Sebagaimana telah diketahui bersama
bahwa Allah tidaklah menciptakan manusia dengan sia-sia. Bahkan Allah
menciptakan manusia agar mereka mengikhlaskan ibadahnya hanya untuk
Allah semata, dengan kata lain agar mentauhidkan-Nya sebagaimana firman
Allah (yang artinya), “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Namun bukan berarti bahwa Allah
butuh untuk ditauhidkan oleh hamba-hambaNya, bahkan kita ini yang butuh
untuk bertauhid karena tauhid memiliki keutamaan yang didambakan setiap
insan, diantaranya bahwa tauhid menggugurkan dosa dan ahli tauhid
dijamin masuk ke dalam surga sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang
siapa bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata,
tidak ada sekutu baginya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya, dan bersaksi bahwa Isa adalah hamba dan rosul-Nya, dan
kalimat-Nya yang dilemparkan kepada Maryam dan ruh ciptaan-Nya. Dan
bersaksi bahwa surga benar adanya, dan neraka benar adanya, Allah akan
masukkan dia ke dalam surga dengan amal yang dimilikinya”(HR. Bukhari dan Muslim)
Mencapai puncak keutamaan tauhid dengan memurnikannya
Puncak dari keutamaan tauhid adalah
masuk surga tanpa hisab dan adzab. Namun keutamaan ini tidak bisa
dicapai kecuali oleh orang-orang yang telah memurnikan tauhidnya
sehingga dia dalam keadaan bersih tanpa dosa tatkala bertemu dengan
Allah pada hari kiamat.Lalu bagaimana caranya untuk memurnikan tauhid?
Memurnikan tauhid adalah dengan
membersihkannya dari segala noda syirik dan bid’ah serta maksiat. Dalam
memurnikan tauhid, manusia terbagi menjadi 2 tingkatan, dimana semakin
tinggi tingkatannya semakin besar pula keutamaan yang didapatkan.
Tingkatan yang dimaksud adalah:
1. Tingkatan wajib
Yaitu seseorang yang memurnikan
tauhidnya dengan melaksanakan kewajiban dan meninggalkan segala jenis
kesyirikan baik besar ataupun kecil. Dia juga meninggalkan segala bentuk
kemaksiatan dan bid’ah (perkara baru yang diadakan dalam agama).
Tingkatan ini merupakan batas minimal seseorang dikatakan telah
memurnikan tauhidnya dan mendapatkan keutamaan masuk surga tanpa hisab.
2. Tingkatan mustahab
Yaitu seseorang yang telah mencapai
derajat wajib dalam memurnikan tauhid, namun disamping itu dia juga
mengerjakan amalan sunnah dan meninggalkan perkara yang makruh bahkan
sebagian perkara yang dibolehkan karena takut terjerumus dalam
keharaman.
Kedua tingkatan itu yang dimaksud dengan ‘Muqtasid’ dan ’Sabiqun bilkhoirot’ dalam surat Fathir ayat 32, dimana Allah membagi manusia dalam bertauhid menjadi 3 tingkatan, Allah berfirman (yang artinya),“Kemudian
kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka
sendiri(zholim linafsihi) dan di antara mereka ada yang pertengahan
(muqtasid) dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat
kebaikan (sabiqun bil khoirot) dengan izin Allah. Yang demikian itu
adalah karunia yang amat besar” (QS. Fathir:32).
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang ketiga tingkatan ini dengan mengatakan”Adapun
orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah mereka yang masuk
surga tanpa hisab (perhitungan), adapun yang pertengahan adalah yang
akan mendapat hisab yang mudah (yaitu diperlihatkan kepadanya
amal-amalnya di dunia), adapun yang menganiaya dirinya adalah yang akan
dihisab pada hari kiamat” (HR. Ahmad)
Hadits tersebut
menunjukkan bahwa orang yang telah memurnikan tauhidnya akan masuk surga
tanpa hisab dan adzab, dimana sifat dari golongan ‘muqtasid’
adalah mengerjakan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Mereka
memurnikan tauhidnya dalam tingkatan wajib. Sedangkan golongan ‘sabiqun bilkhoirot’
telah meninggalkan segala bentuk kesyirikan, kemaksiatan dan bid’ah.
Bahkan lebih dari itu, dia juga meninggalkan perkara makruh dan sebagian
perkara mubah karena khawatir terjerumus dalam keharaman. Dia juga
senantiasa dalam ketaatan dengan mengerjakan kewajiban dan sunnah.
Mereka memurnikan tauhidnya dalam tingkatan mustahab. Keduanya akan
masuk surga tanpa hisab dan azab.
Sedangkan golongan
yang menganiaya dirinya adalah pelaku dosa dari kalangan ahli tauhid.
Mereka ini tidak menyekutukan Allah dengan memakai jimat atau perbuatan
syirik lainnya, namun bersamaan dengan itu mereka bermaksiat dengan
mencuri dan berdusta misalnya. Maka mereka berhak mendapat ancaman atas
perbuatannya. Bisa jadi Allah adzab mereka dan bisa jadi Allah ampuni
dosa-dosanya, semuanya sesuai kehendak Allah.
Memurnikan tauhid mimpi belaka?
Mungkin sebagian
orang akan merasa janggal dengan keterangan tersebut, dan bertanya
apakah ada orang di dunia ini yang bisa memurnikan tauhidnya? Apakah
mungkin manusia hidup tanpa limpahan dosa? Maka perlu diketahui, bahwa
orang yang telah memurnikan tauhidnya adalah orang yang bertemu Allah
tanpa noda dosa sedikitpun, namun bukan berarti dia tidak pernah
melakukan dosa sedikitpun di dunia karena tidak ada manusia yang tidak
pernah salah.Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,”Seluruh anak Adam pernah berbuat bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ad Darimy)
Maka bisa jadi
seorang yang telah memurnikan tauhidnya hingga 24 karat dulunya pelaku
kemaksiatan namun kemudian bertaubat lalu Allah terima taubatnya. Atau
ditimpa musibah yang besar lalu bersabar atasnya sehingga dengan sebab
itu dosanya berguguran. Mungkin juga dia memiliki amalan-amalan sholih
yang menghapus kesalahannya sehingga meninggal dalam keadaan bersih
tanpa dosa dan bertemu Allah dalam keadaan telah memurnikan tauhidnya.
Contoh nyata pemurnian tauhid
Untuk lebih memperjelas pembahasan
dan memudahkan pembaca dalam memurnikan tauhidnya maka akan kami berikan
beberapa contoh nyata yang berkaitan dengan itu.
1. Nabi Ibrohim ‘alaihissalam sosok pribadi yang telah memurnikan tauhidnya
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh
kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
orang-orang yang berbuat syirik” [ Q.S An-Nahl: 120]
Dalam ayat ini Allah menyebutkan beberapa sifat Nabi Ibrohim ‘alaihissalam
yang merupakan bentuk pemurnian tauhid. Maka barang siapa yang ingin
masuk surga tanpa hisab dan adzab ikutilah beliau dan milikilah sifat
beliau. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
a.Seorang imam, yaitu terkumpul dalam dirinya segala sifat terpuji danmenjadi teladan dalam kebaikan.
b. Senantiasa patuh kepada Allah,melaksanakan perintah Allah, dan meninggalkan larangan-Nya kapanpun dan dimanapun.
c. Hanif, yaitu jauh dari jalannya
orang-orang musyrik dan termasuk didalamnya adalah segala perbuatan
syirik, bid’ah, dan maksiat karena mereka tidak lepas dari ketiga
perbuatan itu.
d. Tidak
termasuk ke dalam golongan orang-orang musyrik baik secara perilaku
maupun fisik. Beliau tidak pernah menyekutukan Allah sekaligus berlepas
diri dari orang-orang yang menyekutukan-Nya dan tidak berkumpul dengan
mereka.
2. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan tentang sebagian umat ini yang akan masuk surga tanpa hisab
dan adzab, mereka memiliki beberapa sifat khusus yang menunjukkan
kesempurnaan tauhidnya. Sifat-sifat itu adalah:
a. Tidak minta diruqyah
Seseorang yang minta diruqyah
secara syar’i bukan berarti telah melakukan keharaman, namun terkadang
dia telah kehilangan kesempatan emas untuk masuk surga tanpa hisab dan
adzab. Hal ini karena kebanyakan orang yang minta diruqyah hatinya telah
condong kepada ruqyah atau orang yang meruqyahnya melebihi
kecondongannya terhadap sebab lainnya semisal dokter atau obat-obatan.
Ketergantungannya terhadap ruqyah dan peruqyah merupakan syirik kecil
yang mengurangi kesempurnaan tawakkalnya kepada Allah sekaligus
mengurangi kemurnian tauhidnya.
b. Tidak minta di-kay.
Kay
adalah salah satu metode pengobatan dengan menyulutkan besi panas pada
bagian yang sakit dan termasuk dari metode yang dibolehkan secara
syar’i. Sebagian orang meyakini bahwa kay adalah senjata pamungkas. Tidak ada penyakit yang bisa melawan kay, jika sudah pakai metode kay
pasti penyakitnya segera sembuh. Keyakinan semacam inilah yang
mengurangi kesempurnaan tawakkal kepada Allah sekaligus mengurangi
kemurnian tauhidnya.
c. Tidak ber-tathoyyur
Yang dimaksud dengan tathoyyur adalah merasa sial dengan sebuah kejadian. Keyakinan ini sudah terlanjur menjamur di masyarakat kita. Diantara bentuk tathoyyur
misalnya keyakinan bahwakejatuhan cicak pertanda nasib sial, menabrak
kucing membawa sial, dan bulan Suro adalah bulan sial sehingga tabu
untuk mengadakan resepsi pernikahan pada bulan tersebut.
d. Bertawakkal hanya kepada Allah
Bertawakkal adalah menyandarkan dan
menggantungkan hati hanya kepada Allah dalam segala persoalan. Namun
bukan berarti hanya diam dan berdo’a tanpa berusaha. Bahkan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berobat dan menganjurkan kita untuk berobat ketika sakit. Bukankah Nabi orang yang paling bertawakkal?
Semoga Allah memudahkan kita dalam memurnikan tauhid.
Penulis : Ustadz Roby Aryanto, S.T.
Muroja’ah : Ustadz Abu ‘Isa
http://buletin.muslim.or.id/aqidah/tauhid-24-karat?utm_source=feedburner&utm_medium=email&utm_campaign=Feed%3A+KumpulanSitusSunnah+%28Kumpulan+Situs+Sunnah%29
No comments:
Post a Comment