Thursday, November 10, 2011

Pemerintah Saudi Arabia dalam mengatasi Kemacetan



E-mail
Jalan macet terjadi di mana-mana. Apalagi di zaman transportasi semakin maju seperti sekarang ini.  Hampir setiap orang memiliki kendaraan, baik roda dua ataupun  juga roda empat. Akibatnya, jalan-jalan penuh kendaraan. Gambaran seperti  itu tidak terkecuali juga terjadi di Saudi Arabia, sebuah negeri yang masuk kategori kaya minyak, menjadikan rakyatnya kaya dan tidak terlalu sulit untuk memiliki mobil pribadi. 

Kemacetan di Saudi Arabia tidak saja karena banyaknya kendaraan bermotor, tetapi juga oleh karena banyaknya orang. Lebih-lebih hal itu terjadi  di musim haji. Jama’ah haji pada setiap tahun yang jumlahnya tidak kurang dari 4 juta orang yang datang dari berbagai penjuru dunia, menjadikan kota Makkah dan Madinah dipenuhi kendaraan dan juga para pejalan kaki.

Bisa dibayangkan, para tamu yang  dalam waktu bersamaan berjumlah lebih dari 4 juta orang, menjadikan kota itu penuh sesak. Lebih-lebih  lagi,  dalam pelaksanaan haji,  mereka semua melakukan mobilitas, yaitu dari Makkah ke Arafah, lalu ke Muzdalifah,  dan berlanjut  ke Mina. Di Mina mereka menginap beberapa hari, kemudian bergerak lagi menuju ke Makkah.  

Jama’ah haji yang semuanya  menginap di lembah Mina menjadikan tempat itu bagaikan lautan manusia. Mereka berada di tenda-tenda yang disiapkan oleh pemerintah. Dari tenda  masing-masing, mereka berjalan menuju tempat pelemparan jumrah dalam waktu yang bersamaan. Akibatnya, jalan-jalan dipadati oleh ratusan ribu  orang. Jalan-jalan  menuju dan kembali dari  tempat itu hingga tampak bagaikan aliran sungai. Mereka bergerak bagaikan air bah tanpa putus-putusnya. 

Dulu sebelum diatur rapi seperti sekarang ini terjadi kesemrawutan luar biasa. Kemacetan bukan berupa kendaraan, tetapi oleh pejalan kaki. Bisa dibayangkan pejalan kaki saja bisa macet, dan bahkan saling tubrukan. Mereka berjalan kelompok demi kelompok, dan biasanya ketika saling berhadapan tidak ada yang mengalah. Akibatnya mereka saling benturan itu. Itulah sebabnya,  sekitar lima belas tahun yang lalu tidak sedikit jama’ah haji meninggal, disebabkan karena saling tubrukan antar jama’ah itu.

Beberapa tahun terakhir, keadaan semrawut itu sudah bisa diatasi.  Bisa disaksikan jalan-jalan menuju dan kembali dari tempat pelemparan jumrah ke pemondokannya masing-masing di lembah Mina sudah semakin tertib. Diberlakukan sistem pemisah antara jalan menuju pelemparan jumrah dan jalan kembalinya. Selain itu, di kanan kiri jalan tersebut  selalu dijaga oleh askar yang kerjanya sedemikian disiplin.
Setiap orang yang akan ke tempat pelemparan jumrah tidak boleh membawa barang,  tas misalnya. Maka umpama ada seseorang yang kedapatan membawa barang semacam itu pasti dirampas dan dilempar ke tempat pembuangan bersama-sama milik orang lain  sebelumnya. Tas atau barang-barang sejenisnya yang telah  dilempar tersebut sedemikian banyak,  hingga menumpuk di pinggir jalan dan  tidak akan mungkin  bisa diambil kembali. Barang-barang tersebut harus diikhlaskan hilang oleh pemiliknya.

Saya pernah lihat, para askar atau polisi sedemikian disiplin. Mereka tidak mau berdiskusi atau berunding agar kesalahannya ditoleransi. Ketika peraturan melarang, maka polisi melarangnya. Polisi juga memperlakukan jama’ah haji secara sama, dari negara manapun datangnya dan  siapapun  orangnya.  Polisi sepertinya memang dilarang berdiskusi atau  bermusyawarah tentang pelaksanaan peraturan. Sekali tidak boleh, maka harus dihindari oleh siapapun. Itulah cara kerja polisi atau  askar Saudi Arabia dalam menertibkan jama’ah haji yang jumlahnya jutaan orang itu.

Maka yang tampak dari upaya untuk menghindari kemacetan tersebut, pemerintah Saudi Arabia  menempuh cara, di antaranya yaitu menyediakan fasilitas, memperbaiki sistem, mengontrol dengan menyediakan askar yang jumlahnya cukup, dan memberlakukan disiplin secara ketat. Siapapun diberlakukan peraturan yang sama.  Pernah suatu ketika, saya melihat  ada mobil yang dikendarai oleh seseorang yang mungkin merasa sebagai orang penting mau melintas jalan terlarang, maka polisi atau askar  tetap melarangnya. Akibatnya, mobil dimaksud terpaksa kembali. Askar adalah  pihak yang terpenting di dalam menjaga ketertiban itu.       

Dalam mengatur mobilitas jama’ah haji,  utamanya  di puncak ibadah  itu, yaitu antara dari Makkah ke Arafah, selanjutnya ke Muzdalifah dan kemudian ke Mina, pemerintah Saudi Arabia perlu diapresiasi setinggi-tingginya. Kemacetan bisa diatasi.  Bahkan, sejak beberapa tahun terakhir resiko berhasil ditekan hingga sekecil-kecilnya. Kecelakaan  berupa tubrukan antar jama’ah dan sejenisnya bisa dihindari. Demikian pula,  keluhan yang terkait dengan sulitnya melempar jumrah oleh jama’ah haji juga berhasil diatasi.

Akhirnya, kalau masih muncul keluhan, maka justru datang dari orang yang mencari enaknya sendiri  dan merasa dirugikan oleh karena ketatnya aturan itu. Prestasi pemerintah Saudi dalam   mencegah kemacetan, kiranya perlu ditiru oleh pemerintah di mana saja yang kota-kota sekarang dilanda kemacetan. Wallahu a’lam.
Ditulis oleh Kerjasama - UIN Malang    
http://uin-malang.ac.id 


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment