40 Hadits
TENTANG KEUTAMAAN
MAKKAH
Disusun oleh :
Doktor Tholal bin Muhammad Abun Nur
Dosen di Universitas Ummul Qura
Alih Bahasa : Abu Hasan Arif
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat
serta salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, dan juga kepada
keluarga, serta seluruh para sahabat beliau.
Sungguh hikmah Allah menetapkan bahwa umat manusia
berbeda-beda satu sama lainnya dalam keutamaan, dan jenis-jenisnya.
Demikian pula waktu dan tempat memiliki perbedaan dalam keutamaannya.
Dan Allah telah menetapkan sunnah-sunnah dan hukum-hukumnya atas yang
demikian itu.
Diantara tempat/negeri yang memiliki keutamaan dan
keagungan adalah : Ummul Qura “Makkah al-Mukarramah”, di tempat ini
terdapat Ka’bah, rumah yang dibangun untuk ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala, Ka’bah
adalah kiblat kaum muslimin baik yang masih hidup maupun yang telah
tiada. Sesungguhnya negeri Makkah adalah tempat turunnya wahyu Allah,
dan risalah (agama Islam), tidak ada seoranpun dari kalangan muslimin
yang mengingkari keutamaan negeri Makkah.
Ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu alaihiwasallam menyebutkan berbagai keistimewaan dan keutamaan negeri Makkah.
Bersamaan dengan proyek/usaha dalam mengagungkan negeri Makkah yang dicanangkan oleh “Jamiyyah Marakizil Ahya” di Makkah al-Mukarramah, dikumpulkanlah 40 hadits-hadits Nabi shallahu alaihiwasallam berkaitan
dengan keutamaan negeri Makkah yang diberkahi ini, serta hadits-hadits
yang menjelaskan hukum-hukum khusus negeri ini sebagai upaya
mengagungkan negeri Makkah, dan juga sebagai pendorong kuat bagi
orang-orang shalih dari individu-individu umat Islam khususnya penduduk
Makkah untuk menjaga kesucian negeri yang diberkahi ini, serta sebagai
peringatan terhadap mereka yang tidak memperhatikan keharaman dan
keamanan negeri Makkah.
Saya memohon kepada Allah agar menjadikan karya ini
bermanfaat bagiku di akhirat saat aku bertemu dengan Allah, dan semoga
Allah mengumpulkanku bersama Nabi Muhammad shallallahu alaihiwasallam.
Penulis :
Doktor Tholal bin Muhammad Abun Nur
Pembimbing dalam proyek pengagungan negeri Makkah
Di “Jamiyyah Marakizil Ahya” di Makkah al-Mukarramah
Hadits ke 1 :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قُلْتُ :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي اْلأَرْضِ أَوَّلَ ؟ قَالَ
: (الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ ). قَالَ : قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : (
الْمَسْجِدُ الأَقْصَى ). قُلْتُ : كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا ؟ قَالَ : (
أَرْبَعُونَ سَنَةً، ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلاَةُ بَعْدُ
فَصَلِّهْ، فَإِنَّ الْفَضْلَ فِيهِ ).
أخرجه البخاري
Dari Abu Dzar radhiyallahuanhu, berkata : saya
bertanya : “Wahai Rasulullah masjid mana yang pertama kali dibangun ?”
Beliau menjawab : “Masjidil Haram”. Saya bertanya lagi : “Lalu setelah
itu ?” Beliau menjawab : “Masjidil Aqsa”. Saya tanyakan lagi : “Berapa
lama antara keduanya ?” Beliaupun menjawab : “Empat puluh tahun, dan
dimana saja kalian mendapati waktu shalat, shalatlah ditempat itu,
karena ada keutamaannya dalam menunaikan shalat (jika telah tiba
waktunya)[1]“.[2]
Hadits ke 2 :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِوَادِي
الأَزْرَقِ ، فَقَالَ : ( أَيُّ وَادٍ هَذَا؟). فَقَالُوا : وَادِي
الأَزْرَقِ.
قَالَ : ( كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ
السَّلاَمُ هاَبِطًا مِنَ الثَّنِيَّةِ وَ لَهُ جُؤَارٌ إِلَى اللَّهِ
بِالتَّلْبِيَةِ).
ثُمَّ أَتَى عَلَى ثَنِيَّةِ هَرْشَى، فَقَالَ : ( أَيُّ ثَنِيَّةٍ هَذِهِ ؟ ) قَالُوا : ثَنِيَّةُ هَرْشَى.
قَالَ : ( كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى يُونُسَ بْنِ مَتَّى
عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَلَى نَاقَةٍ حَمْرَاءَ جَعْدَةٍ، عَلَيْهِ جُبَّةُ
صُوفٍ، خِطَامُ نَاقَتِهِ خُلْبَةٌ وَهُوَ يُلَبِّي).
أخرجه مسلم
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui
lembah “al-Arzaq”, lalu beliau bertanya : “lembah apa ini?”. Para
sahabat menjawab : lembah “al-Arzaq”. Beliau bersabda : “Seolah-olah
aku melihat Musa alaihissalam turun dari tempat yang tinggi, ia mempunyai suara keras mengucapkan talbiyah kepada Allah. Lalu beliau melalui tsaniyyatul harsya.[3]
Kemudian beliau r bertanya : “Lembah apa ini?” Tsaniyyatu Harsya, jawab
para sahabat. Kemudian beliau bersabda : “Seolah-olah aku melihat Yunus
bin Matta alaihissalam duduk diatas unta kekar, mengenakan
jubah yang terbuat dari wol, tali kendali untanya terbuat dari serabut,
dan ia sedang mengucapkan kalimat talbiyah.[4]
Hadits ke 3 :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ
إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ ؛ مَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ الأَقْصَى.
أخرجه البخاري ومسلم
Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam : “Tidak ada keutamaan[5]
bepergian (kesuatu masjid) kecuali bepergian mengunjungi tiga masjid,
(yaitu) masjidku ini (masjid Nabawwi di Madinah), Majidil Haram
(Makkah), dan Masjidil Aqsha (Palestina).” [6]
Hadits ke 4 :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
قاَلَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ،
إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلاَةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ.
أخرجه أحمد وابن ماجه وصححه الألباني
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu , ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Shalat di masjidku ini lebih utama[7] seribu shalat dari shalat di masjid selainnya[8], kecuali masjidil haram, dan shalat di masjidil haram lebih utama seratus ribu kali dari shalat di masjid selainnya.”[9]
Hadits ke 5 :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَّةَ : مَا
أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ وَلَوْلاَ أَنَّ قَوْمِي
أَخْرَجُونِي مِنْكِ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ.
أخرجه الترمذي وحسنه، وابن حبان في صحيحه، والحاكم في المستدرك وصححه
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
kepada negeri Makkah : “Alangkah baiknya engkau dari negeri yang ada,
dan engkau adalah negeri yang paling aku cintai, kalau bukan lantaran
kaumku mengusirku darimu, aku tidak akan tinggal di negeri selainmu[10].”[11]
Hadits ke 6 :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَدِّيِّ بْنِ حَمْرَاءَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، قَالَ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَاقِفًا عَلَى الْحَزْوَرَةِ، فَقَالَ : وَاللَّهِ إِنَّكِ
لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ، وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَى اللَّهِ،
وَلَوْلاَ أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ.
أخرجه الترمذي وصححه، والنسائي في الكبرى، وابن ماجه، والحاكم في المستدرك وصححه
Dari Abdullah bin Adi bin Hamra radhiyallahuanhu , ia berkata : saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdiri di Hazwarah
(salah satu daerah di Makkah), lalu beliau bersabda : demi Allah,
sesungguhnya engkau sebaik-baik bumi Allah, dan negeri Allah yang paling
dicintai Allah, kalau bukan lantaran aku dikeluarkan darimu[12], niscaya aku tidak keluar.”[13]
Hadits ke 7 :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( أَبْغَضُ النَّاسِ
إِلَى اللَّهِ ثَلاَثَةٌ ؛ مُلْحِدٌ فِي الْحَرَمِ، وَمُبْتَغٍ فِي
الإسْلامِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ، وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ
حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ.
أخرجه البخاري
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Manusia yang paling dibenci Allah ada tiga ; seorang yang melakukan kemaksiatan/dosa-dosa besar[14]
yang tinggal di Makkah, seorang yang menginginkan ajaran jahiliyah
dalam agama Islam, dan seorang yang sangat berkeinginan membunuh (orang
lain) tanpa dasar yang benar (dari agama) agar dapat menumpahkan
darahnya.”[15]
Hadits ke 8 :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ افْتَتَحَ
مَكَّةَ : لاَ هِجْرَةَ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا
اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا، فَإِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، وَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ
لأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلاَّ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، فَهُوَ
حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لاَ يُعْضَدُ
شَوْكُهُ، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلاَ يُلْتَقَطُ لُقَطَتُهُ، إِلاَّ
مَنْ عَرَّفَهَا، وَلاَ يُخْتَلَى خَلاَهَا). قَالَ الْعَبَّاسُ : يَا
رَسُولَ اللَّهِ، إِلاَّ الإِذْخِرَ، فَإِنَّهُ لِقَيْنِهِمْ
وَلِبُيُوتِهِمْ. قَالَ : ( إِلاَّ الإِذْخِرَ ).
أخرجه البخاري ومسلم
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma ia berkata : Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda di hari penaklukkan kota Makkah : “Tidak ada hijrah lagi[16], akan tetapi yang ada adalah jihad dan niat[17],
jika kalian diperintah (ulil amri) pergi berjihad maka berangkatlah,
sesungguhnya negeri ini Allah telah mengharamkannya pada hari Dia
menciptakan langit dan bumi, maka sejak itu haram dengan keharaman Allah
hingga hari kiamat, sesungguhnya tidak diperbolehkan berperang di
dalamnya kepada seorangpun sebelumku, dan juga tidak dihalalkan bagiku
kecuali sesaat di siang hari[18],
maka sejak itu (negeri Makkah) haram dengan keharaman Allah hingga hari
kiamat, duri-durinya tidak boleh dipatahkan, binatang buruannya tidak
boleh di usir (diganggu), barang yang jatuh di Makkah tidak boleh
diambil, kecuali untuk mencari (pemiliknya)[19], tumbuh-tumbuhannya tidak boleh ditebang”.
Ibnu Abbas bertanya : Wahai Rasulullah, kecuali tumbuhan al-idhir
(sejenis tumbuhan-tumbuhan yang harum baunya)? Sesungguhnya tumbuhan
itu digunakan oleh tukang besi atau tukang emas/perak mereka, dan
digunakan untuk rumah-rumah mereka?
Beliau bersabda : “Kecuali al-idhir”.[20]
Hadits ke 9 :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
قاَلَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ : لاَ يَحِلُّ لأَحَدِكُمْ أَنْ يَحْمِلَ بِمَكَّةَ السِّلاَحَ.
أخرجه مسلم
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu, ia berkata : saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Tidak diperbolehkan bagi kalian membawa senjata[21] di Makkah”.[22]
Hadits ke 10 :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَيْسَ مِنْ بَلَدٍ
إِلاَّ سَيَطَؤُهُ الدَّجَّالُ إِلاَّ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةَ، لَيْسَ
لَهُ مِنْ نِقَابِهَا نَقْبٌ إِلاَّ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ صَافِّيْنَ
يَحْرُسُونَهَا، ثُمَّ تَرْجُفُ الْمَدِينَةُ بِأَهْلِهَا ثَلاَثَ
رَجَفَاتٍ، فَيُخْرِجُ اللَّهُ كُلَّ كَافِرٍ وَمُنَافِقٍ.
أخرجه البخاري ومسلم
Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu, dari Nabi shallallahu alaihiwasallam,
beliau bersabda : “Tidak ada satu negeripun melainkan akan di singgahi
oleh Dajjal kecuali Makkah dan Madinah, tidak ada satupun pintu masuknya[23]
melainkan ada Malaikat yang berbaris menjaganya, lalu terjadilah gempa
di Madinah tiga kali menggoncangkan penduduknya, kemudian Allah
mengeluarkan setiap orang yang kafir dan munafik (darinya)”.[24]
Hadits ke 11 :
عَنِ الْحَارِثِ بْنِ مَالِكِ بْنِ الْبَرْصَاءِ، قَالَ :
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فَتْحِ
مَكَّةَ يَقُولُ : لاَ تُغْزَى هَذِهِ بَعْدَ الْيَوْمِ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ.
أخرجه الترمذي والإمام أحمد ، وصححه الألباني
Dari al-Harits bin Malik bin al-Barsha-i, ia berkata : saya mendengar Rasulullah shallahualaihiwasallam pada hari penaklukkan kota Makkah bersabda : “Negeri Makkah ini tidak akan diserang sesudah hari ini[25] hingga hari kiamat”.[26]
Hadits ke 12 :
عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ وَمَرْوَانَ، قَالاَ :
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَمَنَ
الْحُدَيْبِيَةِ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِبَعْضِ الطَّرِيقِ، قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ خَالِدَ بْنَ
الْوَلِيدِ بِالْغَمِيمِ فِي خَيْلٍ لِقُرَيْشٍ طَلِيعَةٌ فَخُذُوا ذَاتَ
الْيَمِينِ ).
فَوَاللَّهِ مَا شَعَرَ بِهِمْ خَالِدٌ ؛ حَتَّى إِذَا هُمْ
بِقَتَرَةِ الْجَيْشِ، فَانْطَلَقَ يَرْكُضُ نَذِيرًا لِقُرَيْشٍ، وَسَارَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا كَانَ
بِالثَّنِيَّةِ الَّتِي يُهْبَطُ عَلَيْهِمْ مِنْهَا بَرَكَتْ بِهِ
رَاحِلَتُه.
فَقَالَ النَّاسُ : حَلْ حَلْ. فَأَلَحَّتْ، فَقَالُوا :
خَلأَتِ الْقَصْوَاءُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَا خَلأَتِ الْقَصْوَاءُ وَمَا ذَاكَ لَهَا بِخُلُقٍ،
وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ الْفِيلِ.
ثُمَّ قَالَ : ( وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَسْأَلُونِي
خُطَّةً يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرُمَاتِ اللَّهِ إِلاَّ أَعْطَيْتُهُمْ
إِيَّاهَا). ثُمَّ زَجَرَهَا فَوَثَبَتْ…الحديث.
أخرجه البخاري
Dari al-Miswari bin Makhramah dan Marwan, keduanya berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluar di saat perjanjian al-Hudaibiyyah[27] hingga tatkala kaum muslimin sampai di sebuah jalan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Khalid bin Walid berada di al-Ghamim[28] bersama pasukan pengintainya, maka ambillah jalan ke kanan.”
Demi Allah, Khalid bin Walid tidak mengetahui posisi kaum
muslimin, hingga ia dikejutkan dengan debu-debu hitam pasukan kaum
muslimin, ia pun lari kembali (ke Makkah) memperingatkan kaum Quraisy,
dan Nabi shallallahu alaihi wasallam meneruskan perjalanan hingga beliau tiba di ats-Tsaniyyah[29]
tempat beliau turun, kendaraan beliau menderum/berhenti. Lalu para
sahabat mengucapkan ucapan supaya kendaraan beliau berjalan : Qal, Qal[30], namun unta itu tetap berhenti. Kemudian mereka berujar : al-Qaswa [31] tidak mau melanjutkan perjalanan. Lalu Nabi shallallahu alaihiwasallam
bersabda : “Bukannya tidak mau melanjutkan perjalanan, bukan kebiasaan
unta ini (tidak mau berjalan), akan tetapi Allah menahannya memasuki
kota Makkah, sebagaimana tentara bergajah tertahan memasuki kota Makkah[32]“.
Kemudian beliau shallallahu alaihiwasallam melanjutkan ucapannya : “Demi Allah, yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah Quraisy meminta kepadaku agar aku mengagungkan hurumatillah[33] pasti akan aku penuhi”. Lalu beliau menghardik unta itu dan berdirilah binatang itu.[34]
Hadits ke 13 :
عَنْ عَيَّاشِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ، قَالَ : سمعت
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول : لاَ تَزَالُ
هَذِهِ الأُمَّةُ بِخَيْرٍ مَا عَظَّمُوا هَذِهِ الْحُرْمَةَ حَقَّ
تَعْظِيمِهَا، فَإِذَا تَرَكُوْهَا وَضَيَّعُوْهَا هَلَكُوا.
أخرجه الإمام أحمد وابن ماجه، وحسنه الحافظ ابن حجر
Dari Ayyas bin Abi Rabi’ah, ia berkata : saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Senantiasa umat ini akan baik selama mereka mengagungkan sebenar-benar pengagungan terhadap keharaman[35] (negeri Makkah ini), jika mereka meninggalkan (pengagungan) dan menyia-nyiakannya pasti mereka binasa”.[36]
Hadits ke 14 :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ، أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا لأَهْلِهَا، وَإِنِّي حَرَّمْتُ
الْمَدِينَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيمُ مَكَّةَ، وَإِنِّي دَعَوْتُ فِي
صَاعِهَا وَمُدِّهَا بِمِثْلَيْ مَا دَعَا بِهِ إِبْرَاهِيمُ لأَهْلِ
مَكَّةَ. أخرجه مسلم
Dari Abdullah bin Zaid bin Ashim, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan kota Makkah[37]
dan mendoakan kebaikan penduduknya, sedangkan aku mengharamkan kota
Madinah sebagaimana Ibrahim mengharamkan kota Makkah, dan aku mendoakan
kebaikan pada timbangan/takarannya seperti doa kebaikan Ibrahim bagi
penduduk Makkah”.[38]
Hadits ke 15 :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ،
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اِسْتَمْتَعُوْا بِهَذَا الْبَيْتَ فَقَدْ هُدِمَ مَرَّتَيْنِ، وَيُرْفَعُ
فِي الثَّالِثَةِ).
أخرجه البزار وابن خزيمة وابن حبان، وصححه الألباني
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhuma, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Nikmatilah[39] rumah Allah ini (Ka’bah), sungguh Ka’bah ini pernah dihancurkan dua kali[40], dan pada kali ketiganya di angkat[41]“.[42]
Hadits ke 16 :
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الأَنْصَارِيِّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا
أَتَى أَحَدُكُمُ الْغَائِطَ فَلاَ يَسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَلاَ
يُوَلِّهَا ظَهْرَهُ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّّبُوا.
أخرجه البخاري ومسلم
Dari Abi Ayyub al-Anshari radhiyallahuanhu , ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
: “Jika kalian buang air di kamar mandi, janganlah menghadap ke-arah
kiblat, jangan pula membelakanginya, namun hendaklah kalian menghadap
ke-arah timur atau barat[43].”[44]
Hadits ke 17 :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لَمْ
يَسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ، وَلَمْ يَسْتَدْبِرْهَا فِي الْغَائِطِ ؛ كُتِبَ
لَهُ حَسَنَةٌ، وَمُحِيَ عَنْهُ سَيِّئَةٌ.
أخرجه الطبراني في الأوسط، وصححه الألباني
Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
: “Barangsiapa tidak menghadap ke-arah kiblat dan tidak pula
membelakanginya di waktu buang air, dituliskan baginya kebaikan, dan
kesalahannya dihapus”.[45]
Hadits ke 18 :
عن حذيفة بن اليمان، قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَفَلَ تُجَاهَ الْقِبْلَةِ جَاءَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ تَفْلُهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ.
أخرجه أبو داود وابن حبان، وصححه الألباني
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa meludah ke-arah Kiblat[46], maka pada hari kiamat ludahnya berada di antara kedua matanya.”[47]
Al-Imam Nawawi berpendapat larangan meludah ke-arah
kiblat itu adalah di setiap keadaan, baik ketika shalat maupun di luar
shalat, baik itu di masjid maupun di luarnya.
Hadits ke 19 :
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ : دَخَلْتُ مَعَ
رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيْتَ، فَجَلَسَ،
فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَكَبَّرَ وَهَلَّلَ، ثُمَّ ماَلَ
إِلَى مَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْبَيْتِ، فَوَضَعَ صَدْرَهُ عَلَيْهِ،
وَخَدَّهُ وَيَدَيْهِ، ثُمَّ خَرَجَ فَأَقْبَلَ عَلىَ الْقِبْلَةِ وَهُوَ
عَلَى الْبَابِ، فَقَالَ : هَذِهِ الْقِبْلَةُ، هَذِهِ الْقِبْلَةُ.
أخرجه النسائي وصححه الألباني
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata : “Saya pernah bersama Rasulullah shallahu alaihi wasallam memasuki
Ka’bah, lalu beliau duduk dan memuji serta menyanjung Allah, lalu
bertakbir dan bertahlil, kemudian beliau melangkah kedepan bagian Ka’bah
dan meletakkan dadanya, pipinya dan dua tangannya[48]
(pada Ka’bah), lalu beliau keluar dan menghadap ke-arah kiblat sedang
waktu itu beliau berada di pintu, lalu beliau bersabda : Ini adalah
kiblat, ini adalah kiblat.”[49]
Hadits ke 20 :
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، لاَ
تَمْنَعُوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ
شَاءَ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ.
أخرجه أبو داود والنسائي، والترمذي وابن ماجه، وصححه الألباني
Dari Jubair bin Muth’im bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Wahai Bani Abdi Manaf[50],
janganlah kalian melarang seoranpun yang akan thawaf (mengelilingi
tujuh kali) sekitar Ka’bah, dan seorang yang akan menunaikan shalat pada
waktu malam atau siang.”[51]
Hadits ke 21 :
عَنِ ابْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ : أَنَّ
ابْنَ عُمَرَ كَانَ يُزَاحِمُ عَلَى الرُّكْنَيْنِ، فَقُلْتُ : يَا أَبَا
عَبْدِ الرَّحْمَنِ، إِنَّكَ تُزَاحِمُ عَلَى الرُّكْنَيْنِ زِحَامًا مَا
رَأَيْتُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُزَاحِمُ عَلَيْهِ. فَقَالَ : إِنْ أَفْعَلْ، فَإِنِّي سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّ
مَسْحَهُمَا كَفَّارَةٌ لِلْخَطَايَا.
وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ : مَنْ طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ أُسْبُوعًا فَأَحْصَاهُ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ.
وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ : لاَ يَضَعُ قَدَمًا وَلاَ يَرْفَعُ
أُخْرَى، إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ عَنْهُ خَطِيئَةً، وَكُتِبَتْ لَهُ بِهَا
حَسَنَةٌ.
أخرجه الترمذي ، وصححه الألباني
Dari Ibnu Ubaid bin Umair dari ayahnya : Bahwasanya
Ibnu Umar berdesak-desakkan untuk mencapai dua rukun (Hajar Aswad dan
Rukun Yamani), lalu aku bertanya : “Wahai Abu Abdirrahman (Ibnu Umar),
engkau berdesak-desakkan saat penuh sesak agar dapat mencapai dua rukun,
satu sikap yang tidak pernah seorangpun dari kalangan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam melakukannya ? kemudian ia menjawab : “jika aku melakukan hal ini aku tidak akan sakit, karena aku mendengar Rasulullah shallahualaihiwasallam bersabda : “Sesungguhnya menyentuh keduanya akan menghapuskan dosa-dosa.”
Dan saya mendengar Nabi shallahualaihiwasallam bersabda
: “Barangsiapa thawaf di Ka’bah tujuh kali dan menyempurnakannya (tidak
lebih atau kurang), maka pahalanya adalah seperti membebaskan budak.”
Dan saya mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda
: “Tidakklah seseorang yang tawaf meletakkan salah satu kakinya, dan
melangkahkan yang lainnya melainkan Allah akan hapus kesalahannya
dengannya, dan dituliskan baginya kebaikan[52].”[53]
Hadits ke 22 :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الطَّوَافُ حَوْلَ
الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُونَ فِيهِ فَمَنْ
تَكَلَّمَ فِيهِ فَلاَ يَتَكَلَّمْ إِلاَّ خَيْرًا.
أخرجه الترمذي، وصححه الألباني
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda
: “Thawaf mengelilingi Ka’bah seperti shalat, hanya saja kalian (boleh)
berbicara dalam thawaf, barangsiapa berkata tatkala thawaf hendaknya
mengucapkan ucapan yang baik[54].”[55]
Hadits ke 23 :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ أَنَّ
رَجُلاً قَالَ : يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أي عبد الله بن عمر – مَا
أَرَاكَ تَسْتَلِمُ إِلاَّ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ، قَالَ : إِنِّي
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :
إِنَّ مَسْحَهُمَا يَحُطَّانِ الْخَطِيئَة. وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ : مَنْ
طَافَ سَبْعًا فَهُوَ كَعِدْلِ رَقَبَةٍ.
أخرجه النسائي، وصححه الألباني
Dari Abdullah bin Ubaid bin Umair bahwasanya seorang
lelaki berkata : “Wahai Abu Abdurrahman (yaitu Ibnu Umar) aku tidak
melihatmu menyentuh sesuatu kecuali dua rukun[56] ini”. Ibnu Umar menjawab : saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya mengusap keduanya akan menghapuskan dosa.”
Dan aku mendengar beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa thawaf tujuh kali mengelilingi Ka’bah akan mendapatkan pahala seperti pahala membebaskan budak[57].”[58]
Hadits ke 24 :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَزَلَ
الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ
اللَّبَنِ. فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ.
أخرجه الترمذي والنسائي وابن ماجه والإمام أحمد وصححه الألباني
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Hajar aswad turun dari surga, warnanya lebih putih dari warna susu , lalu dosa-dosa[59] manusia menjadikannya berwarna hitam.”[60]
Hadits ke 25 :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا قاَلَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيَأْتِيَنَّ
هَذَا الْحَجَرُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَهُ عَيْنَانِ يُبْصِرُ بِهِمَا،
وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ، يَشْهَدُ عَلَى مَنْ يَسْتَلِمُهُ بِحَقٍّ.
أخرجه ابن ماجه والإمام أحمد وصححه الألباني
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Akan datang hajar aswad pada hari kiamat mempunyai dua mata ia akan melihat dengannya[61], mempunyai lisan dengannya ia akan berbicara bersaksi terhadap orang-orang yang memegangnya dengan benar.”[62]
Hadits ke 26 :
عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَرَبِيٍّ قَالَ : سَأَلَ رَجُلٌ
ابْنَ عُمَرَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ اسْتِلاَمِ الْحَجَرِ فَقَالَ :
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُهُ
وَيُقَبِّلُهُ. قَالَ قُلْتُ : أَرَأَيْتَ إِنْ زُحِمْتُ، أَرَأَيْتَ إِنْ
غُلِبْتُ؟
قَالَ : اجْعَلْ ( أَرَأَيْتَ ) بِالْيَمَنِ، رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُهُ
وَيُقَبِّلُهُ.
أخرجه البخاري
Dari az-Zubair bin Arabi, ia berkata : seseorang bertanya kepada Ibnu Umar radhiyallahuanhuma tentang memegang hajar aswad, lalu ia menjawab : saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memegang
dan menciumnya. Az-zubair melanjutkan kisahnya, aku bertanya : Apa
pendapatmu jika aku berdesak-desakkan dan tidak mampu menyentuhnya ?
Ibnu Umar menjawab : Buanglah pendapatmu[63] di negeri Yaman[64]?[65] saya melihat Rasulullah shallallahu alaihiwasallam memegangnya dan menciumnya.”[66]
Hadits ke 27 :
عَنْ نَافِعٍ قَالَ : رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَسْتَلِمُ
الْحَجَرَ بِيَدِهِ، ثُمَّ قَبَّلَ يَدَهُ، وَقَالَ : مَا تَرَكْتُهُ
مُنْذُ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَفْعَلُهُ.
أخرجه مسلم
Dari Nafi’, ia berkata : Saya melihat Ibnu Umar memegang hajar aswad dengan tangannya, lalu mencium tangannya[67], lalu berujar : Aku tidak meninggalkan amalan ini sejak aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukannya.”[68]
Hadits ke 28 :
عَنْ سُوَيْدِ بْنِ غَفَلَةَ، قَالَ : رَأَيْتُ عُمَرَ
قَبَّلَ الْحَجَرَ وَالْتَزَمَهُ، وَقَالَ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَ حَفِيًّا.
أخرجه مسلم وأبو داود وابن ماجه
Dari Suwaid bin Ghafalah, ia berkata : saya melihat
Umar mencium hajar aswad dan ia senantiasa melakukannya, dan berujar :
saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menekuni[69] hal ini[70]“[71]
Hadits ke 29 :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا، قاَلَتْ : كُنْتُ
أُحِبُّ أَنْ أَدْخُلَ الْبَيْتَ فَأُصَلِّيَ فِيهِ، فَأَخَذَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي فَأَدْخَلَنِي
الْحِجْر، وَقَالَ : صَلِّي فِي الْحِجْرِ إِذَا أَرَدْتِ دُخُولَ
الْبَيْتِ، فَإِنَّمَا هُوَ قَطْعَةٌ مِنَ الْبَيْتِ، فَإِنَّ قَوْمَكِ
اقْتَصَرُوا حِينَ بَنَوُا الْكَعْبَةَ، فَأَخْرَجُوهُ مِنَ الْبَيْتِ.
أخرجه أبو داود والترمذي، وقال : حسن صحيح
Dari Aisyah radhiyallahuanha, ia berkata : dahulu aku suka masuk ke-Ka’bah dan shalat di dalamnya, kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam memegang
tanganku dan membawaku ke-Hijir , dan berujar : Shalatlah di Hijir jika
engkau ingin masuk Ka’bah, karena hijir ini adalah bagian dari Ka’bah,
sesungguhnya kaummu memendekkan bangunan ketika membangun Ka’bah[72], dan mengeluarkannya dari Ka’bah.”[73]
Hadits ke 30 :
عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قاَلَ : رَأَيْتُ
مُحَمَّدَ بْنَ عَبَّادِ بْنِ جَعْفَرٍ قَبَّلَ الْحَجَرَ وَسَجَدَ
عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ : رَأَيْتُ خَالَكَ ابْنَ عَبَّاسٍ يُقَبِّلُهُ
وَيَسْجُدُ عَلَيْهِ، وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ قَبَّلَ وَسَجَدَ عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ هَكَذاَ، فَفَعَلْتُ.
أخرجه ابن خزيمة في صحيحه، وسنده صحيح
Dari Ja’far bin Abdillah, ia berkata : “Saya melihat
Muhammad bin Abbad bin Ja’far mencium hajar aswad dan bersujud menghadap
padanya, lalu ia berkata : saya melihat pamanmu Ibnu Abbas mencium dan
bersujud menghadap padanya, dan Ibnu Abbas berkata : saya melihat Umar
bin Khattab mencium dan bersujud menghadap padanya, lalu berkata : saya
melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan hal ini, maka akupun melakukannya.”[74]
Ibnul Munzir berkata : “Para ulama bersepakat bahwa bersujud menghadap ke-arah hajar aswad diperbolehkan.”
Hadits ke 31 :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَلَ ثَلاَثَةَ أَطْوَافٍ مِنَ
الْحَجَرِ إِلَى الْحَجَرِ، وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ عَادَ إِلَى
الْحَجَرِ، ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى زَمْزَمَ، فَشَرِبَ مِنْهَا وَصَبَّ عَلَى
رَأْسِهِ، ثُمَّ رَجَعَ فَاسْتَلَمَ الرُّكْنَ، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى
الصَّفَا، فَقَالَ : ابْدَأْ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِه.
أخرجه أحمد وسنده صحيح
Dari Jabir bin Abdillah bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam berlari-lari
kecil thawaf tiga kali dari hajar aswad kembali ke-hajar aswad, dan
shalat dua rakaat, lalu kembali lagi ke-hajar aswad, setelah itu menuju
ke-sumur zamzam dan meminumnya lalu menuangkannya diatas kepalanya,
kemudian beliau kembali dan memegang rukun (Hajar Aswad), lalu kembali
ke-Sofaa, dan berujar : mulailah dari ajaran yang Allah perintahkan
memulainya.”[75]
Hadits ke 32 :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرُو رَضِي اللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّ الرُّكْنَ وَالْمَقَامَ يَاقُوتَتَانِ مِنْ
يَاقُوتِ الْجَنَّةِ، طَمَسَ اللَّهُ نُورَهُمَا، وَلَوْ لَمْ يَطْمِسْ
نُورَهُمَا، لأَضَاءَتَا مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ.
أخرجه الترمذي وصححه الألباني
Dari Abdullah bin Amru radhiyallahuanhuma, ia berkata : saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya rukun (hajar aswad), dan Maqam (Ibrahim) adalah dua buah jenis Yaqut dari jenis[76]
Yaqut yang berada di Surga, Allah menghapus sinar keduanya, kalau tidak
dihapus cahayanya tetulah keduanya akan menyinari antara timur dan
barat.”[77]
Hadits ke 33 :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يُحَدِّثُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فُرِجَ
سَقْفِي وَأَنَا بِمَكَّةَ، فَنَزَلَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَم
فَفَرَجَ صَدْرِي، ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ، ثُمَّ جَاءَ بِطَسْتٍ
مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيمَانًا، فَأَفْرَغَهَا فِي صَدْرِي،
ثُمَّ أَطْبَقَهُ، ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِي فَعَرَجَ بِيْ إِلَى السَّمَاءِ
الدُّنْيَا ….. الحديث.
أخرجه البخاري كتاب الحج
Dari Abu Dzar radhiyallahuanhu ia bercerita bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
: atap rumahku terbuka sedang waktu itu aku di Makkah, lalu turunlah
Jibril alaihissalam, kemudian ia membelah dadaku, kemudian mencucinya
dengan air zamzam, lalu ia mengambil baskom yang terbuat dari emas penuh
dengan hikmah dan iman, lalu ia menuangkannya dalam dadaku, setelah itu
ia menutup kembali dadaku, kemudian ia memegang tanganku dan naik
bersamaku ke-langit dunia …..”[78]
Hadits ke 34 :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ – في خبر إسلامه –
قال : قال لي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَتىَ
كُنْتَ هَاهُنَا؟
قَالَ : قُلْتُ : قَدْ كُنْتُ هَاهُنَا مُنْذُ ثَلاَثِينَ – بَيْنَ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ _.
قَالَ : فَمَنْ كَانَ يُطْعِمُكَ ؟
قَالَ : قُلْتُ : مَا كَانَ لِي طَعَامٌ إِلاَّ مَاءُ زَمْزَمَ .
فَسَمِنْتُ حَتَّى تَكَسَّرَتْ عُكَنُ بَطْنِي وَمَا أَجِدُ عَلَى كَبِدِي سُخْفَةَ جُوعٍ.
قَالَ : إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ، إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ.
أخرجه المسلم
Dari Abu Dzar radhiyallahuanhu – dalam kisahnya tatkala memeluk Islam – ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepadaku : Kapan kamu di sini? Abu Dzar menjawab : saya berada di sini sejak tiga puluh hari yang lalu. Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya
lagi : siapa yang memberimu makan? Abu Dzar menjawab : Aku tidak
mempunyai makanan kecuali hanya minum air zamzam, maka aku menjadi gemuk
sampai-sampai perutku buncit (karena banyaknya lemak dan ada
lipatan-lipatannya), dan aku tidak merasakan rasa lapar dan lemah.[79] Rasulullah menjawab : Sesungguhnya air zam-zam itu berbarakah, sesungguhnya ia adalah makanan yang penuh gizi.”[80]
Hadits ke 35 :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا : أَنَّهَا كَانَتْ
تَحْمِلُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ وَتُخْبِرُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَحْمِلُهُ.
أخرجه الترمذي وصححه الألباني
Dari Aisyah radhiyallahuanha : “Bahwasanya ia membawa air zamzam dan ia mengabarkan bahwasanya Rasulullah dahulu membawanya.”[81]
Hadits ke 36 :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : خَيْرُ مَاءٍ
عَلىَ وَجْهِ اْلأَرْضِ مَاءُ زَمْزَمَ، فِيْهِ طَعَامٌ مِنَ الطُّعْمِ،
وَشِفَاءٌ مِنَ السُّقْمِ.
أخرجه الطبراني في الكبير، وصححه الألباني
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
: “Sebaik-baik air di muka bumi adalah air zamzam, air itu
mengenyangkan peminumnya sebagaimana makanan mengenyangkan orang yang
makan[82], dan terdapat obat dari penyakit.”[83]
Hadits ke 37 :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَجَّ
فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
أخرجه البخاري ومسلم
Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa menunaikan haji dan tidak melakukan perbuatan rofats[84], dan tidak berbuat fasik[85], maka ia kembali seperti hari tatkala ia dilahirkan ibunya[86].[87]
Hadits ke 38 :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَابِعُوا بَيْنَ
الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ، فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ،
كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ،
وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.
أخرجه الترمذي والنسائي وابن ماجه، وصححه الألباني
Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : Iringilah[88]
antara haji dan umrah, sesungguhnya keduanya akan menghilangkan
kefakiran dan dosa, sebagaimana alat peniup api (tukang besi)
menghilangkan kerak besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan bagi
haji yang mabrur[89] kecuali surga.”[90]
Hadits ke 39 :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ،
وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ.
أخرجه ابن ماجه، وحسنه الألباني
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu dari Nabi shallallahu alaihiwasallam ,
beliau bersabda : “Seorang yang berperang di jalan Allah, dan seorang
yang menunaikan haji dan umrah adalah utusan Allah, Allah memanggil
mereka dan mereka mendatanginya, dan mereka meminta kepada Allah, lalu
Allah memberikan kepada mereka.”[91]
Hadits ke 40 :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ الإسْلامَ
بَدَأَ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا كاَنَ، وَهُوَ يَأْرِزُ
بَيْنَ الْمَسْجِدَيْنِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ فِي جُحْرِهَا.
أخرجه مسلم
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhuma dari Nabi shallallahu alaihiwasallam ,
beliau bersabda : “Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing, dan
akan kembali dalam keadaan asing sebagaimana datang awal kali, dan Islam
akan berkumpul diantara dua masjid (masjidil haram dan Masjid Nabawi)[92] sebagaimana ular berkumpul di lubangnya.”[93]
[1] Penjelasan hadits ini terdapat dalam kitab Fathul Baari cetakan Darul Kutub Ilmiah, hal 504 juz ke 6 Kitab ahadits al-Anbiya bab 10, pen.
[2] HR Bukhari
[3]
Gunung yang terletak di jalan antara Syam dan Madinah, dekat dengan
Juhfah. (Keterangan ini terdapat dalam shahih muslim dengan
Syarh/penjelasan Imam Nawawi cetakan Darul Fikr hal 228 -230,juz ke-2,
jilid ke 1, pen)
[4] HR Muslim
[5]
Dalam hadits ini terdapat keutamaan tiga masjid ini, dan keutamaan
bepergian ke tiga masjid itu (untuk beribadah), karena makna hadits ini
menurut Jumhur/mayoritas Ulama adalah tidak ada keutamaan bepergian
mengunjungi selain bepergian ke-tiga masjid ini. (Penjelasan hadits ini
terdapat dalam shahih muslim dengan Syarh/penjelasan Imam Nawawi
cetakan Darul Fikr hal 167 -168,juz ke-9, pen)
[6] HR Bukhari dan Muslim
[7]
Maknanya : Pahala shalat di Masjid Nabawi lebih banyak seribu kali dari
pahala shalat di selainnya. (Syarh shahih muslim oleh Imam Nawawi
cetakan Darul Fikr hal 166 -167,juz ke-9 jilid ke 5, pen)
[8]
Imam Nawawi berkata : Ketahuilah, keutamaan ini khusus pada masjid yang
mana Nabi shallahu alaihi wasallam shalat ketika itu, bukan bangunan
masjid tambahan yang dibangun sesudah beliau wafat, maka sepatutnya
seorang yang shalat berusaha (shalat dibangunan awal) dan hendaknya ia
memperhatikan akan hal ini (Syarh shahih muslim oleh Imam Nawawi cetakan
Darul Fikr hal 166 -167,juz ke-9 jilid ke 5, pen)
[9]
HR Ahmad, Ibnu Majah, dan dishahihkan al-Albani (dalam kitab Irwauul
ghalil cetakan al-Maktab al-Islami hal 341 hadits no 1129 juz ke 4, pen)
[10]
Hadits ini dalil bagi jumhur ulama bahwa Makkah adalah lebih utama dari
Madinah. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami Tirmidzi, hal 327 juz 10
cetakan Daarul Fikr, pen)
[11] HR Tirmidzi dan ia menghasankan, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak dan ia menshahihkannya.
[12]
Maknanya : Dengan perintah Allah. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami
Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, hal 326 juz 10, pen)
[13]
HR Tirmdizi dan ia menshahihkannya, dan Nasa’i dalam kitab Sunan
“al-Kubro”, dan Ibnu Majah, dan al-Hakim dalam kitab “al-Mustadrak” dan
ia menshahihkannya.
[14] Fathul Bari jilid 12 hal 259-260, cetakan Daarul Kutub ilmiah th 1989 M – 1410 H, pen.
[15] HR Bukhari
[16]
Makna hadits ini : Tidak ada lag hijrah dari Makkah, karena Makkah
telah menjadi negeri Islam, namun hijrah dari negeri musuh ke negeri
Islam tetap di syariatkan hingga hari kiamat. (Syarh Shahih Muslim, oleh
Imam Nawawi hal 123 jilid ke 5 juz ke 9 cetakan Darul Fikr, pen)
[17]
Maknanya : “Akan tetapi bagi kalian ada cara untuk mendapatkan
pahala/keutamaan seperti hijrah, yaitu dengan berjihad dan mempunyai
niatan baik dalam segala sesuatu. (Syarh Shahih Muslim, oleh Imam Nawawi
hal 123 jilid ke 5 juz ke 9 cetakan Darul Fikr, pen)
[18]
Yang dimaksud adalah ketika terjadi peristiwa penaklukkan Makkah.
(Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th
1995 M – 1415 H, hal 469 juz 3, pen)
[19]
Makna hadits ini : Barang yang jatuh di Makkah tidak halal diambil bagi
orang yang menemukan dan mencari pemiliknya selama setahun kemudian
setelah tidak menemukan ia mengambilnya, sebagaimana hal ini
(diperbolehkan) dilakukan di negeri selain Makkah. (Syarh Shahih Muslim
hal 123-126, juz 9 jilid ke 5 cetakan Daarul fikr, pen).
[20] HR Bukhari dan Muslim
[21]
Larangan ini jika tidak ada hajat kebutuhan membawa senjata, jika ada
hajatnya maka diperbolehkan. (Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi, hal
130-131, juz 9 jilid ke 5 cetakan Daarul fikr, pen).
[22] HR Muslim
[23] Jalan di antara dua gunung . (Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi hal 71, juz 18 jilid 9 cetakan Daarul fikr, pen).
[24] HR Bukhari dan Muslim
[25]
Maknanya : Sesudah Fathul Makkah (Penaklukkan kota Makkah). (Kitab
Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M –
1415 H, hal 186 juz 5, pen)
[26] HR Tirmidzi dan Ahmad, dan dishahihkan al-Albani.
[27]
Al-Hudaibiyah : desa dekat dengan kota Makkah, sebagian besar daerahnya
masuk wilayah Makkah. (Fathul Bari cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415
H, juz 5 hal 417, pen)
[28]
Satu tempat dekat dengan kota Makkah, antara daerah Rabigh dan Juhfah.
(Fathul Bari cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, juz 5 hal 419, pen)
[29] Jalan di pegunungan menuju Hudaibiyyah (Fathul Bari cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, juz 5 hal 419, pen)
[30]
Kata-kata yang diucapkan kepada unta jika tiba-tiba berhenti berjalan.
(Fathul Bari cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, juz 5 hal 419,
pen)
[31] Nama untanya Nabi shallallahu alaihiwasallam (Fathul Bari cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, juz 5 hal 419, pen)
[32] Fathul Bari cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, jilid 5 hal 420, pen.
[33] Tidak berperang di Makkah (Fathul Bari cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, jilid 5 hal 420, pen)
[34] HR Bukhari
[35]
Keharaman syiar-syiar Allah. (Sunan Ibnu Majah dengan Syarh as-Sindi
cetakan Daarul Ma’rifat th 1996 M-1416 H hal 519 jilid 3, pen)
[36] HR Ahmad, dan Ibnu Majah, hadits ini dihasankan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar.
[37] Imam Nawawi berkata : Hadits ini dalil bagi ulama yang berpendapat pengharaman kota Makkah adalah di zaman Ibrahim shallahu alaihi wasallam,
namun yang benar adalah pengharamannya adalah sejak hari Allah
menciptakan langit dan bumi (sebagaimana hadits yang telah lalu). (Syarh
Shahih Muslim Imam Nawawi hal 134, juz 9 jilid 5 cetakan Daarul fikr,
pen).
[38] HR Muslim
[39]
Maknanya adalah perbanyaklah thawaf , haji, umrah dan i’tikaf serta
terus menatapnya. (Penjelasan hadits ini terdapat dalam kitab Faidhul
Qadir Sarhu al-Jami ash-Shaghir min al-Ahadits al-Basyir an-Nadhir karya
al-Manawi, cetakan Daarul Kutub al-ilmiah th 1994 M-1415 H Hal 639 juz
1, pen.
[40]
Pertama ketika diterpa angin topan lalu dibangun oleh Nabi Ibrahim,
kedua ketika dihanyutkan banjir pada zaman Quraisy kemudian dibangun
lagi, saat itu Nabi berumur 35 tahun. (Penjelasan hadits ini terdapat
dalam kitab Faidhul Qadir Sarhu al-Jami ash-Shaghir min al-Ahadits
al-Basyir an-Nadhir karya al-Manawi, cetakan Daarul Kutub al-ilmiah th
1994 M-1415 H Hal 639 juz 1, pen.)
[41]
Dihilangkan tonggaknya. (Penjelasan hadits ini terdapat dalam kitab
Faidhul Qadir Sarhu al-Jami ash-Shaghir min al-Ahadits al-Basyir
an-Nadhir karya al-Manawi, cetakan Daarul Kutub al-ilmiah th 1994 M-1415
H Hal 639 juz 1, pen.)
[42] HR al-Bazzar, Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban dan dishahihkan al-Albani.
[43]
Perintah menghadap ke-arah timur dan barat ini adalah bagi penduduk
Madinah dan yang searah dengan mereka, yang mana jika mereka mengarahkan
ke-arah timur atau barat, tidak menghadap ke-Kiblat dan tidak pula
membelakanginya. (Taisir Alam Syarhu Umdatul Ahkam, jilid 1 hal 51,
karya Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih al-Bassam cetakan Maktabah
Darussalam dan Maktabah Daarulfiiha, th 1994 m – 1414 H, pen)
[44] HR Bukhari dan Muslim
[45] HR Thabrani dalam kitab al-Ausath dan dishahihkan al-Albani
[46] Kitab Aunul Ma’bud Syarh sunan Abu Daud cetakan Daarul kutub ilmiah hal 216 juz 10 jilid ke 5 (pen).
[47] HR Abu Daud, dan Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani (dalam silsilah no 222 hal 437, pen)
[48]
Hadits ini menunjukkan disunnahkannya menempelkan pipi dan dada pada
Ka’bah yaitu bagian antara rukun dan pintu, yang dinamakan multazam.
(Nailul Authar Syarhu Muntaqo Ahbar hal 157 juz ke 5 jilid 3, cetakan
Daarul Fikr 1994 M-1414 H, pen)
[49] HR Nasai dan dishahihkan al-Albani
[50]
Rasulullah mengkhususkan sabdanya ini kepada Bani Abdi Manaf karena
beliau mengetahui bahwa pemerintahan dan kekuasaan di Makkah kembali
pada mereka, karena mereka adalah pemimpin-pemimpin Makkah, dan
urusan-urusan dalam haji (menjamu jamaah haji dengan memberikan minum,
makanan, pengamanan) mereka yang melakukannya. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi
bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, hal 531
juz 3, pen)
[51] HR Abu Daud dan Nasa’i, dan Tirmidzi dan Ibnu Majah dan di shahihkan al-Albani
[52]
Penjelasan ini terdapat dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami
Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, hal 632 juz 3, pen.
[53] HR Tirmidzi, dan dishahihkan al-Albani
[54]
perkataan yang baik seperti berzikir kepada Allah mengajarkan ilmu atau
mempelajarinya dengan tidak mengganggu orang-orang yang tawaf. (Kitab
Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M –
1415 H, hal 633 juz 3, pen.
[55] HR Tirmidzi, dan dishahihkan al-Albani
[56]
Yaitu Hajar Aswad dan Rukun Yamani. (Penjelasan ini terdapat dalam
Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th
1995 M – 1415 H, hal 631 juz 3, hadits no 959 pen.)
[57] Sunan Nasai dengan Syarh Suyuthi dan catatan kaki oleh as-Sindi hal 243 juz 5 cetakan Daarul Ma’rifah1994 H-1414 M, pen.
[58] HR Nasai dan dishahihkan al-Albani
[59]
Dosa-dosa manusia yang menyentuh hajar aswad penyebab hajar aswad
berwarna hitam. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan
Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, hal 541 juz 3, pen.
[60] HR Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Imam Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani.
[61]
Hajar Aswad akan mengetahui siapa saja yang telah menyentuhnya.
(penjelasan ini dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi,
cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, hadits no 961 hal 643 juz 3,
pen).
[62] HR Ibnu Majah, dan Imam Ahmad dan dishahihkan al-Albani
[63]
Dalam riwayat lain : Buanglah pendapatmu di bintang-bintang.
(Penjelasan ini dalam Fathul Bari hal 607 cetakan Daarul Fikr th 1995 M –
1415 H, juz 3 Kitabul Hajji, bab Takbilul hajar, pen)
[64]
Ibnu Umar menduga laki-laki ini berasal dari Yaman. (Penjelasan ini
dalam Fathul Bari hal 607 cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, juz 3
Kitabul Hajji, bab Takbilul hajar, pen)
[65]
Ibnu Umar menjawab dengan jawaban ini, karena ia memahami bahwa penanya
menentang hadits nabi dengan akal, maka ia pun mengingkarinya dan ia
memerintahkan kepada penanya jika mendengar hadits hendaklah diamalkan
dan hendaknya menjauhi pendapat. (Lihat Fathul Bari cetakan Daarul Fikr
th 1995 M – 1415 H hal 607 juz 3 Kitabul Hajji, bab Takbilul hajar, pen)
[66] HR Bukhari
[67]
Imam Nawawi berkata : Hadits ini dalil disunnahkannya mencium tangan
sesudah menyentuh hajar aswad jika tidak mampu menciumnya. (Penjelasan
ini dalam Syarh Shahih Muslim oleh Imam Nawawi cetakan Daarul Fikr juz 9
jilid 5 hal 15, pen)
[68] HR Muslim
[69]
Menekuni dalam mencium dan mengusapnya, perkataan Umar ini sekalipun
ditujukan kepada batu hajar aswad maksudnya adalah memperdengarkan
perkataannya kepada manusia agar mereka mengetahui bahwa tujuan mencium
batu hajar aswad ini adalah dalam rangka mengikuti sunnah Rasulullah dan
bukan berarti pengagungan terhadap batu hajar aswad sebagaimana hal ini
biasa dilakukan kaum paganis/penyembah berhala, karena yang dituntut
dalam sunnah ini adalah mengagungkan perintah Allah dan mengikuti
Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam. (Penjelasan hadits ini
dalam kitab Sunan Nasai dengan syarh as-Suyuthi dengan catatan kaki oleh
as-Sindi cetakan Daarul Ma’rifah th 1994 M-1414 H, hal 250 juz ke-5,
pen).
[70] Penjelasan hadits ini dalam Syarh Shahih Muslim oleh Imam Nawawi cetakan Daarul Fikr juz 9 jilid 5 hal 17( pen)
[71] HR Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah
[72]
Tidak menyempurnakan dalam membangun Ka’bah karena kurangnya biaya.
(lihat Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul
Fikr th 1995 M – 1415 H, hadits no 876 hal 540 juz 3, pen).
[73] HR Abu Daud, dan Tirmidzi dan ia berkata hadits ini hasan shahih.
[74] HR Ibnu Huzaimah dalam shahihnya, dan sanadnya shahih
[75] HR Ahmad dan Sanadnya shahih
[76]
Penjelasan hadis ini terdapat dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh
Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, hadits no 878 hal
543 juz 3, pen.
[77] HR Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani
[78] HR Bukhari. (penjelasan hal ini terdapat dalam kitab Faathul Bari cetakan Daarul Kutub ilmiah hal 605-606 juz 1, pen.)
[79] Penjelasan ini dalam kitab Syarh Shahih Muslim cetakan Daarul Fikr hal 30 juz 16 dalam hadits tentang keutamaan Abu Dzar, pen.
[80] HR Muslim
[81] HR Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani
[82] Lihat Syarh Shahih Muslim cetakan Daarul fikr hal 30 juz 16 dalam hadits tentang keutamaan Abu Dzar, pen.
[83] HR Thabrani dalam kitab “al-Kabiir” dan dishahihkan oleh al-Albani dalam silsilah hadits no 3585
[84]
Rofats adalah jima’ (bersetubuh), dan hal-hal yang menjurus pada jima,
dan juga ucapan yang keji. (Fathul Bari cetakan Daarul Kutub ilmiah hal
487-488 juz 3, pen)
[85] Tidak melakukan kejahatan atau maksiat. (Faathul Bari cetakan Daarul Kutub ilmiah hal 487-488 juz 3, pen)
[86]
Maknanya adalah tanpa dosa. (Penjelasan ini dalam kitab Syarh Shahih
Muslim cetakan Daarul fikr hal 119 juz 9 jilid ke 5, pen.)
[87] HR Bukhari dan Muslim
[88] At-Thibi rahimahullah
berkata : makna hadits ini adalah jika engkau umrah maka lakukanlah
haji juga, jika engkau haji lakukanlah umrah juga. (Penjelasan ini dalam
kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th
1995 M – 1415 H, hal 470 hadits no 810 juz 3, pen)
[89]
Para ulama ada yang mengartikan haji mabrur adalah haji yang diterima,
adapun yang lainnya mengatakan haji yang tidak tercampur dengan dosa.
Dan ringkasnya arti dari haji mabrur adalah haji yang hukum/tata caranya
benar-benar dilaksanakan, dan ditunaikan dengan cara yang paling
sempurna (sesuai al-Qur’an dan Sunnah) sebagaimana hal ini dituntut bagi
orang yang menunaikannya. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami
Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, hal 470-471 hadits no
810 juz 3, pen)
[90] HR Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah dan di shahihkan al-Albani
[91] HR Ibnu Majah dan dihasankan oleh syaikh al-Albani
[92] Penjelasan ini dalam kitab Syarh Shahih Muslim cetakan Daarul Fikr hal 177 jilid 1 juz 2, pen.
No comments:
Post a Comment