MAKKAH - Kota Suci Mekkah,
Arab Saudi, bakal menjadi pusat lembaga riset dan astronomi sesuai
dengan rekomendasi konferensi Liga Muslim sedunia guna menyatukan
penanggalan hijriah dengan melibatkan para ulama terkemuka.
Rekomendasi dari konferensi tersebut amat penting karena terkait dengan penentuan penetapan bulan Qomariah. Tentu pula melibatkan para ulama syariah, ulama ahli hisab dan falak.
Seperti diberitakan sebelumnya Lembaga Fikih Islam (Islamic Fiqh Academy) di bawah Liga Muslim Sedunia, pada Ahad 13 Februri 2012, bertempat di kantor lembaga muslim sedunia mengadakan konferensi penentuan bulan Qomariah.
Konferensi keempat tersebut dipimpin oleh Mufti Umum Arab Saudi Selaku Ketua Lembaga Ulama Besar dan riset ilmiah serta fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Al- Syeikh dan dihadiri oleh Sekjen Liga Muslim Sedunia Dr. Abdullah bin Abdul muhsin Al-Turki dan Sekjen Lembaga Fikih Islam Sholeh bin Zein Al-Marzuki AL-Bagmi.
Dalam konferensi tersebut dibahas enam makalah terkait: sejauhmana pengitungan dengan hisab astronomi dalam hal negatif dan dalam hal positif.
Sidang itu juga diikuti oleh menteri wakaf dan urusan agama Jordan Dr. Abdussalam Al-Abbadi, anggota dewan ulama Saudi Syeikh Abdullah bin Sulaiman al-Muni`, mantan mufti Republik Arab Mesir Dr. Naser Farid Muhammad Washel, anggota komisi ilmiah konferensi Syeikh Abdul Aziz bin Sholeh al-Humeid, anggota lembaga riset Islam di Azhar Dr Muhammad bin Ahmad al-Sholeh serta anggota lembaga pengajaran Universitas Imam Muhammad bin Suud Dr. Muhammad bin Turki al-Khastlan.
Para peserta menjelaskan bahwa perbedaan negara-negara Islam dalam penentuan bulan Qomariyah bukan hal yang baru, hal ini merupakan perbedaan yang terjadi sejak lama seiring dengan meluasnya Islam ke barat dan ke timur ke selatan dan utara, namun perbedaan ini baru terasa pada zaman ini setelah berkembangnya teknologi dan informasi.
Dunia seakan akan dalam satu kampung. Perbedaan yang paling utama adalah dalam penentuan bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah dimana terjadi perbedaan penentuan tanggal antara negara Arab dan Islam dan ada kemungkinan disatukan antara mereka sesuai dengan ru`yat syar`iyah dan ilmiah yang patuh pada dalil qoth`i dan dhanni Al-Quran dan sunnah serta ijtihad para ahli fikih.
Setelah itu diabahas tiga masalah pokok, pertama : teks-teks syariat terkait ru`yat bulan Qomariyah. Kedua: mazhab para ahli fikih dan para mujtahid dalam metode ru`yat syar'iyah dalam penentuan penanggalan hijriyah terpadu dan bulan Qomariyah. Ketiga: mengutamakan dan memilih hal yang harus diikuti dan diterapkan secara praktek di antara umat Islam dewasa ini.
Menurut Abdullah M Umar, dari kantor Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Kamis, pada konferensi yang berlangsung selam tiga hari tersebut dihasilkan resolusi sebagai berikut: Pertama, bahwa asli penentuan masuk dan keluarnya bulan Qomariyah adalah ru`yat, apakah dilakukan dengan mnggunakan mata saja atau dengan bantuan alat astronomi, dan jika tidak terlihat hilal maka disempurnakan 30 hari. Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhori.
Hadis-hadis tersebut tentu saja merupakan dalil bahwa ru'yat merupakan asli penentuan masuk dan keluarnya bulan Qomariyah
Kedua, bahwa melihat hilal merupakan wajib kifayah, tidak sah hal yang wajib kecuali dengan hal ini. Hal ini diperkuat oleh tindakan dan keputusan Rasulullah.
Ketiga, saksi harus memenuhi beberapa kriteria yang ditetapkan agar persaksiannya diterima dan ditolak jika tidak terpenuhi, istbat dapat diterima sesuai dengan cara pandang melihat hilal, dll dan kesaksiannya tidak diragukan.
Keempat, pehitungan astronomi atau hisab falak merupakan ilmu yang ada untuk menunjang ru`yat yang memiliki landasan dan kaidah tertentu, hasilnya patut menjadi pertimbangan, diantaranya untuk mengetahui waktu yang berdekatan, mengetahui terbenamnya bulan sebelum terbenamnya atau terbitnya matahari. Ketinggian bulan di ufuk dalam suatu malam yang didahului oleh kedekatannya sedikit atau banyak.
Untuk itu hendaknya kesaksian melihat hilal diterima jika rukyat dianggap tidak mustahil dari segi ilmu yang diterima secara qathi` sesuai yang dikeluarkan oleh lembaga astronomi yang resmi. Hal tersebut dalam keadaan tidak terjadinya iqtiron (kedekatan) atau dalam keadaan tenggelamnya bulan sebelum hilangnya matahari.
Kelima, ru'yat hilal bagi muslim minoritas di sebuah negara kawasan atau regional disesuaikan dengan muslim lainnya sebagai praktek dari penyatuan puasa dan berbukanya.
Keenam, terkait dengan negara dimana terdapat muslim minoritas, yang tidak mungkin melihat hilal karena berbagai sebab, maka harus mengikuti negara Islam terdekat atau negara terdekat yang ada umat Islamnya. Keluarnya keputusan hilal di negara tersbut melalui perwakilan islamic center atau lembaga lain.
Ketujuh, penentuan awal bulan Qomariyah terkait dengan ibadah merupakan masalah syariah yang menjadi tanggungjawab para ulama syariah melalui lembaga yang resmi, adapun tanggungjawab para ahli astronomi dan lembaga astronomi dalam memberikan perhitungan atronomi yang mendetail terkait kelahiran bulan dan posisi hilal, memperkirakan keadaan rukyat di tiap tempat dan hal lain yang merupakan informasi yang dapat membantu lembaga syariat dalam mengeluarkan keputusan yang detail dan benar.
Kedelapan, syariat tidak melarang penggunaan metodelogi ilmu moderen seperti, perhitungan astronomi, alat pengintai dll dalam kemaslahatan dan pergaulan manusia. islam tidak bertentangan dengan ilmu dan realitanya.
Kesembilan, jika masuknya bulan terbukti oleh lembaga syariat dan dilegalisasi oleh pemerintah di sebuah negara islam maka tidak boleh diragukan setelah keputusan dikeluarkan. karena hal ini merupakan masalah ijtihad dimana perbedaan diputuskan oleh pemerintah.
Kesepuluh, menyerukan kepada pemerintahan Islam untuk memperhatikan metode rukyat dan menentukan lembaga ru'yat dalam hal ini konferensi memuji upaya sebagian negara Islam dalam rukyat dan menciptakan tempat dua astronomi, terutama upaya Saudi dengan mendirikan King Abdul Aziz City for Sience and Teknologi.
Kesebelas, konferensi merekomendasikan agar Liga Muslim sedunia membentuk lembaga ilmiah terdiri dari para ulama syariah dan ulama astronomi yang ahli dalam riset dan kajian kedua bidang tersebut. Lembaga tersebut diharapkan berpusat di Mekkah dan akan menyatukan tanggal dimulainya kalender hijriyah yang menjadi acuan umat Islam seluruh dunia.
Konferensi
astronomi Islam terbesar digelar di Makkah, mengikut sertakan para ulama ahli astronomi dari negara-negara Islam ini
bertemu, menyerukan pembentukan Komite Ulama Astronomi Dunia. Komite
ini nantinya memiliki kewenangan untuk menyatukan awal bulan bulan pada
negara-negara Muslim.
Komite ini akan berbasis di Liga Dunia Muslim (MWL) di Makkah, akan mempelajari semua pekerjaan penelitian sejauh ini. Konferensi ini, diselenggarakan oleh Akademi Fikih Islam berbagai mazhab, afiliasi dari MWL. Konferensi menekankan pentingnya menyatukan persamaan bulan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzul Hijjah.
Ulama dan Ilmuwan Inggris ikut ambil bagian dalam menyampaikan jurispruden ilmu astronomi. Mufti Agung Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz Al-Asheikh menekankan pentingnya penentuan awal bulan Hijriah berdasarkan penampakan bulan.
"Islam telah menentukan bahwa awal dan akhir dari puasa tergantung pada penampakan bulan sabit dan tidak ada perbedaan pendapat tentang ini," katanya yang dilansir arabnews, Rabu (15/2).
Namun, konferensi ulama Astronomi ini tidak berkeberatan untuk memanfaatkan sarana teknologi modern untuk melihat bulan. Ini untuk membantu apabila polusi udara dan kondisi langit telah menyulitkan untuk melihat bulan dengan mata telanjang. Selain itu, komite akan mempertimbangkan Makkah sebagai pusat untuk observasi astronomi dan mengeluarkan kalender Hijriah bersatu bagi umat Islam sedunia.
Para peserta konferensi mengatakan keterangan saksi tidak dapat diterima jika tidak mungkin untuk melihat bulan atas dasar fakta-fakta ilmiah kategoris. Mereka juga sepakat bahwa minoritas Muslim yang tinggal di suatu negara harus mulai atau berhenti puasa selama Ramadhan jika bulan itu terlihat di mana saja di negara ini.
"Jika minoritas Muslim di negara non-Muslim tidak bisa melihat bulan baru untuk alasan apapun mereka harus mengikuti negara muslim terdekat atau kelompok minoritas Muslim," dalam rilis konferensi yang dilansir arabnews.
Konferensi ini mendesak para astronom Muslim untuk memberikan informasi yang benar berkaitan dengan penampakan bulan kepada instansi yang berwenang di suatu negara. Hal ini juga mendesak masyarakat untuk tidak meragukan penampakan bulan setelah disetujui oleh otoritas pemerintah setempat.(Rep/Ant)
Rekomendasi dari konferensi tersebut amat penting karena terkait dengan penentuan penetapan bulan Qomariah. Tentu pula melibatkan para ulama syariah, ulama ahli hisab dan falak.
Seperti diberitakan sebelumnya Lembaga Fikih Islam (Islamic Fiqh Academy) di bawah Liga Muslim Sedunia, pada Ahad 13 Februri 2012, bertempat di kantor lembaga muslim sedunia mengadakan konferensi penentuan bulan Qomariah.
Konferensi keempat tersebut dipimpin oleh Mufti Umum Arab Saudi Selaku Ketua Lembaga Ulama Besar dan riset ilmiah serta fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Al- Syeikh dan dihadiri oleh Sekjen Liga Muslim Sedunia Dr. Abdullah bin Abdul muhsin Al-Turki dan Sekjen Lembaga Fikih Islam Sholeh bin Zein Al-Marzuki AL-Bagmi.
Dalam konferensi tersebut dibahas enam makalah terkait: sejauhmana pengitungan dengan hisab astronomi dalam hal negatif dan dalam hal positif.
Sidang itu juga diikuti oleh menteri wakaf dan urusan agama Jordan Dr. Abdussalam Al-Abbadi, anggota dewan ulama Saudi Syeikh Abdullah bin Sulaiman al-Muni`, mantan mufti Republik Arab Mesir Dr. Naser Farid Muhammad Washel, anggota komisi ilmiah konferensi Syeikh Abdul Aziz bin Sholeh al-Humeid, anggota lembaga riset Islam di Azhar Dr Muhammad bin Ahmad al-Sholeh serta anggota lembaga pengajaran Universitas Imam Muhammad bin Suud Dr. Muhammad bin Turki al-Khastlan.
Para peserta menjelaskan bahwa perbedaan negara-negara Islam dalam penentuan bulan Qomariyah bukan hal yang baru, hal ini merupakan perbedaan yang terjadi sejak lama seiring dengan meluasnya Islam ke barat dan ke timur ke selatan dan utara, namun perbedaan ini baru terasa pada zaman ini setelah berkembangnya teknologi dan informasi.
Dunia seakan akan dalam satu kampung. Perbedaan yang paling utama adalah dalam penentuan bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah dimana terjadi perbedaan penentuan tanggal antara negara Arab dan Islam dan ada kemungkinan disatukan antara mereka sesuai dengan ru`yat syar`iyah dan ilmiah yang patuh pada dalil qoth`i dan dhanni Al-Quran dan sunnah serta ijtihad para ahli fikih.
Setelah itu diabahas tiga masalah pokok, pertama : teks-teks syariat terkait ru`yat bulan Qomariyah. Kedua: mazhab para ahli fikih dan para mujtahid dalam metode ru`yat syar'iyah dalam penentuan penanggalan hijriyah terpadu dan bulan Qomariyah. Ketiga: mengutamakan dan memilih hal yang harus diikuti dan diterapkan secara praktek di antara umat Islam dewasa ini.
Menurut Abdullah M Umar, dari kantor Konsulat Jenderal RI di Jeddah, Kamis, pada konferensi yang berlangsung selam tiga hari tersebut dihasilkan resolusi sebagai berikut: Pertama, bahwa asli penentuan masuk dan keluarnya bulan Qomariyah adalah ru`yat, apakah dilakukan dengan mnggunakan mata saja atau dengan bantuan alat astronomi, dan jika tidak terlihat hilal maka disempurnakan 30 hari. Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhori.
Hadis-hadis tersebut tentu saja merupakan dalil bahwa ru'yat merupakan asli penentuan masuk dan keluarnya bulan Qomariyah
Kedua, bahwa melihat hilal merupakan wajib kifayah, tidak sah hal yang wajib kecuali dengan hal ini. Hal ini diperkuat oleh tindakan dan keputusan Rasulullah.
Ketiga, saksi harus memenuhi beberapa kriteria yang ditetapkan agar persaksiannya diterima dan ditolak jika tidak terpenuhi, istbat dapat diterima sesuai dengan cara pandang melihat hilal, dll dan kesaksiannya tidak diragukan.
Keempat, pehitungan astronomi atau hisab falak merupakan ilmu yang ada untuk menunjang ru`yat yang memiliki landasan dan kaidah tertentu, hasilnya patut menjadi pertimbangan, diantaranya untuk mengetahui waktu yang berdekatan, mengetahui terbenamnya bulan sebelum terbenamnya atau terbitnya matahari. Ketinggian bulan di ufuk dalam suatu malam yang didahului oleh kedekatannya sedikit atau banyak.
Untuk itu hendaknya kesaksian melihat hilal diterima jika rukyat dianggap tidak mustahil dari segi ilmu yang diterima secara qathi` sesuai yang dikeluarkan oleh lembaga astronomi yang resmi. Hal tersebut dalam keadaan tidak terjadinya iqtiron (kedekatan) atau dalam keadaan tenggelamnya bulan sebelum hilangnya matahari.
Kelima, ru'yat hilal bagi muslim minoritas di sebuah negara kawasan atau regional disesuaikan dengan muslim lainnya sebagai praktek dari penyatuan puasa dan berbukanya.
Keenam, terkait dengan negara dimana terdapat muslim minoritas, yang tidak mungkin melihat hilal karena berbagai sebab, maka harus mengikuti negara Islam terdekat atau negara terdekat yang ada umat Islamnya. Keluarnya keputusan hilal di negara tersbut melalui perwakilan islamic center atau lembaga lain.
Ketujuh, penentuan awal bulan Qomariyah terkait dengan ibadah merupakan masalah syariah yang menjadi tanggungjawab para ulama syariah melalui lembaga yang resmi, adapun tanggungjawab para ahli astronomi dan lembaga astronomi dalam memberikan perhitungan atronomi yang mendetail terkait kelahiran bulan dan posisi hilal, memperkirakan keadaan rukyat di tiap tempat dan hal lain yang merupakan informasi yang dapat membantu lembaga syariat dalam mengeluarkan keputusan yang detail dan benar.
Kedelapan, syariat tidak melarang penggunaan metodelogi ilmu moderen seperti, perhitungan astronomi, alat pengintai dll dalam kemaslahatan dan pergaulan manusia. islam tidak bertentangan dengan ilmu dan realitanya.
Kesembilan, jika masuknya bulan terbukti oleh lembaga syariat dan dilegalisasi oleh pemerintah di sebuah negara islam maka tidak boleh diragukan setelah keputusan dikeluarkan. karena hal ini merupakan masalah ijtihad dimana perbedaan diputuskan oleh pemerintah.
Kesepuluh, menyerukan kepada pemerintahan Islam untuk memperhatikan metode rukyat dan menentukan lembaga ru'yat dalam hal ini konferensi memuji upaya sebagian negara Islam dalam rukyat dan menciptakan tempat dua astronomi, terutama upaya Saudi dengan mendirikan King Abdul Aziz City for Sience and Teknologi.
Kesebelas, konferensi merekomendasikan agar Liga Muslim sedunia membentuk lembaga ilmiah terdiri dari para ulama syariah dan ulama astronomi yang ahli dalam riset dan kajian kedua bidang tersebut. Lembaga tersebut diharapkan berpusat di Mekkah dan akan menyatukan tanggal dimulainya kalender hijriyah yang menjadi acuan umat Islam seluruh dunia.
Komite ini akan berbasis di Liga Dunia Muslim (MWL) di Makkah, akan mempelajari semua pekerjaan penelitian sejauh ini. Konferensi ini, diselenggarakan oleh Akademi Fikih Islam berbagai mazhab, afiliasi dari MWL. Konferensi menekankan pentingnya menyatukan persamaan bulan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzul Hijjah.
Ulama dan Ilmuwan Inggris ikut ambil bagian dalam menyampaikan jurispruden ilmu astronomi. Mufti Agung Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz Al-Asheikh menekankan pentingnya penentuan awal bulan Hijriah berdasarkan penampakan bulan.
"Islam telah menentukan bahwa awal dan akhir dari puasa tergantung pada penampakan bulan sabit dan tidak ada perbedaan pendapat tentang ini," katanya yang dilansir arabnews, Rabu (15/2).
Namun, konferensi ulama Astronomi ini tidak berkeberatan untuk memanfaatkan sarana teknologi modern untuk melihat bulan. Ini untuk membantu apabila polusi udara dan kondisi langit telah menyulitkan untuk melihat bulan dengan mata telanjang. Selain itu, komite akan mempertimbangkan Makkah sebagai pusat untuk observasi astronomi dan mengeluarkan kalender Hijriah bersatu bagi umat Islam sedunia.
Para peserta konferensi mengatakan keterangan saksi tidak dapat diterima jika tidak mungkin untuk melihat bulan atas dasar fakta-fakta ilmiah kategoris. Mereka juga sepakat bahwa minoritas Muslim yang tinggal di suatu negara harus mulai atau berhenti puasa selama Ramadhan jika bulan itu terlihat di mana saja di negara ini.
"Jika minoritas Muslim di negara non-Muslim tidak bisa melihat bulan baru untuk alasan apapun mereka harus mengikuti negara muslim terdekat atau kelompok minoritas Muslim," dalam rilis konferensi yang dilansir arabnews.
Konferensi ini mendesak para astronom Muslim untuk memberikan informasi yang benar berkaitan dengan penampakan bulan kepada instansi yang berwenang di suatu negara. Hal ini juga mendesak masyarakat untuk tidak meragukan penampakan bulan setelah disetujui oleh otoritas pemerintah setempat.(Rep/Ant)
No comments:
Post a Comment