena sesungguhnya
ketika aku berteriak, masjid mulia kita dihinakan dan dilecehkan,
dipraktekkan di dalamnya kehinaan, kemaksiatan, dan penyimpangan moral.
Sesungguhnya aku berharap kepada Allah dengan ikhlas. Jika Ia
tidak menetapkan kami untuk berjihad dan membebaskan tanah suci, maka
janganlah palingkan aku sesaat darinya di hidupku”
(Dari berbagai sumber)
Artikel: www.kisahislam.net
Assalamualakum
ReplyDeleteBagus sekali artikelnya ...
Apa boleh saya Copy artikel Anda ...
Terima Kasih
Wa 'alaikum salam.
ReplyDeleteSilahkan..seluruh isi blog ini bisa dicopy untuk diambil manfaatnya..
Semoga Allah memberi balasan kebaikan. Amien