Pangeran
Mahkota Arab Saudi Naif bin Abdulaziz Al Saud wafat pada hari Sabtu di
Jenewa, Swiss. Jenazahnya dimakamkan di Makkah setelah dishalati di
Masjidil Haram pada Ahad malam (17/6/2012). Selama 79 tahun usia
hidupnya, adik kandung Raja Abdullah itu meninggalkan kesan yang cukup
mendalam di hati orang-orang yang mengenalnya.
Pangeran
Naif menghabiskan seluruh hidupnya untuk melayani negaranya, kata Saleh
Al Namalah, seorang anggota komite urusan luar negeri di Dewan Syura.
Al Namalah berkata, Pangeran Naif akan dikenal terutama sebagai seorang
“penjaga keamanan.”
“Dia
akan berdiri paling depan menghadapi gelombang terorisme yang
mengahantam, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga seluruh dunia,”
kenang Al Namalah, sebagaimana dilansir Arab News.
Walaupun
dikenal garang menghadapi aksi terorisme, Al Namalah menceritakan,
Pangeran Naif adalah “seorang yang penuh kasih, yang mencintai
orang-orang miskin dan kurang beruntung.”
“Dia
tidak pernah menutup pintunya dari rakyat, dan menasehati para pemimpin
di kawasan (Arab) untuk berbuat adil kepada rakyat dan memenuhi
kebutuhan mereka,” cerita Al Namalah.
Sultan
Al Angari, seorang penulis dan peneliti bidang keamanan, menceritakan
bagaimana Pangeran Naif berupaya menjadikan Saudi sebagai negara bebas
narkoba.
Pangeran Naif membentuk Departemen Umum Pengendalian Narkotika langsung di bawah Kementerian Dalam Negeri yang dipimpinnya.
“Saya
ingat suatu kali pernah rapat di kementeriannya dari pukul 3 sampai 4
pagi,” kata Al Angari. “Dia meninggalkan kantor hanya untuk shalat subuh
dan dia adalah orang yang selalu terakhir keluar.”
Menurut
Al Angari, Pangeran Naif selalu berupaya membangun pertahanan keamanan
dalam negeri yang kuat dan melengkapinya dengan teknologi canggih, serta
pelatihan berstandar internasional. Berawal dari Kementerian Dalam
Negeri, banyak kementerian lain yang lahir di bawah pengawasan Pangeran
Naif.
Gemar bersedekah
Pangeran
mahkota Saudi yang satu ini selalu menggelar pertemuan rutin dengan
para pemimpin publik dan pemimpin suku yang ada di Saudi.
Uniknya, ia tidak pernah menolak undangan pernikahan.
“Saat
dia tidak bisa datang ke sebuah acara pernikahan karena ada pekerjaan,
dia mengutus putra-putranya atau asistennya untuk menyampaikan ucapan
selamat kepada keluarga bersangkutan,” kenang Al Angari.
Pangeran Naif juga tidak pernah menolak kedatangan orang-orang yang meminta bantuan finansial darinya untuk biaya pernikahan.
Sami
Badawud, direktur jenderal di Direktorat Urusan Kesehatan di Jeddah,
mengatakan bahwa ia mendengar kabar kematian pangeran mahkota saat rapat
di kantor. Ia dan rekan-rekannya tidak sanggup meneruskan pertemuan
mereka begitu mendengar kabar tersebut.
“Kami terkejut dan kehilangan konsentrasi. Bahkan rapatnya kami hentikan,” kata Badawud.
Badawud
mengenang Pangeran Naif sebagai kepala Komite Haji di Kementerian Dalam
Negeri. Dia mengatakan, pangeran Saudi itu sangat peduli dengan
keselamatan para jamaah.
“Pangeran
mahkota mendorong agar semua upaya dikerahkan untuk memberikan layanan
kesehatan terbaik bagi jamaah, dan memastikan mereka nyaman dan sehat
selama berkunjung,” katanya.
Pangeran
Naif, cerita Badawud, sering membayar biaya perawatan jamaah di
rumah-rumah sakit pemerintah dengan uang dari koceknya sendiri.
Cinta ilmu
Abdullah
Al Hussain, rektor Universitas Darul Ulum, mengatakan bahwa Pangeran
Mahkota Naif sangat mencintai ilmu pengetahuan. Dan ia adalah pria
relijius yang bersungguh-sungguh melayani Islam dan memberdayakan para
ulama.
Menurut Al Hussain, Pangeran Naif membuka pintunya lebar-lebar untuk para ilmuwan.
“Dia mendengarkan tuntutan mereka dan membicarakan masalah-masalahnya,” cerita Al Hussain.
Pangeran
Naif adalah orang pertama yang mensponsori pemberian pemghargaan
internasional untuk penelitian tentang sunnah Rasulullah dan studi Islam
kontemporer.
Pangeran Naif juga mendukung pemberian penghargaan bagi para penghapal hadits.
Al
Hussein menceritakan, pangeran mahkota tidak pernah menghindari ulama
atau pelajar yang mencari ilmu. Bahkan, jika itu berarti ia harus
menanggung biaya pendidikan mereka selama bertahun-tahun.
“Pangeran
membiayai banyak mahasiswa Saudi dan non-Saudi yang menuntut ilmu, baik
di dalam maupun di luar kerajaan,” kata Al Hussain.
“Dunia Muslim kehilangan seorang pemimpin keamanan sekaligus pemimpin agama,” imbuh Al Hussain.
Pangeran Naif dilahirkan pada tahun 1933.
Ia merupakan putra tengah dari para pengeran Saudi yang dikenal dengan
Tujuh Sudairi, putra-putra Raja Abdulaziz dari istri tersayangnya Putri
Hassa Al Sudairi. Saudara
laki-lakinya yang satu ibu antara lain, Raja Fahd (wafat tahun 2005),
Pangeran Mahkota Sultan (wafat 2011) dan Gubernur Makkah Pangeran
Salman.*
Rep: Ama Farah
Red: Dija
Hidayatullah.com—
No comments:
Post a Comment