Jabal Uhud (gunung Uhud), adalah gunung batu berwarna kemerahan, tidaklah begitu besar, tingginya hanya 1.050 meter dan terpisah dari bukit-bukit lainnya. Berlokasi sekitar 5 kilometer sebelah utara kota Madinah.. Bentuk Jabal Uhud, seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung-gunung yang lain. Sementara umumnya bukit di Madinah, berbentuk sambung menyambung. Karena itulah, penduduk Madinah menyebutnya Jabal Uhud yang artinya ‘bukit menyendiri‘.
Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang masuk ke Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
Di bukit inilah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70 orang syuhada di antaranya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Kecintaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada para syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya hampir setiap tahun.
Anas radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam memandang ke Uhud sambil bersabda,”Sesungguhnya Uhud adalah gunung yang sangat mencintai kita, dan kita pun mencintainya.” (HR. Muslim, No: 1393).
Bila kita melewati lokasi tersebut dan berniat berziarah, maka disunnahkan ketika berziarah ke Jabal Uhud ini kita memberi salam kepada para suhada Uhud serta mendoakannya, tapi ingat kita jangan terjebak kesyirikan meminta pada suhada yang telah gugur tersebut.
Sebelum
dibangun jalan baru yang menghubungkan Kota Makkah dan Madinah oleh
pemerintah Kerajaan Saudi, Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang
hendak menuju Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di
pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
Namun, sejak tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Makkah ke Madinah atau dari Madinah ke Jeddah, tidak lagi melalui jalan lama tersebut. Melainkan melalui jalan baru yang tidak melewati pinggir jabal.
Sejarah Jabal Uhud
Di kawasan Uhud itu, pertempuran spiritual dan politik dalam arti sebenarnya memang terjadi. Ketika itu, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan kawasan perbukitan yang mengelilinginya, maka orang bisa membayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu.
Perang di kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan Maret 625.
Menghadapi rencana penyerbuan tersebut, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan barisan pasukan Muslimin menyongsong kaum kafir itu di luar Kota Madinah. Strategi pun disusun. Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang memimpin langsung pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu, terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah bukit.
Maka, perang antara pasukan kaum Muslimin yang berjumlah 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah yang berjumlah 3.000 orang, akhirnya berkobar. Dalam perang dahsyat itu pasukan Muslimin sebenarnya sudah memperoleh kemenangan yang gemilang.
Namun, kemenangan tersebut berbalik menjadi kisah pilu, karena pasukan pemanah kaum Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri. Melihat kaum musyrikin melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Padahal, sebelumnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan Bukit Uhud, walau apa pun yang terjadi.
Adanya pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh panglima kaum musyrikin, Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) untuk menggerakkan kembali tentaranya guna menyerang umat Islam. Khalid bin Walid ini, sebelumnya memang digambarkan sebagai seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda.
Akibat serangan balik tersebut, umat Islam mengalami kekalahan tidak sedikit. Sebanyak 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat bersedih atas kematian pamannya tersebut.
Kematian paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ini, akibat ulah Hindun binti Utbah, istri seoran kaum musyrikin, yang mengupah Wahsyi Alhabsyi, seorang budak, untuk membunuh Hamzah. Tindakan balas dendam dilakukan Hindun, karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar. Wahsyi dijanjikan akan mendapat kemerdekaan bila dapat membunuh Hamzah dalam peperangan ini.
Dalam pertempuran itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga mengalami luka-luka yang cukup parah. Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, gugur dengan tubuh dipenuhi anak panah.
Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Makkah, Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada.
Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan.
Adapun Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib, dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam) di lokasi terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain.
Kini, jika kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga kita bisa melongok sedikit ke dalam. Di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana. Begitulah ajaran islam tentang makam.
Namun, sejak tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Makkah ke Madinah atau dari Madinah ke Jeddah, tidak lagi melalui jalan lama tersebut. Melainkan melalui jalan baru yang tidak melewati pinggir jabal.
Sejarah Jabal Uhud
Di kawasan Uhud itu, pertempuran spiritual dan politik dalam arti sebenarnya memang terjadi. Ketika itu, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan kawasan perbukitan yang mengelilinginya, maka orang bisa membayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu.
Perang di kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan Maret 625.
Menghadapi rencana penyerbuan tersebut, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan barisan pasukan Muslimin menyongsong kaum kafir itu di luar Kota Madinah. Strategi pun disusun. Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang memimpin langsung pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu, terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah bukit.
Maka, perang antara pasukan kaum Muslimin yang berjumlah 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah yang berjumlah 3.000 orang, akhirnya berkobar. Dalam perang dahsyat itu pasukan Muslimin sebenarnya sudah memperoleh kemenangan yang gemilang.
Namun, kemenangan tersebut berbalik menjadi kisah pilu, karena pasukan pemanah kaum Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri. Melihat kaum musyrikin melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Padahal, sebelumnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan Bukit Uhud, walau apa pun yang terjadi.
Adanya pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh panglima kaum musyrikin, Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) untuk menggerakkan kembali tentaranya guna menyerang umat Islam. Khalid bin Walid ini, sebelumnya memang digambarkan sebagai seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda.
Akibat serangan balik tersebut, umat Islam mengalami kekalahan tidak sedikit. Sebanyak 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat bersedih atas kematian pamannya tersebut.
Kematian paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ini, akibat ulah Hindun binti Utbah, istri seoran kaum musyrikin, yang mengupah Wahsyi Alhabsyi, seorang budak, untuk membunuh Hamzah. Tindakan balas dendam dilakukan Hindun, karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar. Wahsyi dijanjikan akan mendapat kemerdekaan bila dapat membunuh Hamzah dalam peperangan ini.
Dalam pertempuran itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga mengalami luka-luka yang cukup parah. Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, gugur dengan tubuh dipenuhi anak panah.
Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Makkah, Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada.
Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan.
Adapun Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib, dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam) di lokasi terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain.
Kini, jika kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga kita bisa melongok sedikit ke dalam. Di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana. Begitulah ajaran islam tentang makam.
Makam
Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam) dan
Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam) ditandai dengan
batu-batu hitam. Sedangkan 68 makam syuhada berada di sampingnya tanpa
ada tanda.
arminarekasurabaya.wordpress.com+edit
No comments:
Post a Comment