Apa benar makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di dekat Masjid Nabawi itu? Terus ceritanya bagaimana kok makamnya dibikin bangunan/dibangun, sedangkan Rosulullah sendiri melarangnya, termasuk masjid yang di dalamnya ada makamnya kan tidak boleh juga. Apa benar dulu sempat ada rencana pencurian jenazah Rosulullah oleh orang nasrani? Terus apa benar dulu pernah mau dibongkar oleh “Wahabi”, dan apa alasannya? Jazakallahukhairan.(Mimin Deca Kurniawan)
(Dijawab oleh Ustadz Abdullah Roy -hafizhahullah- Mahasiswa S3 Fakultas Dakwah Jurusan Aqidah Univ. Islam Madinah, KSA)
Alhamdulillah washshalaatu wassalaamu ‘alaa rasulillah, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’in.
Makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam terletak di rumah Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
yang dahulu letaknya disamping kiri masjid nabawi, tempat yang sekarang
dikenal sebagai kuburan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa beliau berkata:
فلما كان يومي قبضه الله بين سحري ونحري ودفن في بيتي
Artinya: “Maka ketika sampai di hari
giliranku, Allah ta’ala mencabut ruh beliau sedangkan beliau berada
diantara dada dan leherku, dan beliau dikubur di rumahku” (HR.Al-Bukhary)
Para ulama menyebutkan bahwa hal ini adalah menjadi kesepakatan (ijma’) kaum muslimin.
Berkata Ibnu Abdil Barr rahimahullah:
ولا خلاف بين العلماء أن رسول الله صلى الله عليه و سلم دفن في الموضع الذي مات فيه من بيته بيت عائشة ( رضي الله عنها ) ثم أدخلت بيوته المعروفة لأزواجه بعد موته في مسجده فصار قبره في المسجد صلى الله عليه و سلم
Artinya: “Dan tidak ada khilaf diantara
para ulama bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikuburkan di
tempat beliau meninggal, yaitu di rumah beliau, tepatnya di rumah
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha kemudian sepeninggal beliau , dimasukkanlah
rumah-rumah istri beliau ke dalam masjid, sehingga jadilah kuburan
beliau di dalam masjid” (Al-Istidzkar 8/287-288).
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
ليس في الأرض قبر نبي معلوم بالتواتر والإجماع إلا قبر نبينا وما سواه ففيه نزاع
Artinya: “Tidak ada di dunia ini kuburan
nabi yang diketahui secara mutawatir dan ijma’ (sepakat) kecuali kuburan
nabi kita, adapun yang lain maka terdapat perselisihan” (Majmu’ Al
Fatawa 27/254).
Adapun bangunan yang berada di atas
kuburan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka sebagaimana yang kami
sampaikan di atas bahwa beliau dikubur di dalam rumah. Dan para sahabat
radhiyallahu ‘anhum sengaja tidak membongkar rumah ‘Aisyah karena
ditakutkan nanti dijadikan tempat shalat atau sujud, sebagaimana ucapan
‘Aisyah:
عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم في مرضه الذي لم يقم منه: ( لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد ) . لولا ذلك أبرز قبره غير أنه خشي أو خشي أن يتخذ مسجدا
Artinya: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda disaat beliau
sakit yang beliau tidak bisa bangun karenanya: “Allah melaknat
orang-orang yahudi dan nashrani, yang telah menjadikan kuburan nabi-nabi
mereka sebagai masjid (atau tempat bersujud)”. Kemudian ‘Aisyah berkata: Kalau
bukan karena sabda nabi ini niscaya akan dinampakkan kuburan beliau,
akan tetapi hal itu tidak dilakukan karena takut dijadikan tempat
bersujud (shalat).(Muttafaqun ‘alaihi).
Makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam awalnya bukan di dalam masjid,
sampai di masa Al-Khulafa Ar-Rasyidin juga demikian, kemudian ketika
para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal semua,
dan Al-Walid bin Abdul Malik (antara tahun 80 H-100 H) memegang
pemerintahan beliau memerintahkan gubernur Madinah saat itu, Umar bin
Abdul Aziz rahimahullahu, untuk memperluas masjid Nabawi karena kaum
muslimin yang semakin hari semakin banyak. Namun yang disayangkan adalah
diperluasnya masjid nabawi ke arah timur sehingga masuklah rumah
‘Aisyah yang di dalamnya ada makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Abu Bakr, dan Umar ke dalam area masjid. Para ulama saat itu
-diantaranya adalah tujuh ahli fiqh Madinah di zaman tabi’in-
mengingkari dengan lisan perluasan ke arah timur ini, karena
hadist-hadist menunjukkan larangan membangun masjid di atas kuburan.
Adapun usaha pencurian jasad Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam oleh orang nashrani maka ceritanya ada di
kitab Wafaa’ul Wafaa (2/431-433) karangan As-Samhudi (wafat 911 H),
namun sebagian ulama meragukan kebenaran kisah ini.[1]
Tidak benar berita bahwa orang-orang yang
dinamakan oleh sebagian orang dengan “Wahabi” pernah mau membongkar
kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memindahkan jenazahnya.
Bagaimana mereka melakukannya sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
ما قبض الله نبيا إلا في الموضع الذي يحب أن يدفن فيه
Artinya: “Allah tidak mencabut ruh
seorang nabi kecuali di tempat yang dia (nabi tersebut) ingin supaya dia
dikuburkan disitu” (HR. At-Tirmidzy, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Wallahu a’lam.
Tambahan :
[1] Kisah tentang upaya pencurian jasad Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dapat dibaca di sini.
Benarkah Kuburan Nabi Menyatu Dengan Masjid
Pertanyaan:Bagaimana memberi jawaban kepada para penyembah kuburan yang berargumentasi dengan dikuburkannya Nabi shallallaahu’alaihi wasallam di dalam Masjid Nabawi?
Jawaban:
Jawabannya dari beberapa aspek:
-
Bahwa masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan akan tetapi ia sudah dibangun semasa Nabi shallallaahu’alaihi wasallam masih hidup.
-
Bahwa Nabi shallallaahu’alaihi wasallam tidak dikuburkan di dalam Masjid sehingga bisa dikatakan bahwa ‘ini adalah sama artinya dengan penguburan orang-orang shalih di dalam masjid’ akan tetapi beliau shallallaahu’alaihi wasallam dikuburkan di rumahnya (yang berdampingan dengan masjid sebab sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang shahih bahwa para Nabi dikuburkan di tempat di mana mereka wafat-penj.).
-
Bahwa melokalisir rumah Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam, juga rumah Aisyah sehingga menyatu dengan masjid bukanlah berdasarkan kesepakatan para sahabat akan tetapi hal itu terjadi setelah mayoritas mereka sudah wafat, yaitu sekitar tahun 94 H. Jadi, ia bukanlah atas dasar pembolehan dari para sahabat semuanya, akan tetapi sebagian mereka ada yang menentang hal itu, di antara mereka yang menentang tersebut terdapat pula Said bin al-Musayyib dari kalangan Tabi’in.
-
Bahwa kuburan Nabi shallallaahu’alaihi wasallam tersebut tidak terletak di dalam masjid bahkan telah dilokalisir, karena ia berada di dalam bilik tersendiri yang terpisah dari masjid. Jadi, masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya. Oleh Karena itu, di tempat ini dibuat penjagaan dan dipagari dengan tiga buah dinding. Dan, dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat alias berbentuk segitiga. Sudut ini berada di sisi utara sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arahnya karena ia berada pada posisi melenceng (dari arah kiblat).
Dengan demikian, argumentasi para budak (penyembah) kuburan dengan syubhat tersebut sama sekali termentahkan.
Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh Ibnu Utsaimin, Juz II, hal. 232-233.Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, Penerbit Darul Haq.
Sumber: fatwaulama.wordpress.com via KonsultasiSyariah.Com
diambil dari http://abangdani.wordpress.com
No comments:
Post a Comment