Jakarta
Beberapa waktu belakangan, masyarakat Indonesia menolak
tegas hukum pancung yang dijatuhkan bagi para TKI oleh hakim di Arab
Saudi. Tapi bagaimanakah sebetulnya sistem peradilan di negara tersebut?
"Semua aturan hukum di Arab Saudi harus sesuai dengan syariah (Alquran dan As-Sunnah) atau minimal tidak bertentangan dengan syariah Islam dan tidak ada yang lain," tulis humas Mahkamah Agung (MA) dalam siaran persnya, Kamis (7/6/2012).
Siaran pers ini dilansir MA usai peserta diklat ekonomi syariah Indonesia berkunjung ke Pengadilan Umum (Mahkamah al-'Ammah) di Riyadh.
Dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa Pengadilan Umum Riyadh berada di bawah Wizarah al-'Adl (Kementerian Keadilan). Selain itu, semua Hakim yang bertugas di Pengadilan Umum Riyadh adalah lulusan Ma'had Ali lil Qadha Universitas Imam Riyadh.
"Hanya perkara pidana pembunuhan, rajam dan pencurian yang disidangkan oleh 3 orang hakim dalam 1 majelis, selebihnya hakim tunggal," ujarnya.
Untuk sekali sidang, tidak membutuhkan waktu lama. Namun penundaannya bisa sampai 5 hingga 6 bulan sehingga 1 perkara baru bisa selesai dalam 2 hingga 3 tahun. Semua perkara tersebut tidak dipungut biaya alias gratis.
"Jika penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Riyadh, sementara tergugat berada di Makkah maka tergugat tidak harus hadir di Pengadilan Riyadh. Tergugat akan diperiksa di Pengadilan Makkah, dan hasil pemeriksaan tersebut akan dikirimkan ke Pengadilan Riyadh," terangnya.
Adapun hukum potong tangan baru bisa dijatuhkan apabila memenuhi 7 syarat. Yaitu ada saksi yang tidak kontradiksi atau salah dalam kesaksiannya, nilai barang yang dicuri harus mencapai 0,25 dinar atau senilai 4,25 gram emas.
Syarat selanjutnya barang yang dicuri bukan berupa makanan (jika pencuri itu lapar), barang yang dicuri tidak berasal dari keluarga pencuri tersebut, barang yang dicuri halal secara alami, barang yang dicuri berasal dari tempat yang aman dan tidak diragukan kepemilikan barang tersebut.
"Putusan berkekuatan hukum tetap setelah 30 hari," imbuhnya.
Sesuai UU Kehakiman Tahun 1975, peradilan negara tertinggi adalah al-Majlis al-A'la li al-Qadha' (Majelis Tertinggi Peradilan/MA). Di bawahnya terdapat dua peradilan banding di Makkah dan peradilan banding di Riyadh. Di bawah peradilan banding adalah beberapa peradilan tingkat pertama yang terdiri dari peradilan biasa atau umum dan peradilan segera.
"Raja 'Abdullah bin 'Abd al-'Aziz pada tanggal 1 Oktober 2007 menerbitkan Royal Order (Titah Raja) tentang pembaharuan peradilan. Berdasarkan UU Peradilan 2007 ini, maka Majelis Tertinggi Peradilan tidak lagi berperan sebagai MA, tetapi sebagai pusat administrasi peradilan," bebernya.
Berdasarkan aturan baru ini, maka hirarki Pengadilan di Arab Saudi menjadi tiga tingkat. Yaitu Pengadilan Tinggi sebagai MA, Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan tingkat Pertama.
Di dua pengadilan tersebut terdapat Pengadilan Perdata, Pengadilan Pidana, Pengadilan Hukum Keluarga, Pengadilan Perdagangan dan Pengadilan Perburuhan.
"Komputer dan printer tersedia di ruang sidang. Selain itu monitor besar terpampang di hadapan para pihak agar dapat dilihat langsung para pihak hasil sidang yang diketik oleh panitera. Begitu sidang selesai, panitera langsung mencetak Berita Acara atau Putusan," tandas MA.
"Semua aturan hukum di Arab Saudi harus sesuai dengan syariah (Alquran dan As-Sunnah) atau minimal tidak bertentangan dengan syariah Islam dan tidak ada yang lain," tulis humas Mahkamah Agung (MA) dalam siaran persnya, Kamis (7/6/2012).
Siaran pers ini dilansir MA usai peserta diklat ekonomi syariah Indonesia berkunjung ke Pengadilan Umum (Mahkamah al-'Ammah) di Riyadh.
Dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa Pengadilan Umum Riyadh berada di bawah Wizarah al-'Adl (Kementerian Keadilan). Selain itu, semua Hakim yang bertugas di Pengadilan Umum Riyadh adalah lulusan Ma'had Ali lil Qadha Universitas Imam Riyadh.
"Hanya perkara pidana pembunuhan, rajam dan pencurian yang disidangkan oleh 3 orang hakim dalam 1 majelis, selebihnya hakim tunggal," ujarnya.
Untuk sekali sidang, tidak membutuhkan waktu lama. Namun penundaannya bisa sampai 5 hingga 6 bulan sehingga 1 perkara baru bisa selesai dalam 2 hingga 3 tahun. Semua perkara tersebut tidak dipungut biaya alias gratis.
"Jika penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Riyadh, sementara tergugat berada di Makkah maka tergugat tidak harus hadir di Pengadilan Riyadh. Tergugat akan diperiksa di Pengadilan Makkah, dan hasil pemeriksaan tersebut akan dikirimkan ke Pengadilan Riyadh," terangnya.
Adapun hukum potong tangan baru bisa dijatuhkan apabila memenuhi 7 syarat. Yaitu ada saksi yang tidak kontradiksi atau salah dalam kesaksiannya, nilai barang yang dicuri harus mencapai 0,25 dinar atau senilai 4,25 gram emas.
Syarat selanjutnya barang yang dicuri bukan berupa makanan (jika pencuri itu lapar), barang yang dicuri tidak berasal dari keluarga pencuri tersebut, barang yang dicuri halal secara alami, barang yang dicuri berasal dari tempat yang aman dan tidak diragukan kepemilikan barang tersebut.
"Putusan berkekuatan hukum tetap setelah 30 hari," imbuhnya.
Sesuai UU Kehakiman Tahun 1975, peradilan negara tertinggi adalah al-Majlis al-A'la li al-Qadha' (Majelis Tertinggi Peradilan/MA). Di bawahnya terdapat dua peradilan banding di Makkah dan peradilan banding di Riyadh. Di bawah peradilan banding adalah beberapa peradilan tingkat pertama yang terdiri dari peradilan biasa atau umum dan peradilan segera.
"Raja 'Abdullah bin 'Abd al-'Aziz pada tanggal 1 Oktober 2007 menerbitkan Royal Order (Titah Raja) tentang pembaharuan peradilan. Berdasarkan UU Peradilan 2007 ini, maka Majelis Tertinggi Peradilan tidak lagi berperan sebagai MA, tetapi sebagai pusat administrasi peradilan," bebernya.
Berdasarkan aturan baru ini, maka hirarki Pengadilan di Arab Saudi menjadi tiga tingkat. Yaitu Pengadilan Tinggi sebagai MA, Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan tingkat Pertama.
Di dua pengadilan tersebut terdapat Pengadilan Perdata, Pengadilan Pidana, Pengadilan Hukum Keluarga, Pengadilan Perdagangan dan Pengadilan Perburuhan.
"Komputer dan printer tersedia di ruang sidang. Selain itu monitor besar terpampang di hadapan para pihak agar dapat dilihat langsung para pihak hasil sidang yang diketik oleh panitera. Begitu sidang selesai, panitera langsung mencetak Berita Acara atau Putusan," tandas MA.
news.detik.com
No comments:
Post a Comment