AKRAB:
Puluhan pekerja asal Indonesia berbuka puasa di pelataran pusat
perbelanjaan tak jauh dari Masjidil Haram Kota Mekkah. Shando
Safela/Pontianak Post
Anak Bangsa Indonesia yang
mengadu nasib di Tanah Haram, Makkah, Arab Saudi, juga menikmati ibadah
puasa di Bulan Suci Ramadan. Mereka memanfaatkan waktu berbuka dengan
penuh kebersamaan untuk menikmati hidangan yang didapat dari Sabil.
Kendati dengan keterbatasan, rasa kebersamaan yang ada membuat suasana
berbuka di kawasan Masjidil Haram begitu istimewa.
M KUSDHARMADI, Makkah
WAKTU di Arab Saudi, menunjukkan pukul 17.30. Ribuan umat muslim di Masjidil Haram, menunggu waktu berbuka puasa. Toko-toko penjual makanan dan minuman diserbu umat muslim yang hendak berbuka puasa. Antrean panjang pun terjadi. Ribuan umat muslim dari berbagai penjuru dunia, berjalan kaki menuju Masjidil Haram. Jika datang terlambat maka tidak akan mendapatkan tempat. Maka, jika banyak yang harus membentang tikar di jalan itu sudah menjadi pemandangan yang biasa, karena tak mampu menampng jutaan jamaah. Di halaman Masjidil Haram, terlihat aparat keamanan Kerajaan Arab Saudi, berjaga-jaga. Mereka mengantisipasi orang-orang yang membawa takjil berlebihan masuk ke dalam. Karena dikhawatirkan mengotori Masjidil Haram juga antisipasi agar tidak terjadi rebutan di sana. "Kalau bawa untuk makan sendiri tidak masalah," kata Imran dan Nana, Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di sebuah mall depan Masjidil Haram. Di bawah sebuah jam terbesar dan tertinggi di dunia, yang mengalahkan Big Ben di Eropa.
Profesi yang dilakoni mereka, adalah cleaning service. Kendati bekerja yang melelahkan dari pagi hingg malam, mereka tetap melaksanakan ibadah puasa. Imran berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan Nana merupakan warga Provinsi Banten.
Saat itu mereka dan teman-teman senasib lainnya, berada di jalan menuju Masjidil Haram. Mereka berada diantara umat muslim yang lalu lalang dari dan ke Masjidil Haram. Pada jalan menuju Masjidil Haram sore itu, terlihat beberapa orang yang tengah membawa sebuah kantong plastik berisikan makanan dan minuman. Itulah yang disebut Sabil, yang akan dibagi-bagikan kepada siapapun yang mau sebagai menu berbuka puasa. Makanan dan minuman yang dibagikan itu sebelumnya dibeli di toko-toko terdekat di kawasan Masjidil Haram.
Mereka memberikan makanan dan minuman, setelah sebelumnya membeli terlebih dahulu di toko-toko di dekat Masjidil Haram. "Itu namanya Sabil. Memang biasa dibagikan oleh dermawan untuk orang yang berbuka puasa," kata Asep, seorang TKI asal Provinsi Banten lainnya yang juga berprofesi sebagai cleaning service.
Waktu berbuka puasa di Kota Makkah, Arab Saudi, saat itu adalah pukul 19.03. Kendati waktu berbuka masih beberapa jam, namun orang-orang di sana sudah bersiap-siap. Cuaca pun saat itu masih terasa panas. Kendati sudah sore hari, namun temperatur masih berkutat pada angka 40 derajat celcius. Tentu sangat membuat haus dan lapar. Dan hanya dalam sekejap saja, kawasan Masjidil Haram sudah penuh. Sambil menunggu buka puasa, ada yang melaksanakan ibadah sunah, membaca Al-quran dan menghidangkan makanan dan minuman seadanya. Mereka menghamparkan alas seadanya untuk duduk dan meletakkan makanan. Ada yang panjang alasnya kira-kira lima meter, dengan lebih kurang 30 orang yang duduk. Ada juga yang hanya untuk sekeluarga maupun kolega. Di atasnya hidangan berbuka puasa sudah tersedia. Begitu juga untuk para TKI ini. Usai mendapatkan Sabil, mereka bergegas ke tempat yang sudah ditentukan. Yakni, di pelataran mal di depan Masjidil Haram tersebut. Ada beberapa tower di kawasan itu yang isinya adalah mal dan hotel serta apartemen mewah. Di kawasan itulah, para TKI ini bekerja sebagai cleaning service. Beberapa TKI lain sudah menunggu di pelataran itu. Selain para pahlawan devisa, di sepanjang pelataran mal juga banyak terdapat jamaah lainnya yang hendak berbuka. Mereka berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada yang bersama keluarga, sendiri bahkan bersama rekannya. Bahkan, aparat keamanan Kerajaan Arab Saudi pun juga asyik duduk melantai untuk berbuka puasa.
Begitu juga, sebuah plastik panjang sudah dibentang. Di atas plastik itulah nantinya, yang menjadi tempat duduk dan makan saat berbuka puasa oleh TKI ini. "Orang Indonesia yang bekerja di sini, buka puasanya ramai-ramai di sini dari Sabil yang didapatkan," kata Imran.
Para cleaning service itu sebelumnya sudah menyebar berdiri di beberapa kawasan tak jauh dari Masjidil Haram. Mereka menunggu Sabil yang dibagi-bagikan oleh para dermawan. Tak perlu bagi mereka berdesak-desakan. Karena, orang yang membagikan makanan untuk berbuka puasa, akan mendatangi dan membagikan sendiri.
Setelah mendapatkan makanan yang cukup, kemudian mereka kembali menuju tempat berbuka untuk menghidangkan menu-menu yang telah didapat tersebut.
Di sini, sekitar 30 lebih cleaning service asal Indonesia sudah membentang alas plastik untuk meletakkan makanan mereka. "Makanan yang didapat semua dari Sabil," ungkap Asep.
Hidangan yang akan disantap untk berbuka ouasa kala itu cukup istimewa. Misalnya, yang terkenal di Timur Tengah adalah Nasi Briani. Bentuknya seperti nasi goreng. Bedanya, berasnya panjang-panjang dan ramping. Dalam sebuah kotak Nasi Briani, diselipkan lauk berupa beberapa potong ayam yang besar. Kalau membeli, harganya tergolong mahal. "Satu porsi antara 10 sampai 12 real (1 real Rp2.300)," ungkap Imran. Di sekitar Masjidil Haram, banyak yang menjual Nasi Briani tersebut. Jadi tidak sulit untuk memerolehnya. Selain Nasi Briani, menu berbuka puasa kala itu juga ada sandwich, kebab dan tentunya buah kurma. Minumnya, sudah tersedia sirup, air mineral dan teristimewa adalah air Zam-zam yang hanya bisa didapatkan di Makkah.** www.pontianakpost.com
M KUSDHARMADI, Makkah
WAKTU di Arab Saudi, menunjukkan pukul 17.30. Ribuan umat muslim di Masjidil Haram, menunggu waktu berbuka puasa. Toko-toko penjual makanan dan minuman diserbu umat muslim yang hendak berbuka puasa. Antrean panjang pun terjadi. Ribuan umat muslim dari berbagai penjuru dunia, berjalan kaki menuju Masjidil Haram. Jika datang terlambat maka tidak akan mendapatkan tempat. Maka, jika banyak yang harus membentang tikar di jalan itu sudah menjadi pemandangan yang biasa, karena tak mampu menampng jutaan jamaah. Di halaman Masjidil Haram, terlihat aparat keamanan Kerajaan Arab Saudi, berjaga-jaga. Mereka mengantisipasi orang-orang yang membawa takjil berlebihan masuk ke dalam. Karena dikhawatirkan mengotori Masjidil Haram juga antisipasi agar tidak terjadi rebutan di sana. "Kalau bawa untuk makan sendiri tidak masalah," kata Imran dan Nana, Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di sebuah mall depan Masjidil Haram. Di bawah sebuah jam terbesar dan tertinggi di dunia, yang mengalahkan Big Ben di Eropa.
Profesi yang dilakoni mereka, adalah cleaning service. Kendati bekerja yang melelahkan dari pagi hingg malam, mereka tetap melaksanakan ibadah puasa. Imran berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan Nana merupakan warga Provinsi Banten.
Saat itu mereka dan teman-teman senasib lainnya, berada di jalan menuju Masjidil Haram. Mereka berada diantara umat muslim yang lalu lalang dari dan ke Masjidil Haram. Pada jalan menuju Masjidil Haram sore itu, terlihat beberapa orang yang tengah membawa sebuah kantong plastik berisikan makanan dan minuman. Itulah yang disebut Sabil, yang akan dibagi-bagikan kepada siapapun yang mau sebagai menu berbuka puasa. Makanan dan minuman yang dibagikan itu sebelumnya dibeli di toko-toko terdekat di kawasan Masjidil Haram.
Mereka memberikan makanan dan minuman, setelah sebelumnya membeli terlebih dahulu di toko-toko di dekat Masjidil Haram. "Itu namanya Sabil. Memang biasa dibagikan oleh dermawan untuk orang yang berbuka puasa," kata Asep, seorang TKI asal Provinsi Banten lainnya yang juga berprofesi sebagai cleaning service.
Waktu berbuka puasa di Kota Makkah, Arab Saudi, saat itu adalah pukul 19.03. Kendati waktu berbuka masih beberapa jam, namun orang-orang di sana sudah bersiap-siap. Cuaca pun saat itu masih terasa panas. Kendati sudah sore hari, namun temperatur masih berkutat pada angka 40 derajat celcius. Tentu sangat membuat haus dan lapar. Dan hanya dalam sekejap saja, kawasan Masjidil Haram sudah penuh. Sambil menunggu buka puasa, ada yang melaksanakan ibadah sunah, membaca Al-quran dan menghidangkan makanan dan minuman seadanya. Mereka menghamparkan alas seadanya untuk duduk dan meletakkan makanan. Ada yang panjang alasnya kira-kira lima meter, dengan lebih kurang 30 orang yang duduk. Ada juga yang hanya untuk sekeluarga maupun kolega. Di atasnya hidangan berbuka puasa sudah tersedia. Begitu juga untuk para TKI ini. Usai mendapatkan Sabil, mereka bergegas ke tempat yang sudah ditentukan. Yakni, di pelataran mal di depan Masjidil Haram tersebut. Ada beberapa tower di kawasan itu yang isinya adalah mal dan hotel serta apartemen mewah. Di kawasan itulah, para TKI ini bekerja sebagai cleaning service. Beberapa TKI lain sudah menunggu di pelataran itu. Selain para pahlawan devisa, di sepanjang pelataran mal juga banyak terdapat jamaah lainnya yang hendak berbuka. Mereka berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada yang bersama keluarga, sendiri bahkan bersama rekannya. Bahkan, aparat keamanan Kerajaan Arab Saudi pun juga asyik duduk melantai untuk berbuka puasa.
Begitu juga, sebuah plastik panjang sudah dibentang. Di atas plastik itulah nantinya, yang menjadi tempat duduk dan makan saat berbuka puasa oleh TKI ini. "Orang Indonesia yang bekerja di sini, buka puasanya ramai-ramai di sini dari Sabil yang didapatkan," kata Imran.
Para cleaning service itu sebelumnya sudah menyebar berdiri di beberapa kawasan tak jauh dari Masjidil Haram. Mereka menunggu Sabil yang dibagi-bagikan oleh para dermawan. Tak perlu bagi mereka berdesak-desakan. Karena, orang yang membagikan makanan untuk berbuka puasa, akan mendatangi dan membagikan sendiri.
Setelah mendapatkan makanan yang cukup, kemudian mereka kembali menuju tempat berbuka untuk menghidangkan menu-menu yang telah didapat tersebut.
Di sini, sekitar 30 lebih cleaning service asal Indonesia sudah membentang alas plastik untuk meletakkan makanan mereka. "Makanan yang didapat semua dari Sabil," ungkap Asep.
Hidangan yang akan disantap untk berbuka ouasa kala itu cukup istimewa. Misalnya, yang terkenal di Timur Tengah adalah Nasi Briani. Bentuknya seperti nasi goreng. Bedanya, berasnya panjang-panjang dan ramping. Dalam sebuah kotak Nasi Briani, diselipkan lauk berupa beberapa potong ayam yang besar. Kalau membeli, harganya tergolong mahal. "Satu porsi antara 10 sampai 12 real (1 real Rp2.300)," ungkap Imran. Di sekitar Masjidil Haram, banyak yang menjual Nasi Briani tersebut. Jadi tidak sulit untuk memerolehnya. Selain Nasi Briani, menu berbuka puasa kala itu juga ada sandwich, kebab dan tentunya buah kurma. Minumnya, sudah tersedia sirup, air mineral dan teristimewa adalah air Zam-zam yang hanya bisa didapatkan di Makkah.** www.pontianakpost.com
No comments:
Post a Comment