Syaikh Muhammad ‘Umar Salim Bazmul ditanya di dalam pelajaran beliau Syarh Fadhlil Islâm
dengan pertanyaan berikut : “Apa kewajiban kita berkenaan dengan
perstiwa yang tengah berlangsung terhadap saudara-saudara kita di Gaza?”
Syaikh hafizhahullâhu menjawab :
Kewajiban kita menyangkut peristiwa yang menimpa saudara-saudara kita
kaum muslimin di Gaza, saya ringkaskan dalam beberapa poin sebagai
berikut :
Poin Pertama :
Turut merasakan begitu besarnya kehormatan darah seorang muslim. Di
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah dari ‘Abdullâh bin ‘Umar,
beliau berkata : Saya melihat Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam tengah berthowaf di Ka’bah sembari mengatakan :
مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ
حُرْمَتَكِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ
أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ حُرْمَةً مِنْكِ مَالِهِ وَدَمِهِ
“Alangkah bagus dan wanginya dirimu, dan alangkah agung dan besarnya kehormatanmu. Namun, demi Dzat yang jiwa Muhammad
berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin adalah lebih
besar di sisi Allôh daripada kehormatan yang ada padamu, baik harta
maupun darahnya.”
Di dalam lafazh at-Turmudzî dari Ibnu ‘Umar beliau berkata : “Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam naik ke atas mimbar dan berseru dengan suara keras, kemudian beliau berkata :
يا معشر من قد أسلم بلسانه ولم يفض الإيمان إلى قلبه لا تؤذوا المسلمين
ولا تعيروهم ولا تتبعوا عوراتهم فإنه من تتبع عورة أخيه المسلم تتبع الله
عورته ومن تتبع الله عورته يفضحه ولو في جوف رحلة
“Wahai sekalian orang yang telah masuk Islam dengan lisannya namun
keimanannya belum menancap ke dalam lubuk hatinya. Janganlah kalian
menyakiti kaum muslimin, jangan mencela mereka serta jangan pula kalian
mencari-cari kesalahan mereka. Sesungguhnya, siapa saja yang
mencari-cari kesalahan saudaranya se-Islam niscaya Allôh akan membuka
kesalahannya, dan siapa saja yang Allôh buka kesalahannya niscaya akan
diumbar kesalahannya walaupun ia bersembunyi di tengah kamarnya.”
Suatu hari, Ibnu ‘Umar Radhiyallâhu ‘anhu memandang ke arah Baitullâh atau Ka’bah, kemudian beliau berkata :
: ما أعظمك وأعظم حرمتك والمؤمن أعظم حرمة عند الله منك
“Betapa agung dan besarnya kehormatanmu, namun kehormatan seorang mukmin lebih besar di sisi Allôh daripada kehormatanmu.”
Hadits di atas dinilai sebagai hadits hasan yang gharib oleh at-Turmudzî dan dishahihkan oleh al-Albânî di dalam Shahih Sunan at-Tirmidzî.
Tatkala seorang muslim melihat darah muslim lainnya ditumpahkan,
jiwanya dibunuh dan hati kaum muslimin ditakuti, tidak ragu lagi
seharusnya ia menganggap perkara ini sebagai perkara yang besar demi
memuliakan darah kaum muslimin dan mengagungkan hak mereka. Tidakkah
kalian perhatikan, jika ada seorang muslim melihat ada orang yang hendak
menghancurkan, merobohkan dan mempermainkan Ka’bah, bagaimana mereka
menganggap masalah ini sebagai masalah yang besar?! Padahal Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Demi Dzat yang jiwa Muhammad
berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin adalah lebih
besar di sisi Allôh daripada kehormatan yang ada padamu (Ka’bah), baik
harta maupun darahnya.”
Oleh karena itu, sepatutnya hal pertama yang wajib kita lakukan
adalah, merasakan betapa besarnya kehormatan darah seorang mukmin yang
tidak bersalah dan tidak berdosa, sebagai bentuk peneladanan terhadap
sunnah Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam yang senantiasa
berjalan di atas Islam. Kita katakan, darah kaum muslimin ini, memiliki
kehormatan yang besar di dalam hati kita, dan kami tidak akan selamanya
rela, demi Allôh, setetespun darah seorang mukmin ditumpahkan tanpa
alasan yang benar. Lantas, bagaimana kiranya kebengisan dan gambaran
kejadian yang dilakukan oleh para ekstrimis dan penindas yang mencaplok
negeri dan tanah muqoddasah (Palestina) dan wilayah sekitarnya?! Innâ lillâhi wa inna ilayhi Râji’ûn.
Jadi, tidak boleh bagi seorangpun mengabaikan hak dan kehormatan
darah kaum muslimin dan kehormatan negeri Palestina serta kehormatan
seluruh kaum muslimin di dunia ini, berupa penindasan yang dilakukan
oleh kaum kafir yang penuh dosa, yang melakukan agresi dan penjajahan
secara zhalim seperti peristiwa (yang terjadi di Gaza) ini, walaupun
kurang dari itu.
Poin Kedua :
Menolong saudara-saudara kita (di Palestina). Bentuk pertolongan
terhadap saudara-saudara kita ini ada memiliki beberapa cara syar’i yang
dapat diringkas ke dalam beberapa bentuk sebagai berikut :
Menolong mereka dengan cara mendoakan mereka. Kita doakan mereka di
waktu sahur, sujud ataupun di waktu qunut (nâzilah) di dalam sholat
apabila diizinkan dan diperbolehkan oleh ulil amri. Kalian jangan heran
dengan perkataan saya, “di waktu qunut (nâzilah) di dalam sholat apabila
diizinkan dan diperbolehkan oleh ulil amri”. Sebab, umat Islam telah
melalui waktu semenjak zaman sahabat dengan berbagai bentuk musibah,
namun tidak ada satupun yang menukil bahwa para sahabat melakukan qunût
di masjid-masjid tanpa ada perintah dari imam.
Oleh karena itulah saya katakan, marilah kita menolong
saudara-saudara kita dengan berdoa di waktu sahur, di waktu sujud dan di
setiap dzikir kita serta di kala kita bersimpuh menghadap Allôh, agar
Allôh menolong kaum muslimin yang lemah…
أحل الكفر بالإسلام ضيما # يطول عليه للدين النحيب
Kekufuran telah merebut Islam dengan kezhaliman
Ratapan tangis yang panjang untuk agama ini
Kami memohon kepada Allôh supaya mengangkat cengkeraman kezhaliman
dari mereka dan supaya meneguhkan mereka dengan ucapan yang hak serta
menolong mereka dari musuh-musuh kita, musuh-musuh mereka, musuh-musuh
Allôh dan musuh kaum mukminin.
Poin Ketiga dan Keempat yang berkaitan dengan sikap kita terhadap peristiwa Gaza :
Kita hendaknya berhati-hati dengan orang-orang yang bermaksud
memancing di air keruh dan menyerukan propaganda-propaganda yang penuh
dengan semangat meluap dan emosional, yang seringkali menyebabkan kita
semakin terjerumus ke dalam problematika. Kalian mengetahui bahwa
Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam ketika di Makkah dan
berada di fase Makkah, kaum kuffar ketika itu menimpakan berbagai siksa
keji terhadap kaum muslimin, sampai-sampai kaum muslimin meminta kepada
Rasûlullâh agar beliau sudi memberikan izin untuk berperang. Lantas Nabi
memberikan izin kepada sebagian sahabat untuk berhijrah dan sebagian
sahabat lainnya yang tersisa tetap memohon kepada Nabi agar diizinkan
untuk berperang dan jihad.
Di dalam sebuah hadits dari Khobbâb bin al-Arat beliau berkata : “Kami mengeluhkan keadaan kami kepada Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam dan beliau ketika iu sedang berselimutkan burdah
(syal) di bawah naungan Ka’bah. Kami berkata kepada beliau : “Tidakkah
Anda memohonkan pertolongan dan berdoa untuk kami?” Rasûlullâh menjawab :
كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِي الْأَرْضِ
فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ
فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَيُمْشَطُ
بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ وَمَا
يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الْأَمْرَ
حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخَافُ
إِلَّا اللَّهَ أَوْ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ
تَسْتَعْجِلُونَ
“Dahulu ada seorang pria dari kaum sebelum kalian, digalikan lubang
baginya di tanah lalu ia dilemparkan ke dalamnya dan didatangkan
kepadanya sebuah gergaji yang diletakkan di atas kepadanya, lalu
dipotong tubuhnya menjadi dua bagian, namun dia tetap bersikukuh tidak
mau keluar dari agamanya. Adapula yang disisir dengan sisir dari besi,
yang menyebabkan tulang belulangnya terlepas dari dagingnya, namun dia
tetap bersikukuh tidak mau keluar dari agamanya. Demi Allôh, sungguh
akan sempurna keadaan ini, sampai-sampai ada seseorang yang berkendara
dari Shan’â` sampai Hadhramaut, dia tidak takut akan satupun kecuali
Allôh, ataupun dia khawatir serigala akan menerkam kambingnya. Namun
kalian ini adalah kaum yang terlalu tergesa-gesa.” (HR Bukhârî)
Demikianlah keadaan Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
dalam fase Makkah yang berlangsung selama 13 tahun. Namun tatkala
beliau tiba di Madinah dan menetap di sana selama dua tahun, maka Allôh
menurunkan firman-Nya :
﴿أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ﴾
“Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi disebabkan diri mereka dianiaya dan sesungguhnya Allôh itu Maha Berkuasa untuk menolong mereka.” (QS al-Hajj : 39)
Ketika itu, mereka diizinkan untuk berperang. Kemudian datang ayat selanjutnya :
﴿وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾
“Dan perangilah di jalan Allôh orang-orang yang memerangi kalian
namun janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Ia tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS al-Baqoroh : 190)
Kemudian turun lagi ayat :
﴿فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ﴾
“Dan perangilah para pemimpin kafir itu karena mereka tidak bisa memegang janji supaya mereka berhenti” (QS at-Taubah : 12)
Dan firman-Nya :
﴿قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ﴾
“Perangilah orang-orang yang tidak mau beriman kepada Allôh dan hari akhir.” (QS at-Taubah : 29)
Bisa kami katakan di sini : sesungguhnya berita gembira untuk berjihad datang pada tahun ke-16 atau ke-17 semenjak permulaan bi’tsah
(pengutusan sebagai Rasul). Jadi, apabila zaman dakwah Rasûlullâh
adalah 23 tahun, maka 17 tahun darinya adalah perintah untuk bersabar.
Lantas mengapa kita mesti tergesa-gesa?!
Jika ada yang mengatakan : “Wahai saudaraku, kita ini telah dikepung!
Wahai saudaraku, kita di Gaza telah ditindas! Maka kita jawab :
Bersabarlah dan janganlah kalian tergesa-gesa sehingga kalian makin
memperuncing masalah. Janganlah kalian mengalihkan perintah untuk
bersabar dan menahan diri kepada perintah untuk melakukan perlawanan
yang nantinya akan berakibat pada tertumpahnya darah!
Wahai saudara-saudaraku sekalian, semenjak aku keluar untuk menemui
kalian di pengajian ini, jumlah korban yang meninggal sudah mencapai 537
orang dan terluka mencapai 2.500 orang. [sekarang telah mencapai lebih
dari 1000 korban meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka, pent.].
Apa-apaan ini?! Bagaimana bisa kalian menganggap enteng perkara ini?
Dimana kesabaran kalian? Dimana sikap ketenangan kalian? Sabar itu juga
ibadah sebagaimana jihad adalah ibadah. Bahkan kesabaran itu,
difirmankan Allôh tentangnya :
﴿إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ﴾
“Sesungguhnya hanya orang-orang bersabar sajalah yang dicukupkan pahala mereka tanpa perhitungan.” (QS az-Zumar : 10)
Jadi, sabar itu termasuk ibadah, dan kita pun beribadah kepada Allôh dengan kesabaran.
Lantas, kenapa kalian memalingkan manusia dari kondisi sabar atas
pengepungan yang terjadi kepada kondisi perlawanan dan pertumpahan
darah?! Kenapa kalian menjadikan orang-orang sipil yang berada dalam
situasi aman yang tidak memiliki keahlian berperang baik teknik maupun
prinsip berperang, kalian jadikan mereka sebagai sasaran siksaan,
serangan dan hantaman mereka, sedangkan kalian sendiri malah pergi
keluar ke Beirut dan Libanon?! Kalian timpakan bencana kepada mereka
sedangkan kalian pergi keluar!
Untuk itulah saya katakan, sepatutnya jangan sampai ada seorang pun
yang bisa menggiring kita dengan luapan emosi dan semangat sampai-sampai
realita berbalik (malah menyudutkan kita).
Kita katakan, wajib bagi kita untuk tetap bersabar, menahan diri dan tidak tergesa-gesa. Sabar itu ibadah. Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
sendiri begitu sabarnya di dalam menghadapi gangguan kaum Quraisy dan
Kafir, kaum muslimin (sahabat) yang bersama beliau juga turut bersabar.
Apabila dakwah Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam yang
selama 23 tahun dan 17 tahun darinya beliau isi dengan kesabaran, lantas
mengapa kita melalaikan aspek sabar ini?! Dua atau tiga tahun aksi
blokade (Yahudi terhadap Gaza)! Kita bersabar dan jangan sampai kita
menyebabkan mereka ditimpa musibah, pembantaian, kesulitan dan
kesusahan! Kita jangan sampai tergesa-gesa beralih kepada perlawanan
militer!
Wahai saudaraku, bertakwalah kepada Allôh! Apabila Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
saja memiliki belas kasih terhadap umatnya di dalam masalah sholat,
padahal sholat termasuk rukun kedua dari rukun Islam. Beliau berkata
kepada Mu’âdz :
“أفتان أنت يا معاذ”
“Apakah engkau hendak menjadi tukang fitnah wahai Mu’âdz?”
Oleh sebab Mu’âdz memanjangkan sholatnya. Lantas, bagaimana menurut
kalian dengan orang-orang yang dengan luapan emosi dan semangat belaka,
menyebabkan kaum muslimin tertumpah darahnya dan melakukan konfrontasi
padahal mereka belum memiliki kemampuan, bahkan sepersepuluh saja mereka
belum mampu untuk melakukan konfrontasi. Tidakkah lebih tepat jika
dikatakan : “Apakah kalian hendak membuat fitnah terhadap manusia dengan
konfrontasi semacam ini, padahal mereka sendiri belum memiliki
kemampuan.”
Tatkala kaum kafir Quraisy dan Yahudi berupaya untuk mengalahkan Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam di peperangan Ahzâb setelah sebulan penuh mereka diblokade, apa yang dilakukan Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam kepada mereka? Beliau mengutus seseorang kepada Bani Ghathfân sembari berkata :
أنا أعطيكم شطر تمر المدينة من أجل ألا يساعدوا الكفار علينا
“Saya memberikan kepada kalian separuh hasil perkebunan kurma Madinah
supaya mereka tidak menolong kaum kafir di dalam memerangi kita.”
Beliau juga mengutus para pembesar Anshâr dan merekapun menemui beliu kemudian Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
menginformasikan kepada mereka bahwa beliau telah melakukan begini dan
begitu kemudian berkata : “Kalian lihat kondisi yang telah menimpa
manusia berupa kesulitan dan kesusahan.” Beliau tidak meremehkan
kesulitan dan kesusahan yang dialami manusia. Karena itulah Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
tidak meridhai apabila mereka melakukan konfrontasi dan perlawanan
militer yang mana mereka belum memiliki kemampuan dan kekuatan saat itu.
Beliau pun lebih mengambil ide pembuatan parit Salmân al-Fârisî.
Beginilah Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam dan para
sahabat ada bersama beliau saat itu. Apakah kita merasa lebih besar
keimanannya dibandingkan Rasûlullâh? apakah kita lebih bagus agamanya
dibandingkan Rasûlullâh? Apakah kita merasa lebih mencintai Allôh dan
Rasûl-Nya dibandingkan para sahabat dan Rasûlullâh?
Tidak wahai saudaraku! Rasûlullâh tidak mendorong sahabatnya untuk
melakukan perlawanan. Beliau tidak pula meremehkan kesulitan yang
menimpa manusia, sampai-sampai beliau mengutus ke Bani Ghathfân untuk
menawarkan separuh hasil kebun kurma Madinah. Allôh pun meneguhkan dua
pembesar Anshâr, mereka berdua mengatakan : “Wahai Rasûlullâh, demi
Allôh! Pada masa jahiliyah mereka tidak mau memakan pemberian dari kami,
lantas apakah mereka mau memakan pemberian kami di saat kami telah
Islam? Tidak, kami akan tetap bersabar!”
Lihatlah, mereka tidak mengatakan, “kami akan berperang”. Namun
mereka mengatakan, “Kami akan bersabar”. Tatkala mereka bersabar dan
mengikuti perintah Rasûl dan mereka pun ridha dengannya, maka datang
pertolongan dari Allôh berupa hujan badai dan angin topan, dst. Bacalah
cerita ini di dalam buku-buku sejarah tentang peperangan Ahzâb.
Jadi, perkara yang selalu saya peringatkan adalah, jangan sampai ada
seseorang yang menggiring kalian dengan luapan emosi dan semangat
belaka, yang malah akan membalik realita keadaan kalian. Saya pernah
mendengarkan sebagian orang mengatakan : “Solusi problematika ini adalah
jihad, dan sudah waktunya untuk menyeru jihad!” Saya tidak mengingkari
jihad, yaitu jihad yang syar’î. Jihad yang syar’î itu memiliki dhowabith (kriteria)
yang mana kriteria tersebut belum terpenuhi pada kita saat ini. Kita
belum memiliki kriteria yang mengharuskan kita untuk berjihad di hari
ini. Saat ini, kita tidak memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan,
dan Allôh tidak membebani seseorang melainkan menurut kemampuannya.
Kelak di akhir zaman, penghulu kita, Isâ ‘alaihi ash-Sholâtu was Salâm akan berhukum dengan syariat Rasûlullâh Muhammad. Isâ adalah seorang nabi dan beliau akan disertai oleh kaum mukminin, Allôh mewahyukan kepada beliau : “Naiklah kalian ke gunung Thûr, karena Aku akan mengeluarkan sebuah kaum yang kalian tidak mampu menghadapinya” Siapakah mereka? Mereka adalah Ya’jûj dan Ma’jûj.
Ya’jûj dan Ma’jûj, yang notabene mereka adalah keturunan Adam, akan
merampas negeri Syâm dan wilayah sekitarnya, sebagaimana kaum kafir dan
ahli kebatilan merampas negeri-negeri kaum muslimin. Jadi, jihad mereka
termasuk jihad defensif, padahal Allôh mewahyukan Isa –yang beliau saat
itu berhukum dengan syariat Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam- supaya mereka naik ke atas gunung Thûr sebab Allôh akan mengeluarkan suatu kaum yang tidak mampu mereka lawan.
Perhatikanlah, Allôh tidak berfirman kepada beliau : “Pergilah lawan
mereka!” Allôh juga tidak berfirman kepada beliau : “Bagaimana kamu
biarkan mereka menguasai negeri dan penduduk Islam?” Tidak! Tapi Allôh
mengatakan : “Naiklah ke gunung Thûr, sesungguhnya Aku akan mengeluarkan
suatu kaum yang kalian tidak mampu menghadapinya.” Demikianlah hukum
Allôh!
Dus, sekalipun jihad defensif, kita tetap harus
memperhatikan kekuatan kita. Jika kita sekiranya tetap diharuskan untuk
melakukan perlawanan dalam berbagai bentuk dan kondisi, lantas apa
artinya Islam mensyariatkan adanya perjanjian damai dan gencatan senjata
antara kita dan kaum kafir? Allôh Ta’âlâ berfirman :
﴿وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا﴾
“Jika mereka (orang-orang kafir) lebih cenderung kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya.” (QS al-Anfâl : 61)
Karena itulah, Samâhatu asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullâhu pernah
menfatwakan bolehnya melakukan perjanjian damai dengan Yahudi, walaupun
mereka telah mencaplok sebagian wilayah Palestina, sebagai bentuk
penjagaan terhadap hak darah, harta dan jiwa manusia, tentunya dengan
tetap melakukan i’dâd (persiapan) yang harus dipersiapkan untuk jihad. Dan persiapan jihad hendaklah diawali dengan i’dâd ma’nawi îmânî (persiapan spirituil keimanan) kemudian dengan persiapan fisik materil.
Jadi, kami katakan sekali lagi, kewajiban kita di dalam mensikapi
musibah besar yang memilukan dan tengah menimpa kaum muslimin di
negeri-negeri mereka, adalah hendaknya kita menolong mereka dengan doa
menurut cara yang telah saya sebutkan sebelumnya. Kita agungkan
kehormatan darah kaum muslimin dan tidak boleh kita meremehkannya. Kita
tahu bahwa perkara ini adalah perkara besar yang tidak diridhai oleh
Allôh, Rasul-Nya dan kaum mukminin. Kita juga harus berhati-hati dengan
diri kita supaya tidak mudah digiring dengan luapan emosi dan semangat
yang dapat menghantarkan kita kepada perkara yang menyelihi syariat
Allôh Subhânahu wa Ta’âlâ.
Kita juga harus beribadah kepada Allôh Subhânahu wa Ta’âlâ dengan tetap senantiasa mengingatkan diri kita dan saudara-saudara kita untuk bersabar. Allôh Ta’âlâ berfirman :
﴿فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ﴾
“Bersabarlah sebagaimanya kesabaran para ulil azmi dari kalangan Rasûl.” (QS al-Ahqâf : 35)
Karena sesungguhnya kesabaran itu merupakan sebuah taktik yang
bijaksana lagi terpuji di dalam situasi dan kondisi seperti ini.
Kesabaran itu adalah obat. Kesabaran, ketenangan dan sikap tidak
tergesa-gesa akan menyelesaikan segala problematika insyâ Allôh. Kami
memohon kepada Allôh kelapangan dan taufiq-Nya. Adapun membangkitkan
manusia kepada perkara-perkara yang riskan, maka ini menyelisihi syariat
dan agama Allôh.
Poin Kelima :
Memberikan pertolongan materil melalui jalur resmi yaitu dari jalur
pemerintah. Apabila penguasa senantiasa membuka pintu untuk memberikan
pertolongan materil dan pertolongan lainnya, maka kita wajib mendengar
dan ta’at kepada mereka. Setiap orang yang memiliki kemampuan dan lapang
jiwanya untuk menolong maka hendaklah ia turut memberikan pertolongan.
Namun, janganlah menyalurkan harta untuk memberikan pertolongan
melainkan melalui jalur formal, agar lebih terjamin insyâ Allôh
tersampaikannya harta tersebut ke daerah sasaran. Jangan sampai tertipu
dengan nama besar suatu lembaga jika bukan merupakan jalur formal yang
dapat dipertanggungjawabkan. Jangan menyalurkan bantuan dan sumbangan
kalian kecuali melalui jalur-jalur formal.
Demikianlah yang bisa saya ringkaskan berkenaan tentang kewajiban
kita di dalam menghadapi bencana yang menimpa saudara-saudara kita di
Gaza. Saya memohon kepada Allôh Subhânahu wa Ta’âlâ
agar memberikan pertolongan kepada mereka dan mengukuhkan kedudukan
mereka serta menolong mereka dari musuh-musuh kami dan mereka dan
mengangkat musibah ini dari mereka. Semoga Allôh pula mau menunjukkan
keajaiban kekuasaan-Nya terhadap para agressor yang menindas dan
menjajah dengan penuh kezhaliman dan kejahatan tersebut. Semoga Sholawat
dan Salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabat beliau.