Saturday, February 18, 2012

Beautiful Madinah (1)

1320231446836621662
Ketika pertama kali turun dari pesawat, saya segera disambut terik matahari bulan juli. Saat itu sedang puncaknya musim panas. Suhu mencapai kira-kira 40 derajat celcius. Angin kering bertiup sepoi. Membawa aroma padang pasir di kota Madinah, tempat saya tinggal selama hampir dua tahun.

Meski ada angan yang terukir bahwa suatu hari kelak saya dapat berkunjung ke kota Madinah, tak terbayangkan bahwa saya akhirnya benar-benar menapakkan kaki disana, menghirup udaranya dan sempat merasakan jadi bagian darinya. Madinah, kota tempat Rasulullah bermukim setelah hijrah sampai wafatnya beliau. Kota yang amat beliau cintai setelah Mekah. Berada di Madinah selama beberapa waktu membuat mata saya terbuka untuk mengenal lebih jauh sisi lain kehidupan dan masyarakat kota Madinah. Dari ‘Aisyah ra berkata; ketika kami masuk, Madinah adalah negeri tempat bersarangnya penyakit, lalu Rasulullah saw berdo’a:Ya Allah, berikanlah kecintaan kami kepada Madinah, sebagaimana Engkau berikan kecintaan kepada Mekah, atau lebih dari itu, dan bersihkanlah ia serta berkatilah kepada kami dalam makanan dan bekalnya, dan gantilah wabah penyakitnya dengan juhfah (Shahih Bukhari, no. 1889; Shahih Muslim, no. 1376, sumber : Sejarah Madinah Munawwarah oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani)

Melewati batas kota Madinah, tampak padang pasir terhampar diselingi bukit batu di sisi kanan dan kiri jalan raya. Suasana tampak sepi dan gersang. Satu dua buah toko yang menjual minuman dingin dan rumah-rumah penduduk bermunculan di sisi jalan. Mendekati pusat kota, keramaian bertambah. Rumah dan toko yang berjajar semakin banyak. Di salah satu sudut kota, tampak deretan toko-toko yang cukup rapi berbaris di tepi jalan namun pada sudut kota yang lain terlihat pemandangan yang bertolak belakang. Beberapa rumah dan bangunan tampak dibangun di bukit-bukit batu dengan arsitektur sederhana, terkesan seadanya. Memasuki pusat kota, tampak Mesjid Nabawi berdiri dengan megahnya. Saat itu  (tahun 2005) pembangunan sedang giat dilakukan dalam rangka perluasan mesjid Nabawi. Pemukiman dan pusat keramaian penduduk semuanya berputar mengelilingi masjid yang sekaligus merupakan pusat kota Madinah. 

Penduduk Madinah tergolong multi etnis. Mayoritas berkebangsaan Arab. Selain warga asli arab saudi, terdapat juga penduduk yang berasal dari negara timur tengah lain seperti Mesir, Suriah, Jordan, Libanon dan Turki. Selain itu, ada juga penduduk dari negara asia lainnya seperti Bangladesh, India, Pakistan, Filiphina dan Indonesia. Warga Bangladesh dan Indonesia cukup dikenal sebagai pekerja di sektor informal seperti supir, petugas kebersihan atau penjaga toko. Selain itu, warga negara afrika seperti Sudan juga banyak ditemui di Madinah.

Pertama kali tiba, saya harus memakai abaya (baju luar berwarna hitam) dan cadar. Sempat canggung juga ketika pertama kali memakai cadar. Cadar yang saya kenakan cukup rapat menutup wajah dan hanya menyisakan sedikit celah untuk mata saya. Sebagian wanita warga Saudi bahkan melengkapi cadarnya dengan tabir berupa sehelai kain tipis berwarna hitam sehingga raut wajah mereka benar-benar tidak terlihat dari luar. 

Banyak aktivitas yang biasa kami lakukan selama tinggal di Madinah. Pada malam-malam musim panas biasanya saya berjalan santai bersama suami untuk sholat maghrib atau isya di masjid nabawi sambil mendorong kereta bayi sementara si kecil tertidur lelap didalamnya. Apabila ia terjaga, ia akan menyepakkan kaki-kaki mungilnya sambil menatap langit Madinah yang indah di waktu malam. Dari kejauhan, kemilau kubah mesjid nabawi serta adzan yang syahdu berkumandang sungguh sempurna mengundang kami dan warga madinah yang datang berduyun-duyun untuk segera bersujud kepada Sang Khalik. 

Kami tinggal di kawasan Tarik Salam. Jarak antara imaroh (rumah) kami dengan mesjid Nabawi tidak terlampau jauh, bisa ditempuh setengah jam berjalan kaki dengan santai. Sungguh nyaman menyusuri jalan sambil melihat-lihat suasana kota. Aroma kari yang khas tercium saat kami melewati restoran arab atau turki. Di tepi jalan, kami jumpai sekumpulan pria yang sedang mengantre roti kubus untuk makan malam atau beberapa anak lelaki berkulit hitam yang asyik bermain bola sambil menikmati cuaca malam yang hangat. (bersambung)
http://www.kompasiana.com/weetta


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment