Monday, December 5, 2011

Pria Dilarang Jadi Sales Lingerie Mulai Januari 2012

 
Madinah - Al Noor Mall di kota suci kedua umat Islam, Madinah Al Munawwarah, pada suatu malam. Ini adalah mal yang setara dengan Plaza Senayan atau Mal Pondok Indah di Jakarta Selatan. Outlet merek-merek Barat berjajar rapi seperti Zara, Massimo Dutti, Starbucks, dan banyak lagi. Mereka bersaing dengan outlet merek-merek lokal yang tak kalah ramainya.

Meski demikian, ada persamaan di antara mereka: semua pegawai gerainya (sales) adalah lelaki. Tidak ada satu pun tenaga kerja perempuan.

Kaum pria -- yang mayoritas berkumis dan atau berewok -- jugalah yang menjadi sales di outlet pakaian dalam wanita (lingerie), butik abaya (pakaian tradisional Arab yang serba longgar, menutupi seluruh badan dan berwarna hitam), maupun toko baju-baju glamor yang biasa dipakai oleh perempuan Saudi dalam pesta yang hanya dihadiri kaum Hawa. Bahkan outlet kosmetik, parfum dan skincare wanita juga dijaga kaum Adam.

Tenaga sales pria di toko-toko yang menjual perlengkapan wanita tak hanya di Al Noor Mall saja, tapi juga di seluruh Kerajaan Arab Saudi. Bagi kaum perempuan, hal itu tentu kurang nyaman. Membeli lingerie pada laki-laki tentu tidak seleluasa membeli pada sesama perempuan.

Hingga pada 2005, sejumlah aktivis perempuan menggalakkan kampanye 'enough embarassment'. Mereka mendorong pemerintah agar toko kebutuhan wanita dijaga oleh sales wanita pula.

Suara mereka baru bersambut November 2011. Alhasil, pemandangan di toko-toko kebutuhan wanita tak lagi sama pada tahun depan. Kementerian Tenaga Kerja Saudi mewajibkan toko lingerie cs untuk memperkerjakan tenaga sales perempuan, bukan lelaki lagi.

Ratusan pengawas akan disebar di penjuru negeri mulai Januari 2012 untuk menegakkan aturan itu.

"Kementerian Tenaga Kerja mendorong feminisasi dan Saudisasi pada semua pekerjaan di dalam toko lingerie dan bisnis lain yang melibatkan penjualan keperluan wanita," kata pejabat Kemenaker Ali bin Sulaiman Al-Thukaifi, seperti dilansir media Saudi akhir November 2011 .

Dia menuturkan, semua wanita yang bekerja di toko-toko tersebut harus mengenakan pakaian atau seragam yang selaras dengan baju lokal setempat, yaitu mengenakan jilbab dan gaun tradisional Arab, abaya.

"Toko khusus lingerie dan kosmetik diberi waktu hingga 4 Januari untuk mematuhi aturan itu. Sedang toko lainnya diberi waktu hingga 30 Juni 2012," ungkapnya.

Toko yang gagal mematuhi aturan tersebut akan mendapat sanksi antara lain dicuekin saat mengurus visa untuk karyawan asing atau layanan pemerintahan lainnya. Sanksi lebih jauh akan ditetapkan bila pemilik toko gagal memenuhi aturan itu pada pertengahan tahun 2012.

Kebijakan itu berlaku pada semua toko independen, maupun yang terdapat di mal/pusat belanja atau pasar terbuka/pinggir jalan.

"Bila toko tersebut eksklusif untuk wanita, maka sedikitnya 3 sales wanita Saudi bekerja di sana tiap shift dan kaum pria tidak boleh masuk," tutur Al-Thukaifi.

Dia menuturkan, terserah pemilik toko untuk menjadikan tokonya khusus untuk wanita atau memiliki bagian khusus wanita yang terpisah.

Semua toko lingerie dkk harus tertutup, sehingga orang yang lewat tidak bisa melihat bagian dalam toko, sebagaimana yang berlaku pada toko jahit wanita dan salon.

"Bila pada Januari toko-toko itu masih memperkerjakan sales lelaki, mereka (pemilik toko) akan tidak mendapat layanan kementerian, antara lain penerbitan visa untuk merekrut tenaga dari luar negeri," beber jubir Kemenaker Saudi, Hattab bin Saleh Al-Anzi.

Aturan baru ini akan membuat pengusaha eceran mengeluarkan modal lebih banyak. Tak cuma toko harus mengongkosi training pegawai baru, tapi juga harus membayar tenaga keamanan pria sedikitnya 3.500 riyal/bulan. Petugas keamanan itu berfungsi untuk menjaga agar kaum pria tidak memasuki toko-toko keperluan wanita tersebut. Jika toko berada di mal, disyaratkan memiliki sistem keamanan elektronis.

Seperti diketahui, Kerajaan Arab Saudi menerjemahkan teks Islam secara ketat. Mereka menerapkan segragasi pria dan wanita di sektor publik yang ketat pula -- yang menutup kesempatan bagi wanita untuk bekerja di mal atau toko, kecuali di toko yang khusus melayani klien wanita seperti salon.

Pemerintah Arab Saudi sedang berusaha memecahkan angka pengangguran yang tinggi karena pertumbuhan penduduk pribumi yang cepat dan pertumbuhan ekonomi yang rendah beberapa tahun ini. Di pihak lain, investor swasta enggan menggaji orang Saudi dan memilih tenaga kerja asing yang lebih terampil dan lebih murah.

Data resmi menunjukkan, angka pengangguran berada di angka 10,5 persen pada 2010 namun pengangguran di kalangan wanita lebih tinggi lagi yaitu 26,6 persen.

"Pemerintah, investor dan wanita pencari kerja, bekerja bersama untuk melayani bangsa. Aturan baru ini mempertimbangkan bahwa wanita Saudi harus berperan dalam masyarakat," ungkap Tukhaifi.

Dari semua keperluan wanita di Saudi tersebut, yang biasa dijadikan oleh-oleh jamaah haji adalah abaya. Baju tradisional Arab itu banyak dijual di toko-toko pinggir jalan dengan harga mulai 50 riyal. Para penjaga toko yang semuanya pria biasa menyapa jamaah Indonesia dengan sapaan, "Indonesia bagus, apa kabar? Mari mampir, murah, murah."

(Sumber: Saudi Gazette, Arab News, Emirates).
www.detiknews.com


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment