Oleh: Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullaah
Soal: Dalam pertanyaannya, seseorang berkata: bagaimana hukumnya wanita yang menyetir mobil? Bagaimana pendapat Anda perihal pengkiyasan hal ini dengan wanita yang menunggang onta?
Soal: Dalam pertanyaannya, seseorang berkata: bagaimana hukumnya wanita yang menyetir mobil? Bagaimana pendapat Anda perihal pengkiyasan hal ini dengan wanita yang menunggang onta?
Asy-Syaikh Muqbil menjawab:
Jika wanita itu seorang wanita yang shalihah, ia merasa aman dari
timbulnya fitnah, sementara ia keluar (rumah) untuk keperluan yang harus
ia penuhi. Kemana ia pergi? Ia pergi ke sekolah. Ia boleh saja pergi ke
sekolah. Ia mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan ia pun mempelajari
ilmu yang dibutuhkan (kaum muslimin), contohnya: ilmu kedokteran.
Adapun sekolah yang di dalamnya terdapat ikhtilath (campur baur antara
siswa laki-laki dan perempuan) atau di dalamnya ditemui wanita-wanita
yang pamer aurat atau menampakkan wajahnya, maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.” (Al-Ahzaab: 33)
Jika ia adalah wanita yang shalihah dan ia pun merasa aman dari
timbulnya fitnah sementara ia butuh sesuatu dari pasar, hal itu tidaklah
mengapa, saya tidak melihat ada aral yang menghalangi dari hal
tersebut.
Mobil adalah mesin yang terbuat dari besi. Kami tidak mengharamkannya.
Tapi kebanyakan wanita adalah makhluk yang lemah akal dan agamanya,
sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
“Aku tidak melihat wanita yang kurang akal dan agamanya yang dapat
menghilangkan kemauan keras lelaki yang tegas daripada seseorang di
antara kalian.”
Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
مَا تَرَكْتُ فِتْنَةَ أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النَّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi lelaki daripada fitnah wanita.”
Demikianlah saudara-saudara fillaah. Umumnya kaum wanita adalah makhluk
yang lemah. Bisa jadi mereka akan menimbulkan fitnah. Allah berfirman di
dalam kitab-Nya yang mulia:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَسْئَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ
حِجَابٍۚ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang
tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.”
(Al-Ahzaab: 53)
Asy-Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqiti rahimahullaah di dalam Tafsir-nya
berkata: Meskipun ayat tersebut berbicara perihal istri-istri Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tapi ayat tersebut general sifatnya
(untuk segenap kaum muslimat) dengan dalil yang berasal dari ta’lil
(penarikan sebab suatu hukum). Yang paling utama bagi kaum wanita adalah
selalu tinggal di rumahnya.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اِسْتَشْرَفَهَا
“Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka setan akan menghiasinya.”
Makna setan akan menghiasinya ialah setan akan berkata kepadanya:
“Sungguh, tidaklah kamu melewati seorang lelaki pun, kecuali pasti kamu
akan berhasil memikatnya.”
Seyogyanya ia bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hendaknya ia
selalu menetap di rumahnya, tidak keluar rumah kecuali memang ada
keperluan yang mendesak. Contohnya: jika suaminya tidak ada di rumah
atau suaminya mendekam di dalam penjara, sakit atau telah meninggal
dunia, sementara ia memerlukan suatu kebutuhan dari pasar, maka ia
(harus) berhijab lalu keluar, apakah ia pergi dengan berjalan kaki atau
mengendarai mobil.
Adapun mengendarai mobil, berangkat ke kantor, lalu bercampur baur
dengan kaum lelaki dan wanita, atau ia pergi ke rumah sakit atau ke
sekolah lalu bercampur baur dengan para pemuda, perbuatan ini adalah
fitnah. Dia wajib bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nasehatku
untuk segenap kaum wanita, janganlah ia keluar meninggalkan rumahnya dan
janganlah ia mengendarai mobil.
Ini nasehatku. Tapi dari sisi keharaman, kami tidak bisa menyatakan
bahwa hal itu haram hukumnya. Terkecuali jika memang keluarnya wanita
itu bakal menimbulkan efek negatif. Dan umumnya, hal itu akan berimbas
pada hal yang negatif. (Ijaabatu as-Saail, soal no. 202)
(Dinukil dari "Asy-Syaikh Muqbil Menjawab Masalah Wanita" karya
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, hal. 120-125; penerjemah: Abu
‘Abdillah Salim; editor: Abu Faruq Ayip Syafruddin; penerbit: Penerbit
An-Najiyah, cet. ke-1, Rajab 1428 H/Agustus 2007 M)
Sumber: http://almuslimah.wordpress.com/2008/11/07/hukum-wanita-mengemudi-mobil/
Polemik Wanita Menyetir di Kerajaan Saudi Arabia
Seorang wanita Saudi yang menentang larangan mengemudi di kerajaan
tersebut, terluka dan temannya tewas ketika mobil yang mereka kendarai
terbalik di utara provinsi Hael, seorang juru bicara polisi mengatakan
pada hari Senin kemarin (23/1).
“Seorang wanita tewas ditempat dan temannya yang mengendarai mobil
dirawat di rumah sakit setelah ia menderita beberapa cedera, ketika
kendaraan yang mereka kendarai terbalik Sabtu malam lalu, kata juru
bicara polisi Abdulaziz al-Zunaidi.
Arab Saudi adalah satu-satunya negara di dunia di mana perempuan tidak diizinkan mengemudi sendiri mobil mereka.
Namun, kebanyakan wanita Saudi melanggar larangan tersebut dengan mengemudi mobil di daerah gurun yang jauh dari ibukota.
Ada beberapa insiden dilaporkan dalam beberapa tahun terakhir di mana
wanita tewas dalam kecelakaan saat mengemudi meskipun telah ada
larangan.
Pada bulan November 2010, seorang wanita Saudi yang menentang
larangan mengemudi tewas bersama dengan tiga temannya dari 10 wanita
penumpang wanita ketika mobilnya terbalik dalam kecelakaan.
demikian beberapa berita dari beberapa website.
Pembaca yang dimuliakan oleh Allah, permasalahan menyetir mobil bagi
wanita menjadi polemik yang tajam antara para ulama. Mungkin di
Indonesia ada beberapa fatwa dari asatidzah yang diakui keilmuannya yang
membolehkan menyetir mobil bagi wanita. Namun untuk Negara seperti
Saudi Arabia ulama mu’tabar telah memfatwakan terlarangnya menyetir
mobil bagi wanita. Berikut ini adalah jawaban Syaikh Sholih bin Fauzan
al-Fauzan ketika ada ulama yang mengirimkan surat kepada Raja Saudi
untuk mencabut fatwa larangan menyetir bagi wanita.
Telah datang kepada kami sebuah risalah yang disampaikan Syaikh
Abdurrahman bin Nashir Al-Barak kepada Syaikh Yusuf Al-Qardhawi
menanggapi tulisan beliau (Yusuf al- Qardhawi) kepada pelayan
al-Haramain Asy Syarifain Raja Abdullah bin Abdul Aziz hafidzahullah
yang mana beliau meminta untuk membolehkan wanita Saudi menyetir mobil
dengan berkata, “Tidak ada Nash (dalil-pent) yang jelas yang melarang
wanita menyetir mobil.” Saya dapati Syaikh Abdurrahman telah benar dan
telah memberikan manfaat serta menasihati syaikh al-Qaradhawi, yang mana
syaikh al-Qaradhawi telah mencampuri urusan dalam negeri Saudi dan
telah melancangi ulama Saudi dengan fatwanya ini, yang mana Saudi telah
mewakilkan pemberian fatwa dalam berbagai persoalan kepada para
ulamanya. Sungguh termasuk kebaikan seseorang adalah meninggalkan
sesuatu yang tidak bermanfaat sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah
shalallahu alaihi wassalam. Setiap Negara memiliki ranah pribadi, dan
merupakan kebiasaan pelayan kedua tanah suci meminta fatwa kepada ulama
Kerajaan Saudi Arabia dalam majelis Ulama dan Lajnah Daimah untuk
memfatwakan dalam setiap perkara. Kemudian Syaikh al-Qaradhawi tidak
menyebutkan dalil pada fatwanya kecuali perkataannya, “Tidak ada Nash
(dalil-pent) yang jelas yang melarang wanita menyetir mobil.” Apakah dia
telah menyelidiki semua dalil dan tidak mendapati dalil tentang masalah
ini? Kemudian perkataan dia, “Tidak ada nash yang jelas” apakah yang
dimaksud adalah tidak ada ayat atau hadits yang berbunyi, “Tidak boleh
bagi wanita menyetir mobil”, lalu kemanakah dalil-dalil umum, qiyas,
ijma dan kaidah mencegah bahaya (Sadu Dara’i). Apakah ini semua tidak
bisa dijadikan dalil? Kalau dalil-dalil tadi tidak bisa dijadikan sebagi
dalil, maka akan banyak hukum-hukum syariat yang terhenti jika kaidah
syeikh al-Qaradhawi seperti itu. Sesungguhnya wajib bagi syeikh
Qaradhawi dan ulama-ulama yang semisalnya, untuk meneliti dulu apa yang
di katakan dan ditulis sebelum memberikan fatwa, dan jangan mencampuri
urusan Negara yang sudah memiliki ulama dan pemberi fatwa. Terlebih lagi
masalah ini bukan permasalahan penting yang akan membuat kehidupan
terhenti. Negara kami -semoga Allah senantiasa menjaganya-, adalah
sebaik-baik Negara, tanpa wanita harus menyetir mobil. Dan bukan
termasuk maslahat bagi wanita menyetir mobil. Karena pada masa sekarang
tidaklah wanita lebih pintar dan baik menyetir mobil daripada laki-laki
kecuali dengan kesulitan dan bahaya yang besar. Di tulis oleh Syaikh
Sholih bin Fauzan al-fauzan Anggota Majelis Ulama Kerajaan Saudi Arabia
Tulisan ini diterjemahkan dari makalah syaikh di
http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13560 (apabila koreksi bila ada
kesalahan terjemahan-jazakumullahu khairan)
No comments:
Post a Comment