oleh : Bang Nasr
Tulisan ini hanya sekedar curhat dan pengalaman
sendiri dan tentunya kawan-kawan yang pernah atau sedang tinggal di Arab
Saudi. Setelah saya dua tahunan kembali ke RI, dengan berbagai keriuhan
berbagai gejolak kenaikan harga barang-barang, tentu saja ada kerinduan
bagaimana nikmatnya hidup di Arab Saudi dulu. Kawan-kawan dan
Kompasianer yang tinggal di negara lain tentu punya kesan-kesan
tersendiri.
1. Dikejar-kejar Pajak.
Tentu saja kita rakyat Indonesia dibebani negara dengan berbagai
pungutan pajak, dari pajak tanah dan bangunan (PBB), dimana nilai
NJOP-nya tiap tahun membengkat dan naiknya gak ketulungan, khususnya di
Jakarta. Belum lagi pajak kendaraan bermotor, bahkan terkena pajak
progresif bagi yang memiliki lebih dari satu; pajak penghasilan,
keterlauan banget deh negara, ceramahpun dipotong pajak juga. (Saya jika
ceramah di suatu Kajian kelas menengah di Jakarta dikenakan pajak
walaupun pajaknya ditanggung pihak pengundang namun kita tandatangan
tanda bukti pembayaran/pemotongan pajak); pajak Penghasilan; bahkan
secara tidak langsung juga rakyat membayar pajak barang-barang yang
dibeli di warung dan supermarket, dari yang kecil dan remeh temeh hingga
yang biasa dan mewah (kalau mewah sih biarin aja karena yang beli juga
yang hedonis dan kelebihan duit).
Sebagai rakyat tentu ikhlas-ikhlas saja membayar pajak tadi dan tidak
menuntut banyak, namun kesel dan kecewa juga jika pajak-pajak tadi
dikorupsi dan dijarah oleh orang-orang macam Gayus, dan para koruptor
lainnya. Rasa-rasanya gak mau bayar pajak (tapi nanti dikejar-kejar
terus tagihannya malah mengbengkak kaya’ rentenir; saya pikir negara
kita kok rentenir yah). Belum pajak rakyat yang tidak dikembalikan buat
membangun fasilitas umum seperti jalan raya, RS pemerintah (bahkan sejak
jaman Belanda, RS pemerintah di Jakarta tidak nambah-nambah, yang
nambah cuma RS swasta); dan banyak pajak-pajak tetek bengek lainnya,
jadi tambah kesel saja. Itulah nasib rakyat kecil.
Tapi bagi yang tinggal di Saudi eunak tenannnn, semua jenis pajak gak
ada, dari pajak kendaraan, penghasilan, barang dan sebagainya. Jadi,
gaji kita murni dan bersih. Kami merasakan tidak ada pengeluaran ekstra
selain yang kita konsumsi sendiri. Tidak ada parkir liar-preman, parkir
gratis kecuali di tempat-tempat tertentu saja. Digedung dan perbankan
bahkan gratis. Jadi banyak gratisnya.
2. Tidak ada inflasi.
Inflasi, baik duit dan barang di RI waduh jangan ditanya kenaikannya.
Gak ketulungan. Seinget saya pada Januari 1982, harga USD dengan rupiah
cuma 450 perak. (1 USD = Rp 450). USD dengan Tiyal 3.45. Artinya, pada
tahun itu USD 100 kl SR 345 (kalau saya gak salah inget). Sekarang USD
100 dengan Riyal masih hampir segitu yaitu kl 375-an riyal. Sedangkan
rupiah sudah hampir 10 ribuan. Berapa ratus persen inflasinya. (Susah
saya ngitungnya).
Belum lagi harga barang-barang dari dulu hingga sekarang masih tetap
(relatif) sama di Saudi. Bahkan semua barang-barang harganya dikontrol
negara (bukan ditentukan pasar seperti di RI), makanya harga obat di
semua apotik dan semua kota harganya sama karena dicetak di box setiap
obat. Di Jakarta, beda apotik harga obat beda harga, welah. Begitu juga
barang-barang keperluan dapur, semuanya stabil dan sangat murah (bila
dibandingkan dengan pendapatan perorangan). Kalau di Jakarta, pendapatan
stagnan namun pengeluaran terus meningkat. Tekor terus, karena akibat
banyak dikorupsi ditilep pejabat dsb. Saya contohkan harga susu
anak-anak, setahu saya tahun 1999/2000 masih berkisar 16 ribuan, tapi
sekarang sudah hampir 60 ribuan, dan banyak yang lainnya yang semuanya
sudah maklum bagi rakyat dan kita semua.
Curhatan ini yah hanya luapan kerinduang doang karena mendengar, melihat
dan merasakan betapa barang-barang kebutuhan hajat orang banyak seperti
keperluan dapur, bumbu, daging, lauk pauk, sayur mayur dsb semuanya
semakin mahal, sedangkan gaji rakyat gak naik-naik dan nyari duit
semakin sulit, dsb. Penghasilan dan pemasukan selalu tekor, ngutang
susah, (tempat ngutang banyak seperti yang banyak diiklanin namun
rentenir (ribawi) semua. “Butuh Dana Tunai. Jaminan BPKB”, begitu
bunyi-bunyi iklan yang bertebaran di tembok gang-gang sempit dan tiang
listrik namun mencekik, yang lama-kelamaan motornya ke tarik rentenir)
dan banyak contoh lagi.
Bagi yang masih bekerja di Arab Saudi, kawan-kawan TKI pikir-pikir dulu
untuk segera balik ke RI, kumpulin duit sebanyak-banyaknya, hidup
sehemat-hematnya, kalau sudah menumpuk barulah balik dan sudah punya
modal buat usaha dan bekal hidup.
Jadi, memang nasib rakyat kita belum bahagia. Sila, “Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia” masih jargon yang nyelekit namun gak ada
yang mikirin. Eluh-eluh, hua-gua.
salam damai
sumber : www.kompasiana.com/bangnasr
Hukum Pajak dan Bea Cukai (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah)
قرأت في كتاب ( الزواجر عن اقتراف الكبائر ) لابن حجر الهيتمي في حكم المكوس ، ونهي النبي صلى الله عليه وسلم عنها ، وأن أصحابها أشد الناس عذابا يوم القيامة ، وكثير من الدول يعتمد اقتصادها على تحصيل الرسوم الجمركية على الواردات والصادرات وهذه الرسوم بالتالي يقوم التجار بإضافتها إلى ثمن البضاعة المباعة بالتجزئة للجمهور ، وبهذه الأموال المحصلة تقوم الدولة بمشروعاتها المختلفة لبناء مرافق الدولة . فأرجو توضيح حكم هذه الرسوم وحكم الجمارك والعمل بها وهل يعتبر نفس حكم المكوس أم لا يعتبر نفس الحكم ؟.
“Aku membaca buku al Zawajir ‘an Iqtiraf al Kabair karya Ibnu Hajar al Haitami tentang hukum maks (pajak) dan larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut. Di sana juga disebutkan bahwa pemungut maks adalah manusia yang paling keras siksaannya pada hari Kiamat nanti. Di sisi lain, banyak negara yang perekonomiannya mengandalkan bea cukai atas barang impor ataupun barang ekspor. Pada gilirannya bea cukai ini oleh produsen dibebankan kepada konsumen sehingga harga barang tersebut menjadi lebih mahal. Dari uang bea cukai ini negara mengadakan berbagai proyek untuk membangun berbagai fasilitas negara. Aku berharap akan adanya penjelasan tentang hukum pajak dan bea cukai serta bekerja di bidang itu. Apakah hukum pajak itu sama dengan hukum maks ataukah berbeda?”
فيما يلي نص فتوى اللجنة الدائمة للإفتاء
تحصيل الرسوم الجمركية من الواردات والصادرات من المكوس ، والمكوس حرام ، والعمل بها حرام ، ولو كانت ممن يصرفها ولاة الأمور في المشروعات المختلفة كبناء مرافق الدولة لنهي النبي صلى الله عليه وسلم عن أخذ المكوس وتشديده فيه ،
Jawaban dari Lajnah Daimah,
“Bea cukai atas barang impor atau ekspor itu termasuk maks sedangkan maks adalah haram. Oleh karena itu, bekerja di bidang itu hukumnya haram meskipun pajak tersebut dibelanjakan oleh negara untuk mengadakan berbagai proyek semisal membangun berbagai fasilitas negara. Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bahkan memberi ancaman keras untuk perbuatan mengambil maks.
فقد ثبت في حديث عبد الله بن بريدة عن أبيه في رجم الغامدية التي ولدت من الزنا أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( والذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له ) الحديث رواه أحمد ومسلم وأبو داوود
Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku al Ghamidiyyah setelah melahirkan anak karena zina. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang wanita tersebut, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik maks (baca: pajak) bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud).
وروى أحمد وأبو داوود والحاكم عن عقبة بن عامر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : ( لا يدخل الجنة صاحب مكس ) وصححه الحاكم .
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penarik pajak itu tidak akan masuk surga”. Hadits ini dinilai sahih oleh al Hakim.
وقد قال الذهبي في كتابه الكبائر : والمكاس داخل في عموم قوله تعالى : ( إنما السبيل على الذين يظلمون الناس ويبغون
في الأرض بغير الحق أولئك لهم عذاب أليم ) الشورى/42 .
Dalam al Kabair, adz Dzahabi mengatakan, “Pemungut pajak itu termasuk dalam keumuman firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (QS asy Syura:42).
والمكاس من أكبر أعوان الظلمة بل هو من الظلمة أنفسهم فإنه يأخذ ما لا يستحق ، واستدل على ذلك بحديث بريدة وحديث عقبة المتقدمين ثم قال : والمكاس فيه شبه من قاطع الطريق وهو من اللصوص ، وجابي المكس وكاتبه وشاهده وآخذه من جندي وشيخ وصاحب راية شركاء في الوزر آكلون للسحت والحرام . انتهى .
Pemungut pajak adalah termasuk pembantu bagi penguasa zalim yang paling penting. Bahkan pemungut pajak itu termasuk pelaku kezaliman karena mereka mengambil harta yang tidak berhak untuk diambil”.
Adz Dzahabi lantas berdalil dengan hadits dari Buraidah dan ‘Uqbah yang telah disebutkan di atas. Setelah itu adz Dzahabi mengatakan, “Pemungut pajak itu memiliki kesamaan dengan pembegal bahkan dia termasuk pencuri. Pemungut pajak, jurus tulisnya, saksi dan semua pemungutnya baik seorang tentara, kepala suku atau kepala daerah adalah orang-orang yang bersekutu dalam dosa. Semua mereka adalah orang-orang yang memakan harta yang haram”. Sekian kutipan dari al Kabair.
ولأن ذلك من أكل أموال الناس بالباطل وقد قال تعالى :( ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل ) البقرة/188 .
Dalam pajak terdapat perbuatan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar padahal Allah berfirman yang artinya, “Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan cara yang tidak benar” (QS al Baqarah:188).
ولما ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في خطبته بمنى يوم العيد في حجة الوداع : ( إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم حرام عليكم كحرمة يومكم هذا في بلدكم هذا في شهركم هذا ) .
Ketika memberikan khutbah di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah ketika haji wada’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian itu tidak boleh diganggu sebagaimana kehormatan hari ini, di negeri ini dan bulan ini”.
فعلى المسلم أن يتقي الله ويدع طرق الكسب الحرام ويسلك طرق الكسب الحلال وهي كثيرة ولله الحمد ومن يستغن يغنه الله ،
Menjadi kewajiban setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah dengan meninggalkan cara-cara mendapatkan rezeki yang haram dan memilih cara-cara mendapatkan rezeki yang halal yang jumlahnya banyak, Alhamdulillah. Barang siapa yang merasa cukup dengan yang halal maka Allah akan memberi kecukupan untuknya.
قال الله تعالى : (ومن يتق الله يجعل له مخرجا * ويرزقه من حيث لا يحتسب ومن يتوكل على الله فهو حسبه إن الله بالغ أمره قد جعل الله لكل شيء قدرا ) الطلاق/2-3
Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (QS ath Thalaq:2-3).
وقال : ( ومن يتق الله يجعل له من أمره يسرا ) الطلاق/ 4
Allah juga berfirman yang artinya, “Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (QS ath Thalaq:4).
وبالله التوفيق
فتاوى اللجنة الدائمة للإفتاء 23 / 489 .
Demikian yang terdapat dalam Fatwa al Lajnah al Daimah lil Ifta’ jilid 23 halaman 489.
Sumber:
http://islamqa.com/ar/ref/42563/%20%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%85%D8%A7%D8%B1%D9%83
No comments:
Post a Comment