ilustrasi |
Satu hal yang saya ingat,
kebanyakan masyarakat selalu meneriakkan bahwa pemerintah bersalah atas
kekerasan yang menimpa sejumlah Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang bekerja
di luar negeri. Atau kita mungkin lebih familiar dengan Tenaka Kerja
Indonesia (TKI) dibanding PRT.
Berbeda dengan para TKI,
satu yang mereka ingat, bahwa mereka adalah pejuang devisa yang
menyumbangkan pundi-pundi rupiah yang tidak sedikit kepada negara, namun
tidak banyak kepada keluarganya.
Bercerita masalah pejuang
devisa, bagi saya banyak hal yang menarik untuk dilihat dari sisi-sisi
lain. Pada halaman ini, saya berpikir cukup perlu untuk menuliskan
sebuah kisah dari Arab Saudi yang akan sangat sayang jika tidak saya
tularkan.
Pada hari Sabtu (11/2), bersama
rekan-rekan LSM dari berbagai daerah Indonesia, saya mengikuti Workshop
yang diadakan Human Rights Working Group (HRWG) di Jogja. Workshop
tersebut membahas dua isu penting tentang Advokasi Hak Azazi Manusia
Asean dan Organisasi Kerjasama Islam yang skopnya adalah 57 negara,
salah satunya adalah Arab Saudi.
Sampai pada satu jeda, perbincangan mengarah pada cerita seorang buruh migran/TKI yang bekerja di Arab saudi.
”Ketika penerbangan Arab
Saudi-Indonesia, sebagai orang yang dianggap penting, Alhamdulillah saya
dibelikan tiket pesawat super eksekutif oleh lembaga terkait di Arab
Saudi. Bangku saya bernomor 1A. Dari nomornya saja, bangku ini sudah
terlihat melambangkan prestise dan harganya. Jika dirupiahkan, kira-kira
harga satu bangku tersebut mencapai angka 20jutaan.
Bangku disebelah saya bernomor 1B.
Nomor bangku yang tidak kalah fantastisnya dengan nomor bangku saya.
Tapi siapa yang menyangka, bangku senilai 20jutaan itu diisi oleh
seorang TKI. Sebut saja namanya Ayu, yang juga hendak terbang ke
Indonesia.
Aneh saja, bagi seorang TKI yang
mau membeli tiket penerbangan dengan harga yang fantastis. Sebagai TKI,
tentu saja seharusnya ia bisa memilih penerbangan lain yang secara
ekonomis jauh lebih murah.
Lambat laun, Ayu mulai bercerita
bahwa tiket penerbangannya sekarang secara keseluruhan dibiayai oleh
majikannya di Arab Saudi. Ayu mengaku bahwa dirinya tidak betah bekerja
sebagai TKI dan ingin meminta pulang. Dengan alasan sering sakit, jarang
mendapat perhatian, dan ”tidak boleh mandi”, Ayu yang baru bekerja
selama 3 bulan, memberanikan dirinya meminta pulang ke kampung halaman.
Kepulangan Ayu dengan berbagai
alasan tersebut, membuat saya berpikir apakah ayu mendapatkan kekerasan
selama bekerja. Usut punya usut, rupanya kepulangan Ayu adalah
permasalahan sepele yang tidak ada hubungannya dengan faktor kekerasan
atau kesalahan majikan.
Saya masih ingat, memang beberapa
bulan terakhir ini, cuaca Arab Saudi memasuki musim dingin yang sudah
dibawah batas normal. Untuk menghindari datangnya penyakit dan hal-hal
yang tidak diharapkan, majikan Ayu lantas melarang Ayu untuk tidak mandi
selama musim dingin.Ayu yang tidak mengenali medan dan keterbatasan
pengetahuan, tidak mengindahkan saran majikannya. Ayu tetap bersikeras
untuk selalu mandi layaknya di Indonesia. Akhirnya Ayu jatuh sakit.
Namun tetap saja Ayu ingin tetap mandi. Sebagai solusinya, Ayu disuruh
majikannya untuk mandi dengan air hangat. Namun Ayu berdalih tidak biasa
mandi dengan air hangat. Bagi Ayu mandi dengan air dingin lebih sehat
seperti saat masih di kampung.
Karena merasa sudah tidak betah,
Ayu akhirnya meminta pulang majikannya pada hari itu juga. Ayu mendesak.
Ayu bersikeras meminta pulang kepada majikannya. Singkat cerita, si
majikan pun memulangkan Ayu pada hari itu juga dengan kesepakatan, bahwa
Ayu akan dipulangkan hari itu juga. Namun Ayu tidak akan menerima
sepeserpun dari gajinya, karena gaji Ayu akan digunakan si majikan untuk
membeli tiket pulang ke Indonesia. Dan saat membeli tiket, tiket hari
itu yang tersisa hanya untuk bangku bernomor 1B. Tanpa pikir panjang
lagi, si majikan membelinya dan memulangkan Ayu. Ayu senang, karena
majikannya membolehkannya untuk pulang. Dan hal lain yang membuat Ayu
lebih senang adalah, di kampung Ayu akan bisa mandi setiap hari, dan
tentu tidak seperti di tempat kerjanya dulu, Arab Saudi.”
Dari cerita yang saya sajikan di atas, apa yang terpikir di pikiran anda?
Kalau ada menjawab itu adalah
masalah kurangnya kualitas pendidikan dan persiapan sebagai TKI, maka
saya akan sepakat dengan apa yang anda pikirkan.
http://www.kompasiana.com/fadhlibull.blogspot.com
No comments:
Post a Comment