Jalan macet terjadi di mana-mana. Apalagi di zaman transportasi semakin maju seperti sekarang ini. Hampir setiap orang memiliki kendaraan, baik roda dua ataupun juga roda empat. Akibatnya, jalan-jalan penuh kendaraan. Gambaran seperti itu
tidak terkecuali juga terjadi di Saudi Arabia, sebuah negeri yang masuk
kategori kaya minyak, menjadikan rakyatnya kaya dan tidak terlalu sulit
untuk memiliki mobil pribadi.
Kemacetan
di Saudi Arabia tidak saja karena banyaknya kendaraan bermotor, tetapi
juga oleh karena banyaknya orang. Lebih-lebih hal itu terjadi di
musim haji. Jama’ah haji pada setiap tahun yang jumlahnya tidak kurang
dari 4 juta orang yang datang dari berbagai penjuru dunia, menjadikan
kota Makkah dan Madinah dipenuhi kendaraan dan juga para pejalan kaki.
Bisa dibayangkan, para tamu yang dalam waktu bersamaan berjumlah lebih dari 4 juta orang, menjadikan kota itu penuh sesak. Lebih-lebih lagi, dalam pelaksanaan haji, mereka semua melakukan mobilitas, yaitu dari Makkah ke Arafah, lalu ke Muzdalifah, dan berlanjut ke Mina. Di Mina mereka menginap beberapa hari, kemudian bergerak lagi menuju ke Makkah.
Jama’ah haji yang semuanya menginap
di lembah Mina menjadikan tempat itu bagaikan lautan manusia. Mereka
berada di tenda-tenda yang disiapkan oleh pemerintah. Dari tenda masing-masing,
mereka berjalan menuju tempat pelemparan jumrah dalam waktu yang
bersamaan. Akibatnya, jalan-jalan dipadati oleh ratusan ribu orang. Jalan-jalan menuju dan kembali dari tempat itu hingga tampak bagaikan aliran sungai. Mereka bergerak bagaikan air bah tanpa putus-putusnya.
Dulu
sebelum diatur rapi seperti sekarang ini terjadi kesemrawutan luar
biasa. Kemacetan bukan berupa kendaraan, tetapi oleh pejalan kaki. Bisa
dibayangkan pejalan kaki saja bisa macet, dan bahkan saling tubrukan.
Mereka berjalan kelompok demi kelompok, dan biasanya ketika saling
berhadapan tidak ada yang mengalah. Akibatnya mereka saling benturan
itu. Itulah sebabnya, sekitar lima belas tahun yang lalu tidak sedikit jama’ah haji meninggal, disebabkan karena saling tubrukan antar jama’ah itu.
Beberapa tahun terakhir, keadaan semrawut itu sudah bisa diatasi. Bisa
disaksikan jalan-jalan menuju dan kembali dari tempat pelemparan jumrah
ke pemondokannya masing-masing di lembah Mina sudah semakin tertib.
Diberlakukan sistem pemisah antara jalan menuju pelemparan jumrah dan
jalan kembalinya. Selain itu, di kanan kiri jalan tersebut selalu dijaga oleh askar yang kerjanya sedemikian disiplin.
Setiap orang yang akan ke tempat pelemparan jumrah tidak boleh membawa barang, tas
misalnya. Maka umpama ada seseorang yang kedapatan membawa barang
semacam itu pasti dirampas dan dilempar ke tempat pembuangan
bersama-sama milik orang lain sebelumnya. Tas atau barang-barang sejenisnya yang telah dilempar tersebut sedemikian banyak, hingga menumpuk di pinggir jalan dan tidak akan mungkin bisa diambil kembali. Barang-barang tersebut harus diikhlaskan hilang oleh pemiliknya.
Saya
pernah lihat, para askar atau polisi sedemikian disiplin. Mereka tidak
mau berdiskusi atau berunding agar kesalahannya ditoleransi. Ketika
peraturan melarang, maka polisi melarangnya. Polisi juga memperlakukan
jama’ah haji secara sama, dari negara manapun datangnya dan siapapun orangnya. Polisi sepertinya memang dilarang berdiskusi atau bermusyawarah
tentang pelaksanaan peraturan. Sekali tidak boleh, maka harus dihindari
oleh siapapun. Itulah cara kerja polisi atau askar Saudi Arabia dalam menertibkan jama’ah haji yang jumlahnya jutaan orang itu.
Maka yang tampak dari upaya untuk menghindari kemacetan tersebut, pemerintah Saudi Arabia menempuh
cara, di antaranya yaitu menyediakan fasilitas, memperbaiki sistem,
mengontrol dengan menyediakan askar yang jumlahnya cukup, dan
memberlakukan disiplin secara ketat. Siapapun diberlakukan peraturan
yang sama. Pernah suatu ketika, saya melihat ada
mobil yang dikendarai oleh seseorang yang mungkin merasa sebagai orang
penting mau melintas jalan terlarang, maka polisi atau askar tetap melarangnya. Akibatnya, mobil dimaksud terpaksa kembali. Askar adalah pihak yang terpenting di dalam menjaga ketertiban itu.
Dalam mengatur mobilitas jama’ah haji, utamanya di puncak ibadah itu,
yaitu antara dari Makkah ke Arafah, selanjutnya ke Muzdalifah dan
kemudian ke Mina, pemerintah Saudi Arabia perlu diapresiasi
setinggi-tingginya. Kemacetan bisa diatasi. Bahkan, sejak beberapa tahun terakhir resiko berhasil ditekan hingga sekecil-kecilnya. Kecelakaan berupa tubrukan antar jama’ah dan sejenisnya bisa dihindari. Demikian pula, keluhan yang terkait dengan sulitnya melempar jumrah oleh jama’ah haji juga berhasil diatasi.
Akhirnya, kalau masih muncul keluhan, maka justru datang dari orang yang mencari enaknya sendiri dan merasa dirugikan oleh karena ketatnya aturan itu. Prestasi pemerintah Saudi dalam mencegah kemacetan, kiranya perlu ditiru oleh pemerintah di mana saja yang kota-kota sekarang dilanda kemacetan. Wallahu a’lam.
Ditulis oleh Kerjasama - UIN Malang
http://uin-malang.ac.id
|
Thursday, November 10, 2011
Pemerintah Saudi Arabia dalam mengatasi Kemacetan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment