JAKARTA - Pemerintah
mulai serius memberikan bantuan hukum untuk para TKI yang sedang
berperkara di Arab Saudi. Hal itu ditunjukkan dengan kepastian
pemerintah menyewa pengacara untuk mendampingi TKI bermasalah selama
berurusan dengan lembaga hukum di Saudi.
Pengacara yang disewa adalah Abdullah bin Muhammad Abdurrahman dan kantor hukum Khuddran Al Zahrani yang beroperasi di wilayah KJRI Jeddah dan KBRI di Riyadh. Nilai kontrak dua pengacara tersebut senilai Rp 5 miliar.
Selain di Saudi, pemerintah melalui Satgas Penanganan TKI bakal menunjuk kantor pengacara Sebastian Cha&Cho untuk mengadvokasi TKI di Malaysia. Baik di Saudi maupun di Malaysia, pengacara dikontrak dalam durasi satu tahun. Mereka wajib mendampingi TKI baik berstatus tersangka, saksi, dan korban.
Juru bicara Satgas Penanganan TKI Humphrey Djemat menuturkan, nilai kontrak sebesar Rp 5 miliar tidak terlalu besar. Sebab, ongkos tadi sudah termasuk biaya profesional, transportasi, dan akomodasi lawyer selama satu tahun. Kontrak ini berlaku sejak awal hingga penghujung 2012. "Jadi sudah tidak ada biaya-biaya lagi," tutur Humphrey, kemarin (16/12).
Dia mengklaim, dengan membayar di muka, pemerintah bisa mengirit ongkos perlindungan TKI yang terbelit persoalan hukum. Humphrey menerangkan, ongkos tadi lebih efisien dan murah jika dibandingkan membayar jasa pengacara per kasus. Dia mengatakan, rata-rata biaya satu kasus untuk para TKI senilai Rp 400 juta.
"Bayangkan, jika rata-rata ada 30 kasus per tahun, sudah berapa biayanya," ucap dia. Jika memang benar dalam setahun rata-rata ada 30 kasus hukum yang membelit TKI, maka perkiraan ongkos yang dikeluarkan untuk menyewa jasa pengacara bisa mencapai Rp 12 miliar.
Humphrey lantas menerangkan, tugas para pengacara tetap tadi adalah mendampingi TKI sejak diperiksa polisi, persidangan tingkat pertama, hingga akhir dengan agenda penjatuhan vonis. Selama ini, katanya, perwakilan Indonesia di Saudi baru tahu jika ada TKI yang tersangkut perkara hukum sekitar lima sampai enam bulan dari kejadian perkara. "Bahkan tahu-tahu sudah dijatuhi vonis mati," tandasnya.
Di Arab Saudi, banyak TKI yang terbukti membunuh dengan cara keji. "Bahkan ada kasus sampai mutilasi," kata Humphrey. Humphrey menegaskan, tugas satgas dan para pengacara tetap ini bukan membebaskan para WNI yang menjadi pembunuh kejam begitu saja. Tetapi, satgas tetap memprioritaskan penanganan TKI yang nekat membunuh karena membela diri. Misalnya terancam diperkosa atau keseringan disiksa majikannya.
Lantas bagaimana perkembangan penunjukan pengacara tetap untuk TKI di Malaysia? Humphrey menjelaskan, penjaringan kandidat sudah selesai. Saat ini, dari empat kantor hukum yang diajukan perwakilan Indonesia di Malaysia, keputusan jatuh kepada Kantor Hukum Cha & Co. Dia mengatakan, saat ini upaya mematenkan jasa pengacara tetap di Malaysia tinggal penandatanganan perjanjian kontrak berdurasi setahun antara Indonesia dan kantor hukum.
Khusus untuk nilai kontrak pengacara tetap di Malaysia, Humphrey mengatakan tidak bisa disamakan dengan di Saudi. Sebab, katanya, jumlah kasus yang harus ditangani pengacara tetap di Malaysia jauh lebih banyak. Dia mengatakan, ada sekitar 148 kasus yang berujung ancaman hukuman mati menjadi PR pengacara tetap ini.
Selain itu, jumlah WNI di Malaysia jauh lebih besar, sehingga ikut mendongkrak potensi terjadinya perkara hukum.
Di Malaysia, dari sekitar 148 kasus di Malaysia tadi, 118 diantaranya adalah kasus narkoba berat. Tidak jarang sejumlah TKI terjebak masuk di sindikat peredaran narkoba yang dikomando warga negara Malaysia. "Bukankan di Indonesia kasus narkoba berat juga dijatuhi hukuman mati juga," pungkasnya. (wan/agm) jpnn.com
Pengacara yang disewa adalah Abdullah bin Muhammad Abdurrahman dan kantor hukum Khuddran Al Zahrani yang beroperasi di wilayah KJRI Jeddah dan KBRI di Riyadh. Nilai kontrak dua pengacara tersebut senilai Rp 5 miliar.
Selain di Saudi, pemerintah melalui Satgas Penanganan TKI bakal menunjuk kantor pengacara Sebastian Cha&Cho untuk mengadvokasi TKI di Malaysia. Baik di Saudi maupun di Malaysia, pengacara dikontrak dalam durasi satu tahun. Mereka wajib mendampingi TKI baik berstatus tersangka, saksi, dan korban.
Juru bicara Satgas Penanganan TKI Humphrey Djemat menuturkan, nilai kontrak sebesar Rp 5 miliar tidak terlalu besar. Sebab, ongkos tadi sudah termasuk biaya profesional, transportasi, dan akomodasi lawyer selama satu tahun. Kontrak ini berlaku sejak awal hingga penghujung 2012. "Jadi sudah tidak ada biaya-biaya lagi," tutur Humphrey, kemarin (16/12).
Dia mengklaim, dengan membayar di muka, pemerintah bisa mengirit ongkos perlindungan TKI yang terbelit persoalan hukum. Humphrey menerangkan, ongkos tadi lebih efisien dan murah jika dibandingkan membayar jasa pengacara per kasus. Dia mengatakan, rata-rata biaya satu kasus untuk para TKI senilai Rp 400 juta.
"Bayangkan, jika rata-rata ada 30 kasus per tahun, sudah berapa biayanya," ucap dia. Jika memang benar dalam setahun rata-rata ada 30 kasus hukum yang membelit TKI, maka perkiraan ongkos yang dikeluarkan untuk menyewa jasa pengacara bisa mencapai Rp 12 miliar.
Humphrey lantas menerangkan, tugas para pengacara tetap tadi adalah mendampingi TKI sejak diperiksa polisi, persidangan tingkat pertama, hingga akhir dengan agenda penjatuhan vonis. Selama ini, katanya, perwakilan Indonesia di Saudi baru tahu jika ada TKI yang tersangkut perkara hukum sekitar lima sampai enam bulan dari kejadian perkara. "Bahkan tahu-tahu sudah dijatuhi vonis mati," tandasnya.
Di Arab Saudi, banyak TKI yang terbukti membunuh dengan cara keji. "Bahkan ada kasus sampai mutilasi," kata Humphrey. Humphrey menegaskan, tugas satgas dan para pengacara tetap ini bukan membebaskan para WNI yang menjadi pembunuh kejam begitu saja. Tetapi, satgas tetap memprioritaskan penanganan TKI yang nekat membunuh karena membela diri. Misalnya terancam diperkosa atau keseringan disiksa majikannya.
Lantas bagaimana perkembangan penunjukan pengacara tetap untuk TKI di Malaysia? Humphrey menjelaskan, penjaringan kandidat sudah selesai. Saat ini, dari empat kantor hukum yang diajukan perwakilan Indonesia di Malaysia, keputusan jatuh kepada Kantor Hukum Cha & Co. Dia mengatakan, saat ini upaya mematenkan jasa pengacara tetap di Malaysia tinggal penandatanganan perjanjian kontrak berdurasi setahun antara Indonesia dan kantor hukum.
Khusus untuk nilai kontrak pengacara tetap di Malaysia, Humphrey mengatakan tidak bisa disamakan dengan di Saudi. Sebab, katanya, jumlah kasus yang harus ditangani pengacara tetap di Malaysia jauh lebih banyak. Dia mengatakan, ada sekitar 148 kasus yang berujung ancaman hukuman mati menjadi PR pengacara tetap ini.
Selain itu, jumlah WNI di Malaysia jauh lebih besar, sehingga ikut mendongkrak potensi terjadinya perkara hukum.
Di Malaysia, dari sekitar 148 kasus di Malaysia tadi, 118 diantaranya adalah kasus narkoba berat. Tidak jarang sejumlah TKI terjebak masuk di sindikat peredaran narkoba yang dikomando warga negara Malaysia. "Bukankan di Indonesia kasus narkoba berat juga dijatuhi hukuman mati juga," pungkasnya. (wan/agm) jpnn.com
Artikel Terkait:
Politik
- Menggapai Kemenangan dengan Tauhid
- Seruan dari Masjid Nabawi untuk Rakyat Mesir: "Kembalilah ke Rumah-rumah Kalian"
- Laporan dari Suriah: “Basyar Assad Hasil Perkawinan antara Amerika dengan Israel”
- Raja Arab Saudi izinkan perwakilan wanita di Dewan Syura
- Arab Saudi bantah terlibat dalam serangan udara ke Yaman
- Heran
- Palestina, Tanah Kaum Muslimin
- Malik Faishal bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Sa’ud dan Seruannya Untuk Membebaskan Al-Quds
- JIHAD NABI DI BUMI PALESTINA
- Fatwa Lajnah Da’imah Tentang Serangan Yahudi Kepada Muslim Palestina di Jalur Gaza
TKI
- Saudi bakal luncurkan layanan buat terima keluhan dari PRT
- Raja Arab Saudi Ampuni 141 TKI Bermasalah
- Jutaan Ekspatriat di Saudi Bakal Kehilangan Pekerjaan
- Pemerintah Indonesia Minta Arab Saudi Terima TKI Suami-Istri
- RI Cari Peluang Bisnis di Arab Saudi
- Kisah Berliku Anak-anak TKI Kelahiran Arab Saudi
- Tak Ada Gigi Bungsu, Jangan Coba-Coba Jadi PRT di Saudi
- Naik Haji Ala TKI
- Banyak Ekspatriat Perusahaan Saudi Bakal Didenda
- Fenny Sumayah Hamim Saleh, Miliarder Bakso Madinah dari Blora
No comments:
Post a Comment