Oleh : Rachmad Santoso
Peristiwa menggegerkan bom bunuh diri Gereja Bethel Injill Sepuluh (GBIS) di Jln. Abdul Rachman Hakim 9 Solo - diduga dilakukan bomber Achmad Yosapa Hayat. Dialah DPO kelompok Cirebon yang belum tertangkap Densus 88.
"Ada keterkaitan kelompok Cirebon dengan kelompok Solo Sigit Qurdowi," kata pengamat terorisme Wawan Purwanto sambil mengingatkan aksi teror masih belum berakhir.Untuk itu pemerintah Indonesia perlu mencontoh negara lain yang terbilang sukses dalam menginsafkan para teroris itu, sebagaimana dipaparkan oleh ustadz Anas Burhanuddin, Lc, MA. dalam tulisannya di website Muslim.or.id.
Dua pintu yang dimanfaatkan setan untuk menggoda dan menyesatkan manusia. Yaitu pintu syahwat dan pintu syubhat. Meski berbeda, keduanya saling berkaitan. Syahwat dilandasi oleh syubhat dan syubhat tersemai di ladang syahwat. Kedua penyakit ini membutuhkan cara penanganan berbeda. Ibnul Qayyim mengatakan: “Godaan syubhat ditangkis dengan keyakinan (baca: ilmu), dan godaan syahwat ditangkis dengan kesabaran.” Untuk menekan penyakit syahwat seperti zina, mabuk, pencurian dan lain-lain Islam menerapkan hukuman-hukuman fisik semacam cambuk, rajam dan potong tangan. Sedangkan penyakit syubhat tidak mudah disembuhkan dengan hukuman fisik, tapi lebih bisa diselesaikan dengan penjelasan dan ilmu. Meski demikian, kadang-kadang juga diperlukan hukuman fisik.
Banyak pelaku teror di Indonesia, setelah mereka keluar dari penjara tetap tidak insaf. Terlepas dari faktor hidayah Allah, hal tersebut sangat mungkin disebabkan penanganan yang keliru dan tidak optimal. Kesalahan pemikiran yang ada pada teroris termasuk dalam kategori syubhat, sehingga hukuman fisik yang mereka dapatkan di penjara, atau hukuman sosial berupa pandangan miring masyarakat tidak lantas membuat mereka jera. Karena pelakunya menganggap aksinya itu sebagai ibadah kepada Allah.
Solusi mujarab yang telah terbukti menekan pemikiran dan aksi terorisme berdasarkan pengalaman Kerajaan Arab Saudi patut ditiru oleh negara lain.
Saudi Arabia mengadakan kampanye besar-besaran untuk melawan terorisme melalui berbagai media massa, penyuluhan-penyuluhan, seminar-seminar, khutbah dan ceramah, sehingga saking gencarnya barangkali terasa membosankan. Lembaga primadona dalam kampanye penanggulangan terorisme di arab Saudi digerakkan oleh Lajnah al-Munashahah (Komite Penasehat). Dibentuk pada tahun 2003 bernaung dibawah Departemen Dalam Negeri Pangeran Nayif bin Abdul Aziz dan Biro Investigasi Umum. Tugas utamanya adalah memberikan nasehat kepada para terpidana kasus terorisme di penjara-penjara Arab Saudi. Didalamnya dibagi 4 komisi; Komisi Ilmiah yang terdiri dari para ulama dan dosen ilmu syari’ah dari berbagai perguruan tinggi. Bertugas langsung dalam dialog dan diskusi dengan para tahanan teroris. Komisi Keamanan bertugas menilai kelayakan para tahanan untuk dilepas ke masyarakat dari sisi keamanan, mengawasi mereka setelah dilepas, dan menentukan langkah yang sesuai jika ternyata masih dinilai berbahaya. Komisi Psikologi dan Sosial bertugas menilai kondisi psikologis para tahanan dan kebutuhan sosial mereka. Komisi Penerangan bertugas menerbitkan materi dialog dan melakukan penyuluhan masyarakat.
Penataran ilmiah di kelas-kelas dengan kurikulum yang menitikberatkan pada penjelasan syubhat-syubhat para tahanan, seperti masalah takfir (vonis kafir), loyalitas keagamaan, jihad, bai’at, ketaatan kepada pemerintah, perjanjian damai dengan orang kafir dan hukum keberadaan orang kafir di Jazirah Arab. Agar efektif, dialog tidak dilakukan secara kolektif, tahanan diajak dialog satu-satu agar ia bisa bebas dan leluasa berbicara dan terhindar dari sisi negatif dialog kolektif. Awalnya tahanan merasa takut untuk berterus terang mengikuti program dialog ini, karena dikira ini bagian dari investigasi yang berdampak buruk pada perkembangan kasus mereka. Namun begitu merasakan buah manis dialog, mereka bersemangat dan berlomba-lomba mengikutinya. Bahkan sebagian mereka malah meminta agar sering diajak dialog setelah melihat keterbukaan didalamnya. Penyampaian yang murni ilmiah (dipisahkan dari investigasi kasus) sehingga bermanfaat meluruskan pemahaman keliru (syubhat) yang melekat pada mereka. Rupanya mereka telah menemukan obat bahwa ilmulah obat yang mereka cari, dan merekapun dengan senang hati meminumnya.
Karena sekitar 35 % dari mereka pernah tinggal di wilayah konflik -mudah termakan oleh pemikiran dan fatwa yang menyesatkan. Ketika berdialog dengan ulama yang mumpuni dan ilmu yang benar, akhirnya mereka menyadari salahnya pemahaman mereka. Melalui dialog ini Lajnah al-Munashahah menjelaskan pemahaman yang benar terhadap sebuah dalil, membongkar dalil-dalil atau nukilan-nukilan yang dipotong dan tidak amanah.
Hasilnya banyak tahanan yang insaf. Menurut pengakuannya mereka mengenal pemikiran terorisme dari kaset-kaset “Islami” (tentu saja Islam berlepas diri darinya), ceramah-ceramah penggelora semangat yang menyentuh emosi religi mereka, serta fatwa-fatwa paham terorisme. Dihiasi gambar-gambar, cuplikan-cuplikan audio-visual dan sentuhan efek pada kaset dan video ikut berpengaruh menggugah perasaan. Hal ini jika tidak dikelola dengan baik bisa menjadi badai yang berbahaya.
Program dialog juga ditunjang dengan pemenuhan kebutuhan gizi para tahanan, tidak menyiksa para tahanan, melakukan refreshin. akses kunjungan keluarga dibuka lebar, karena hubungan yang baik dengan keluarga adalah pendorong untuk keluar dari pemikiran rancu mereka. Setelah dilepas, pemerintah memberikan mereka rumah, membiayai kebutuhan anak-anak mereka, membiayai nikah bagi mereka yang singgel. Intinya mereka dibuat sibuk dengan tanggung jawab keluarga. Anggota keluarga mereka juga mendapat arahan khusus untuk mendukung program ini agar keberhasilan upaya menasehati mereka di penjara tidak pudar di rumah.
Sebelum dipulangkan ke masyarakat, mereka ditempatkan di pusat-pusat pembinaan dalam villa-villa peristirahatan tertutup yang memiliki fasilitas lengkap berupa kelas-kelas pembinaan dan sarana olahraga, program pelatihan seni rupa dan kursus ketrampilan berijazah. Secara berkala, diberi kesempatan untuk berkunjung ke rumah keluarga dalam jangka tertentu dengan pengawasan.
Bagaimana dengan Indonesia yang banyak sisi kesamaan dengan Arab Saudi. Sama-sama berpenduduk mayoritas muslim.Pemerintahnya sama-sama divonis kafir oleh teroris. Para tokoh terornya juga banyak terpengaruh oleh tokoh teroris dunia Arab, yang ada di wilayah-wilayah konflik internasional. Karena itu, apa yang telah berhasil dipraktekkan di Arab Saudi insyaallah juga akan berhasil di Indonesia. Pemerintah RI perlu belajar dari keberhasilan ini dan mentransfernya ke bumi pertiwi, agar fitnah terorisme yang telah merusak citra Islam segera hilang dan dapat ditekan. Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran! Wallahu a’lam.
Penulis tinggal di Komplek Pondok Jamilurrohman Sawo Bantul Yogyakarta
http://www.kabarindonesia.com
No comments:
Post a Comment