Tuesday, July 24, 2012

Derita Pengungsi Suriah di Urdun


Jam’iyah al Kitab wa al Sunnah, sebuah organisasi yang menyerahkan bantuan kepada para pengungsi Suriah di Urdun bercerita, “Aku merasakan kesedihan yang sangat mendalam setiap kali melihat penderitaan yang para pengungsi itu. Yang mengiris hatiku adalah kenyataan bahwa sebenarnya umat Islam yang mampu memberikan bantuan lebih banyak kepada saudara mereka belum melakukan yang optimal.”

Kondisi miris yang hampir selalu kami saksikan adalah terdapatnya keluarga-keluarga Suriah yang hidup di bekas-bekas perumahan yang sama sekali tidak kondusif. Tempat-tempat tersebut memang menutup mereka dari penglihatan orang lain. Tetapi itu sama sekali tidak memadai untuk hidup di tengah kondisi musim panas atau dingin. Belum lagi kondisi kelaparan yang mengancam para pengungsi itu.

“Aku pernah keluar pukul sembilan pagi bersama seorang donatur,” cerita Hammad. “Kami mengendarai mobil yang membawa perabotan rumah tangga buat diberikan kepada para pengungsi. Kami masuk ke sebuah rumah. Kami dikejutkan dengan pemandangan yang sangat menyedihkan. Sebuah keluarga pasangan suami-istri dengan seorang anaknya yang masih kecil. Aku melihat ke kanan dan ke kiri. Tidak ada perabot apa pun, selain sebuah kasur yang sudah tak layak pakai dengan dua lembar selimut tua.”

‘Di mana kalian tidur semalam,’ tanyaku. ‘Di atas kasur ini,’ jawab si suami.

“Kami sangat terpukul,” lanjut Hammad. “Saat itu musim dingin yang menusuk tulang. Bagaimana mereka bisa bertahan? Bagaimana dengan anaknya yang cuma mengenakan pakaian tipis?”

“Pemandangan tersebut sangat menyentuh kami. Kami kira, tidak seorang pun muslim yang tahu kondisi mereka akan berpangku tangan dan tidak berupaya membantu sesama saudaranya. Mereka pengungsi yang lari menyelamatkan diri dari perang, dan tidak membawa apa pun selain pakaian yang melekat di badan.”         

Syeikh Hammad punya cerita lainnya. “Di wilayah terpencil, sebuah keluarga hidup di rumah tua. Kami datang ke sana setelah mendengar informasi tentang keberadaan keluarga tersebut. Yang kami dapati cuma dinding luar rumah dengan jendela yang sudah hancur. Tikus berkeliaran di mana-mana. Dapat saudara bayangkan, rumah itu ditempati seorang ibu dengan empat anaknya yang masih kecil. Bukan itu saja. Ibu itu menderita epilepsi. Seorang anaknya juga menderita penyakit kanker. Seluruh anak-anaknya hanya berpakaian setengah badan. Sedihnya, karena sehari-hari mereka hanya mendapatkan makanan dari tempat sampah.”

Adapun kisah seorang ibu hamil yang terkena tembakan di perutnya di perbatasan Suriah dan Urdun, sungguh merupakan tragedi kemanusiaan. Bagaimana mungkin ada manusia yang tega mengusir seorang perempuan hamil dan mencoba membunuhnya bersama janin yang dikandungnya?

Saat itu, ibu tersebut sedang berusaha melompat bersama suaminya dan seorang anaknya yang kecil untuk menyeberangi perbatasan Suriah. Terkena tembakan, dia jatuh pingsan di belakang kawat besi tajam perbatasan. Alhamdulillah, seorang tentara Urdun yang kasihan berusaha menyelamatkannya dan membawanya menyeberang.

Keluarga kecil itu telah berjalan kaki sejauh tiga kilometer. Mereka lari dari perang yang berkecamuk untuk mencari tempat yang aman. Alhamdulillah, wanita itu akhirnya bisa dibawa ke rumah sakit bersama suaminya yang juga luka akibat tembakan di kakinya.

Bantuan Kemanusiaan

Sejak revolusi Suriah pecah Maret 2011 silam, bangsa Urdun berdisi di samping saudara-saudara mereka di Suriah. Banyak faktor yang mendukung hubungan kedua bangsa itu, khususnya faktor kesamaan agama dan akidah.

Olehnya itu, sejak pertama pengungsi Suriah asal Dir’a melarikan diri dari kekerasan pasukan Nushairiyah ke Ramtsa, sebuah kota di Urdun, organisasi-organisasi swasta dan sosial telah memberikan bantuannya.

Para pengungsi Suriah di Urdun terdistribusi kepada tujuh kota: Irbid, Ramtsa, Mifraq, Zarqa, Jarasy, Kurk dan Oman. Pengungsi itu juga bermacam-macam. Ada yang secara ekonomi mampu, namun ada juga yang tidak punya harta sama sekali. Mereka inilah yang diberikan bantuan oleh organisasi-organisasi dan person yang membantu. Ada juga dari pengungsi itu yang tinggal di rumah kerabat mereka yang kebetulan tinggal di Urdun.

Jumlah pengungsi Suriah di Urdun, sesuai laporan perhitungan lapangan, sekitar 200 ribu orang. Dari jumlah itu, yang terdata di organisasi sosial sekira 100 ribu orang. Jam’iyah al Kitab wa al Sunnah yang dipimpin Syekh Hammad menanggung sebagian besar pengungsi itu. Data Jam’iyah mencatat 50 ribu pengungsi. Jumlah tersebut masih terus bertambah hingga laporan ini dibuat. 

Kesehatan dan Kehidupan PengungsiKondisi kesehatan sebagian pengungsi sangat memprihatinkan. Hal tersebut akibat langsung dari kondisi perang di Suriah atau di perjalanan ketika menyelamatkan diri. Sehingga sebagian dari mereka sebenarnya membutuhkan bantuan kesehatan segera. Namun minimnya biaya menjadi penghalang untuk mendapatkan pelayanan medis yang layak. Situasi yang akhirnya berdampak pada kondisi psikologis korban perang itu.

Diperkirakan saat ini terdapat 500 kasus pengungsi yang membutuhkan penanganan medis segera. Jumlah yang terus bertambah menyusul situasi Suriah yang belum stabil.

Sedangkan pengungsi dengan penyakit di luar luka-luka, seperti menderita diabetes, hipertensi, cardiac, dll. diperkirakan sekitar 20 ribu kasus. Mereka memerlukan obat yang dikonsumsi secara teratur. Jumlah ini belum menghitung kondisi sakit ringan dan bersalin, serta penyakit kejiwaan yang juga membutuhkan penanganan tersendiri.      

Adapun kehidupan sehari-hari pengungsi Suriah, yang paling ringan adalah yang tidak harus meminta-minta. Mereka adalah yang mendapatkan bantuan lewat lembaga-lembaga sosial dan kemanusiaan. Mereka memperoleh paket makanan sekali atau dua kali dalam sebulan. Sekadar untuk menahan lapar.

Setiap paket biasanya terdiri dari makanan kaleng, gula dan beras. Tidak ada sayuran, daging, ayam atau makanan khusus bayi, seperti susu atau popok. Pengungsi wanita juga menghadapi masalah khusus, terkait perlengkapan pribadi mereka.

Kondisi Urdun sendiri tidak memiliki perkemahan khusus buat pengungsi. Akibatnya, pengungsi harus ditempatkan di rumah-rumah kontrak yang biayanya berkisar $ 150 – 250 per bulannya. Patut diketahui bahwa kehidupan di Urdun cukup mahal.

Keluarga yang tidak mendapatkan biaya kontrak terpaksa tinggal dengan keluarga lainnya. Sehingga satu rumah bisa ditinggali sampai tiga keluarga sekaligus. 

Keadaan ini menunjukkan bahwa kontrak rumah menjadi salah satu kebutuhan primer bagi para pengungsi itu. Jam’iyah al Kitab wa al Sunnah sendiri membutuhkan 1 juta dollar perbulan buat kontrakan rumah bagi pengungsi.

Adapun untuk pendidikan, pemerintah Urdun mengizinkan anak-anak pengungsi untuk belajar di sekolah-sekolah milik pemerintah secara gratis. Kebijakan tersebut memberi ketenangan kepada para orangtua terhadap status dan masa depan pendidikan anak-anak mereka. Kendati implementasi kebijakan tersebut tentunya terkait dengan kapasitas dan daya tampung masing-masing sekolah. Sehingga kebutuhan terhadap sekolah swasta tidak dapat dielakkan.

Program Kemanusiaan dan TantangannyaLewat pengamatan sepintas terhadap perkemahan dan penampungan para pengungsi Suriah, kita dapat menyimpulkan sejumlah faktor yang menyebabkan belum optimalnya program kemanusiaan di sana. Di antara sejumlah faktor tersebut, yang penting antara lain: masih minimnya jumlah bantuan jika dibandingkan dengan kebutuhan para pengungsi, keterlambatan bantuan tiba di lokasi, perbedaan antara banyaknya pengumuman tentang proyek kemanusiaan dengan realitas yang ada di lapangan. Untuk faktor yang disebut terakhir, pada banyak kasus mengganggu peta penanganan kemanusiaan yang telah disusun serta menimbulkan prasangka terhadap petugas kemanusiaan.   

Faktor lainnya adalah masih banyaknya donatur yang terfokus kepada bantuan berbentuk makanan, sementara banyak kebutuhan primer lainnya luput. Seperti diketengahkan di atas, banyak keluarga pengungsi yang tidak mampu menanggung sewa kontrak rumah.

Faktor lainnya yang termasuk kendala adalah sikap sebagian donatur yang memaksakan untuk mendistribusikan sendiri bantuannya. Hal yang akhirnya mengganggu jadual pendistribusian bantuan, bahkan menjadikannya di tangan donatur.

Donasi yang didistribusikan langsung juga mengalami kesulitan buat menentukan prioritas keluarga yang berhak diberi bantuan. Apalagi sebagian besar pengungsi tinggal di rumah-rumah kontrak yang berjauhan satu sama lain, bukan di perkemahan yang terlokalisasi. Akibatnya, dibutuhkan waktu, tenaga serta kost yang lebih besar daripada semestinya. Demikianlah sejumlah tantangan yang menjadi kendala bagi program kemanusiaan buat pengungsi Suriah.

Ancaman KritenisasiLembaga-lembaga Barat berkedok kemanusiaan aktif melakukan mizi Zending dengan memanfaatkan kebutuhan para pengungsi.

Kelompok-kelompok gereja giat mendistribusikan bantuan kepada keluarga-keluarga pengungsi lewat tenaga para misionari. Biasanya distribusi tersebut dilakukan langsung atas nama gereja atau sekolah seminari. Mereka membagikan bantuan yang disertakan dengan Injil dan selimut bergambar Salib. Sebagian bantuan materi diselipkan brosur yang berisi pesan-pesan Kristenisasi, sedangkan bantuan medis diberikan setelah pasien mengucapkan ungkapan-ungkapan pengampunan dosa dan ketuhanan Nabi Isa alaihis salam.

Persoalan Status TinggalTidak dapat dilupakan persoalan status tinggal bagi pengungsi yang masuk wilayah Urdun tanpa melewati jalur penyeberangan resmi. Pengungsi yang masuk Urdun di luar jalur penyeberangan resmi terancam ekstradisi, kecuali bila mereka mendapatkan penjamin. Itupun mereka diharuskan membayar 6 dinar Urdun per orang, plus jaminan 3000 dinar Urdun yang ditandatangani hitam di atas putih. 
Masalah lainnya adalah pengungsi asal Palestina yang sebelumnya tinggal di Suriah. Otoritas Urdun memperlakukan mereka sebagai orang yang tidak melewati jalur penyeberangan resmi. Dan dengan alasan politik yang tidak jelas, pengungsi asal Palestina itu tidak diperkenankan untuk mendapatkan penjamin.
Kebutuhan Mendesak
Keperluan hidup berupa biaya kontrak rumah, keperluan bayi seperti susu dan serbet, perlengkapan khusus wanita, karpet, serta paket makanan.


Bantuan kesehatan berupa operasi bagi korban luka dan tindak lanjut penanganannya, penanganan bagi kasus persalinan serta penyakit-penyakit kronik umumnya. Termasuk kebutuhan terhadap klinik yang khusus menangani masalah mental yang banyak menimpa wanita dan anak-anak akibat pengalaman buruk yang mereka lalui. Pengalaman buruk yang menimpa pengungsi Suriah umumnya seperti penembakan di depan mata, atau penggerebekan, atau penyiksaan. 


Bantuan pendidikan berupa biaya dan kebutuhan sekolah, serta iuran sekolah bagi yang terpaksa masuk sekolah swasta. Kondisinya, lebih banyak lagi anak putus sekolah yang lebih membutuhkan pelatihan keterampilan.

Bantuan dakwah berupa buku-buku agama dan mushaf Al Qur’an bagi keluarga-keluarga pengungsi. Di lapangan, penulis mendapati banyaknya permintaan langsung terhadap buku-buku agama dan mushaf, karena banyak juga dari mereka yang sangat awam terhadap dasar-dasar agama.

Bantuan bagi keluarga syuhada, orang hilang dan tahanan politik rezim berbentuk santunan rutin bagi yatim piatu serta perhatian terhadap kebutuhan mereka yang lain, seperti dukungan moril dan pendidikan. 

Termasuk dalam kategori ini anak-anak para perjuang revolusi. Tidak sedikit dari laki-laki yang harus meninggalkan keluarganya di Urdun untuk kembali ke Suriah mendukung gerakan revolusi. 

Tidak lupa yang telah disinggung di atas ialah kebutuhan pengungsi dengan status tinggal sementara, baik itu biaya jaminan maupun paket makanan sesuai dengan kondisi status mereka.

Sebagai penutup, penderitaan pengungsi Suriah tidak hanya terjadi di Urdun. Sebab sejumlah besar mereka juga berada di Libanon dan Turki.

Memasuki bulan Ramadhan, setiap muslim menghadapi ujian sesungguhnya, sejauh mana dia bisa berkontribusi meringankan beban penderitaan saudaranya sesama muslim. Tidak bisa diabaikan bahwa bangsa Suriah sesungguhnya telah berdiri menghadapi tantangan umat terbesar, yaitu sekte Nushairiyah dan aliansi Majusinya.*/alb

Artikel ini hasil kerjasama antara hidayatullah.com dengan Majalah Internasional Al Bayan


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment