Monday, October 3, 2011

Antara Mufti, Umara dan Wanita dalam "“Perpolitikan”

 
Hidayatullah.com--Wanita boleh menjadi anggota Majelis Syura Saudi dan mencalonkan diri dalam pemilu baladiyah (lokal) serta memiliki hak untuk memilih para calon setelah Raja Abdullah memutuskan hal itu pada hari Ahad kemarin, dan itu atas saran dari Hai’ah Kibar Ulama Saudi.
Sebagaimana dilansir alarabiya.net (25/9/2011) Raja Abdullah menyatakan, "Oleh karena kita menolak marjinalisasi perempuan dalam masyarakat Saudi di setiap bidang profesi mereka, sesuai dengan aturan syariat dan bermusyawarah dengan banyak ulama kita, khususnya yang berada di Haiah Kibar Ulama dan di luarnya, yang memandang hal ini baik dan mendukungnya.” 
Pengumuman tersebut disampaikan Raja Abdullah dalam pidatonya di Dewan Syura, yang juga dihadiri oleh Mufti Besar Arab Saudi serta Ketua Hai’ah Kibar Ulama Syeikh Abdul Aziz Ali Asyeikh, sebagaiman diansir Al Iqtishadiyah (25/9/2011)
Mufti Pernah Tolak Wanita Masuk Syura
Namun, pada fatwa yang masih tertulis di situs resmi Syeikh Abdul Aziz Ali As Syaikh ini, mufti.af.org.sa, sikapnya berbeda. Beliau menolak tuntutan wanita masuk syurah. Ini terlihat dalam fatwa yang merespon adanya pembicaraan di kalangan kaum wanita intelektual Saudi mengenai keikutsertaan wanita dalam perpolitikan , termasuk keikut sertaan mereka dalam Majelis Syura dan mengikuti pemilu.
Syeikh Abdul Aziz menjawab dengan menjelaskan bahwa Yahudi dan Nashrani memiliki rasa iri yang besar kepada umat Islam, hingga mereka menginginkan umat Islam menjadi kufur seperti mereka.
Kemudian beliau mengajak agar tuntutan-tuntutan untuk mengikutsertakan wanita dalam perpolitikan agar ditinjau ulang,”Aku menyatakan, sesungguhnya tuntutan-tuntutan ini dan semisalnya harus ditinjau ulang, apakah ia merupakan bentuk pengabdian terhadap Islam? Apakah membantu memberi kontribusi pada umat? Apakah menyebabkan tingginya agama ini?”
Syeikh Abdul Aziz juga menilai bahwa tuntutan persamaan hak merupakan salah satu bentuk tipu daya musuh,”Ada apa yang mereka promosikan di masa-masa akhir ini dari hak-hak wanita, sesungguhnya semua ini merupakan bentuk dari tipu daya.”
Di akhir tulisan, Syeikh Abdul Aziz mengajak agar semua pihak bersama-sama melawan langkah-langkah musuh, dan hal itu lebih dari masalah keikutsertaan wanita dalam syura atau persamaan serta seruan sejenisnya.
Fatwa itu sendiri terbit pada bulan Jumadi Akhir 1427 H di majalah Al Buhuts Al Islamiyah, edisi 78.*


 
Hidayatullah.com--Para wanita Saudi menampakkan kegembiraannya mendengar pengumuman Raja Abdullah, Ahad (25//9), yang memperbolehkan mereka untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.

Kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa keputusan tersebut adil dan datang tepat pada waktunya, untuk membuktikan bahwa peran wanita dalam masyarakat telah meningkat.

Keputusan Raja Abdullah untuk memberikan hak wanita Saudi dalam pemilihan umum, mendorong mahasiswa perguruan tinggi untuk melanjutkan pendidikan mereka bahkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Hatun Ahmad misalnya. Wanita berusia 28 tahun ini mengatakan bahwa ia sangat bahagia mendengar keputusan raja. Hal itu memberikannya semangat untuk belajar lebih giat dan meneruskan pendidikannya di luar negeri, lalu pulang ke Arab Saudi dengan gelar master atau PhD.

Menurutnya, Raja Abdullah melindungi hak-hak wanita Saudi, dan memberikan mereka rasa ikut memiliki negaranya.

"Keputusan itu mendorong saya untuk melanjutkan studi, sehingga saya bisa melayani negara. Peran kami sekarang lebih besar dan kami sekarang ikut serta dalam proses pembuatan keputusan. Peran kami dalam masyarakat bertambah, tidak hanya terbatas pada tugas-tugas tertentu."

Hatun Ahmad menambahkan, keputusan Raja Abdullah membuktikan pada dunia bahwa pernyataan yang mengatakan wanita (Saudi) mengalami ketidakadilan adalah tidak benar. Peran mereka di dalam masyarakat tidak terbatas.

Perempuan Saudi memperkirakan Raja Abdullah akan bicara tentang hak mengemudi bagi wanita dalam pidatonya di Dewan Syura, Ahad (25/9), kata profesor sejarah di Universitas Raja Saud, Hatun Al Fassi.

"Sekarang kami bersyukur dan bahagia, karena kami mendengar kabar baik ini. Sekarang kami warga negara yang lengkap, karena berhak untuk memilih," kata profesor wanita itu.

"Raja Abdullah adalah pendukung wanita terbesar dalam semua bidang," tegas Dalaal Al Zahrani, seorang mahasiswi berusia 20 tahun.

Menurutnya Al Zahrani, keputusan raja itu adil.

"Kali ini ia menghadiahi wanita dengan hak untuk berpartisipasi dalam pemilu Syura dan dewan daerah. Kami sudah menanti-nanti hak untuk memilih dan akhirnya datang juga. Hari ini, kerajaan membuka lebih banyak ladang bagi wanita untuk membuktikan kepada diri mereka sendiri dan membuktikan bahwa mereka juga bisa melayani negaranya," katanya lagi.

Sementara itu menurut Razan Sulaiman, keputusan mengejutkan itu menginspirasi dan memberi motivasi semua wanita di Saudi.

"Kami sekarang adalah rekan dalam pembangunan negara," kata mahasiswi Universitas Raja Abdulaziz itu.

"Keputusan ini akan mendorong peran wanita dan memberikan manfaat kepada masyarakat secara keseluruhan," ujar gadis berusia 19 tahun itu.

"Pria harus memperhatikan kebutuhan kami (wanita) jika mereka ingin terpilih dalam pemilihan umum mendatang," kata Maha Tareq, perempuan berusia 25 tahun.

"Hal itu membuat kami nyaman, karena sekarang kami sejajar dengan pria dalam hal pemilu dewan daerah dan pengambilan keputusan," katanya.

Naila Attar, pengusaha wanita dan penggagas kampanye Baladi, yang meminta agar wanita diberikan hak suara dalam pemilu ikut senang, karena perjuangannya berhasil.

"Bahkan meskipun wanita tidak menang dalam pemilu, dia masih punya hak untuk bekerja di pemerintahan sama seperti pria. Kami telah memiliki rencana untuk mendidik wanita tentang dewan daerah dan pemilihan umum," kata Attar.*
Sumber : an
Red: Dija

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment