Monday, February 25, 2013

Toko Lingerie Saudi Jadi Area Khusus Wanita

1326279651390826429Hidayatullah.com—Komisi Amar Ma'ruf Nahi Munkar atau yang lebih populer disebut Hai'a hari Sabtu (23/2/2013) mengatakan bahwa toko-toko pakaian dalam wanita menjadi area yang hanya boleh dimasuki kaum hawa, lapor kantor berita Saudi SPA dikutip Saudi Gazette.

Feminisasi seluruhnya dari toko-toko lingerie itu akan mulai diberlakukan pada bulan Juni tahun ini, menurut keputusan pemerintah sebelumnya.

Dalam pernyataannya, pimpinan Hai'a Dr Abdullatif bin Abdulaziz al-Asyaikh telah menyetujui ketentuan itu dalam rapat belum lama ini bersama dengan Menteri Tenaga Kerja Adil Faqih.

Lowongan pekerjaan di toko pakaian dalam hanya diperuntukkan bagi wanita-wanita Saudi yang berkomitmen menjaga ketentuan agama dan terikat dengan aturan berpakaian menurut Islam. Hai'a akan mengawasi pelaksanaan peraturan itu guna mencegah adanya pelanggaran di lapangan.

Menurut Hai'a pusat-pusat perbelanjaan besar harus memberikan tempat terpisah untuk menjual barang-barang kebutuhan khusus wanita dan tidak mencampurnya dengan barang keperluan khusus kaum adam.

Toko asesoris wanita, sebisa mungkin ditempatkan di dekat pintu gerbang utama dari pusat perbelanjaan. Sehingga wanita tidak perlu masuk jauh ke area dalam mendekati toko yang banyak dikunjungi oleh kaum pria.

Pemilik toko diberikan waktu 15 hari untuk mengubah tata letak tempat usahanya sesuai dengan peraturan yang ada.

Hai'a meminta seluruh warga termasuk para pengusaha, bersifat kooperatif dengan pemerintah dalam melaksanakan program itu, yang di antaranya dimaksudkan untuk memberikan peluang kerja bagi wanita Saudi.*

Rep: Ama FarahRed: Dija

Sunday, February 24, 2013

Saudi Membuat Program Lapangan Kerja untuk Orang Cacat

13614410051434863792Oleh Faruk Ramzi

Departemen Tenaga Kerja Kerajaan Saudi Arabia telah mengumumkan rencana untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi 100.000 orang cacat lelaki dan perempuan Saudi.

“Jumlah orang-orang cacat yang terdaftar dengan program Hafiz kementerian untuk pengangguran telah mencapai lebih dari 183.000 dengan jumlah wanita terhitung 60 persen dari total,” menurut informasi kementrian tenaga kerja Saudi Arabia.
Perkiraan jumlah warga Saudi dengan kebutuhan khusus mencapai 4,15 juta.

Antara 183.000 pria dan wanita cacat yang terdaftar dengan Hafiz, lebih dari 100.000 mampu melakukan pekerjaan jika mereka diberikan pelatihan dan bimbingan.

Pencari kerja berkebutuhan khusus tersebut, kelompok usia 22-35 rata-rata memiliki pendidikan menengah dan perguruan tinggi.

Salah seorang aktifis perempuan Tashkandi mengatakan upaya sedang dilakukan untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih baik untuk orang cacat dengan dukungan dari Kementerian Sosial dan departemen terkait lainnya.

“Sebuah program baru bernama Tawafuk telah dirancang untuk mengatur warga cacat yang dipekerjakan di sektor swasta dengan dukungan dari Dana Pengembangan Sumber Daya Manusia,” tambahnya.

Sehingga tidak akan ada perusahaan yang menolak orang berkebutuhan khusus yang melamar kerja karena sebagian dari gaji mereka disubsidi oleh program tersebut.

Dalam pesan di konferensi emansipasi wanita , Menteri Tenaga Kerja Fakeih mengatakan tingkat pengangguran di kalangan wanita Saudi telah mencapai 36 persen meskipun telah ada upaya untuk menciptakan peluang lapangan kerja bagi mereka.

Dia mengatakan tingkat pengangguran di kalangan laki-laki Saudi telah turun menjadi 6,1 persen berkat dorongan Saudization kementerian termasuk program Nitaqat.

Sebanyak 200.000 wanita telah dipekerjakan di sektor swasta selama beberapa tahun terakhir, termasuk 160.000 dalam waktu kurang dari dua tahun.

“Kementerian telah membuat solusi untuk memperkerjaan perempuan di berbagai sektor mengikuti peraturan Syariah,” katanya.

Begitu tingginya niat pemerintah Saudi Arabia untuk memanfaatkan SDM warganya, sehingga berangsur-angsur dapat menghilangkan rasa ketergantungan terhadap warga asing yang telah turun temurun bekerja di segala sector di Saudi Arabia sebelumnya.

Lalu bagaimana dengan Indonesia, apakah tidak dapat menciptakan Indonesiaisasi yang dapat memaksa perusahaan agar memperkerjakaan warga Indonesianya di semua sektor baik perusahaan Asing atau dalam negeri.dapat membuat lapangan kerja untuk warga berkebutuhan khusus di segala sector pula ?

diambil dari  http://luar-negeri.kompasiana.com/2013/02/21/saudi-membuat-program-lapangan-kerja-untuk-orang-cacat-530794.html

Friday, February 22, 2013

Al Aghwaat, Di Antara Rahasia Dua Tanah Suci

Al Aghwaat dengan bentuk tunggalnya Agha adalah istilah untuk sekumpulan orang yang mengabdi di dua tanah suci (Makkah dan Madinah). Akan tetapi mereka dikebiri dan tidak memiliki syahwat. Asal usul mereka dari Afrika. Dahulu, beberapa kabilah dari Habasyah mengebiri anak cucu mereka dan menjadikan mereka sebagai hadiah untuk dua tanah suci agar mengabdi di sana. Walaupun mereka bersalah dalam masalah ini, akan tetapi mereka memiliki andil dalam mengabdi di dua tanah suci. Siapakah mereka dan bagaimana kisah mereka? Akan kami ceritakan kepada para pembaca Majalah Qiblati yang budiman.

Asal Muasal Kata Agha
Istilah Agha pertama kali digunakan pada masa-masa pemerintahan Ustmaniyyah oleh para pembesar, tuan tanah dan pemimpin pelayan di rumah atau istana. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang melakukan tugas-tugas kemiliteran, sehingga mereka dijuluki dengan agha. Istilah ini juga digunakan kepada para pelayan istana yang telah dikebiri. Setelah itu, istilah ini digunakan secara khusus bagi para pelayan di dua tanah suci.
 
Sejarah Aghawaat
Sejarah aghawaat tidak terlepas dari masa Muawiyyah bin Abi Sufyan t. Dialah yang pertama kali mengangkat seorang pelayan untuk ka’bah yang mulia dari kalangan hamba. Adapun yang pertama kali mengangkat pelayan ka’bah dari kalangan orang yang dikebiri adalah Yazid bin Muawiyah walaupun ada ahli sejarah lain yang menyebutkan bahwa yang pertama kali mengangkat aghwaat di Masjidil Haram adalah Khalifah ‘Abbasiyyah Abu Ja’far al Manshur. Dan inilah pendapat yang lebih kuat.
 
Adapun aghwaat untuk Masjid Nabawiy, maka sejarahnya tidak lepas dari masa Raja Yang Suka Menolong, Sholahuddin Yusuf bin Ayyub (yang biasa dikenal dengan sebutan Shalahuddin al-Ayyubi) 568 H/ 1172 M. Dialah yang pertama kali menetapkan orang yang dikebiri untuk mengabdi di Masjid Nabawiy.
 
Tugas Mereka di Masjidil Haram
Di antara tugas mereka adalah menjaga keamanan, mendampingi orang-orang yang tawaf dengan memisahkan antara yang laki-laki dan perempuan, menemani imam masjid, mencuci ka’bah dan Masjidil Haram, membersihkan tempat tawaf, membersihkan Masjidil Haram dan sisa mandi. Dahulu kala ketika Masjidil Haram belum menggunakan listrik, mereka bertanggung jawab menurunkan pelita (lampu), mengisinya dengan minyak dan menggantungkannya kembali. Mereka juga bertanggung jawab mencuci dan mengusap, serta menyalakannya ketika waktu sahur.
 
Tugas Mereka di Masjid Nabawiy
Menjaga masjid ketika siang hari dan langsung menutup pintu-pintunya, bermalam di sana untuk menjaganya, berkeliling setelah mendirikan shalat isya dengan membawa pelita (lampu) untuk mencari orang-orang yang dianggap mencurigakan dan mengusirnya, membukakan pintu-pintu bagi para muadzin, menjauhkan para wanita ketika menutup pintu-pintu masjid, menyapu masjid, raudhoh dan hujroh (kamar Nabi) setiap hari Jum’at, membersihkan dinding setiap tahun dan menyiapkan karpet Amir Madinah (Gubernur Madinah).
Adapun pada saat ini, tugas pokok mereka ada empat, yaitu :
  1. Turut serta menerima kedatangan raja dan para utusan yang menemaninya.
  2. Melayani para tamu kerajaan, seperti para pemimpin negara, para menteri dan yang mengikuti mereka, di mana mereka menyiapkan tempat sujud para tamu tersebut dan menghidangkan air zam zam bagi mereka.
  3. Memisahkan wanita dari laki-laki ketika tawaf dan melarang para wanita tawaf sesudah adzan dikumandangkan.
  4. Di masjid Nabawiy, aghwaat bertugas mengharumkan roudhoh, membersihkan kamar Nabi, membukakan kamar untuk para tamu ketika ada keperluan, menerima tamu kerajaan di pintu salam, menemani mereka hingga mereka meninggalkan Masjid Nabawy.
Pakaian Para Aghwaat
Para aghwaat menggunakan pakaian tertentu yang membedakan mereka dengan yang lain. Ibnu Bathutah pernah menggambarkan mereka dalam perjalanannya : “Mereka (aghwaat) berpenampilan sangat baik, rupa yang bersih, pakaian yang rapih, pemimpin mereka dikenal dengan sebutan Syaikhul Haram, dia berpenampilan layaknya para pembesar.” (Rihlah Ibnu Bathutah, Tuhfah an Nadhor, hal 121)
 
Pada masa-masa pemerintahan Utsmaniyyah, para aghwaat menggunakan mantel dari Istanbul, pakaian yang besar dan diikat dengan sabuk, mereka membawa tongkat panjang dan menggunakan penutup kepala. Hal ini masih berlaku hingga sekarang. Dahulu, para aghwaat sangat tegas dalam berpakaian, dan jika ada seorang di antara mereka yang menggunakan pakaian tetapi kancing lengan bajunya terbuka, niscaya mereka akan dihukum. Mereka juga menggunakan jam dan cincin, dan tidak memegang payung.
 
Para aghwaat berbeda-beda antara satu dengan yang lain sesuai dengan tingkatan mereka masing-masing. Perbedaan ini nampak pada pakaian yang mereka gunakan. Mungkin bisa membedakan tingkatan para aghwaat melalui penggunaan syal (sabuk dari kain wol) dengan ketentuan tertentu. Orang yang tingkatannya tinggi akan meletakkan syal di pundaknya. Adapun yang lain, maka akan mengikat syal-nya di tengahnya. Adapun di rumah mereka, mereka akan menggunakan pakaian pada umumnya.
 
Tingkatan Para Aghwaat
Tingkatan aghwaat ada sembilan, dan yang terpenting adalah :
  1. Pemimpin mereka yang dikenal dengan Syaikhul Aghwaat, ia bertanggung jawab terhadap semua tugas para aghwaat.
  2. Kemudian sesudahnya ada Naqiibul Aghwaat (wakil aghwaat), ia adalah pengganti syaikhul aghwaat sepeninggalnya.
  3. Kemudian sesudahnya ada Amiinul Aghwaat
Syarat Menjadi Aghwaat
Disyaratkan bagi siapa saja yang ingin bergabung menjadi aghwaat, antara lain ; dikebiri, menerima aturan yang diberlakukan kepada para aghwaat, tinggal di tanah haram selama 7 tahun berturur-turut sesuai dengan jadwal/ giliran yang telah ditentukan, melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya, menaati perintah pimpinannya, dan menikmati pekerjaannya dengan baik.
 
Dahulu kala, pencarian terhadap orang yang dapat memenuhi syarat yang telah disebutkan di atas dilakukan sendiri oleh para aghwaat yang melakukan perjalanan dengan tujuan khusus untuk mencari seorang agha. Jika mereka mendapati seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka mereka akan memberitahukan hal ini kepada Syaikhul Aghwaat. Kemudian Syaikhul Aghwaat merekomendasikannya kepada kedudukan yang lebih tinggi, sampai akhirnya Menteri Haji dan Wakaf memutuskannya, dan memberikan kewarganegaraan Saudi kepadanya. Maka selesailah rekruitmen seorang agha melalui cara tour/ perjalanan mengelilingi Saudi. Dan setelah kedatangannya, dilakukan tes kesehatan dan memberitahukan aturan yang harus diikuti para aghwaat, kemudian hasilnya disampaikan kepada Kementerian Haji dan Wakaf.
 
Oleh karena itu, pencarian para Aghwaat dilakukan sendiri oleh para pelayan dua tanah suci. Ketika mereka melakukan pencarian ke daerah Habasyah, mereka ditugaskan untuk mencari orang-orang dengan karakteristik seorang agha.
 
Adapun pada saat ini, maka rekruitmen aghwaat baru tidak diperkenankan, hal ini didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Rekruitmen Agha terakhir dengan cara seperti ini terjadi pada tahun 1978 M/ 1399 H. Dan pada saat ini aghwaat yang tersisa adalah 12 orang di Masjidil Haram dan 9 orang di Masjid Nabawi, di mana yang termuda di antara mereka berusia 60 tahun. Kebanyakan mereka telah berhenti dari aktifitas mereka karena usia mereka yang telah lanjut dan kesehatan mereka tidak mendukung lagi untuk bekerja ataupun pergi ke Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.
 
Aghwaat Pada Masa Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi
Pada masa pemerintahan Kerajaan Arab Saudi, aghwaat memiliki kedudukan yang terhormat. Mereka dimuliakan mengingat jasa pengabdian mereka yang teramat agung terhadap dua tanah suci. Perhatian Kerajaan terhadap para aghwaat muncul seiring dengan kemunculan Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1346 H. Hal ini berasal dari kebijakan Yang Mulia Raja Abdul Aziz –semoga Allah merahmatinya- dalam sebuah tulisannya : “Lebih khusus lagi adalah para aghwaat di Masjidil Haram, mereka  dengan pengabdian yang telah mereka lakukan kepada tanah haram, maka tidak sepantasnya seseorang memprotes apa yang mereka lakukan dan mencampuri urusan mereka”.
 
Adapun sepeninggal Yang Mulia Raja Abdul Aziz –semoga Allah merahmatinya-, Raja Su’ud menetapkan kebijakan orang tuanya dengan mengeluarkan surat keputusan raja nomor 35 tanggal 4 Rabi’ulawwal 1374 H dengan kutipan sebagai berikut : “Bahwa kami menetapkan para aghwaat Masjidil Haram untuk tetap seperti biasanya dan teratur melakukan apa yang selama ini telah mereka lakukan dalam urusan-urusan tertentu, dan tidak boleh seorangpun memprotes mereka dalam tugas mereka atau mencampuri urusan mereka”.
 
Diceritakan pula oleh para aghwaat, bahwa Pelayan Dua Tanah Suci Raja Fahd –semoga Allah merahmatinya- setiap tahunnya mengirimkan penghormatan kerajaan kepada mereka dan baju mantel yang disampaikan melalui pemimpin umum Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
 
Oleh karena itu, kerajaan memberikan kepada mereka gaji yang cukup disesuaikan dengan jumlah harta wakaf yang dibagikan kepada mereka secara merata. Harta-harta wakaf mereka tersebar di Makkah al-Mukarramah, Madinah al-Munawwarah, Jeddah, Thoif, dan Ahsaa. Mereka juga memiliki harta wakaf di Iraq, Maroko, dan Yaman, di mana ini semua adalah pemasukan yang melimpah bagi mereka dan menjadikan mereka hidup bahagia.
 
Hal-Hal Yang Perlu Untuk Diketahui
  • Menyusutnya jumlah aghwaat pada saat ini dikarenakan para pelayan dua tanah suci menghentikan penerimaan aghwaat baru agar orang-orang tidak berani mengebiri anak mereka.
  • Para aghwaat dikenal karena amalan mereka yang baik, dan ada pula di antara mereka yang dikenal karena ilmu dan pemahaman mereka dalam hal agama.
  • Di antara mereka ada yang dikenal karena kebaikan mereka, ada yang suka membantu orang-orang yang membutuhkan, di antara mereka ada yang membangun masjid-masjid, yayasan-yayasan, dan sekolah-sekolah. Dan ada sebuah Masjid Agha di perkampungan Quba yang masih baik dan ada hingga sekarang sebagai saksi kebaikan mereka, sebagaimana pula mereka mewakafkan tempat untuk fakir miskin dan masih menggunakan nama aghwaat.
  • Mereka dikenal dengan kekayaan materi, akan tetapi mereka tidak mewariskan dan mereka juga tidak berhak menghibahkan dan menggunakan harta mereka. Maka dengan kematian mereka, harta mereka beralih menjadi harta wakaf.
  • Mereka tidak memiliki keturunan, sehingga silsilah mereka berhenti dengan wafatnya mereka. Sebabnya adalah karena keluarga mereka telah menghadiahkan mereka untuk dua tanah suci setelah mereka mengebirinya.
Adakah Hak Bagi Mereka Untuk Menikah?
Seorang agha mempunyai hak untuk menikah, akan tetapi pernikahannya bukan untuk bersenang-senang, namun untuk mendapatkan seorang wanita yang akan merawatnya ketika ia sakit atau sudah lanjut usia, dan juga untuk mengurus seluruh urusan hidupnya. Pada umumnya, mereka menikah dengan orang luar dan menghadirkan istrinya bersamanya untuk mengabdi ke kerajaan. Ia merawat istri dan anak-anak istrinya serta mendidik mereka.
 
Pada saat ini tugas mereka hanya sebatas mengharumkan raudhoh dan menemani para tamu agung. Pada saat ini setiap pengunjung Masjid Nabawi dapat melihat mereka duduk dekat ruangan aghwaat, sisi kanan bagian dalam dari pintu Jibril. Adapun di Makkah, maka para peziarah akan dapat melihat mereka di tempat thawaf sebelum shalat maghrib, dan ketika shalat maghrib dan isya mereka berada di shaf pertama. Demikian pula ketika hari Jumat maka mereka dekat dengan mimbar Masjidil Haram. (AZ)[*]
 

Silahkan di Share, Copas, Dan Lain-Lain, Dengan Tetap Mencantumkan Sumbernya.

Mengenal Raja Faisal bin Abdul Azis


Faisal bin ‘Abd al ‘Aziz Al Sa’ud (1906 – 25 Maret 1975) adalah Raja Arab Saudi yang menjabat mulai tahun 1964 hingga tahun 1975. Raja Faisal lahir di Riyadh dan merupakan anak keempat Raja Abdul Aziz Al Saud. Faisal juga keturunan langsung syaikh Muhammad Abdul Wahhab melalui ibunya. Di antara keluarganya, pendidikan Faisal terutama pendidikan agama tergolong menonjol.

Pada umur 16 tahun Faisal dipercaya menjadi pemimpin sebuah ekspedisi untuk menumpas pemberontakan sebuah suku di Asir, Hijaz bagian Selatan. Kemudian pada umur 19 tahun ia menjadi komandan pasukan yang merebut kota Jeddah dari suku Hashemit, rival dinasti Arab Saudi. Ayahnya mengangkat Faisal menjadi Raja Muda Hijaz pada tahun 1926. Faisal mencapai puncak karir militernya pada tahun 1934 dengan suatu kenaikan pangkat yang cepat setelah merebut pelabuhan Hoderida selama perang singkat melawan Yaman. Setelah Arab Saudi didirikan, dia diberi jabatan Menteri Luar Negeri Arab Saudi pada tahun 1932. Jabatan ini ia jalankan dengan cukup baik. Buktinya, ketika membawakan pidato kenegaraan dalam KTT Perdamaian di Versailles, Prancis, kharisma kepemimpinannya berhasil memukau delegasi asing yang hadir di konferensi tersebut.

Setelah resolusi PBB mengenai pemecahan Palestina dan pendirian Israel, Pangeran Faisal (masih belum menjadi raja) mendesak ayahandanya supaya memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat, tetapi desakannya itu ditolak. Dan akhirnya pada tanggal 2 November 1964, ia pun dilantik menjadi Raja.

Dalam pidato penobatannya Faisal mengatakan, “Saya memohon kepada Allah semoga berkenan melindungi kita. Kiranya kita sekarang dapat memulai sebuah pekerjaan besar di atas suatu landasan yang kuat. Al-Qur’an tidak pernah menghalangi kemajuan. Allah senang kepada umatnya yang kuat. Mari kita lipatgandakan setiap usaha di semua bidang kehidupan untuk menyejahterakan kehidupan rakyat dan meletakkan negara dalam kedudukan yang terhormat.”

Faisal dikenal sebagai raja yang shalih dan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Dia lebih mengutamakan kepentingan rakyat (pro poor) daripada mengikuti ambisi pribadi dan golongan untuk memupuk emas dan tahta. Apalagi untuk korupsi. Hal ini terlihat ketika tahun 1967 Raja Faisal menghapus program perbudakan dengan cara membayar budak-budak sewaan dari tangan majikan-majikannya. Ia rela membayar hingga 2800 dollar hanya untuk seorang budak. Raja Faisal juga melakukan penghematan kas kerajaan dengan menarik 500 mobil Cadillac milik istana. Dananya digunakan untuk membangun sumur raksasa sedalam 1200 meter yang kemudian menjadi sumber mata air rakyat di lahan-lahan tandus di Semenanjung Arab.

Ia memimpin embargo minyak kepada negara-negara Barat. Akibatnya industri dan transportasi di negara Barat menjadi kacau. Rakyat Amerika dan Eropa mengantri panjang untuk mendapatkan BBM. BBM dijatah seperti Indonesia pada masa krisis. Akibatnya Amerika terpaksa menghentikan sementara bantuannya kepada Israel. Untuk mengatasi krisis Presiden AS Richard Nixon sampai turun tangan langsung. Ia segera mengunjungi Raja Faisal di negaranya pada bulan Juni 1974 dan memintanya menyerukan penghentian embargo minyak dan perang Arab-Israel.

Dengan penuh izzah Raja Faisal berkata, “Tidak akan ada perdamaian sebelum |Yahudi mengembalikan tanah-tanah Arab yang dirampas pada tahun 1967!”

Alhasil Nixon pulang ke negaranya dengan tanpa hasil. Penolakan itu jelas membuat Amerika merasa geram. Diam-diam mereka merencanakan sebuah operasi untuk menyingkirkan Raja Faisal.

Pada tanggal 25 Maret 1975 Faisal wafat, dibunuh oleh keponakannya sendiri Faisal bin Mus’ad di istananya. Faisal bin Mus’ad menyamar sebagai seorang delegasi Kuwait yang menunggu untuk bertemu dengan Raja Faisal. Saat Raja Faisal berjalan ke arahnya untuk menyambut, Faisal bin Musad mengeluarkan sepucuk pistol dan kemudian menembakkannya ke tubuh Raja Faisal sebanyak tiga kali. Penyelidikan resmi menyatakan pembunuhan itu dilakukan atas inisiatif Faisal bin Mus’ad sendiri. Namun banyak orang yakin, Amerika dengan CIA-nya berperan sebagai dalang pembunuhan itu.


Berikut adalah petikan pidato yang menggetarkan dunia Islam dari Raja Faisal:
“Saudara-saudaraku, apa yang kita tunggu? Apakah kita mau menunggu nurani dunia? Dimanakah nurani dunia itu?

Sesungguhnya Al-Quds yang mulia memanggil kalian dan meminta tolong kepada kalian, wahai saudara-saudara, , agar kalian menolongnya dari musibah dan apa yang menimpanya. Apa yang membuat takut kita? Apakah kita takut mati? Dan adakah kematian yang mulia dan utama dari orang yang mati berjihad di jalan Allah.

Wahai saudaraku kaum muslimin, kami menginginkan kaum dan kebangkitan Islam, yang tidak dimuliakan oleh kesukuan, kebangsaan, dan juga partai. Tapi dakwah Islamiyah, seruan kepada jihad fi sabilillah, di jalan membela agama dan akidah kita, membela kesucian kita. Dan aku berharap kepada Allah, jika menetapkan aku mati, maka tetapkanlah aku syahid fi sabilillah.

Saudaraku
Maafkanlah aku, agar kalian tidak menuntutku. Karena sesungguhnya ketika aku berteriak, masjid mulia kita dihinakan dan dilecehkan, dipraktekkan di dalamnya kehinaan, kemaksiatan, dan penyimpangan moral.

Sesungguhnya aku berharap kepada Allah dengan ikhlas. Jika Ia tidak menetapkan kami untuk berjihad dan membebaskan tanah suci, maka janganlah palingkan aku sesaat darinya di hidupku”
(Dari berbagai sumber)

Fitnah Wahhabi


Wahhabi
HATI-HATI FITNAH WAHHABI!!

Atau mungkin yang lebih tepat,  “HATI-HATI FITNAH TERHADAP “WAHHABI”..!
Pernah lihat foto ini?Foto yang sering ditampilkan dalam topik kerjasama wahhabi-inggris dalam melawan kekhalifahan islam.Sebagaimana terlihat pada caption, orang paling kanan tertulis sebagai Major-General Sir Percy Zachariah Cox. Sementara seorang lainnya diklaim sebagai Muhammad bin Abdul Wahhab ‘sang pendiri aliran setan’ oleh berbagai pembenci Salafi-Wahhabi.

Pada caption foto ini, Muhammad bin Abdul Wahhab disebut sebagai orang yang berdiri di samping Sir Percy Cox. Sedang pada tautan ini [http://asianedition.blogspot.com/2011/07/muhammad-ibn-abd-al-wahhab.html] ‘pendiri Wahhabi’ ini adalah orang kedua dari kiri. Namun umumnya pembenci Salafi-Wahhabi lebih memilih pendapat yang pertama karena tampangnya lebih garang, cocok dengan ‘aliran tanduk setan’ yang dia bawa.

Tetapi mana yang benar? Yang berdiri di samping Sir Percy Cox? Atau yang jauh darinya?

Manapun yang anda pilih, jawaban anda SALAH. Mengapa?
http://en.wikipedia.org/wiki/Percy_Cox
http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_Abd_al-Wahhab

Atau silahkan cek dari berbagai narasumber.

Major-General Sir Percy Zachariah Cox, GCMG, GCIE, KCSI (20 November 1864 – 20 February 1937).

Muhammad ibn ʿAbd al-Wahhab (1703 – 22 June 1792)

Bagaimana bisa orang yang wafat pada tahun 1792 M berfoto dengan orang yang baru lahir tahun 1864 M ? Selisih 72 tahun antara keduanya. Ajaib.

Lalu apakah fitnah tentang foto Muhammad bin Abdul Wahhab berhenti sampai disini?
BELUM..

Coba cari di google image dengan keyword Muhammad bin Abdul Wahhab. Tokoh “pendiri Wahhabi” ini bahkan memiliki wajah yang garang di masa muda! Kegarangan yang cocok dengan pemahaman keras dan kasar yang dituduhkan padanya.Coba cek di situs pembenci salafi-wahabi [http://qitori.wordpress.com/2008/06/20/siapa-sebenarnya-muhammad-ibn-abdul-wahhab/]

Lucunya, sejauh yang bisa ditelusuri, foto pertama yang mengabadikan sosok manusia dengan jelas baru tercipta pada tahun 1839 M. Sekitar 47 tahun setelah wafatnya Muhammad bin Abdul Wahhab. [http://www.memobee.com/index.php?do=c.every_body_is_journalist&idej=2490]

Maka nampak sudah, betapa fitnah telah dilancarkan untuk menjatuhkan sosok Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwah yang beliau bawa. Tidak hanya secara visual untuk mengesankan bahwa beliau seorang yang bertampang keras dan kasar. Bahkan juga menuduhnya sebagai orang yang gemar mengKAFIRkan sesama muslim hanya karena tidak mau menjadi pengikutnya! sebagaimana disebut di [http://qitori.wordpress.com/2008/06/20/siapa-sebenarnya-muhammad-ibn-abdul-wahhab/] dengan tulisan yang bercetak tebal.


“…Dia menganggap kafir kepada siapa pun termasuk kaum Muslim lainnya yang tidak mengikuti keyakinannya dan menghalalkan darah mereka, sehingga kaum Muslim yang tidak sepaham dengannya harus diperangi!”

 map_of_saudi-arabia

Sebenarnya siapa Muhammad bin Abdul Wahhab? Apa yang sudah dilakukannya hingga banyak orang ingin memfitnahnya?

http://yufid.com/result/?cref=http%3A%2F%2Fyufid.com%2Fxml%2Fcse_context_yufid.xml&cof=FORID%3A10&ie=UTF-8&q=muhammad+bin+abdul+wahhab&siteurl=yufid.com%2F&ref&ss=3470j677370j25

Terinspirasi dari [http://tegoeh.multiply.com/notes/item/654]

Sumber : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=4228835353583&set=a.1535867711075

Dipublikasikan kembali oleh: www.kisahislam.net

RI Masih Impor 50% Pasokan Elpiji, Terbesar dari Arab Saudi

Jakarta, (Analisa). PT Pertamina (Persero) mengungkapkan 50% kebutuhan gas LPG (Liquefied petroleum gas) alias Elpiji di Indonesia diimpor dari luar negeri.
Hal ini karena kapasitas kilang Pertamina tidak mencukupi, sementara dari sisi produksi Indonesia negara yang berlimpah dengan pasokan gas.

Vice Presiden Gas Domestik PT Pertamina (Persero) Gigih Wahyu mengatakan 50% kebutuhan gas LPG nasional masih diimpor dari negara lain, terbesar dari Arab Saudi, khususnya dari perusahaan Saudi Aramco.

"50% kebutuhan gas LPG nasional masih impor dari negara lain. Ini karena kapasitas kilang Pertamina tidak mencukupi, karena dulu gas belum menjadi kebutuhan dasar sehingga kilang yang dimiliki lebih difokuskan untuk mengolah minyak menjadi BBM," kata Gigih ketika dihubungi, Kamis (21/2).

Gigih mengakui terminal depot (floating storage) gas LPG yang dimiliki saat ini masih lemah dan masih tergantung dari negara lain.

"Kita akui terminal depot kita masih lemah, dari seluruh floating storage yang ada di darat dan di laut hanya cukup 16 hari. Dan sebagian besar ada di laut, dimana jika impor kapalnya sewa dan kalau kapalnya telat datang, stok LPG bisa kosong di pasaran," ungkap Gigih.

Diungkapkan Gigih, saat ini Pertamina hanya memiliki 2 floating storage dengan kapasitas masing-masing 44.000 Matrik Ton (MT).

"Kita punya floating storage di laut hanya ada dua, pertama di Teluk Semangka dekat ujungnya Lampung, dan di Kalbut, Sitobondo Jawa Timur dengan kapasitas masing-masing 44.000 MT, tapi itu di laut yang di daratnya hanya sedikit, sementara kalau di laut itu rawan sekali, seperti ombak tinggi Januari lalu, ombak tinggi 6 meter, kapal tidak bisa merapat, bahkan kapal kita satu karam akibat memaksakan agar gas LPG bisa tersalurkan," ungkapnya lagi.

Untuk itu, dalam 5 tahun kedepan Pertamina merencanakan pembangnan floating storage yang jauh lebih besar kapasitasnya yakni 2 floting storage dengan kapasitas 100.000 MT.

"2015 kita targetkan ada 2 floating storage dengan kapasitas masing-masing 100.000 MT. Untuk lokasi floating storage di Teluk Semangka kita akan tarik ke darat dan akan dibangun di Tanjung Sekong Merak, Banten, sedangkan yang satunya ada di Jatim namun lokasinya masih dicari yang mana yang pas," tandasnya.(dtc)

Thursday, February 21, 2013

AL-DIRIYAH Tonggak Sejarah Kerajaan Arab Saudi

oleh:  Oleh Indah Wulandari
 
At Turaif District in ad-Dir'iyah
At Turaif District in ad-Dir'iyah Saudi Arabia
Pemimpin Turki Ibrahim Pasha pernah memerintahkan penghancuran Diriyah. Sementara, Raja Abdul Aziz berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya.
 
Melacak asal Dinasti Saudi dalam silsilah resmi Kerajaan Arab Saudi tentu tak pernah lepas dari keberadaan lokasi bersejarah Diriyah dan Qasr al-Hakam. Kedua tempat yang terletak di pinggiran Kota Riyadh ini tengah menjadi perhatian Pemerintah Arab Saudi untuk renovasi besar-besaran.
 
Kebesaran Dinasti Saudi Arabia bermula sejak abad ke-12 Hijriah atau abad ke-18 Masehi. Ketika itu, di jantung Jazirah Arabia, tepatnya di wilayah Najd, lahirlah Negara Saudi yang pertama yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud. Wilayah yang kemudian dikenal sebagai Al-Diriyah itu resmi berdiri pada 1175 H/1744 M. Wilayahnya pun meliputi hampir sebagian besar wilayah Jazirah Arabia.
 
Negara ini mengaku memikul tanggung jawab dakwah menuju kemurnian tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, mencegah perilaku bidah dan khurafat, kembali pada ajaran para salafus shalih, dan berpegang teguh pada dasar-dasar agama Islam yang lurus.
 
Periode awal Negara Saudi Arabia itu berakhir pada 1233 H/1818 M. Periode kedua di mulai ketika Imam Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada 1240 H/1824 M. Periode ini berlangsung hingga 1309 H/1891 M. Pada 1319 H/1902 M, Raja Abdul Aziz ber hasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya, ketika dia merebut kembali Kota Riyadh yang merupakan ibu kota bersejarah kerajaan ini.
 
Semenjak itulah, Raja Abdul Aziz mulai bekerja, membangun, serta mewujudkan kesatuan sebuah wilayah terbesar dalam sejarah Arab modern. Yaitu, ketika dia berhasil mengembalikan suasana keamanan, ketenteraman ke bagian terbesar wilayah Jazirah Arabia, serta menyatukan seluruh wilayahnya yang luas ke dalam sebuah negara modern yang dikenal dengan nama Kerajaan Arab Saudi. Penyatuan dengan nama ini, yang dideklarasikan pada 1351 H/1932 M, sekaligus merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern.
Raja Abdul Aziz Al-Saud pada saat itu menegaskan kembali komitmen para pendahulunya, raja-raja Dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah Islam. Dia juga berupaya meng amankan perjalanan haji ke Baitullah, memberikan perhatian pada ilmu dan para ulama, dan membangun hubungan luar negeri untuk merealisasikan solidaritas Islam.
 
Di atas prinsip inilah, para putra beliau sesudahnya mengikuti jejak-jejak langkahnya dalam memimpin Kerajaan Arab Saudi. Mereka adalah Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, dan pelayan dua kota suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz.

Kota terkenal
Meski acap kali beberapa pihak mengidentifikasi lokasi Diriyah dengan pemukiman kuno yang disebutkan oleh Yaqut dan Al-Hamadani yang dikenal sebagai “Ghabra”, sejarah sejatinya bermula pada abad ke-15. Menurut penulis sejarah dari Najd, kota ini didirikan pada 1446-1447 oleh Mani al-Mraydi, nenek moyang keluarga Kerajaan Saudi.
 
Mani dan keturunannya berasal dari daerah Al-Qatif di bagian timur Saudi atas undangan dari Ibnu Dir, yang kemudian menjadi penguasa kelompok permukiman yang kini mencapai Riyadh. Ibnu Dir berhubungan dekat dengan Mani ‘al-Mraydi.
 
Sejak Ibnu Dir berkuasa, klan Mani diyakini telah meninggalkan area Wadi Hanifa pada beberapa tanggal tidak diketahui dan diperkirakan kembali ke negara asal mereka. Awalnya, Mani dan keturunannya menetap di Ghusaybah dan Al-Mulaybeed. Mereka dikenal sebagai kelompok Mrudah.
 
Setelah distrik Al-Turaif itu selesai dibangun, banyak keluarga dari kota lain atau dari suku Badui padang pasir terdekat akhirnya menetap di daerah itu. Memasuki abad ke-18, Diriyah telah menjadi sebuah kota terkenal di Najd.
 
Reruntuhan kota tua Diriyah ditemukan di antara kedua sisi lembah sempit yang dikenal sebagai Wadi Hanifa. Banyak bangunan kuno membujur hingga ke arah selatan melalui Riyadh dan seterusnya. Bangunan-bangunan itu hampir seluruhnya terbuat dari bahan bata lumpur.
 
Setelah melalui beberapa proses rekonstruksi, reruntuhan dibagi menjadi tiga kabupaten, yakni Ghussaibah, Al-Mulaybeed, dan Turaif. Kesemuanya ditemukan dibangun di atas perbukitan yang menghadap ke lembah. Di antara ketiga itu, Al-Turaiflah yang letaknya paling tinggi. Namun, aksesnya terjangkau oleh wisatawan dengan berjalan kaki saja.
 
Bagian dari tembok kota itu ditemukan di sepanjang tepi wadi dan juga terbuat dari batu bata lumpur. Tatanannya pun menyerupai bentuk kota modern di ketinggian yang lebih rendah di kaki bukit dekat Turaif. Bagian utara kota ter diri atas lembah, sejumlah kebun, kebun sawit, peternak an kecil, serta perkebunan milik penduduk. Sebuah bendungan yang dikenal sebagai Al-Ilb terletak lebih utara.
 
Diriyah pada abad itu berkembang pesat. Penaklukan Saudi terhadap Kota Suci Makkah dan Madinah memicu kemarahan dari Pemimpin Turki Ibrahim Pasha, memerintahkan penghancuran Diriyah (1811-1818.)
Upaya perlawanan ditampakkan para bangsawan Saudi dengan menghidupkan kembali Negara Wahhabi Diriyah. Ibrahim pun memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan kota dengan membakarnya. Ketika Kerajaan Saudi kembali pada kejayaannya tahun 1824 hingga 1902, mereka membangun lagi wilayahnya hingga ke selatan di Riyadh.
 
Dalam The Kingdom, yang pertama kali diterbitkan pada 1981, penulis Inggris Robert Lacey mengamati bahwa Al-Saud telah berhasil menancapkan kebesaran negarawan. Selanjutnya, kebesaran itu menjadi modal penerusnya untuk mengembangkan kekayaan yang dimiliki wilayah tersebut. Sebuah kota baru lalu didirikan oleh Pemerintah Saudi pada akhir 1970 hingga Kota Diriyah direnovasi sebagai simbol tonggak sejarah Saudi. ed: asep nur zaman

Menjadi Situs Warisan Dunia
Menteri Pertahanan Kerajaan Arab Saudi Pangeran Salman memimpin pertemuan langsung dengan pengurus Raja Abdul Aziz Foundation (Darah) di istananya di Riyadh beberapa waktu lalu. Pangeran Salman adalah ketua dewan direksi Darah yang tengah melakukan pengembangan lokasi cikal bakal Dinasti Al-Saud, Diriyah, dan Qasr al-Hakam.
 
Komisi untuk Pariwisata dan Purbakala Saudi (SCTA), seperti dilansir laman Arab News, juga berusaha mencari cara pelestarian terbaik bagi dua situs warisan budaya itu. Pasalnya, Diriyah dan Qasr al-Hakam menyimpan berbagai simbol dari arsitektur warisan Saudi. Keduanya juga termasuk lokasi yang paling pen-ting dalam sejarah awal pembentukan Kerajaan Saudi.
 
Diriyah merupakan ibu kota Saudi pertama yang ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia Unesco pada 2010. Sementara, Istana Musmak yang menjadi saksi bersejarah Saudi berada di area Qasr al-Hakam.
 
Nantinya, renovasi yang dilakukan bertujuan untuk melindungi sekeliling kedua tempat tadi. Beberapa konstruksi baru bakal didirikan di daerah Qasr al-Hakam serta akan melingkupi kawasan komersial Suwaiqah, Al-Muaiqiliyah, Dayrah, Zal, dan Justice Square. Renovasi lainnya juga dilakukan di area Al-Safah, alun-alun Muhammad bin Saud Imam, serta alun-alun dan halaman Istana Al-Musmak.
 
Sebagai pelengkap nuansa eksotik Arab, ribuan pohon kelapa sawit ditanam di lahan seluas 4.500 meter persegi. Pepohonan ini menyebar di seluruh halaman istana. Sisanya ditanam di bagian selatan. Pengembang juga memanfaatkan sisi timur untuk dijadikan sebagai gurun buatan dengan kontur tanah yang lebih tinggi agar melindungi kawasan istana.
 
Jalanan di sekeliling istana dibentuk jalan setapak beraspal. Sehingga, orang umum ataupun keluarga kerajaan bisa mengadakan acara-acara di kawasan tersebut dengan akses yang mudah. Area sekitar masjid Istana Musmak pun turut dirombak dengan gaya arsitektur Timur Tengah klasik. Masjid tersebut juga dirancang dengan keunikan tersendiri. Bangunannya memiliki dua menara dengan masing-masing ketinggiannya mencapai 50 meter. Pangeran Turki bin Abdullah Masjid juga dibuatkan akses jalan khusus melalui Justice Square dan Safa Square melintasi istana dan masjid tersebut.
 
Tahap pertama dari pengembangan Diriyah melibatkan pengembangan jaringan jalan, prasarana, halaman, dan pemisahan area dari kawasan museum Diriyah. Disusul tahap perbaikan Masjid Imam Muhammad bin Saud, renovasi Syekh Muhammad bin Abdul Wahab Foundation, dan penambahan fasilitas pencahayaan dan peredam suara di area museum.
 
Rumah-rumah tradisional dari tanah lempung di kawasan Diriyah juga akan direnovasi sebagai bagian dari pengembangan museum. Wisatawan juga dimanjakan dengan fasilitas toko-toko suvenir tradisional. Kompleks untuk kantor pemerintah, kantor pariwisata, dan pusat infomasi pengunjung menjadi sentra pendukungnya.
 
Tahap pembangunan perdana juga mencakup pembangunan pendukung pariwisata. Mulai dari taman umum di samping Hotel Heritage Al-Turaif Warisan hingga Hotel Al-Bujairi. Kemudian ada perbaikan stasiun kereta api Al-Turaif, renovasi restoran tradisional, klub kesehatan, apartemen, dan pembangunan pasar untuk produk pertanian.
 
Pemerintah Saudi memfokuskan pembangunan di Kabupaten Al-Turaif, Diriyah, karena sebagian bangunan bersejarah berdiri di sana. Sebagian besar berupa gedung-gedung kuno Pemerintahan Kerajaan Saudi. Termasuk pula Istana Salwa yang dibangun oleh pendiri Kerajaan Saudi, Imam Muhammad bin Saud, pada pertengahan abad ke-18.
 
Kebanggaan warga Al-Turaif bertambah dengan keberadaan Masjid Imam Muhammad bin Saud di daerahnya. Di tempat itulah ulama besar Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab menggembleng murid-muridnya.
 
Kawasan distrik Al-Bujairi termasuk pula area utama Diriyah yang menyimpan peninggalan budaya kerajaan. Di tempat ini berdiri masjid tertua dari generasi pertama ulama Salafi. Le taknya di tepi timur Wadi Hanifa. indah wulandari ed: asep nur zaman. 
 
Oleh Indah Wulandari, (Sumber: Khazanah, Republika Online, Kamis, 22 Desember 2011)

Yang Segar-segar di Arab Saudi, Susu Unta!

Unta milik suku setempat

Unta milik suku setempat

detikTravel Community - 
Mekkah dan Madinah menjadi destinasi bagi traveler Muslim yang ingin berwisata rohani. Saat traveling ke sana, jangan lupa mencicip nikmatnya susu unta. Segar!

Usai melaksanakan rukun dan wajib Haji, jamaah masih mempunyai kesempatan untuk melaksanakan ibadah Umroh sunat sebelum diberangkatkan ke Madinah untuk shalat arbain di Masjid Nabawi. Miqot untuk Umroh di dekat Kota Mekkah yang sering dilakukan oleh jamaah adalah Tan’im. Namun kami berkesempatan untuk Umroh sunat dengan mengambil Miqot di Hudaibiyah.

Untuk menuju kota kecil Hudaibiyah ini, kami naik bis dari Mekkah dengan melewati gurun pasir yang cukup luas. Di kanan kiri jalan terhampar lautan pasir yang maha luas.

Namun istimewanya, di pinggir-pinggir jalan banyak kemah-kemah kecil milik suku setempat. Mereka tinggal di padang pasir itu siang malam untuk beternak kambing dan unta yang menjadi penghidupannya sehari-hari.

Kandang-kandang mereka sederhana. Hanya berupa kawat-kawat berduri yang dipasang melingkar, tergantung dari jumlah unta yang mereka pelihara. Paling sedikit mereka memelihara 10 ekor unta.

Unta mereka diberi makan rumput yang dibeli dari pasar rumput di dekat Mekkah. Sedangkan minumnya yaitu air tawar yang dibeli dari tangki air dari penyulingan air asin di Jeddah.

Para peternak tinggal di kemah-kemah atau gubuk kecil di sepanjang jalan Mekkah-Hudaibiyah yang suhunya cukup panas. Selain dagingnya, unta betina juga menghasilkan susu yang cukup berkhasiat.

Rombongan jamaah Haji yang melewati peternakan itu diberikan kesempatan untuk melihat-lihat unta dari dekat. Hewan ini dikenal paling mampu menahan suhu yang panas dibandingkan hewan lain.

Jamaah Haji juga diberi kesempatan untuk menikmati segarnya susu unta langsung dari hasil perahan para peternak. Susu itu ditempatkan dalam ember-ember besar lalu dimasukkan dalam botol air mineral dengan isi sekitar 400 ml.

Setiap botol dijual seharga SR 5 atau Rp 12.500. Kami bersama rombongan pun mencoba minum susu unta untuk pertama kalinya. Rasanya mirip dengan santan kelapa namun agak asin, sehingga bisa mengurangi rasa dahaga ketika kehausan.

Selain itu diyakini bahwa susu unta mempunyai banyak khasiat. Kesempatan yang langka itu dimanfaatkan para jamaah Haji termasuk saya untuk merasakan nikmatnya susu unta yang jarang kita temui di Indonesia.

Dari pengamatan, hampir semua jamaah rombongan kami membeli dan meminum susu unta segar. Bahkan ada satu atau dua jamaah yang membawanya pulang untuk diminum di maktab.

Nah para pembaca yang kebetulan akan menunaikan ibadah Haji, bisa menikmati nikmat dan sensasinya susu unta ini. Anda bisa menemuinya di perjalanan dari Mekkah menuju Kota Hudaibiyah.

Sepanjang jalan bisa kita temui kemah-kemah sederhana suku Badui yang berkulit hitam legam dengan peternakan untanya. Bis-bis yang kita tumpangi bisa parkir dengan leluasa di dekat peternakan unta.

Wednesday, February 20, 2013

Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud Raja Ke-6 Arab Saudi


Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud (Arab: عبد الله بن عبد العزيز آل سعود, lahir 1924)[2] adalah Raja Arab Saudi yang keenam. Setelah tampil sebagai Pangeran Abdullah, ia mencapai puncak kekusaan pada 1 Agustus 2005 sesaat setelah wafatnya Raja Fahd. Ia sudah tampil sebagai penguasa de facto dan dimungkinkan tampil menggantikan sebagai Raja Arab Saudi sejak tahun 1995 ketika Raja Fahd mengalami penurunan kesehatan akibat terserang stroke. Akhirnya, memang pada 3 Agustus 2005, ia menyandang gelar Raja setelah wafatnya raja terdahulu, yang masih sanak saudaranya.[3] Sebagai seorang anaknya, Pangeran Mutaib ditampilkan sebagai wakil komando Dewan Garda Nasional Saudi (Saudi National Guard).

Riwayat Hidup

Ia adalah salah satu dari 37 putra Raja Abdulaziz bin Abdulrahman Al-Saud (pendiri Arab Saudi modern) yang lahir dari rahim Fahada binti Asi-al Syuraim yang adalah istri kedelapan Abdul Aziz dari keluarga Rasyid. Ia menerima pendidikan di Sekolah Kerajaan Princes' School dari pejabat-pejabat dan tokoh-tkoh intelektual keagamaan dan dibesarkan di bawah pengawasan ketat Raja Abdul Aziz yang adalah ayahnya. Pangeran Abdullah dikenal sangat kuat memegang ajaran agama dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap rakyat dan Tanah Air. Ia langsung mendapat pendidikan dari para ulama senior Arab Saudi di bidang agama, sejarah, politik, dan sosiologi.

Karier

Jabatan yang pernah disandang

Abdullah juga pernah menjabat Perdana Menteri dan Komandan Dewan Garda Nasional. Ia juga pimpinan Supreme Economic Council, Wakil Presiden High Council for Petroleum and Minerals, Presiden King Abdulaziz Centre for National Dialogue, Wakil Pimpinan Council of Civil Service, dan anggota Military Service Council.

Komandan satuan elit

Pada tahun 1962, ia ditunjuk sebagai komandan satuan elit Pengawal Nasional karena pengalamannya yang luas dalam urusan Badui dan kabilah di padang pasir semenanjung Jazirah Arab. Sejak menjabat komandan dan Pengawal Nasional, sosoknya sudah tak bisa dipisahkan dari kesatuan elite tersebut. Pada anggota Pengawal Nasional berasal khusus dari anak cucu Mujahidin yang pernah berjuang bersama Raja Abdul Aziz dalam menyatukan Jazirah Arab dan kemudian mendirikan negara Arab Saudi.

Pangeran Abdullah berhasil memimpin Pengawal Nasional bukan semata sebagai lembaga militer tetapi juga wadah sosial dan budaya anggotanya. Semenjak ia dipercaya sebagai komandan pengawal nasional telah dilakukan restrukturisasi dan resionalisasi sesuai dengan manajemen militer modern. Sebagai bentuknya, ia mendirikan akademi militer untuk mendidik dan menempa kandidat anggota dan perwira pengawal nasional. Akademi militer tersebut dinamakan Institut Militer Raja Khalid bin Abdul Aziz. Institut ini diresmikan olehnya pada 18 Desember 1982.

Ia menangani sendiri mega-proyek pengembangan pengawal nasional. Karena, lembaga itu merupakan titik balik sejarah lembaga satuan elite pengawal nasional. Di antara mega-proyek itu seperti pembentukan divisi gabungan dalam jajaran pengawal nasional yang terdiri dari satuan logistik, intelijen, dan infanteri. Pangeran Abdullah juga mendirikan kompleks militer dan tempat latihan khusus untuk satuan elite pengawal nasional.

Sebagai putra mahkota

Pada 29 Maret 1975, ia ditunjuk sebagai Deputi Kedua Dewan Kabinet Arab Saudi. Selain ditunjuk oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz sebagai putra mahkota pada 13 Juni 1982. Pada hari itu juga, Pangeran Abdullah dipromosikan sebagai Deputi Utama Dewan Kabinet Arab Saudi. Sejak kesehatan Raja Fahd bin Abdul Aziz menurun, praktis secara de facto mengendalikan kekuasaan dan kebijakan dalam dan luar negeri. Ia diangkat sebagai bupate de facto regent pada tahun 1996. Ia amat menaruh perhatian pada upaya pelestarian budaya dan khazanah yang melibatkan para ulama dari dunia Arab dan Islam.

Program privatisasi

Sejak 1997, dia telah meluncurkan program privatisasi dengan menghapus daftar larangan berusaha dan membiarkan perusahaan publik tumbuh secara bebas. Kebijakan luar negerinya lebih pro-Arab daripada Barat. Pada 1980, ia berhasil sebagai mediator perundingan dalam konflik Suriah-Yordania. Ia juga menjadi arsitek Perjanjian Taif 1989 yang mengakhiri perang sipil di Lebanon pada periode 1975-1990. Selain, meningkatkan kembali hubungan bilateral dengan Mesir, Suriah, dan Iran.

Seminar Arab Saudi-Palestina

Pada April 2001, Pangeran Abdullah menyelenggarakan seminar tentang sejarah hubungan Arab Saudi dan Palestina. Seminar itu mendatangkan tokoh-tokoh Arab. Dalam seminar itu dibahas isu dukungan Arab Saudi terhadap perjuangan rakyat Palestina sepanjang sejarahnya dan dalam berbagai aspek. Dari seminar tersebut disimpulkan bahwa Arab Saudi telah memberi dukungan besar perjuangan rakyat Palestina meskipun Arab Saudi tidak termasuk negara Arab garis depan yang berbatasan langsung dengan Israel.

Mediator

Konflik Arab-Israel

Dengan bobot kapasitasnya di dunia Arab dan Islam, Arab Saudi senantiasa hadir secara kuat dalam kancah konflik Arab-Israel. Pemerintah Arab Saudi ikut menjadi mediator konflik militer Palestina-Yordania pada September 1970. Konflik ini dikenal dengan Black September. Konflik itu berakhir dengan keluarnya Yasser Arafat (1929-2005) dari Yordania menuju Lebanon.

Konflik internal Arab

Arab Saudi juga tampil sebagai mediator dalam upaya menengahi perbedaan pendapat antara Suriah dan Palestina dengan Mesir. Di pihak lain menyusul meletusnya perang saudara di Lebanon tahun 1975. Upaya damai tersebut dimaksudkan untuk memelihara kesatuan potensi kekuatan Arab dalam menghadapi Israel, sehingga menjadi kekuatan tawar-menawar dalam perundingan damai dengan Israel. Upaya damai Arab Saudi yang terkenal adalah inisiatif damai yang ditawarkan Raja Fahd bin Abdul Aziz pada forum KTT Arab tahun 1982 di Fez (Maroko).

Proposal damai dengan Israel

Saat itu, Raja Fahd menawarkan inisiatif damai berdasarkan Resolusi PBB Nomor 242 dan Nomor 338. Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab siap mengakui Israel sebagai negara yang bisa hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara Arab. Pertengahan Februari 2002, Pangeran Abdullah bin Abdul Aziz mengungkapkan kepada wartawan The New York Times bernama Thomas Friedman tentang proposal damai mengenai Israel.

Proposal yang disebut Proposal Damai Arab Saudi semakin strategis karena dilontarkan ketika negara-negara Arab bersiap menggelar KTT Arab di Beirut (Lebanon) pada 27-28 Maret 2002. Di samping itu, Proposal Damai Arab Saudi disampaikan ketika aksi kekerasan Israel-Palestina mencapai titik terburuknya sejak Intifada Al Aqsa pada 28 September 2000. Proposal itu sendiri merupakan pengembangan inisiatif damai yang pernah dilontarkan Raja Fahd 20 tahun berlalu. Ketika itu, Raja Fahd hanya siap mengakui negara Israel. Tetapi, Pangeran Abdullah lebih jauh dari itu yakni menjalin hubungan normal dengan Israel dalam semua aspek kehidupan. Aspek itu seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, wisata, dan sebagainya.

Diangkat sebagai Raja

Ia semakin leluasa menjalankan pemerintahan setelah dinyatakan secara resmi sebagai raja Arab Saudi sejak wafatnya Raja Fahd bin Abdul Aziz pada 1 Agustus 2005. Sementera, Menteri Pertahanan Sultan bin Abdul Aziz dinyatakan sebagai putra mahkota. Raja Abdullah bin Abdul Aziz dikenal sebagai pemimpin Arab yang nasionalis juga modernis. Di bidang sosial-politik, Abdullah menyelenggarakan dialog nasional yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat dan menggelar pemilihan langsung anggota kota praja(Dewan Konsultatif) secara nasional awal tahun 2005. Ia juga membuka kesempatan kepada para pemodal asing untuk menanamkan investasi di bidang eksplorasi dan produksi gas.

Ia diresmikan menjadi Raja pada 3 Agustus 2005. Abdullah juga menjabat sebagai Perdana Menteri dan Komandan Garda Nasional Saudi. Dia diberikan jabatan Komandan Garda Nasional Saudi pada tahun 1963 dan jabatan Wakil Perdana Menteri pada Juni 1982. Dari empat istrinya lahir sepuluh putra dan 10 putri. Sebelum menjadi komandan Garda Nasional, ia menjabat Wali Kota Mekkah. Ia dikenal alim dan sederhana. Ia tidak pernah diterpa masalah korupsi atau pun terlibat gaya hidup para pangeran negeri Arab yang biasanya lekat dengan banyak wanita dan kehidupan gemerlap.

Fahd bin Abdul Aziz Al-Saud Raja Ke-5 Arab Saudi (1921 - 2005)


Raja Fahd bin Abdul Aziz Al-Saud (bahasa Arab: فهد بن عبد العزيز آل سعود) (lahir di Riyadh, 1921/19231 Agustus 2005) adalah Raja sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi.

Pada tahun 1953, dalam usia 30 tahun, Fahd dilantik sebagai Menteri Pendidikan oleh ayahnya, Raja Abdulaziz bin Abdulrahman Al-Saud. Kemudian pada tahun 1962 dia menjadi Menteri Dalam Negeri. Lima tahun kemudian, Fahd menjadi Wakil Perdana Menteri Kedua.

Pada 25 Maret 1975, Raja Faisal dibunuh keponakannya dan Raja Khalid naik takhta. Fahd dipilih menjadi Putra Mahkota dan Wakil Perdana Menteri Pertama. Pada masa-masa akhir pemerintahan Raja Khalid, Fahd dipandang sebagai perdana menteri de facto.

Saat Raja Khalid meninggal dunia pada 13 Juni 1982, Fahd menjadi penerus takhta. Dia membangun ekonomi Arab Saudi dan menjalin hubungan yang erat dengan pemerintah Amerika Serikat.

Raja Fahd terkena stroke pada tahun 1995 dan kondisinya melemah. Tugas menjalankan kerajaan pun diberikan kepada Putra kota Abdullah. Raja Fahd wafat pada 1 Agustus 2005.

Khalid bin 'Abd al 'Aziz Al Su'ud Raja Ke-4 Arab Saudi


Khalid bin 'Abd al 'Aziz Al Su'ud (1912 - 13 Juni 1982) (bahasa Arab: خالد بن عبد العزيز) ialah Raja Arab Saudi selepas peristiwa pembunuhan Raja Faisal yaitu pada tahun 1975 sampai ia meninggal dunia pada tahun 1982.
 
Khalid dilantik menjadi Putera Mahkota pada tahun 1965 selepas kakaknya (kakak kandung) yaitu Muhammad bin Abdul Aziz Al Su'ud menolak untuk menjadi raja. Ia tidak begitu berminat dengan politik dan memberikan kekuasaan pemerintahan kepada adik tirinya yaitu Putera Mahkota Fahd.

Untuk memperingati penyusunan kembali Majelis Menteri-Menteri pada tahun 1975, Raja Khalid mengangkat Putera Mahkota Fahd sebagai Wakil Perdana Menteri. Pada tahun 1976, Raja Khalid terpaksa pergi ke Amerika Serikat untuk mendapatkan perawatan disebabkan masalah jantung. Raja Khalid menanyakan kepada Presiden Jimmy Carter, Presiden Amerika Serikat ketika itu untuk menjual pesawat pejuang kepada Arab Saudi untuk memberantas kegiatan komunis di sana. Pengantaran pertama enam belas buah pesawat pejuang F-15 di bawah perjanjian dengan Presiden Carter tiba pada tahun 1982. Sebagian pemerhati luar menggangap senjata tradisional dan lama tidak lagi sesuai digunakan di Arab Saudi. Pendapat ini ternyata tepat saat sekurang-kurangnya 500 teroris menawan Masjidil Haram di Mekkah pada 20 November 1979.

Ia membuat keputusan untuk membawa masuk buruh asing ke dalam negara untuk membantu pembangunan negara. Raja Khalid meninggal dunia akibat serangan jantung. Ia digantikan oleh Putera Mahkota Fahd.

Faisal bin 'Abd al 'Aziz Al Sa'ud Raja Ke-3 Arab Saudi

JPEG image

Faisal bin 'Abd al 'Aziz Al Sa'ud (1906-25 Maret 1975) (bahasa Arab: فيصل بن عبدالعزيز آل سعود) adalah Raja Arab Saudi yang menjabat mulai tahun 1964 hingga tahun 1975.

Raja Faisal lahir di Riyadh dan merupakan anak keempat Raja Abdul Aziz Al Saud. Raja Faisal memerintah sekumpulan laskar dan berhasil memenangkan pertempuran di Hijaz. Oleh karena itu, ia dilantik menjadi Gubernur Hijaz pada tahun berikutnya. Setelah Arab Saudi didirikan, dia diberi jabatan Menteri Luar Negeri Arab Saudi pada tahun 1932.

Setelah resolusi PBB mengenai pemecahan Palestina dan pendirian Israel, Pangeran Faisal (masih belum menjadi raja) mendesak ayahandanya supaya memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat, tetapi desakannya itu ditolak. Selepas skandal keuangan Raja Saud, Pangeran Faisal dilantik menjadi pemerintah sementara. Pada tanggal 2 November 1964, ia dilantik menjadi raja setelah Raja Saud melarikan diri ke Yunani.

Raja Faisal melakukan banyak reformasi sewaktu menjadi raja, diantaranya adalah memperbolehkan anak-anak perempuan bersekolah, televisi, dan sebagainya. Usahanya ini mendapat tentangan dari berbagai pihak karena perkara-perkara ini dianggap bertentangan dengan Islam. Ia berasa amat kecewa saat Israel memenangkan Perang Enam Hari pada tahun 1967.

Pada tahun 1973, Raja Faisal memulai suatu program yang bertujuan untuk memajukan kekuatan tentara Arab Saudi. Pada tanggal 17 Oktober 1973, ia tiba-tiba menghentikan ekspor minyak Arab Saudi ke pasaran internasional yang menyebabkan harga minyak melambung tinggi.

Pembunuhan King Faisal

Pada tanggal 25 Maret 1975, Raja Faisal ditembak mati oleh anak adiknya, yaitu Faisal bin Musad. Menurut spekulasi yang merebak, ia ingin membalaskan dendam atas kematian saudaranya akibat perbuatan pasukan keamanan pada tahun 1965. Walaupun sempat dicurigai adanya teori konspirasi, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa Pangeran Faisal bin Musad bertindak sendirian.

Pangeran Musad menyamar sebagai seorang delegasi Kuwait yang menunggu untuk bertemu dengan Raja Faisal. Saat Raja Faisal berjalan ke arahnya untuk menyambut, Pangeran Faisal bin Musad mengeluarkan sepucuk pistol dan kemudian menembakkannya ke tubuh Raja Faisal sebanyak tiga kali.

Pangeran Faisal bin Musad lalu ditangkap, tetapi ternyata dinyatakan tidak waras. Ia kemudian didakwa bersalah dan dipancung di depan umum di Riyadh. Adapun kedudukan Raja Faisal digantikan oleh adiknya, Pangeran Khalid.

Keluarga

Anaknya, Pangeran Khalid, adalah Gubernur 'Asir di barat daya Arab Saudi.

Lain-lain

Kota Lyallpur di Pakistan dinamakan kembali menjadi Faisalabad pada tahun 1979. Masjid Faisal di Islamabad, Pakistan, juga dinamakan berdasarkan nama Raja Faisal.
 

Saud ibn ’Abd al ’Aziz Al Su’ud Raja Ke-2 Arab Saudi

Saud ibn ’Abd al ’Aziz Al Su’ud (12 Januari 1902 - 23 Februari 1969) ialah Raja Arab Saudi dari tahun 1953 sampai 2 November 1964.

Ia adalah anak sulung Raja Ibnu Saud. Ia kemudian dilantik menjadi putera mahkota pada 11 Mei 1933 dan ditabalkan menjadi raja setelah mangkatnya ayahnya pada tahun 1953. Semasa pemerintahannya banyak kantor pemerintahan didirikan di samping pendirian Universitas Raja Su'ud di Riyadh.

Sepanjang pemerintahannya banyak ketidakpuasan disuarakan oleh anggota keluarganya sendiri. Seperti ayahandanya, ia mempunyai banyak anak lebih kurang 30 orang. Raja Saud memberi anak-anaknya kekuasaan yang tinggi di samping melantik mereka ke posisi-posisi yang penting di dalam kerajaan. Hal ini menyebabkan adik-adiknya terutama adik-adik tirinya merasa tidak puas. Mereka melihat anak-anak Raja Su'ud tidak mempunyai cukup pengalaman dalam memerintah negara di samping khawatir Raja Su'ud mungkin melantik anaknya untuk menggantikannya setelah ini. Raja Su'ud gemar membelanjakan uang negara demi kepentingan pribadi dan keluarganya. Ia juga membuat kekisruhan politik yang antaranya dikaitkan dengan percobaan pembunuhan Gamal Abdel Nasser, Presiden Mesir ketika itu. Dia juga diketahui dengan sikapnya yang suka minum arak yang nyata-nyata merupakan perkara yang dilarang dalam Islam.

Sebuah perebutan kekuasaan oleh keluarganya sendiri terjadi pada tahun 1964 dengan disokong oleh golongan ulama. Walaupun Muhammad bin Abdul Aziz Al Su'ud merupakan pewaris tahta yang paling layak namun dia enggan menerimanya dan sebaliknya menyokong pengangkatan adik tirinya yaitu Faishal bin Abdul Aziz Al Su'ud sebagai raja. Raja Su'ud kemudian ke Jenewa, Swiss setelah diusir keluar dari Arab Saudi. Pada tahun 1966, Raja Su'ud telah dijemput oleh Presiden Gamal Abdel Nasser untuk tinggal di Mesir. Ia meninggal dunia di Athena, Yunani pada tahun 1969.

Abdul Aziz bin Saud Raja Arab Saudi Pertama (1880 -1953)


Abd al-`Azīz as-Sa`ūd (Riyadh, sekitar 1880Taif, 9 November 1953) (bahasa Arab: عبدالعزيز آل سعود) adalah Raja Arab Saudi yang pertama. Dia juga dikenali dengan berbagai nama, di antaranya Ibnu Saud. Ia berasal dari Keluarga Kerajaan Saudi yang memerintah sebahagian dari Jazirah Arab.

Riwayat hidup

Ibnu Saudi dilahirkan di Riyadh dan merupakan anak pasangan Abdul Rahman bin Faisal dan Sara binti Ahmad al-Kabir Sudayri. Pada tahun 1890, semasa berusia sepuluh tahun, Ibnu Saud mengikuti keluarganya dalam pengasingan di Kuwait setelah direbutnya tanah keluarganya oleh dinasti Rashidi. Ia menghabiskan masa kanak-kanaknya di Kuwait dalam keadaan tidak berharta.

Pada tahun 1901, semasa berusia 22 tahun, Ibnu Saud menggantikan ayahnya sebagai ketua keluarga dinasti Saud dengan gelar Sultan Nejd. Ia kemudian memulai kampanye untuk merebut kembali tanah keluarganya dari dinasti Rashidi di tempat yang kini merupakan Arab Saudi. Pada tahun 1902, beliau bersama-sama dengan pasukan keluarga dan saudaranya berhasil merebut Riyadh dengan membunuh gubernur Rashidi di sana.

Merebut kembali kekuasaaan

Dua tahun setelah berhasil merebut Riyadh, Ibnu Saud berhasil menguasai separuh dari Nejd. Meskipun begitu, pada tahun 1904, dinasti Rashidi meminta bantuan dari Kesultanan Utsmaniyah untuk mengalahkan dinasti Saud (Keluarga Kerajaan Saudi). Kerajaan Utsmaniyah mengirimkan pasukan ke Arabia (Tanah Arab) dan ini menyebabkan kekalahan dinasti Saud pada 15 Juni 1904, namun setelah pasukan Utsmaniyah mundur disebabkan masalah tertentu, pasukan dinasti Saud berhasil mengumpulkan kembali kekuatannya.
 
Pada tahun 1912, Ibnu Saud berhasil menguasai Nejd dengan bantuan dinasti Wahabi. Pada saat Perang Dunia I, Ibnu Saud berpihak kepada Britania Raya karena dinasti Rashidi merupakan sekutu Utsmaniyah yang merupakan musuh Britania. Pada tahun 1922 dinasti Saud berhasil mengalahkan dinasti Rashidi dan ini mengakhiri penguasaan dinasti Rashidi di Tanah Arab.

Pada tahun 1925, dinasti Saud berhasil merebut Kota Suci Makkah dari Syarif Hussain bin Ali. Pada 10 Januari 1926, Ibnu Saud dinobatkan menjadi Raja Hijaz di Masjidil Haram, Makkah.
 
Pada tahun 1932, setelah menguasai sebagian besar Jazirah Arab dari musuh-musuhnya, Ibnu Saud menamakan tanah gabungan Hijaz dan Nejd sebagai Arab Saudi. Ia kemudiannya menobatkan dirinya sebagai Raja Arab Saudi dengan dukungan pihak Britania.

Minyak dan pemerintahan Ibnu Saud

Setelah minyak bumi ditemukan di Arab Saudi pada tahun 1938, Ibnu Saud memberikan izin bagi perusahaan-perusahaan Barat untuk melakukan eksplorasi minyak di sana. Segala keuntungan hasil penjualan minyak diberikan kepada keluarga Saud. Keuntungan hasil penjualan minyak yang semakin bertambah menyebabkan Ibnu Saud mulai membelanjakan uang itu untuk memperbaiki kehidupan rakyatnya.
Ia memaksa suku-suku nomadik agar tinggal secara tetap di suatu tempat. Ia juga memulai usaha untuk memberantas tindakan kriminal terutamanya tindakan kriminal terhadap para peziarah di Makkah dan Madinah.

Perang asing

Saat Perang Dunia II, Arab Saudi ialah sebuah negara yang netral tetapi lebih memihak kepada pasukan Sekutu.
Pada tahun 1948, saat Perang Arab-Israel 1948 meletus, Ibnu Saud mengikuti peperangan tersebut tetapi sumbangan Arab Saudi hanya sedikit.

Keluarga dan penerus

Jumlah anak Ibnu Saud tidak diketahui tetapi diperkirakan berjumlah 50 hingga 200 orang. Mereka terdiri dari: (nama yang menjadi Raja dihitamkan)
  1. Dengan Wadhba binti Muhammad al-Hazzam

    1. Saud (12 Januari 1902 - 23 Februari 1969); menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 1953-1964
    2. Turki (1917-1919)
  2. Dengan Tarfah binti Abdullah al-Shaykh Abdul-Wahab

    1. Khalid (lahir 1903, meninggal dunia semasa masih bayi)
    2. Faisal (April 1904 - 25 Maret 1975); menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 1964-1975.
  3. Dengan Jauhara binti Musa'd Al Saud

    1. Muhammad (1910-1988)
    2. Khalid (1913 - 13 Juni 1982); menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 1975-1982
    3. Jauhara
    4. Anud (lahir 1917)
  4. Dengan Bazza

    1. Nasser (lahir 1919)
    2. Bandar (lahir 1923)
    3. Fawwaz (lahir 1934)
  5. Dengan Jauhara binti Sa'ad al-Sudairy

    1. Saad (1920 - 1990-an)
    2. Musaid (lahir 1923)
    3. Abdalmohsen (1925-1985)
  6. Dengan Hussah binti Ahmad al-Sudairy

    1. Sa'ad (lahir 1914, wafat 1919)
    2. Fahd (1923 - 1 Agustus 2005); menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 1982-2005
    3. Sultan (lahir 5 Januari 1928); putra mahkota saat ini
    4. Abdul-Rahman (lahir 1931)
    5. Turki (lahir 1932)
    6. Nayef (lahir 1934)
    7. Salman (lahir 1936)
    8. Ahmed (lahir 1940)
  7. Dengan Shahida

    1. Mansur (1922 - 2 Mei, 1951)
    2. Mishal (lahir 1926)
    3. Qumasha (lahir 1927)
    4. Muteb (lahir 1931)
  8. Dengan Fahda binti Asi al-Shuraim

    1. Abdullah (lahir Agustus 1924); Raja Arab Saudi sekarang, sejak 2005
    2. Nuf
    3. Sita
  9. Dengan Haya binti Sa'ad al-Sudairy (1913 - 18 April 2003)

    1. Nura (mati 1930)
    2. Badr (lahir 1933)
    3. Hassa
    4. Abdalillah (lahir 1935)
    5. Abdalmajid (lahir 1940)
    6. Mashael
  10. Dengan Munaiyir

    1. Talal (lahir 1931)
    2. Badr (1931-1932)
    3. Mishari (1932 - 23 Mei 2000)
    4. Nawwaf (lahir 1933)
  11. Dengan Mudhi

    1. Majed (19 Oktober 1938 - 12 April 2003)
    2. Sattam (lahir 21 Januari 1941)
  12. Dengan Nouf binti al-Shalan

    1. Thamir (1937 - 27 Juni 1959)
    2. Mamduh (lahir 1940)
    3. Mashhur (lahir 1942)
  13. Dengan Saida al-Yamaniyah

    1. Hidhlul (lahir 1941)
  14. Dengan Baraka al-Yamaniyah

    1. Muqren (lahir 15 September 1945)
  15. Dengan Futayma

    1. Hamud (lahir 1947)
  16. Dengan ?? (tidak diketahui)

    1. Fahd (1905-1919)
    2. Sara (sekitar 1916 - Juni 2000)
    3. Shaikha (lahir 1922)
    4. Talal (1930-1931)
    5. Abdalsalam (1941)
    6. Jiluwi (1942-1944)