Ketika
pertama kali turun dari pesawat, saya segera disambut terik matahari
bulan juli. Saat itu sedang puncaknya musim panas. Suhu mencapai
kira-kira 40 derajat celcius. Angin kering bertiup sepoi. Membawa aroma
padang pasir di kota Madinah, tempat saya tinggal selama hampir dua tahun.
Meski
ada angan yang terukir bahwa suatu hari kelak saya dapat berkunjung ke
kota Madinah, tak terbayangkan bahwa saya akhirnya benar-benar
menapakkan kaki disana, menghirup udaranya dan sempat merasakan jadi
bagian darinya. Madinah, kota tempat Rasulullah bermukim setelah hijrah
sampai wafatnya beliau. Kota yang amat beliau cintai setelah Mekah.
Berada di Madinah selama beberapa waktu membuat mata saya terbuka untuk
mengenal lebih jauh sisi lain kehidupan dan masyarakat kota Madinah.
Dari ‘Aisyah ra berkata; ketika kami masuk, Madinah adalah negeri tempat
bersarangnya penyakit, lalu Rasulullah saw berdo’a:Ya Allah,
berikanlah kecintaan kami kepada Madinah, sebagaimana Engkau berikan
kecintaan kepada Mekah, atau lebih dari itu, dan bersihkanlah ia serta
berkatilah kepada kami dalam makanan dan bekalnya, dan gantilah wabah
penyakitnya dengan juhfah (Shahih Bukhari, no. 1889; Shahih Muslim, no. 1376, sumber : Sejarah Madinah Munawwarah oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani)
Melewati
batas kota Madinah, tampak padang pasir terhampar diselingi bukit batu
di sisi kanan dan kiri jalan raya. Suasana tampak sepi dan gersang. Satu
dua buah toko yang menjual minuman dingin dan rumah-rumah penduduk
bermunculan di sisi jalan. Mendekati pusat kota, keramaian
bertambah. Rumah dan toko yang berjajar semakin banyak. Di salah satu
sudut kota, tampak deretan toko-toko yang cukup rapi berbaris di tepi
jalan namun pada sudut kota yang lain terlihat pemandangan yang bertolak
belakang. Beberapa rumah dan bangunan tampak dibangun di bukit-bukit
batu dengan arsitektur sederhana, terkesan seadanya. Memasuki pusat
kota, tampak Mesjid Nabawi berdiri dengan megahnya. Saat itu (tahun
2005) pembangunan sedang giat dilakukan dalam rangka perluasan mesjid
Nabawi. Pemukiman dan pusat keramaian penduduk semuanya berputar
mengelilingi masjid yang sekaligus merupakan pusat kota Madinah.
Penduduk Madinah tergolong multi etnis. Mayoritas berkebangsaan Arab. Selain warga asli arab saudi, terdapat
juga penduduk yang berasal dari negara timur tengah lain seperti Mesir,
Suriah, Jordan, Libanon dan Turki. Selain itu, ada juga penduduk dari
negara asia lainnya seperti Bangladesh, India, Pakistan, Filiphina dan
Indonesia. Warga Bangladesh dan Indonesia cukup dikenal
sebagai pekerja di sektor informal seperti supir, petugas kebersihan
atau penjaga toko. Selain itu, warga negara afrika seperti Sudan juga
banyak ditemui di Madinah.
Pertama
kali tiba, saya harus memakai abaya (baju luar berwarna hitam) dan
cadar. Sempat canggung juga ketika pertama kali memakai cadar. Cadar
yang saya kenakan cukup rapat menutup wajah dan hanya menyisakan sedikit
celah untuk mata saya. Sebagian wanita warga Saudi bahkan
melengkapi cadarnya dengan tabir berupa sehelai kain tipis berwarna
hitam sehingga raut wajah mereka benar-benar tidak terlihat dari luar.
Banyak aktivitas yang biasa kami lakukan selama tinggal di Madinah. Pada
malam-malam musim panas biasanya saya berjalan santai bersama suami
untuk sholat maghrib atau isya di masjid nabawi sambil mendorong kereta
bayi sementara si kecil tertidur lelap didalamnya. Apabila ia terjaga,
ia akan menyepakkan kaki-kaki mungilnya sambil menatap langit Madinah
yang indah di waktu malam. Dari kejauhan, kemilau kubah mesjid nabawi
serta adzan yang syahdu berkumandang sungguh sempurna mengundang kami
dan warga madinah yang datang berduyun-duyun untuk segera bersujud
kepada Sang Khalik.
Kami tinggal di kawasan Tarik Salam. Jarak antara imaroh (rumah)
kami dengan mesjid Nabawi tidak terlampau jauh, bisa ditempuh setengah
jam berjalan kaki dengan santai. Sungguh nyaman menyusuri jalan sambil
melihat-lihat suasana kota. Aroma kari yang khas tercium saat kami
melewati restoran arab atau turki. Di tepi jalan, kami jumpai sekumpulan
pria yang sedang mengantre roti kubus untuk makan malam atau beberapa
anak lelaki berkulit hitam yang asyik bermain bola sambil menikmati
cuaca malam yang hangat. (bersambung)
http://www.kompasiana.com/weetta
No comments:
Post a Comment