by Abu Umamah
Penindasan dan kehinaan yang diderita
oleh umat Islam saat ini, menjadikan sebagian umat Islam menyerukan agar
diadakan konsolidasi antar semua aliran yang ada. Hanya saja, seruan
tersebut sering kali kurang direncanakan dengan baik, sehingga tidak
menghasilkan apapun. Di antara upaya konsolidasi dan merapatkan barisan
yang terbukti tidak efektif ialah upaya merapatkan barisan Ahlus Sunnah
dengan sekte Syi’ah, dengan menutup mata dari berbagai penyelewengan
sekte Syi’ah. Konsolidasi semacam ini bukannya memperkuat barisan umat
Islam, namun bahkan sebaliknya, meruntuhkan seluruh keberhasilan yang
telah dicapai umat Islam selama ini. Karena itu, melalui tulisan ringkas
ini, saya ingin sedikit menyibak tabir yang menyelimuti sekte Syi’ah.
Dengan harapan, kita semua dapat menilai, benarkah Ahlus sunnah
memerlukan konsolidasi dengan mereka?
PANDANGAN AKIDAH AHLUS SUNNAH & KEYAKINAN SYI’AH TENTANG ALLAH AZZA WA JALLA
Sebagai seorang Muslim, Anda pasti beriman bahwa sesembahan Anda hanyalah Allah Azza wa Jalla. Dialah Pencipta langit dan bumi beserta seluruh isinya, dan Dia pula yang mengatur semuanya. Demikianlah keyakinan umat Islam secara umum dan syari’at dalam al-Qur’ân:
Sebagai seorang Muslim, Anda pasti beriman bahwa sesembahan Anda hanyalah Allah Azza wa Jalla. Dialah Pencipta langit dan bumi beserta seluruh isinya, dan Dia pula yang mengatur semuanya. Demikianlah keyakinan umat Islam secara umum dan syari’at dalam al-Qur’ân:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit,
dan bumi seperti itu pula. Perintah Allah terus-menerus berlaku di
antara alam langit dan alam bumi, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar
meliputi segala sesuatu. [at-Thalâq/65:12]
Umat Islam meyakini bahwa Allah Azza wa
Jalla telah menentukan takdir seluruh makhluk-Nya, sehingga tidak ada
satu kejadian pun kecuali atas kehendak-Nya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
كَتَبَ آللَّهُ مَقَا دِيْرَ الْخَلاََ ئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةِ – قَلَ – وَعَرْ ِثهُ عَلىَ الْمَاءِ
Allah telah menuliskan takdir seluruh
makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi,
dan ‘Arsy-Nya berada di atas air. [HR. Muslim]
Pada suatu hari, Sahabat Ubâdah bin Shâmit Radhiyallahu ‘anhu memberikan petuah kepada putranya dengan mengatakan:
يَا بُنًىَّ إنَّكَ لَنْ تَجِدَ طَعْمَ اْلإِيْمَانِ حَتَّى تَعْلَمَ أَنَّ مَا لأَصَا بَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ سَمِعْتُ رَسُو لَ اللَّهُ صَلىَاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم يَقُلُ : (إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ آللَّهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ اكيُبْ، قَالَ:رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قاَلَ:اكتُبْ مَقَا دِيْرَ كُلَّ شَىْءِ حَتَّى تَقُومَ السَّا عَةُ) يَا بُنَىَّ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُو لَ اللَّهُ صَلىَاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم يَقُلُ :(مَنْ مَاتَ عَلَى غَيْرِ هَذَا فَلَيْسَ مِنِّي)
Wahai anakku!, sesungguhnya engkau tidak
akan dapat merasakan manisnya iman hingga engkau percaya bahwa sesuatu
yang (ditakdirkan) menimpamu, tidak mungkin meleset darimu. Sebaliknya,
sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, tidak mungkin menimpamu. Aku
mendengar Rasulullâh bersabda, “Sesungguhnya pertama kali Allah
menciptakan al-Qalam (Pena), Ia berfirman kepadanya, “Tulislah”.
Mendengar perintah itu, al-Qalam berkata, “wahai Rabbku, apa yang harus
aku tulis? Allah berfirman, “Tulislah takdir segala sesuatu hingga
Kiamat tiba”. (Lalu Sahabat Ubâdah bin Shâmit melanjutkan petuahnya
dengan berkata), “Wahai anakku! aku telah mendengar Rasulullâh
bersabda,”Barang siapa mati di atas keyakinan menyelisihi keyakinan ini,
maka ia tidak termasuk dari golonganku”. [HR. Abu Dâwud]
Demikianlah sekelumit tentang akidah umat
Islam tentang Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi, tahukah Anda apa
ideologi sekte Syi’ah ? Simaklah ideologi mereka dari riwayat yang
termaktub dalam kitab terpercaya mereka, yaitu Al-Kâfi karya al-Kulaini :
Abu Hâsyim al-Ja’fari menuturkan, “Pada
suatu hari aku berkunjung ke rumah Abul Hasan (Ali bin Muhammad-pen)
‘alaihissalâm sepeninggal putranya Abu Ja’far (Muhammad-pen). Kala itu
aku berencana mengatakan, “Seakan kejadian yang menimpa Abu Ja’far dan
Abu Muhammad (al-Hasan bin Ali ) pada saat ini serupa dengan yang
dialami oleh Abul Hasan Mûsa dan Ismâîl putra Ja’far bin Muhammad
‘alaihimussalâm. Kisah keduanya (Ali dan Muhammad bin Muhammad) serupa
dengan kisah keduanya (Mûsa dan Ismâîl bin Ja’far), dikarenakan Abu
Muhammad al-Murji menjadi imam sepeninggal Abu Ja’far ‘alaihissalâm.
Tiba-tiba Abul Hasan menatapku sebelum aku sempat mengucapkan sepatah
katapun, lalu ia berkata, “Benar, wahai Abu Hâsyim, Allah memiliki
pendapat baru tentang Abu Muhammad sepeninggal Abu Ja’far yang
sebelumnya tidak Dia ketahui. Sebagaimana sebelumnya muncul pendapat
baru pada Mûsa (bin Ja’far) sepeninggal Ismâîl (bin Ja’far) suatu
pendapat baru yang selaras dengan keadaannya. Kejadian ini sebagaimana
yang terbetik dalam jiwamu, walaupun orang-orang yang sesat tidak
menyukainya.” [1]
Demikianlah Saudaraku! sekte Syi’ah
meyakini adanya perubahan pada pengetahuan dan kehendak Allah Azza wa
Jalla, sehingga dia berubah pendapat dan keinginan karena terjadi
sesuatu yang di luar pengetahuan dan kehendak-Nya.
Menurut hemat Anda, mungkinkah seorang Muslim memiliki keyakini semacam ini?!
NABI MUHAMMAD VERSI AHLUS SUNNAH & SYI’AH
Saudaraku! Anda pasti mengetahui bahwa syarat utama untuk menjadi seorang Muslim ialah mengucapkan dua kalimat syahadat. Ikrar bahwa sesembahan Anda hanya Allah Azza wa Jalla dan Muhammad bin ‘Abdillâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah Azza wa Jalla. Dan di antara konsekuensi dari persaksian bahwa beliau adalah utusan Allah Azza wa Jalla ialah meyakini bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan seluruh wahyu Allah Azza wa Jalla kepada umatnya.
Saudaraku! Anda pasti mengetahui bahwa syarat utama untuk menjadi seorang Muslim ialah mengucapkan dua kalimat syahadat. Ikrar bahwa sesembahan Anda hanya Allah Azza wa Jalla dan Muhammad bin ‘Abdillâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah Azza wa Jalla. Dan di antara konsekuensi dari persaksian bahwa beliau adalah utusan Allah Azza wa Jalla ialah meyakini bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan seluruh wahyu Allah Azza wa Jalla kepada umatnya.
Oleh karena itu, pada saat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di Padang Arafah, beliau
bertanya tentang hal ini kepada para Sahabat:
أَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّى فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟
Kalian pasti akan ditanya tentang aku,
maka apa yang akan kalian katakan? Simaklah jawaban umat Islam yang
menghadiri khutbah beliau ini:
قَالُوا : نَِْشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ فَقَالَ بإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْ فَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ : (اللَّهُمَّ اشْهَدِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ) ثَلاَثَ مَرَّاتِ رواه مسلم
Para Sahabat menjawab, “Kami bersaksi
bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan dan mengemban risâlah dengan
sempurna tanpa ada sedikit pun campuran. Lalu beliau mengisyaratkan
dengan telunjuknya ke arah langit lalu menunjuk ke arah para Sahabat
seraya berdoa, “Ya Allah, persaksikanlah, Ya Allah persaksikanlah
(sebanyak tiga kali).” [HR.Muslim]
Saya yakin, Anda dan juga seluruh umat
Islam di seantero dunia pun demikian, bersaksi bahwa beliau telah
sepenuhnya menunaikan amanah, menegakkan agama dan menyampaikan seluruh
wahyu Allah Azza wa Jalla kepada umatnya.
Akan tetapi, tahukah Anda, apa kira-kira
sikap dan keyakinan sekte Syi’ah? Anda ingin tahu? Temukan jawabannya
pada pengakuan tokoh revolusioner mereka, yaitu al-Khomaini berikut ini:
لَقَدْ أَثبَتْنَا فِى بِدَايَةِ هَدِاالْحَد ِيْثِ بِأَنَّ النَّبِيِّ أحْجَمَ عَنِ التَّطَرُّقِ إِلَى اْلإِمَامَةِ فِيْ الْقُرْآنِِ، لِخَشيَتِهِ أَنْ يُصَا بَ الْقُرآبُ بِا لتَّحْرِيْفِ، أَوْ أَنْ تَشْتَدَّ الْخِلاَفَاتُ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ، فَيُؤَثِّرُ ذَلِكَ عَلَى اْلإِسْلاَمِ
Telah kami buktikan pada awal pembahasan
ini, bahwa Nabi menahan diri dari membicarakan masalah imâmah
(kepemimpinan) dalam al-Qur’ân; [2] karena beliau khawatir al-Qur’ân
akan diselewengkan, atau timbul perselisihan yang sengit di
tengah-tengah kaum Muslimin, sehingga hal itu berakibat buruk bagi masa
depan agama Islam.” [3]
Al-Khomaini belum merasa cukup dengan
menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa gentar untuk
menyampaikan ayat-ayat imâmah kepada umatnya. Lebih jauh, dengan tanpa
merasa bersalah, al-Khomaini menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai penyebab terjadinya seluruh perpecahan dan peperangan yang
terjadi di tengah-tengah umat Islam sepeninggal beliau:
وَوَاضِحٌ بِأَنَّ النَّبِيَّ لَوْ كَانَ قَدْ بَلَغَ بِأَمْرِ اْلإِمَامَةِ طَبَقًا لِِمَا أَمَرَ بِهِ اللَّهُ، وَبَذَلَ الْمَسَا عِيَ فِيْ هَذَا الْمَجَالِ، لَمَا نَشَبَتْ فِيْ اْلبُلدَانِ اْلإِسْلاَمِيَّةِ كُلُّ هَذِهِ اْلإِخْتِلاَفَاتِ وَالْمُشَا حَنَاتِ وَالْمَعَارِكِ، وَلَمَا ظَهَرَتْ ثَمَّةَ خِلاَفَاتٌ فِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ وَفُرُوْ عِهِ
Sangat jelas bahwa andai Nabi telah
menyampaikan perihal imâmah (kepemimpinan), sebagaimana yang
diperintahkan Allah kepadanya, dan ia benar-benar mengerahkan segala
upayanya dalam urusan ini, niscaya tidak akan pernah terjadi berbagai
perselisihan,persengketaan dan peperangan ini di seluruh belahan negeri
Islam. Sebagaimana di sana tidak akan muncul perselisihan dalam hal
ushûl (prinsip) dan juga cabang furû’ (cabang) agama.” [4]
Mungkin Anda berkata, “Ah ini hanya salah tulis al-Khomaini saja, dan tidak mewakili ideologi kaum Syi’ah.”
Tunggu sejenak Saudara! Coba Anda bandingkan ucapan al-Khomaini di atas dengan dua riwayat berikut:
Al-Kulaini meriwayatkan bahwa Imam Abu ‘Abdillâh Ja’far Ash-Shâdiq, menyatakan:
لَوْ لاَ نَحْنُ مَا عُبِدَ آللَّهُ
Andai bukan karena kami, niscaya Allah tidak akan pernah diibadahi. [5]
Mufti sekte Syi’ah pada abad ke-11 H, yang bernama al-Majlisi menambahkan riwayat di atas menjadi:
لَوْ لاَ هُمْ، مَا عُرِفَ آللَّهُ وَلاَ يَدْرِيْ كَيْفَ يَعْبُدُ الرَّ حْمَنَ
Andai bukan karena para imam, niscaya
Allah tidak akan dikenal, dan tidak akan ada yang tahu bagaimana
beribadah kepada Ar-Rahmân (Allah). [6]
Apa perasaan dan pendapat Anda setelah membaca dua riwayat yang termaktub dalam dua referensi terpercaya umat Syi’ah ini?
Berdasarkan kedua riwayat ini, kira-kira
apa peranan dan jasa Nabi Muhammad menurut sekte Syi’ah? Mereka meyakini
bahwa hingga sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, umat
manusia belum juga mengetahui bagaimana harus beribadah kepada Allah
Azza wa Jalla. Kalaulah bukan karena jasa para imam umat Syi’ah, maka
tidak ada manusia yang bisa shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya.
Saudaraku! sebagai seorang Mukmin, dapatkah batin Anda menerima tuduhan
keji sekte Syi’ah ini kepada Nabi Anda?
Coba sekali lagi Anda bandingkan kedua
riwayat ini dengan ucapan al-Khomaini di atas. Al-Khumaini beranggapan
bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sumber petaka yang
menimpa umat ini. Berbagai persengketaan, pertumpahan darah dan
perselisihan yang terjadi di tengah-tengah umat berawal dari kegagalan
beliau dalam menyampaikan wahyu Allah Azza wa Jalla, terutama yang
berkaitan dengan “al-imâmah” (kepemimpinan).
Perkenankan saya bertanya, “Menurut hemat
Anda, apakah kedua riwayat dan juga ucapan al-Khomaini di atas
mencerminkan syahadat “Muhammad Rasulullâh” ? Sebagai seorang Muslim
yang bersaksi bahwa Muhammad bin `Abdullâh adalah Rasulullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam, apa perasaan Anda membaca kedua riwayat dan ucapan
al-Khomaini di atas ? Kuasakah Anda untuk menutup mata dan telinga dari
fakta ini, lalu Anda bergandengan tangan dengan orang-orang yang
meyakini demikian itu tentang Nabi Anda?
SAHABAT DALAM AKIDAH AHLU SUNNAH & KEBENCIAN SYI’AH
Saudaraku, bila Anda mencermati sejarah para nabi dan umatnya, niscaya Anda dapatkan bahwa Sahabat setiap nabi adalah orang-orang pilihan dan generasi terbaik dari umat nabi tersebut. Kesimpulan Anda ini benar adanya dan selaras dengan sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Saudaraku, bila Anda mencermati sejarah para nabi dan umatnya, niscaya Anda dapatkan bahwa Sahabat setiap nabi adalah orang-orang pilihan dan generasi terbaik dari umat nabi tersebut. Kesimpulan Anda ini benar adanya dan selaras dengan sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَا مِنْ نَبِيِّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِى أُمَّةٍ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْ خُذُونَ بِسُنَّيِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعدِ هِمْ خُلُو فٌ يَقُو لُنَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ وَيَفَعَلُونَ مَا لاَ يُؤْ مَرُو نَ
Tidaklah ada seorang nabi pun yang diutus
kepada suatu umat sebelumku, kecuali ia memiliki para pendamping dan
sahabat setia, yang senantiasa mengikuti ajarannya dan berpedoman dengan
perintahnya. Sepeninggal mereka, datanglah suatu generasi yang biasa
mengatakan sesuatu yang tidak mereka perbuat, serta melakukan sesuatu
yang tidak diperintahkan. [HR. Muslim]
Demikian pula halnya dengan Rasulullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sahabat beliau adalah generasi terbaik
dari umat Islam. Allah Azza wa Jalla berfirman:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar serta beriman kepada Allah.[Ali Imrân/3:110]
Saya yakin, Anda pun meyakini bahwa
generasi pertama dari umat Islam yaitu para Sahabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah generasi terbaik dari umat Islam. Bukankah
demikian, Saudaraku !
Akan tetapi, tahukah Anda, siapakah
Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di mata umat Syi’ah? Anda
ingin tahu, silahkan simak riwayat-riwayat mereka berikut:
عَنْ سُديْرٍ عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : كَانَ النَّاسُ أَهْلَ رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى ا للَّهُ عَلَيْهِ وَألِهِ سَنَةً، إِلاَّ ثَلاَثَةٌ : فَقُلْتُ : وَ مَنْ الثَّلاَثَةُ ؟ فَقَالَ : الْمِقْدَادُ بْنُ اْللأَسْوَدُ وَ أَبُوْ ذَرٍّ الْغِفَارِيْ وَ سَلْمَانَ الْفَا رِسِيُّ، وَقَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِيْنِ دَارَتْ عَلَيْهِمُ الرَّحَى وَأَبَؤْا أَنْ يُبَا يِعُوْا حَتَّى جَاؤُوْا بِأَمِيْرِ الْمُؤْ مِنِيْنَ مُكرَهًا فَبَا يَعَ
Dari Sudair, ia meriwayatkan dari Abu
Ja’far (Muhammad bin Ali bin al-Husain) ‘alaihissalâm, “Dahulu
sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruh manusia murtad
selama satu tahun, kecuali tiga orang. As-Sudair pun bertanya, “Siapakah
ketiga orang tersebut?”dia menjawab, al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar
al-Ghifâri, dan Salmân al-Fârisi, lalu beliau berkata, “Mereka itulah
orang-orang yang tetap kokoh dengan pendiriannya dan enggan untuk
membaiat (Abu Bakar As-Shiddîq-pen) hingga didatangkan Amirul Mukminin
(Ali bin Abi Thâlib) alaihissalâm dalam keadaan terpaksa, lalu beliaupun
berbaiat. [7]
Syaikh Mufîd (wafat tahun 413 H) juga meriwayatkan dari Abu Ja’far (Muhammad bin Ali bin al-Husain) ‘alaihissalâm:
اِرْ تَدَّ النَّا سُ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى ا للَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم وَآلِهِ إِلاَّ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ : الْمِقْدَادُ بْنُ اْللأَسْوَدُ وَ أَبُوْ ذَرٍّ الْغِفَارِيْ وَ سَلْمَانَ الْفَا رِسِيُّ، ثُمَّ إِنَّ النَّا سَ عَرَفُوْا وَلَحِقُوْا بَعْدُ
Seluruh manusia menjadi murtad
sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang,
al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâri, dan Salmân al-Fârisi.
Kemudian setelah itu manusia mulai menyadari, dan kembali masuk Islam.”
[8]
Dalam riwayat lain, mereka menambah jumlah yang tetap mempertahankan keislamannya menjadi empat orang:
Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far, bahwa ia berkata:
إِنَّ رَسُوْ لَاللََّهِ صَلَّى ا للَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ لَمَّا قُبِضَ، صَارَالنَّاسُ كُلُّهُمْ أَهْلَ جَا هِلِيَّةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةُ : عَلِيٌّ والْمِقْدَادُ وَسَلْمَانُ وَأَبُوْذَرٍّ
Sesungguhnya tatkala Rasulullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia,seluruh manusia kembali
kepada kehidupan jahiliyah,kecuali empat orang saja: yaitu Ali,
al-Miqdâd, Salmân dan Abu Dzar.” [9]
Saudaraku! Apa perasaan Anda tatkala
membaca beberapa contoh riwayat yang termaktub dalam kitabkitab
terpercaya agama Syi’ah di atas?
Saya yakin, batin Anda menjerit, keimanan
Anda menjadi berkobar ketika membaca riwayat-riwayat itu? Betapa tidak,
para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dinyatakan telah
murtad, kecuali tiga orang saja.
Saudaraku! Coba tenangkan perasaan Anda, lalu baca kembali dengan seksama riwayat-riwayat di atas.
Tidakkah Anda mendapatkan hal yang aneh
pada kedua riwayat tersebut ? Pada riwayat tersebut dinyatakan bahwa
yang tetap berpegang teguh dengan keimanan dan keislamannya hanya ada
tiga orang. Dan pada riwayat lainnya dijelaskan maksud dari ketiga orang
tersebut, yaitu: Al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifâri, dan
Salmân al-Fârisi.
Bila demikian adanya, lalu bagaimana
halnya dengan Ali bin Abi Thâlib, Fâtimah binti Rasulullâh dan kedua
putranya, yaitu al-Hasan dan al-Husain ? Mungkinkah mereka termasuk yang
murtad, karena yang dinyatakan tetap berpegang dengan keislamannya
hanyalah tiga, dan mereka semua tidak termasuk dari ketiga orang
tersebut ?
Demikianlah Saudaraku ! Umat Syi’ah
mempropagandakan sebagai para pencinta Ahlul Bait dan pembela mereka.
Akan tetapi, faktanya, mereka menghinakan Ahlul Bait, bahkan menganggap
mereka telah murtad dari Islam. Bila Anda tidak percaya, silahkan
buktikan dan datangkan satu riwayat saja yang menyebutkan bahwa Ahlul
Bait tidak termasuk yang murtad sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Saya yakin Anda tidak akan menemukan riwayat tersebut, walau
Anda membaca seluruh kitab Syi’ah.
Apa yang saya paparkan di atas, menjadi
alasan bagi Imam ‘Amir bin Syurahil asy-Sya’bi untuk berkata tentang
sekte Syi’ah, “Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki satu kelebihan bila
dibandingkan dengan agama Syi’ah. Bila dikatakan kepada kaum Yahudi,
“Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu? Niscaya mereka menjawab,
“Tentu para Sahabat Nabi Mûsa. Dan bila dikatakan kepada kaum Nasrani,
“Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu? Niscaya mereka menjawab,
“Tentu para Sahabat sekaligus pengikut setia Nabi ‘Isa. Akan tetapi,
bila dikatakan kepada agama Râfidhah (Syi’ah), “Siapa orang terjelek
dari penganut agamamu? Niscaya mereka menjawab, “Tentu para Sahabat
sekaligus pengikut setia Nabi Muhammad.”
Saudaraku! Mungkin Anda bertanya-tanya,
“Mengapa para pengikut agama Syi’ah begitu membenci para Sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama ketiga Khulafâ’ur Râsyidin yaitu
Abu Bakar, Umar dan Utsmân? Saudaraku! Benarkah Anda merasa penasaran
ingin mengetahui biang kebencian mereka kepada para Sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Obatilah rasa penasaran Anda dengan
jawaban seorang pakar yang telah kenyang dengan pengalaman dalam
menghadapi para penganut Syi’ah. Tokoh tersebut adalah Abu Zur’ah
ar-Râzi rahimahullah. Beliau menyampaikan hasil studi dan pengalaman
beliau pada ucapannya berikut, “Bila engkau dapatkan seseorang mencela
seorang Sahabat Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
ketahuilah bahwa ia adalah orang zindîq (kafir yang menampakkan
keislaman). Alasannya, karena kami meyakini bahwa Rasulullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam pasti benar, dan al-Qur’ân juga pasti benar.
Sedangkan yang menyampaikan al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah para Sahabat. Dengan demikian, sesungguhnya
orang yang mencela para saksi (perawi) kami (yaitu para Sahabat), hendak
menggugurkan al-Qur’ân dan Sunnah. Karena itu, merekalah yang lebih
layak untuk dicela.” [Riwayat al-Khathîb al-Baghdâdi didalam kitab
Al-Kifâyah Fî ‘Ilmir Riwâyah]
AHLUL BAIT MENURUT AKIDAH ISLAM DAN DONGENG SYI’AH
Ahlul Bait atau karib kerabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan dan keutamaan yang begitu besar. Wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut, cukuplah sebagai bukti akan keutamaan dan kemulian mereka :
Ahlul Bait atau karib kerabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan dan keutamaan yang begitu besar. Wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut, cukuplah sebagai bukti akan keutamaan dan kemulian mereka :
(أَمَّا بَعْدُ، أَلاَ أَيُهَا النَّا سُ، فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرُ، يُوْشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُوْلُ رَبِّى فَأُجِيْبَ، وَأَنَا تَارِكُ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّ لُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّوْرُ، فَهُدُوْابِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوابِهِ) فَحَثَّ عَلَى كِتِابِ اللّهِ وَرَغَّبَ فِيْهِ، ثُمَّ قَالَ : (وَأَهْلُ بَيْتِيْ، أُذَكِّرُ كُمُ اللَّهِ فِى أَهْلِ بَيتِيْ، أُذَكِّرُ كُمُ اللَّهِ فِى أَهْلِ بَيتِي، أُذَكِّرُ كُمُ اللَّهِ فِى أَهْلِ بَيتِي
Amma ba’du, ketahulilah wahai umat
manusia, sesungguhnya aku adalah manusia biasa, tidak berapa lama lagi
akan datang utusan Allah, dan aku pun memenuhi panggilan-Nya. Aku
tinggalkan di tengahtengah kalian dua hal besar; pada hal pertama
terdapat petunjuk dan cahaya. Hendaknya engkau semua mengamalkan kitab
Allah dan berpegang teguh dengannya.” Selanjutnya beliau menganjurkan
umatnya untuk berpegang teguh dengan Kitâbullâh. Selanjutnya beliau
berkata: (Dan juga Ahlu Baiti (keluargaku), aku mengingatkan kalian agar
takut kepada Allah dalam memperlakukan keluargaku, aku mengingatkan
kalian agar takut kepada Allah dalam memperlakukan keluargaku, dan aku
mengingatkan kalian agar takut kepada Allah dalam memperlakukan
keluargaku.” [HR. Muslim].
Tidak heran bila Ahlus Sunnah senantiasa
mencintai, menghormati dan mengagungkan karib kerabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sebagai buktinya, banyak dari mereka yang menamakan
putra-putri mereka dengan nama-nama Ahlul Bait. Bukan hanya itu, Ahlus
Sunnah senantiasa membaca shalawat, baik bacaan shalawat ketika duduk
tahiyat dalam shalat maupun di luar shalat untuk Ahlul Bait. Bukankah
demikian Saudaraku? Tidakkah ini cukup sebagai bukti bahwa umat Islam
mencintai Ahlul Bait?
Tidak heran bila Imam As-Syâfi’i rahimahullah berkata:
إِنَّ كَانَ رَفْضاً حُبُّ آلِ مُحَّمَدش فَلْيَشْهَدِ الشَّقَلاَنِ أَنِّي رَافِضِي
Andai kecintaan kepada keluarga Nabi
Muhammad disebut Râfidhah, Hendaklah seluruh jin dan manusia bersaksi
bahwa aku adalah seorang Râfidhah.
Akan tetapi, benarkan ajaran Râfidhah
atau Syi’ah hanya sebatas mencintai Ahlul Bait? Untuk menjawab pertanyan
ini, simaklah riwayat-riwayat yang mereka imani berikut:
Al-Kulaini dalam kitabnya Al-Kâfi meriwayatkan dari Abu ‘Abdillâh Ja’far Ash-Shadîq :
أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةَ لِْلإِمَامِ، يَضَعُهَا حَيْثَ يَشَاءُ، وَيَدْ فَعُهَا إِلَى مَنْ يَشَاءُ
Tidakkah engkau sadar, bahwa dunia dan
akhirat adalah milik sang imam, sehingga ia bebas meletakkannya sesuai
dengan kehendaknya dan menyerahkannya kepada orang yang ia kehendaki?
Belum cukup hebat, sehingga mereka masih merasa perlu untuk merekayasa riwayat berikut dari Sahabat Ali:
نَهْنُ خَزَّانُ اللَّهِ فِي أَرْضِهِ وَسَمَا ئِهِ، وَأَنَا أُ حْيِيْ وَأَنَا اُمِيتُ، وَأَنَا حٍَيٌّ لاَ أَمُوْ تُ
Kami adalah para penjaga (kekayaan dan
ilmu Allah di bumi dan di langit, akulah yang menghidupkan dan akulah
yang mematikan, serta aku senantiasa hidup dan tidak akan pernah mati.
[10]
Karena kedudukan imam dalam syariat
Syi’ah, tidak heran bila tokoh revolusioner mereka pada abad ini, yaitu
Ayatullâh al-Khomaini dengan tanpa rasa sungkan menyatakan:
إِنَّ تَعَالِيْمَ اْلأَئِمَّهةِ كَتَعَا لِيْمِ القُرْآنِ، لاَتَخُصُجِيْلاً خَا صاً وَإِنََّمَا هِيَ تَعَا لِيْمُ لِلْجَمِيْعِ فِيْ كُلِّ عَصْرٍ وَمِصْرَ وَإِلَى يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، يَجِبُ تَنْفِيْذُهَا وَاتِّبَا عُهَا
Sesungguhnya ajaran para imam sama halnya
dengan ajaran al-Qur’ân, tidak diperuntukkan khusus bagi generasi
tertentu. Ajaran para imam adalah ajaran yang berlaku untuk semua, di
setiap masa, negeri dan hingga hari kiamat, wajib diterapkan dan
dijadikan panutan.” [11]
Saudaraku! Dari sedikit penuturan di
atas, mungkin Anda bertanya-tanya, bila demikian kedudukan seorang imam
dalam syari’at Syi’ah, apakah mereka telah menobatkan mereka sebagai
tuhan mereka?
Untuk mengobati rasa penasaran Anda,
berikut ini saya sebutkan beberapa nama tokoh terkemuka Syi’ah yang
dengan membaca namanya, Anda dapat mengetahui jawaban pertanyaan Anda:
• Abdul Husain bin Ali (wafat tahun 1286
H), ia adalah seorang tokoh terkemuka agama Syi’ah pada zamannya,
sampai-sampai dijuluki dengan Syaikhul ‘Irâqain (Syaikh kedua Irak/ Irak
& Iran).
• ‘Abdul Husain al-Amini at-Tabrizi (1390 H), penulis buku Al-Ghadir.
• ‘Abdul Husain Syarafuddîn al-Musâwi al ‘Amili (1377H), penulis buku Abu Hurairah, kitab Kalimatun Haulaar Riwâyah, Kitab An Nash wa Al Ijtihâd, Al-Murâja’ât, & kitab Al-Fushûll Muhimmah. [12]
• ‘Abdul Husain bin al-Qâshim bin Shâleh al-Hilly (wafat tahun 1375 H).
• ‘Abduz Zahrâ’ (Hamba az-Zahra’/Fatimah) al-Husain, penulis kitab Mashâdiru Nahjil Balâghah wa Asâniduhu.
• ‘Abdul Husain al-Amini at-Tabrizi (1390 H), penulis buku Al-Ghadir.
• ‘Abdul Husain Syarafuddîn al-Musâwi al ‘Amili (1377H), penulis buku Abu Hurairah, kitab Kalimatun Haulaar Riwâyah, Kitab An Nash wa Al Ijtihâd, Al-Murâja’ât, & kitab Al-Fushûll Muhimmah. [12]
• ‘Abdul Husain bin al-Qâshim bin Shâleh al-Hilly (wafat tahun 1375 H).
• ‘Abduz Zahrâ’ (Hamba az-Zahra’/Fatimah) al-Husain, penulis kitab Mashâdiru Nahjil Balâghah wa Asâniduhu.
Saudaraku! Inilah ideologi yang oleh para
penganut Syi’ah disebut dengan kecintaan kepada Ahlul Bait. Kultus,
ekstrim dalam memuja mereka dengan menyematkan sebagian sifat-sifat
Allah k kepada mereka. Coba Anda bandingkan para imam dalam ajaran
Syi’ah dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm tentang
dirinya sendiri berikut ini:
(لاَتُطْرُوْنِي كَمَا اَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوْا عَبْدُ اللّّهِ وَرَسُوْ لُهُ)
Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam
memujiku, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh kaum Nasrani kepada‘Isa
bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah :”
Hamba Allah dan Utusan-Nya.” [Muttafaqun ‘alaih]
Demikianlah syariat yang diajarkan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memuji dan mencintai; cinta dan
pujian tanpa berlebih-lebihan. Selanjutnya, kembali kepada Anda,
meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah mempercayai sekte
Syi’ah.
Setelah membaca penjelasan singkat ini,
mungkin Anda menjadi penasaran dan bertanya, “Sebenarnya, apa sikap para
tokoh yang dianggap sebagai imam-imam sekte Syi’ah. Mungkinkah mereka
merestui kultus dan berbagai ideologi sekte Syi’ah ini?
Saudaraku! Untuk menjawab pertanyaan Anda
ini, saya mengajak Saudara untuk bersama-sama membaca pernyataan mereka
yang termaktub dalam berbagai referensi terpercaya sekte Syi’ah.
Sahabat Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu ‘anhu menggambarkan perihal orang-orang Syi’ah dalam ucapannya berikut:
يَا أَشْبَاهَ الرِّجَالِ وَلاَ رِجَالَ، حُلُوْم اْلأَطْفَالِ وَعُقُولَ رَبَّتِ الْحِجَِالِ، لَوَدِدْتُ أَنِّيْ لَمْ أَرَكُمْ وَلَمْ أَعْرِفْكُمْ مَعْرِفَةً، وَاللَّهِ جُرْتُ نَدَمًا وَأَعْقَبْتُ ذَمًا، قَاتَلَكُمُ اللَُّهُ، لَقَدْ مَلَأْتُمْ قَلبِيْ قَيْحًا وَشَحَنْتُمْ صَدْرِيْ غَيْظًا وَجَرَ عْتُمُوْنِيْ نَغِبالْتِهمَامَ أَنْفَاسًا وَأَفْسَدْتُمْ عَلَيَّ رَأْيِيْ بِالْعِصْيَانِ وَالْخِذْلاَنِ
Wahai orang-orang yang berpenampilan
lelaki, akan tetapi tidak ada seorang pun yang berjiwa
lelaki,berperilaku kekanak-kanakan, berpikiran layaknya kaum wanita.
Sungguh, aku berangan-angan Andai aku tidak pernah menyaksikan, dan
tidak mengenal kalian sama sekali. Sungguh demi Allah, aku telah
dirundung penyesalan, dan memikul celaan. Semoga Allah membinasakan
kalian, sungguh kalian telah memenuhi hatiku dengan kebencian,
membanjiri dadaku dengan kemarahan. Kalian juga telah memaksaku untuk
menanggung kegundahan, menghancurkan kecerdasanku dengan perilaku kalian
yang senantiasa membangkang dan berkhianat.” [13]
Abu Ja’far Muhammad bin Ali al-Bâqir
(imam sekte Syi’ah ke-5) lebih tegas lagi menggambarkan tentang sekte
Syi’ah dengan mengatakan:
لَوْ كَنَ النَا سُ كُلُهُمْ لَنَا شِيْعَةَ، لَكَانَ ثَلاَثَةُ أَربَا عِهِمْ لَنَا شُكَّا كًا، وَالرُّبْعُ الآخِرْ أَحْمَقُ
Andai seluruh manusia menjadi penganut
syi’ah, niscaya tiga perempat dari mereka adalah orang-orang yang hobi
menghunus pedang terhadap kami, dan sisanya adalah orang-orang dungu.
[14]
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat
bagi kita, dan semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa menghidupkan kita
berdasarkan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallâhu ‘alam bis shawâb.
Penulis : Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
12/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
Sumber : almanhaj.or.id
_______
Footnote
[1]. Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/327
[2]. Aneh bin ajaib, al-Khomaini meyakini bahwa Nabi n memiliki kebebasan untuk menyembunyikan masalah al-Imâmah
dari umatnya. Anggapan ini nyata-nyata bertentangan dengan firman Allah Azza wa Jalla berikut:
_______
Footnote
[1]. Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/327
[2]. Aneh bin ajaib, al-Khomaini meyakini bahwa Nabi n memiliki kebebasan untuk menyembunyikan masalah al-Imâmah
dari umatnya. Anggapan ini nyata-nyata bertentangan dengan firman Allah Azza wa Jalla berikut:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا
أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ
رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan
kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” [al-Mâidah/5:67]
[3]. Kasyful Asrâr oleh al-Khomaini 149.
[4]. Idem 155.
[5]. Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/144
[6]. Bihârul Anwâr 35/29.
[7]. Bihârul Anwâr oleh al-Majlisy 22/351 & Tafsir Nur Ats-Tsaqalain, karya Abdu Ali bin Jum’ah al- ‘Arusy al-Huwaizi 1/396.
[8]. Al-Ikhtishâsh, karya Asy-Syaikh Mufîd hlm. 6.
[9]. Tafsir Al ‘Ayyasyi 1/199, karya An-Nadhir Muhammad bin Mas’ûd as-Samarqandi (wafat th: 320 H), Bihârul Anwâr 22/333
karya Al-Majlisi, (wafat th. 1111 H).
[10]. Idem 39/347.
[11]. Al-Hukûmah al-Islâmiyyah oleh Ayatullâh al-Khomaini 113.
[12]. Sungguh mengherankan, Bapak Prof, Dr. M. Quraish Shihâb yang disebut ahli tafsir Indonesia, tidak merasa terusik dari nama semacam ini. Bahkan beliau menjadikan karya tokoh Syi’ah ini sebagai salah satu referensi utama dalam bukubuku beliau. Beliau tidak terpanggil untuk mengomentari atau mengingatkan para pembaca tulisan beliau tentang kesalahan penamaan semacam ini. Sebagai contoh, silahkan baca buku beliau yang berjudul Sunnah-Syiah, bergandengan
tangan! Mungkinkah?, hlm. 119.
[13]. Nahjul Balaghah (ensiklopedia khutbah-khutbah Imam Ali bin Abi Thalib) 1/70 & Al Kafi 5/6, karya Al Kulaini wafat thn 329 H.
[14]. Al Ghaibah hal: 268, karya Muhammad bin Ibrahim An Nu’maani wafat thn: 380 H, Ikhtiyaar Ma’rifatir Rijaal, 2/460, karya As Syeikh At Thusi wafat thn 460 H, Bihaarul Anwaar 46/251, karya Muhammad Baqir Al Majlisi wafat thn : 1111 H, & Mu’jam Rijalil Hadits 3/251, karya As Sayyid Abul Qasim Al Musawi Al Khu’i, wafat thn: 1413 H.
[3]. Kasyful Asrâr oleh al-Khomaini 149.
[4]. Idem 155.
[5]. Al-Kâfi oleh al-Kulaini 1/144
[6]. Bihârul Anwâr 35/29.
[7]. Bihârul Anwâr oleh al-Majlisy 22/351 & Tafsir Nur Ats-Tsaqalain, karya Abdu Ali bin Jum’ah al- ‘Arusy al-Huwaizi 1/396.
[8]. Al-Ikhtishâsh, karya Asy-Syaikh Mufîd hlm. 6.
[9]. Tafsir Al ‘Ayyasyi 1/199, karya An-Nadhir Muhammad bin Mas’ûd as-Samarqandi (wafat th: 320 H), Bihârul Anwâr 22/333
karya Al-Majlisi, (wafat th. 1111 H).
[10]. Idem 39/347.
[11]. Al-Hukûmah al-Islâmiyyah oleh Ayatullâh al-Khomaini 113.
[12]. Sungguh mengherankan, Bapak Prof, Dr. M. Quraish Shihâb yang disebut ahli tafsir Indonesia, tidak merasa terusik dari nama semacam ini. Bahkan beliau menjadikan karya tokoh Syi’ah ini sebagai salah satu referensi utama dalam bukubuku beliau. Beliau tidak terpanggil untuk mengomentari atau mengingatkan para pembaca tulisan beliau tentang kesalahan penamaan semacam ini. Sebagai contoh, silahkan baca buku beliau yang berjudul Sunnah-Syiah, bergandengan
tangan! Mungkinkah?, hlm. 119.
[13]. Nahjul Balaghah (ensiklopedia khutbah-khutbah Imam Ali bin Abi Thalib) 1/70 & Al Kafi 5/6, karya Al Kulaini wafat thn 329 H.
[14]. Al Ghaibah hal: 268, karya Muhammad bin Ibrahim An Nu’maani wafat thn: 380 H, Ikhtiyaar Ma’rifatir Rijaal, 2/460, karya As Syeikh At Thusi wafat thn 460 H, Bihaarul Anwaar 46/251, karya Muhammad Baqir Al Majlisi wafat thn : 1111 H, & Mu’jam Rijalil Hadits 3/251, karya As Sayyid Abul Qasim Al Musawi Al Khu’i, wafat thn: 1413 H.
http://abangdani.wordpress.com
No comments:
Post a Comment