Arab Saudi adalah negara Arab yang terletak di Jazirah Arab. Arab Saudi terletak di antara 15°LU - 32°LU dan antara 34°BT - 57°BT. Negara Arab Saudi ini berbatasan langsung (searah jarum jam dari arah utara) dengan Yordania, Irak, Kuwait, Teluk Persia, Uni Emirat Arab, Oman, Yaman, dan Laut Merah. Luas kawasannya adalah 2.240.000 km². Arab Saudi merangkumi empat perlima kawasan di Semenanjung Arab dan merupakan negara terbesar di Asia Timur Tengah. Arab Saudi beribukota di Riyadh, dengan bahasa resmi bahasa Arab. Mata uang Arab Saudi yaitu real. Penduduk Arab Saudi mayoritas berasal dari kalangan bangsa Arab (mayoritas Islam), sekalipun juga terdapat keturunan dari bangsa-bangsa lain.
Wilayah ini dahulu merupakan wilayah perdagangan terutama di kawasan Hijaz antara Yaman-Mekkah-Madinah-Damaskus dan Palestina. Pertanian dikenal saat itu dengan perkebunan kurma dan gandum serta peternakan yang menghasilkan daging serta susu dan olahannya. Pada saat sekarang digalakkan sistem pertanian terpadu untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian. Perindustrian umumnya bertumpu pada sektor minyak bumi dan Petrokimia. Selain itu, untuk mengatasi kesulitan sumber air selain bertumpu pada sumber air alam (oase) juga didirikan industri desalinasi air laut di kota Jubail. Sejalan dengan tumbuhnya perekonomian, maka kota-kota menjadi tumbuh dan berkembang. Kota-kota yang terkenal di wilayah ini selain kota suci Mekkah dan Madinah adalah Kota Riyadh sebagai ibukota kerajaan, Dammam, Dhahran, Khafji, Jubail, Tabuk, dan Jeddah.
Akar sejarah Kerajaan Arab Saudi bermula sejak abad ke-12 H atau abad ke18 M. Ketika itu, di jantung Jazirah Arabia, tepatnya di wilayah Najd yang secara historis sangat terkenal, lahirlah Negara Saudi yang pertama yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud di "Ad-Dir'iyah", terletak di sebelah barat laut kota Riyadh pada tahun 1175 H./1744 M dan meliputi hampir sebagian besar wilayah Jazirah Arabia. Negara ini memikul di pundaknya tanggung jawab dakwah menuju kemurnian Tauhid kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala, mencegah prilaku bid'ah dan khurafat, kembali kepada ajaran para Salaf Shalih, dan berpegang teguh kepada dasar-dasar agama Islam yang lurus. Periode awal Negara Arab Saudi ini berakhir pada tahun 1233 H/1818 M.
Periode kedua dimulai ketika Imam Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada tahun 1240 H./1824 M. Periode ini berlangsung hingga tahun 1309 H/1891 M. Pada tahun 1319 H/1902 M, Raja Abdul Aziz Rahimahullah berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya, ketika beliau merebut kembali kota Riyadh yang merupakan ibukota bersejarah kerajaan ini. Semenjak itulah Raja Abdul Aziz mulai bekerja dan membangun serta mewujudkan kesatuan sebuah wilayah terbesar dalam sejarah Arab modern, yaitu ketika beliau berhasil mengembalikan suasana keamanan dan ketenteraman ke bagian terbesar wilayah Jazirah Arabia, serta menyatukan seluruh wilayahnya yang luas ke dalam sebuah negara modern yang kuat yang dikenal dengan nama Kerajaan Arab Saudi. Penyatuan dengan nama ini, yang dideklarasikan pada tahun 1351 H/1932 M, merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern.
Raja Abdul Aziz Al-Saud Rahimahullah pada saat itu menegaskan kembali komitmen para pendahulunya, raja-raja dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah Islam, menebar keamanan dan ketenteraman ke seluruh penjuru negeri kerajaan yang sangat luas, mengamankan perjalan haji ke Baitullah, memberikan perhatian kepada ilmu dan para ulama, dan membangun hubungan luar negeri untuk merealisasikan tujuan-tujuan solidaritas Islam dan memperkuat tali persaudaraan di antara seluruh bangsa arab dan kaum muslimin, serta sikap saling memahami dan menghormati dengan seluruh masyarakat dunia. Di atas prinsip inilah, para putra beliau sesudahnya mengikuti jejak langkahnya dalam memimpin Kerajaan Arab Saudi. Mereka adalah: Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, semoga Allah merahmati mereka semuanya, dan Pelayan Dua Kota Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz, semoga Allah melindunginya.
1.2 Batasan Materi
Membahas tentang profil Arab hanya melihat geografi, ekonomi dan kependudukan masyarakatnya. Sejarah singkat pada periode kekuasaan kerajaan pertama dan kedua. Struktur dan dinamika sistem pemerintahan berdasar pergantian kekuasaan raja dan fenomena pada kekuasaan raja 10 tahun terakhir.
1.3 Batasan Waktu
Membahas tentang 10 tahun terakhir dinamika, isu kontemporer dan sistem pemerintah serta kebijakan politik Arab.
BAB 2. PEMBAHASAN
1.1 Sistem Pemerintahan
Arab Saudi ialah negara dengan bentuk negara monarki absolut. Sistem pemerintahan Arab Saudi yaitu negara Islam yang berdasarkan syariah Islam dan Al Qur’an. Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW merupakan konstitusi Arab Saudi. Pada tahun 1992 ditetapkan Basic Law of Government yang mengatur sistem pemerintahan, hak dan kewajiban pemerintah serta warga negara.
Arab Saudi dipimpin oleh seorang raja yang dipilih berdasarkan garis keturununan atau orang yang diberi kekuasaan langsung oleh raja. Hal ini berdasarkan pasal 5 Basic Law of Government yang menyatakan kekuasaan kerajaan diwariskan kepada anak dan cucu yang paling mampu dari pendiri Arab Saudi, Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al-Saud, dimana raja merangkap perdana menteri dan anglima tinggi angkatan bersenjata Arab Saudi. Pada tanggal 20 Oktober 2006 Raja Abdullah telah mengamandemen pasal ini dengan mengeluarkan UU yang membentuk lembaga suksesi kerajaan (Allegiance Institution) terdiri dari para anak dan cucu dari Raja Abdul Aziz Al-Saud. Dalam ketentuan baru, raja tidak lagi memilki hak penuh dalam memilih Putera Mahkota. Raja dapat menominasikan calon Putera Mahkota. Namun, Komite Suksesi akan memilih melalui pemungutan suara. Selain itu, bila Raja atau Putera Mahkota berhalangan tetap, Komite Suksesi akan membentuk Dewan Pemerintahan Sementara (Transitory Ruling Council) yang beranggotakan lima orang. Ketentuan ini baru akan berlaku setelah Putera Mahkota Pangeran Sultan naik tahta. Berikut nama-nama raja yang pernah memerintah Arab Saudi:
1. Raja Abdul Aziz (Ibnu Saud), pendiri kerajaan Arab Saudi: 1932 – 1953
2. Raja Saud, putra Raja Abdul Aziz : 1953 – 1964 (kekuasaannya diambil alih oleh saudaranya, Putera Mahkota Faisal)
3. Raja Faisal, putra Raja Abdul Aziz : 1964 – 1975 (dibunuh oleh keponakannya, Faisal bin Musa’id bin Abdul Aziz)
4. Raja Khalid, putra Raja Abdul Aziz : 1975 – 1982 (meninggal karena serangan jantung)
5. Raja Fahd, putra Raja Abdul Aziz : 1982 – 2005 (meninggal karena sakit usia tua)
6. Raja Abdullah, putra Raja Abdul Aziz : 2005-sekarang.
Ayat 1 dalam Undang-undang ini menyebutkan bahwa: "Kerajaan Arab Saudi adalah Negara Arab Islam, memiliki kedaulatan penuh, Islam sebagai agama resmi, undang-undang dasarnya Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa Sallam, bahasa resmi Bahasa Arab, dan ibukotanya Riyadh". Dan ayat 5 menyebutkan bahwa sistem pemerintahan di Arab Saudi adalah Kerajaan atau Monarki. Sedang ayat-ayat lainnya menyebutkan tentang sendi-sendi yang menjadi landasan bagi sistem pemerintahan di Arab Saudi, lingkungan resmi yang mengaturnya, unsur-unsur fundamental masyarakat Saudi, prinsip-prinsip ekonomi umum yang dilaksanakan Kerajaan, jaminan negara terhadap kebebasan dan kehormatan atas kepemilikan khusus, perlindungan atas hak-hak asasi manusia sesuai dengan hukum-hukum Syariat Islam.
1.1.1 Undang-undang tentang Pemerintahan, Syura, dan Daerah
Untuk menyempurnakan regulasi negara atas dasar Syariat Allah, pada tanggal 27 Sya'ban 1412 H bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1992 M, Pelayan Dua Kota Suci Raja Fahd Bin Abdul Aziz – rahimahullah – mengeluarkan Undang-undang tentang Sistem Pemerintahan, Syura (Permusyawaratan) dan Daerah untuk mengatur berbagai macam kehidupan di Kerajaan Arab Saudi.
1.1.2 Komisi Majelis Syura
1. Komisi Urusan Keislaman, Peradilan dan Hak Asasi Manusia.
2. Komisi Urusan Sosial, Keluarga dan Pemuda.
3. Komisi Urusan Ekonomi dan Energi.
4. Komisi Urusan Keamanan.
5. Komisi Administrasi, SDM dan Petisi.
6. Komisi Urusan Pendidikan dan Riset.
7. Komisi Urusan Kebudayaan dan Informasi.
8. Komisi Urusan Luar Negeri.
9. Komisi Perairan, Infrastruktur dan Layanan Umum.
10. Komisi Urusan Kesehatan dan Lingkungan.
11. Komisi Urusan Keuangan.
12. Komisi Tranportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi Informasi.
1.1.3 Administrasi Pemerintahan
Terdiri dari Kabinet yang dibentuk pada tahun 1373H/1953M. Majelis ini sekarang mencakup sejumlah departemen yang berkompeten, seperti: Pertahanan, Luar Negeri, Dalam Negeri, Keuangan, Ekonomi dan Perencanaan, Perminyakan dan Pertambangan, Kehakiman, Urusan Islam, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan, Pendidikan dan Pengajaran, Pendidikan Tinggi, Kebudayaan dan Informasi, Perdagangan dan Perindustrian, Air dan Listrik, Pertanian, Pekerjaan, Urusan Sosial, Komunikasi dan Teknologi Informasi, Urusan Kota dan Pedesaan, Haji, dan Layanan Sipil.
1.1.4 Sistem Peradilan
Peradilan memperoleh independensi secara penuh dan hukumnya bersumber kepada kitab suci Al-Qur`an dan Sunnah Nabi shallallahu'alaihiwasallam. Dalam berbagai urusan syar'i peradilan merujuk kepada Majelis Peradilan Tinggi yang bertugas meneliti nash-nash peradilan dan hukum-hukum hudud dan qisas, dan membawai seluruh mahkamah syar'iyah yang tersebar di penjuru negeri. Lembaga peradilan dan kehakiman terdiri dari: Mahkamah Umum, Mahkamah Khusus, Lembaga Kasasi, dan Notariat. Adapun dalam persoalan-persoalan tata usaha Negara, maka di sana ada lembaga khusus yang menanganinya. Yang terpenting, diantaranya, ialah “Diwan al-Mazhalim” yaitu lembaga pengadilan yang berhubungan langsung dengan raja, yang perhatiannya terfokus pada penyelesaian berbagai persoalan perselisihan yang diajukan terhadap lembaga pemerintahan.
1.2 Dinamika Politik Pemerintahan
Misi reformasi, dimana negara Saudi didirikan, mewakili inti pokok pemerintah. Misi ini berdasarkan realisasi aturan Islam, implementasi hukum Islam (Syariah), mengamalkan kebaikan dan melarang kejahatan, termasuk mereformasi ajaran Islam dan memurnikannya dari segala penyimpangan. Sistem ini mengadopsi doktrin dari prinsip Islam yang benar, yang beredar pada awal kelahiran Islam.
Hal ini diperkuat dari adanya aksi bom bunuh diri yang mengguncang Arab Saudi pada Sabtu, 8 November 2003. Bom bunuh diri tersebut mengincar perumahan mewah yang banyak dihuni orang asing dan keluarga kerajaan. Aksi kekerasan di Arab Saudi akan semakin mengalami eskalasi. Sebagai sekutu utama AS, Arab Saudi adalah negara yang tidak populer di mata rakyat Arab (umat Islam) yang selama ini membenci sepak terjang hubungan perilaku AS di Afghanistan, Irak, dan politik dua muka atas konflik Israel-Palestina. Padahal Arab Saudi negara monarki atau kerajaan yang tidak mempraktikkan nilai-nilai demokrasi. Jadi, dalam studi kasus proses demokratisasi di Arab Saudi, AS merupakan faktor penghambat utama bagi proses demokratisasi.
Perkembangan politik pemerintahan di Arab Saudi ialah diadakannya pemilihan umum pertama untuk memilih anggota-anggota yang akan duduk di dewan pemerintahan kota. Hal tersebut, tentu merupakan pertanda lagi terus bergulirnya roda reformasi politik di salah satu negara Arab Teluk tersebut yang selama ini terbilang konservatif. Arab Saudi akan menyelenggarakan pemilu dewan kota karena merupakan tuntutan yang terus meningkat dari rakyat negara itu. Dewan menteri memutuskan untuk memperlebar partisipasi warga negara dalam menangani persoalan-persoalan lokal melalui pemilihan umum dengan aktif di dewan pemerintahan, dimana separuh anggota dewan itu akan dipilih. Keputusan memperluas partisipasi rakyat dalam urusan lokal merupakan peristiwa historis dalam proses reformasi politik. Pemilu anggota dewan pemerintahan kota dianggap historis karena pemilu tersebut bisa menjadi pintu bagi proses reformasi politik berikutnya. Pemilu anggota dewan pemerintahan kota bisa berandil membangun struktur politik baru yang berpijak pada kedaulatan rakyat.
Selain itu, terbukanya peran perempuan dalam kegiatan kenegaraan. Perembangan politik pemerintahan ini berkembang pesat pada saat pemerintahan raja Abdullah bin Abdul Aziz menjabat menjadi raja. Raja Abdullah membolehkan perempuan melakukan pembelaan kasus-kasus mereka di ruang pengadilan dalam kasus-kasus keluarga, termasuk perceraian dan hak asuh anak. Pemerintah Arab Saudi terkenal dengan sistem patriarki dan sangat ketat memberikan ruang kepada perempuan. Arab Saudi berencana untuk membuat undang-undang yang memungkinkan pengacara wanita berdebat di pengadilan.
1.3 Politik Luar Negeri Arab Saudi
Politik luar negeri Arab Saudi didasari oleh kemurnian berdasarkan hubungan Kerajaan Saudi dengan dunia luar yang didasari oleh nilai Islam dan Arab serta keikutsertaan positif untuk menstabilkan tentaranya untuk melindungi Arab Saudi dalam hal keamanan dan kesejahteraan. Arab Saudi meyakini bahwa merekalah yang mewakili identitas dari keturunan Arab yang asli dan berusaha untuk menjalin hubungan yang lebih luas dengan dunia Arab lainnya. Saudi melaksanakan program bantuan bagi pembangunan ekonomi sosial di negara-negara miskin dengan membentuk organisasi internasional, antara lain: AAAID (Arab Authority for Agricultural Investment and Development Organization) dan AGFUND (Arab Gulf Program for United Nations Development Organization), dan sebagainya.
Arab Saudi tidak hanya membangun kedekatan dengan negara-negara di Timur Tengah melalui ekonomi semata. Namun, Arab Saudi juga menjalin kedekatan dengan negara-negara arab lainnya melalui bantuan kemanusiaan. Arab Saudi pada periode 1973 hingga 1993 mengeluarkan bantuan kemanusiaan melalui organisasi internasional dan organisasi dalam negeri berjumlah sekitar 245 milyar riyal. Berdasarkan jumlah tersebut, maka Arab Saudi termasuk negara donor terbesar dan pertama di seluruh dunia yang memberikan bantuan kemanusiaan dengan cuma-cuma dan tanpa syarat.
Arab Saudi juga peduli dengan keamanaan serta kedamaain di Timur Tengah. Arab Saudi mempelopori perdamaian di negara-negara Arab yang berselisih. Arab Saudi yang tergabung dalam Liga Arab peduli dengan perdamaian di Timur Tengah. Hal ini terbukti dengan partisipasi Arab Saudi sebagai penengah yang diterima berbagai kalangan untuk menghentikan perang saudara di Lebanon.
Arab saudi tidak hanya menjalin kerjasama dengan negara-negara Islam saja, tetapi juga menjalin kerjasama dengan negara non muslim seperti Amerika. Hubungan yang terjalin antara Arab Saudi dengan Amerika Serikat tergolong sangat dekat, Kedua negara ini menjalin kerjasama yang baik diberbagai bidang, antara lain ekonomi, politik, serta militer. Kemesraan antara Arab Saudi dengan Amerika Serikat dalam bidang ekonomi terjalin karena minyak yang dimiliki oleh Arab Saudi. Arab Saudi yang notabene sebagai penghasil minyak terbesar di dunia, menyuplai sebagaian besar cadangan minyak Amerika serikat yang tak lain adalah negara industri. Selain itu, kedekatan ekonomi terjalin karena aktivitas perbankan.
Kemesraan yang terjalin antara kedua negara tersebut tidak lepas dari kepentingan Arab Saudi terhadap Amerika Serikat dalam bidang militer. Pada tahun 1955 Amerika Serikat memberian bantuan teknik kepada Arab Saudi di bawah program “point four”, yang berisi tentang pembelian peralatan militer oleh Arab Saudi terhadap Amerika Serikat dan pelatihan militer oleh tentara Amerika Serikat terhadap pasukan militer Arab Saudi. Amerika Serikat berperan sebagai bodyguard bagi Arab Saudi. Hal ini dapat ditunjukkan dalam kasus Perang Teluk Persia antara Irak dan Kuwait dimana Arab Saudi meminta perlindungan dari Amerika Serikat, sehingga Geogre H.W. Bush yang ketika itu menjabat sebagai presiden Amerika Serikat mengirimkan bala tentaranya untuk melindungi kerajaan Arab Saudi dari serangan Irak.
Pada
intinya, politik luar negeri Arab Saudi memilii tiga landasan utama
untuk besahabat dengan Amerika Serikat, yaitu kedua negara anti-komunis
dan anti gerakan-gerakan radikal-revolusioner, keduannya menginginkan
stabilitas dan keamanan di kawasan teluk, dan keduanya menginginan
kontinuitas mengalirnya minyak dari teluk ke negara-negara industri agar
tetap menguntungkan, baik pihak penjual maupun pembeli.
Isu kontemporer Arab Saudi di sini mengangkat konflik yang terjadi antara Arab Saudi dengan kelompok Al-houthi yang berasal dari Yaman. Al houthi merupakan kelompok pejuang syiah zaidiyyah yang beroposisi dengan pemerintah Yaman. Al-Houthi adalah salah satu suku yang ada di Yaman merupakan kelompok pemberontak Syi'ah , yang berbasis di Yaman utara. . Kerusuhan saat ini kembali ke tahun 2004, ketika Hussein Al-Houthi memulai pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Yaman. Hussein Al-Houthi adalah perwakilan dari partai Al-Haq di parlemen Yaman 1993-1997. Saat ini pemberontak Syiah dipimpin oleh pemimpin yang kharismatik yakni Abdul Malik al-Houthi, yang mempunyai pengaruh yang luas di wilayah Yaman utara. Al-Houthi menuduh pemerintah Yaman melakukan pelanggaran hak-hak sipil mereka, politik, ekonomi, dan marginalisasi agama serta skala besar korupsi. Para pemberontak Al-Houthi menuntut untuk pembebaskan semua tahanan, membangun kembali provinsi Saada, dan memungkinkan mereka untuk mendirikan partai politik. Konflik antara Al-Houthi dan pemerintah Yaman berlangsung mulai tahun Agustus 2004. Konflik ini berlangsung di wilayah Utara Yaman di wilayah Sa’ada, yang letak geografisnya berbatasan langsung dengan wilayah Selatan Arab Saudi. Konflik ditingkatkan pada Agustus 2009 ketika tentara Yaman melancarkan Operasi Bumi Hangus dalam upaya untuk menghancurkan para pejuang di provinsi utara Sa'adah. Pemerintah Yaman sendiri meminta bantuan kepada pemerinta Arab Saudi untuk melakukan serangan udara terhadap posisi-posisi Al-Houthi. Mulai bulan November 2009 Arab Saudi meluncurkan serangan ofensif lebih dari dua bulan setelah pemerintah Yaman meluncurkan "Operasi Bumi Hangus" untuk menghancurkan perlawanan Houthi di pegunungan utara Yaman. Arab Saudi telah lama terganggu oleh meningkatnya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Al-Houthi, perbatasan dimana dengan mudahnya penduduk sipil Yaman , dan kemampuan penduduk sipil Yaman untuk menyeberang perbatasan semaunya. Arab Saudi pada saat ini memaksakan adanya suatu zona penyangga perbatasan (buffer zone) selebar 10 km yang berada di dalam perbatasan Yaman. Motif lain yang menyebabkan arab Saudi turut campur dalam konflik ini adalah pemerintah Arab Saudi mengantisipasi pengaruh perjuangan al-Houthi bagi warga Syiah Arab Saudi. Sejumlah kota-kota berpenduduk Syiah di Arab Saudi terletak di garis perbatasan. Bahkan mereka memiliki hubungan dengan warga Syiah di provinsi Saada, utara Yaman. Langkah pertama untuk melindungi penduduk sipil dari berkecamuk perang di Yaman, Amnesty Internasional mengirim surat ke Menteri Pertahanan Arab Saudi. Sembilan tentara Saudi hilang dalam Konflik Perbatasan Yaman ketika mereka sedang memerangi kelompok Huthi didaerah tersebut. Jubir Kementrian Pertahanan Saudi mengatakan kepada agensi resmi SPA (Saudi Press Agency) bahwa para pejuang Houthi Yaman mungkin telah menangkap dan membawa mereka .
BAB 3. ISU KONTEMPORER
Isu kontemporer Arab Saudi di sini mengangkat konflik yang terjadi antara Arab Saudi dengan kelompok Al-houthi yang berasal dari Yaman. Al houthi merupakan kelompok pejuang syiah zaidiyyah yang beroposisi dengan pemerintah Yaman. Al-Houthi adalah salah satu suku yang ada di Yaman merupakan kelompok pemberontak Syi'ah , yang berbasis di Yaman utara. . Kerusuhan saat ini kembali ke tahun 2004, ketika Hussein Al-Houthi memulai pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Yaman. Hussein Al-Houthi adalah perwakilan dari partai Al-Haq di parlemen Yaman 1993-1997. Saat ini pemberontak Syiah dipimpin oleh pemimpin yang kharismatik yakni Abdul Malik al-Houthi, yang mempunyai pengaruh yang luas di wilayah Yaman utara. Al-Houthi menuduh pemerintah Yaman melakukan pelanggaran hak-hak sipil mereka, politik, ekonomi, dan marginalisasi agama serta skala besar korupsi. Para pemberontak Al-Houthi menuntut untuk pembebaskan semua tahanan, membangun kembali provinsi Saada, dan memungkinkan mereka untuk mendirikan partai politik. Konflik antara Al-Houthi dan pemerintah Yaman berlangsung mulai tahun Agustus 2004. Konflik ini berlangsung di wilayah Utara Yaman di wilayah Sa’ada, yang letak geografisnya berbatasan langsung dengan wilayah Selatan Arab Saudi. Konflik ditingkatkan pada Agustus 2009 ketika tentara Yaman melancarkan Operasi Bumi Hangus dalam upaya untuk menghancurkan para pejuang di provinsi utara Sa'adah. Pemerintah Yaman sendiri meminta bantuan kepada pemerinta Arab Saudi untuk melakukan serangan udara terhadap posisi-posisi Al-Houthi. Mulai bulan November 2009 Arab Saudi meluncurkan serangan ofensif lebih dari dua bulan setelah pemerintah Yaman meluncurkan "Operasi Bumi Hangus" untuk menghancurkan perlawanan Houthi di pegunungan utara Yaman. Arab Saudi telah lama terganggu oleh meningkatnya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Al-Houthi, perbatasan dimana dengan mudahnya penduduk sipil Yaman , dan kemampuan penduduk sipil Yaman untuk menyeberang perbatasan semaunya. Arab Saudi pada saat ini memaksakan adanya suatu zona penyangga perbatasan (buffer zone) selebar 10 km yang berada di dalam perbatasan Yaman. Motif lain yang menyebabkan arab Saudi turut campur dalam konflik ini adalah pemerintah Arab Saudi mengantisipasi pengaruh perjuangan al-Houthi bagi warga Syiah Arab Saudi. Sejumlah kota-kota berpenduduk Syiah di Arab Saudi terletak di garis perbatasan. Bahkan mereka memiliki hubungan dengan warga Syiah di provinsi Saada, utara Yaman. Langkah pertama untuk melindungi penduduk sipil dari berkecamuk perang di Yaman, Amnesty Internasional mengirim surat ke Menteri Pertahanan Arab Saudi. Sembilan tentara Saudi hilang dalam Konflik Perbatasan Yaman ketika mereka sedang memerangi kelompok Huthi didaerah tersebut. Jubir Kementrian Pertahanan Saudi mengatakan kepada agensi resmi SPA (Saudi Press Agency) bahwa para pejuang Houthi Yaman mungkin telah menangkap dan membawa mereka .
Sumber informasi mengatakan bahwa tentara Saudi yang hilang adalah:
1. Let. kol. Sa'eed Bin Muhammad Bin Ma'toug Al-Amri
2. Koporal Ayidh Bin Ali Bin Sa'eed Al-Shehri
3. Sersan Ahmad Bin Ali Bin Ali Madadi
4. Sersan Muhammad Bin Mohsin Bin Sultan Al-Amri
5. Sersan Ahmad Bin Abdullah Bin Muhammad Al-Amri
6. Sersan Miflih Bin Jam'an Bin Miflih Al-Shahrani
7. Koporal Ali Bin Salman Bin Ali Al-Hiqwi
8. Sersan Khalid Bin Saleh Bin Omar Al-Owdah
9. Pratu Yahya Bin Abdullah Bin Amer Al-Khuza'iy
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) memperkirakan bahwa sejak tahun 2004 sudah sampai 175.000 orang dipaksa meninggalkan rumah mereka di Sa'ada untuk berlindung di kamp-kamp yang penuh sesak yang didirikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Serangan berat menandai langkah serangan bersama Saudi-Yaman yang bertujuan untuk memusnahkan Houthi, yang mengangkat senjata dalam upaya untuk mengakhiri apa yang mereka sebut dominasi pemerintah pusat yang diskriminatif dan penindasan terhadap kelompok minoritas (Syiah). Sangat relevan jika Arab Saudi melakukan perlawanan kepada pejuang Houthi habis-habisan. Mengingat konflik yang terjadi membahayakan geopolitik wilayah Arab Saudi. Analisis lain yang dapat dijadikan alasan Arab Saudi terlibat konflik dengan Al-Houthi adalah perbedaan aliran yang ada antara mayoritas masyarakat Arab Saudi yang beraliran islam sunni dan Al-Houthi yang beraliran syiah. Kedua Aliran ini merupakan aliran islam yang meyakini akan kebenarannya masing-masing. Perkembangan terakhir konflik di perbatasan Arab Saudi dan Yaman utara adalah pemimpin pejuang Al-Houthi mengatakan bahwa tidak akan melakukan penyerangan terhadap pihak manapun dengan mengajukan beberapa syarat kepada pemerintah Yaman. Yakni penarikan dari bangunan resmi, pembukaan kembali jalan-jalan di utara, dikembalikannya senjata yang disita dari pasukan keamanan, pembebasan semua tahanan militer dan sipil, termasuk orang Saudi, serta meninggalkan pos militer di pegunungan. Tetapi pemerintah menolak tawaran itu, sambil menunjuk kondisi keenam penetapan janji dari Al-Houthi tidak menyerang Arab Saudi.
BAB 4. KESIMPULAN
Arab Saudi merupakan negara Islam Monarki dan konstitusinya berdasarkan hukum Islam, yang tidak berorientasi pada peran seseorang untuk terlibat dalam pembuatan atau perumusan hukum itu. Aturan pelaksanaan hukum Islam tersebut diawali dengan berperannya dewan kerajaan. Orang-orang Saudi yang berperan sebagai penjaga kota suci umat islam yaitu Makkah dan Madinnah mempunyai tanggung jawab khusus dalam melindungi masyarakat muslim dan pandangan hidup Islam. Pandangan tersebut menjadi komitmen utama prioritas Saudi dalam kebijakan luar negerinya. Peran Arab Saudi dalam masalah dunia berasal dari kedudukannya sebagai negara kunci dalam memenuhi impor minyak dunia, maka kebijakan ekonomi luar negeri dan minyaknya akan memberikan dampak besar bagi penyelesaian masalah regional dan dunia. Berbagai kebijakan Saudi memperlihatkan pentingnya visi negara tersebut mengenai kesatuan dunia Arab, citra yang positif mengenai solidaritas umat islam pada umumnya, dan pengakuan eksistensi umat islam di seluruh dunia. Visi tersebut masih sering diragukan dalam hal realisasi dan prioritas kebijakannya, karena dunia maupun masyarakat di Timur Tengah sering melihat kebijakan-kebijakan ekonomi politik Saudi yang mengabaikan kepentingan beberapa negara Arab tertentu, justru Saudi lebih toleran pada kepentingan barat terutama AS. Sehingga kesatuan aspirasi dunia Arab hanyalah sebuah mimpi atau gagasan politik terlalu utopis dan visi serta solidaritas antar arab hanya bagus dalam ide maupun tujuan tetapi sulit direalisasikan dan mungkin tidak kan pernah dicapai.
No comments:
Post a Comment