Monday, August 8, 2011

Supir Bus Saudi Orang Jawa

 
Dulu pak Danarto menulis sebuah buku dengan judul “Orang Jawa Naik Haji”, kini banyak orang Jawa yang harus mencari “sesuap nasi dan segenggam berlian” ke tanah haji alias Arab Saudi. Beraneka macam pekerjaan yang digeluti oleh orang-orang Jawa dari tukang las di sektor kontruksi, sopir-sopir pribadi, taxi  maupun sopir bus angkutan, dan tentu saja yang paling banyak di sektor rumah tangga menjadi pembantu. Rupanya ibukota Jakarta sudah tidak menarik lagi untuk mencari duit, maka jangan heran jika banyak “lulusan” pembantu Jakarta mengadu nasib di Saudi Arabia.
Cerita-cerita yang memilukan tentang nasib pekerja TKI/TKW tentu saja ada. Akan tetapi cerita kesuksesan, memperoleh kekayaan, para TKI/TKW menjadi daya tarik yang mampu menyedot animo para pencari kerja untuk mengadu nasib di tanah gurun. Jika bernasib baik, mereka mendapatkan majikan yang baik, yang memperlakukan mereka dengan manusiawi dan bayaran yang cukup besar. Tetapi tidak sedikit juga yang jatuh di tangan majikan buruk yang memperlakukan para pembantu bak budak-budak yang diperlakukan semau-maunya dan sewenang-wenang.
Bus yang membawa rombongan kami dari Jeddah ke Madinah dikemudikan oleh mas Nasir, orang Brebes, sebuah daerah sentra penghasil  bawang dan telor asin di Jawa. Pada saatnya nanti ternyata bus-bus pembawa jamaah umrah banyak dikemudikan oleh bangsa dewek, ada kang Chomsin, orang Purwakarta, ada kang Dayat, orang Ciamis. Tentu saja sebagaimana orang yang mencari duit pada umumnya, ada yang bertujuan hanya untuk lembaran-lembaran riyal belaka, namun ada juga yang berniat mencari duit sekaligus beribadah, mumpung di negeri nabi, tak ada salahnya sekalian berumrah dan berhaji.
Rata-rata para sopir itu adalah suami, ayah yang sedang mencari nafkah untuk anak istri di tanah Jawa. Mereka dikontrak 1 - 2 tahun dan dapat dikontrak kembali sesuai dengan profesionalitas dalam bekerja. Para suami itu sementara  menjadi “bulok- bujang lokal”, ini tentu menjadi tantangan tersendiri. Jika tidak mempunyai kendali moral yang kuat, rasanya “membeli sate” menjadi hal yang lumrah demi memenuhi hasrat kelelakian mereka. Semua terpulang kepada kendali moral, kendali iman, islam yang ada pada diri masing-masing. Barangkali masing-masing mempunyai trik didalam mengendalikan nafsu syahwatnya, apalagi di sana sangat sulit untuk melihat para wanita yang dandanannya “mengundang” dengusan lelaki.
Bus yang kami tumpangi hanya ada sopir tanpa kenek seperti di tanah air, bus dirancang untuk bisa dikendalikan seorang diri, alat-alat untuk membantu parkir disamping  ada spion kanan-kiri, dibelakang bus dipasang kamera sehingga sopir tahu situasi dan kondisi di bagian belakang bus. Telepon genggam merupakan sarana komunikasi yang paling diandalkan untuk menghubungkan sopir dengan pihak pengelola bus dan antar sesama sopir untuk meminta informasi tentang jalan, situasi lalu lintas dan sebagainya. Bus hanya mempunyai dua pintu keluar, satu di samping depan dan yang lain di tengah, di sebelah sopir tak ada pintu, sebagaimana bus-bus di tanah air. Tempat duduk penumpang lebih tinggi dibanding tempat duduk sopir, sepertinya sopir dituntut bertanggung jawab dengan keselamatan penumpang. Jika sopir ugal-ugalan dan terjadi kecelakaan semacam tabrakan atau nabrak  maka ia  orang yang pertama yang menjadi korban, karena tak ada pintu untuk menyelamatkan diri.
Dan walaupun sepertinya tak ada polisi lalu lintas yang  lalu lalang di jalan, jangan coba-coba mengebut melebihi batas ambang kecepatan yang ditetapkan, karena ada alat sensor yang di tempatkan di beberapa titik untuk memantau kecepatan kendaraan. Jika nekad mengebut maka surat tilang langsung dikirimkan ke pengelola, bahwa bus nomor sekian telah melakukan pelanggaran. Jumlah pelanggaran itu akan membuat kredibiltas sopir turun, dan bukan tidak mungkin kontraknya diputus di tengah jalan.
Sopir-sopir itu akan makin sibuk dan makin gemuk kantongnya ketika musim haji tiba, bukan hanya fisik yang harus kuat tetapi mentalpun harus kuat di tengah kepadatan yang luar biasa saat jutaan jamaah haji mulai berdatangan dari berbagai penjuru dunia.
Kang, selamat bekerja melayani jamaah, jika diniatkan ibadah, bukan hanya lembaran rupiah yang didapat tetapi barakah dari do’a tulus para jamaah haji yang telah ditolong dan dilayani dengan baik.

Sumber : http://wisata.kompasiana.com dengan sedikit penyesuaian


Artikel Terkait: