Monday, October 3, 2011

Saudi Serukan Pembatasan Hak Veto Di PBB

bnra_saudi

Jeddah: Arab Saudi telah mendesak PBB untuk menerima permintaan keanggotaan penuh Palestina dan mengakuinya sebagai negara merdeka.
Selain itu, Arab Saudi juga menyerukan reformasi dalam sistem hak veto PBB untuk membantu memainkan peran yang efektif dalam memperkuat perdamaian dan stabilitas dunia.
Menteri Luar Negeri Pangeran Saud Al-Faisal mengatakan hal ini pada hari Senin (26/9), dan menambahkan bahwa Arab Saudi menyerukan kepada semua negara anggota PBB untuk mengakui Negara Palestina dengan perbatasan yang sudah ditentukan pada 4 Juni 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, dan menyerukan supaya memberikan Palestina keanggotaan penuh di PBB.
Pangeran Saud berkomentar setelah AS berjanji akan memveto permintaan Palestina untuk menjadi keanggotaan PBB penuh.
Dalam sebuah pernyataan tertulis yang didistribusikan di antara delegasi yang menghadiri sesi Majelis Umum PBB di New York, Pangeran Saud juga memberikan pandangan Kerajaan Saudi mengenai reformasi dalam PBB, seperti membatasi penggunaan hak veto.
Pangeran Saud menjabarkan lebih lanjut  masalah reformasi bahwa,"Pandangan kami bahwa reformasi yang nyata diperlukan dalam Majelis Umum untuk memberikan peran kunci dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional."
"Selain itu, negara saya percaya dan masih percaya bahwa tujuan akhir untuk setiap restrukturisasi Dewan keamanan  harus memperkuat kemampuan secara efektif dalam memainkan perannya sesuai dengan Piagam PBB," katanya lagi.
Kerajaan Saudi mendesak PBB untuk menghindari standar ganda dan memastikan kredibilitas dan keseriusan melalui menghormati prinsip-prinsip legitimasi internasional, ketentuan-ketentuan hukum internasional dan persyaratan keadilan internasional.
Pangeran Saud juga menegaskan kecamannya atas operasi militer terhadap orang-orang tak berdaya di Suriah.
Dia juga meminta semua pihak di Yaman supaya mengumumkan komitmen penuh untuk melaksanakan transisi kekuasaan damai sebagaimana diatur dalam inisiatif Konsul Negara-Negara Teluk (GCC) untuk mempercepat mengakhiri krisis Yaman.
Pangeran Saud juga menyataan bahwa fokus konflik Arab-Israel masih mendominasi dan membayangi semua masalah di Timur Tengah.
Menteri Saudi menyalahkan Israel atas kegagalan pembicaraan damai, dan berkata," Waktunya telah tiba bagi Israel untuk mengetahui bahwa ia tidak dapat mengabaikan legitimasi internasional yang berasal dari hukum internasional."
"Namun, negara-negara di Dewan Keamanan, termasuk anggota tetap, memiliki suara bulat dan berulang kali mengeluarkan pernyataan yang menentang kelanjutan dari kegiatan permukiman Israel,"ujarnya lagi.
Dia mengatakan, Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya telah menyatakan keinginan mereka untuk perdamaian dengan Israel melalui Prakarsa Perdamaian Arab, yang diadopsi oleh KTT Arab di Beirut pada tahun 2004.
Namun, tambahnya lagi, Kami tidak dipenuhi oleh komitmen timbal balik dari Israel. Sangat penting bahwa komunitas internasional mengambil posisi yang jelas yang mencerminkan konsensus pada mengambil tindakan konkrit untuk menghidupkan kembali proses perdamaian, kata pangeran.
Ia mengatakan Israel harus segera menghentikan pembangunan permukiman dan mengakui hak Palestina untuk mendirikan sebuah  perbatasan 4 Juni 1967 dengan Yerusalem sebagai ibukotanya serta mencapai solusi yang adil terhadap masalah pengungsi.
Kerajaan Saudi juga mengecam blokade Israel atas Gaza. Situasi di Jalur Gaza yang terkepung menjadikannya sebuah penjara besar karena blokade yang tidak adil diberlakukan oleh Israel yang menyebabkan krisis kemanusiaan yang serius.
Selanjutnya, pasukan Israel melanjutkan serangan militer yang mengerikan terhadap orang Palestina yang menunjukkan bahwa Israel, dengan melakukan agresi dan pelanggaran yang berulang-ulang ini, padahal Israel adalah sebuah negara di atas hukum, tambahnya lagi.(Arn)Cyber Sabili-

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment