Sebelumnya kami pernah membahas seputar muamalah dan menggunakan
produk orang kafir. Untuk menguatkan argumen-argumen yang kami sampaikan
pada tulisan yang lalu, kami lanjutkan pada tulisan berikut ini.
Para Nabi Pernah Dimusuhi, Disakiti bahkan Dibunuh
Jika kita melihat Palestina saat ini yang begitu ditindas oleh
orang-orang Yahudi, perlu kita tahu bahwa hal yang serupa juga pernah
terjadi pada manusia mulia dari para Nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam. Cobalah
kita membuka mushaf Al Qur’an, kita pasti akan menemukan banyak ayat
yang menceritakan bahwa para Nabi pun disakiti oleh kaumnya. Di antara
ayat yang menyebutkan hal tersebut adalah berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman,
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ
مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh,
Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. Al An’am: 112)
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh
dari orang-orang yang berdosa. dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi
petunjuk dan penolong.” (QS. Al Furqon: 31)
Para Nabi pun dimusuhi dengan didustakan. Allah Ta’ala berfirman,
كُلَّ مَا جَاءَ أُمَّةً رَسُولُهَا كَذَّبُوهُ فَأَتْبَعْنَا بَعْضَهُمْ بَعْضًا
“Tiap-tiap seorang Rasul datang kepada umatnya, umat itu
mendustakannya. Maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian
yang lain.” (QS. Al Mu’minun: 44)
وَإِنْ يُكَذِّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ
“Dan jika mereka mendustakan kamu (sesudah kamu beri peringatan), maka sungguh telah didustakan pula Rasul-rasul sebelum kamu.” (QS. Fathir: 4)
Para rasul pun diejek oleh kaumnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
“Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada
datang seorang Rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu
memperolok-olokkannya.” (QS. Yasin: 30)
وَإِذَا رَأَوْكَ إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولا
“Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah
menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): "Inikah orangnya
yang di utus Allah sebagai Rasul?” (QS. Al Furqon: 41)
Nabi yang mulia pun disakiti. Allah Ta’ala berfirman,
لا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى
“Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa.” (QS. Al Ahzab: 69)
Bukan hanya disakiti bahkan sampai dibunuh. Allah Ta’ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan.” (QS. Ali Imron: 112)
كُلَّمَا جَاءَهُمْ رَسُولٌ بِمَا لا تَهْوَى أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ
“Tetapi Setiap datang seorang Rasul kepada mereka dengan membawa
apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian
dari Rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” (QS. Al Maidah: 70)
Bahkan yang kelakuan orang Yahudi lebih parah lagi, mereka sampai-sampai merendahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan hanya manusia, namun Sang Kholiq pun dihina. Kita dapat melihat akan hal ini pada beberapa firman Allah,
وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al An’am: 108)
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ
“Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu".” (QS. Al Maidah: 64)
لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ
قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ سَنَكْتُبُ مَا
قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا
عَذَابَ الْحَرِيقِ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang
mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan Kami kaya". Kami akan mencatat
Perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa
alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): "Rasakanlah
olehmu azab yang mem bakar".” (QS. Ali Imron: 181)
Sungguh aneh bin ajaib ... Setiap kaum muslimin gemar membaca ayat-ayat semacam ini, namun di manakah tadabbur
mereka terhadap ayat-ayat tersebut? Ayat-ayat ini sangat gamblang dan
jelas menunjukkan bahwa orang-orang mulia seperti para Nabi pun pernah
disakiti, dimusuhi, diejek bahkan sampai ada yang dibunuh. Sama halnya
dengan keadaan kaum muslimin yang tertindas di Palestina saat ini,
bahkan siksa yang ditimpa para Nabi tentu saja lebih parah. Karena
semakin tinggi keimanan seseorang, semakin bertambah pula cobaan yang
menimpa dirinya.
Apakah Bentuk Disakiti Tadi Dibalas dengan Boikot?
Para ulama pakar ushul memiliki sebuah kaedah:
إن تأخير البيان عن وقت الحاجة لا يجوز
“Mengakhirkan penjelasan di saat dibutuhkan, itu tidak dibolehkan.”
Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa orang Yahudi dengan lancangnya
mencela dan merendahkan Allah. Namun lihatlah, apakah Allah sampai
memboikot produk-produk mereka karena hal itu? Padahal jelas ini bukan
menyakiti manusia, ini menyakiti Sang Kholik, Penguasa Jagad Raya.
Adakah ayat yang menyatakan bahwa Allah memerintahkan untuk memboikot
produk-produk Yahudi karena kelakukan mereka yang dengan lancang mencela
Allah? Jawabannya, tidak ada sama sekali. Allah tidak memerintahkan
untuk boikot, maka itu menunjukkan bahwa boikot produk Yahudi dalam
keadaan semacam ini bukanlah jalan untuk membalas kelakukan mereka.
Ingatlah kaedah yang disampaikan di atas. Seandainya boikot produk
Yahudi disyariatkan, tentu Allah Ta’ala tidak akan mengakhirkan untuk
menjelaskannya. Karena ingatlah “ta’khirul bayan ‘an waktil haajah laa yajuz”, artinya mengakhirkan penjelasan di saat dibutuhkan, itu tidak dibolehkan.
Begitu pula, lihatlah bahwa orang Yahudi pun tega membunuh nabi-nabi
mereka sebagaimana yang Allah kabarkan. Yang dibunuh bukanlah manusia
biasa atau muslim biasa, namun seorang Nabi yang mulia. Lantas apakah
Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk memboikot
produk-produk Yahudi karena kelakuan mereka ini? Jawabannya, tidak sama
sekali. Lihatlah juga pada Nabi Musa ‘alaihis salam ketika ia
dicela dan disakiti, ia pun tidak memerintahkan pengikutnya untuk
memboikot produk-produk musuhnya kala itu. Nabi Musa ‘alaihis salam
sama sekali tidak memboikot Fir’aun, padahal Fir’aun jelas-jelas
mengakui dirinya adalah Tuhan Yang Maha Tinggi. Bahkan sudah tahu
Fir’aun seperti itu, Musa tetap mau diasuh di rumah Fir’aun, ia pun
makan di situ, ia memakai pakaian dari Fir’aun, padahal Fir’aun secara
terang-terangan melakukan kekufuran yang nyata.
Lihatlah pula kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Di mana
beliau disakiti oleh saudara-saudaranya sebagaimana telah kita tahu
kisahnya. Namun apakah Nabi Yusuf sampai melakukan boikot terhadap
saudara-saudaranya itu? Jawabannya, tidak. Ia pun masih melakukan jual
beli dengan mereka. Allah Ta’ala pun tidak memerintahkan pada Nabi Yusuf untuk tidak memberi sembako pada saudara-saudaranya.
Lihatlah kisah-kisah ini dengan mata kepala Anda. Walaupun disakiti,
dibunuh dan dimusuhi, namun mereka tidak diperintah untuk memboikot
produk musuh-musuh mereka. Renungkanlah baik-baik hal ini.
Sungguh, Al Qur’an bukan hanya dibaca, namun perlu direnungkan secara
lebih mendalam. Ini semua agar kita tidak menjadi orang yang ekstrim
dalam bersikap dan salah langkah.
Apakah Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- Juga Pernah Memboikot Produk Yahudi?
Jika melihat kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sesudah
hijroh, kita tahu bahwa beliau kala itu berada di tengah-tengah orang
Yahudi. Seringkali beliau membuat perjanjian dengan mereka. Namun orang
Yahudi seringkali mengkhianati perjanjian tersebut. Di antara bentuk
tidak sopannya orang Yahudi terhadap umat Islam kala itu adalah
bagaimana mereka mengucapkan salam kepada kaum muslimin. Dari Abdullah
bin Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمُ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقُلْ وَعَلَيْكَ
“Jika seorang Yahudi memberi salam padamu dengan mengatakan
‘Assaamu ‘alaikum’ (semoga kamu mati), maka jawablah ‘wa ‘alaika’
(semoga do’a tadi kembali padamu).” (HR. Bukhari no. 6257)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap bersabar atas kelakuan orang-orang Yahudi dan tidak melakukan boikot sama sekali ketika berdagang dengan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri biasa bermuamalah dengan orang Yahudi, bahkan ketika beliau meninggal dunia, Aisyah radhiyallahu ‘anha
mengatakan bahwa ketika itu baju besi beliau tergadai di tempat orang
Yahudi untuk membeli makanan gandum sebanyak 30 sho’ (Shahih Bukhari,
3/1068). Dari hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya bermua’amalah dengan orang kafir selama belum terbukti keharamannya.” (Fathul Bari, 5/141)
Kalau kita perhatikan pula, orang-orang Yahudilah yang menjadi
pedagang di kota Madinah, mereka menguasai industri dan pertanian. Namun
kaum muslimin di masa itu tetap memanfaatkan hasil pertanian
orang-orang Yahudi, mengenakan pakaian mereka, dan memanfaatkan hasil
industri mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak
menghalangi kaum muslimin untuk bermuamalah dengan mereka. Beliau pun
tidak melakukan boikot, padahal Yahudi sudah jelas sering mengkhianati
beliau bahkan berlaku kejam terhadap beliau.
Tidak Semua Orang Boleh Asal-Asalan Melakukan Boikot
Sekarang kita akan melihat di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada dua orang Yahudi yang dikenal sering menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Ka’ab bin Al Asyrof dan Abu Rofi’. Kita dapat melihat dalam dua riwayat berikut yang menceritakan tentang terbunuhnya mereka berdua.
Riwayat Tentang Ka’ab bin Al Asyrof
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan
kepada kami Sufyan berkata, 'Amru aku mendengar Jabir bin 'Abdullah
radliallahu 'anhuma berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda,
مَنْ لِكَعْبِ بْنِ الأَشْرَفِ فَإِنَّهُ آذَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ - صلى الله عليه وسلم -
"Siapa yang bersedia untuk (membunuh) Ka'ab bin Al Asyraf karena dia
telah menghina Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam?. Lalu
Muhammad Bin Maslamah berkata: "Aku bersedia". Kemudian Muhammad bin
Maslamah menemui Ka'ab bin Al Asyraf, lalu berkata: "Kami ingin engkau
agar meminjamiku satu atau dua wasaq kurma". Dia (Ka'ab) menjawab:
"Gadaikan dulu isteri-isteri kalian". Para sahabat Maslamah menjawab:
"Bagaimana mungkin kami menggadaikan isteri-isteri kami sedangkan engkau
orang arab yang paling tampan?". Dia berkata: "Kalau begitu gadaikan
anak-anak kalian." Mereka berkata: "Bagaimana kami menggadaikan
anak-anak kami, padahal nantinya mereka mendapat cemoohan: "Duh, anaknya
digadaikan hanyalah untuk sekedar menadapat satu atau dua wasaq, itu
adalah celaan bagi kami, namun kami akan menggadaikan kamu dengan
lakmah". Sufyan berkata: "Maksud lakmah adalah pedang". Maka
Maslamah berjanji kepadanya untuk menemuinya, lalu mereka membunuhnya
kemudian mereka temui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu mereka
kabarkan kejadiannya. (HR. Bukhari no. 2510)
Riwayat Tentang Abu Rofi’ (Seorang Saudagar Yahudi)
Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa telah menceritakan
kepada kami 'Ubaidullah bin Musa dari Israil dari Abu Ishaq dari Al
Barra bin 'Azib dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pernah mengutus beberapa sahabat Anshar kepada seorang Yahudi bernama
Abu Rafi', dan beliau menunjuk Abdullah bin 'Atik untuk memimpin mereka.
Abu Rafi' adalah seorang laki-laki yang selalu menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dan membantu musuh untuk menyerang beliau, dia tengah berada di
bentengnya yang berada di wilayah Hijaz. Ketika para sahabat tersebut
telah dekat dengan (bentengnya) -yaitu ketika matahari hampir terbenam
dan orang-orang telah kembali dari gembalaannya-, maka Abdullah berkata
kepada para sahabatnya, "Diamlah kalian di tempat kalian masing-masing,
sesungguhnya aku akan berusaha masuk tanpa sepengetahuan penjaga pintu,
mudah-mudahan aku bisa masuk." Setelah itu dia pergi hingga mendekati
pintu (gerbang), ia menutup kepalanya seolah-olah orang yang sedang
buang hajat. Ketika orang-orang telah masuk, maka penjaga pintu berkata
kepadanya, "Wahai Abdullah, jika kamu ingin masuk, maka masuklah,
sesungguhnya aku akan menutup pintu gerbang." Lalu aku masuk dan
bersembunyi, ketika orang-orang telah masuk, pintu gerbang pun ditutup,
kemudian kunci pintu gerbang digantungkan di atas gantungan kunci."
Abdullah berkata, "Lalu aku bangun ke tempat mereka meletakkan gantungan
kunci, aku pun megambilnya, dengan cepat aku membuka pintu gerbang.
Sementara itu Abu Rafi' sedang bergadang bersama orang-orang, yaitu
dalam sebuah kamar miliknya di tempat yang agak tinggi. Ketika
orang-orang yang bergadang bersamanya telah pulang, aku langsung naik ke
rumahnya, setiap kali aku membuka pintu, maka aku langsung menutupnya
dari dalam, aku berujar, "Jika mereka memergokiku, maka mereka tidak
akan menemukanku hingga aku berhasil membunuhnya." Lalu aku mendapatinya
ia berada di tengah keluarganya, yaitu di rumah yang sangat gelap,
sampai aku tidak tahu di manakah dia berada." Aku pun berseru, "Wahai
Abu Rafi'!" dia berkata, "Siapakah itu?" ia lalu bergerak ke arah suara,
dan aku langsung menebasnya dengan pedang, karena saat itu aku sangat
gugup, maka tebasanku tidak sampai membunuhnya dan ia berteriak
sekeras-kerasnya. Lalu aku keluar dari rumah dan aku menunggu dari luar
tidak terlalu jauh, kemudian aku masuk menemuinya kembali. Aku bertanya,
"Aku mendengarmu berteriak, ada apa sebenarnya wahai Abu Rafi'?" dia
menjawab, "Kecelakaan bagi ibumu! Sungguh, seseorang masuk ke dalam
rumahku dan berusaha menebasku dengan pedang." Abdullah berkata,
"Kemudian aku kembali menebasnya hingga ia terluka parah, namun aku
belum sempat membunuhnya, kemudian aku tusukkan pedang ke perutnya
hingga tembus ke punggungnya, setelah itu aku yakin bahwa aku telah
membunuhnya. Kemudian aku pergi lewat pintu demi pintu hingga aku sampai
ke anak tangga hingga kakiku merasa telah menyentuh permukaan tanah.
Dan pada malam itu aku terjatuh di malam yang cahaya bulan sangat
terang, dan kakiku pun patah, kemudian aku pun membalutnya dengan kain
surbanku. Setelah itu aku pergi perlahan sampai aku duduk di depan pintu
gerbang, aku berkata kepada sahabat-sahabatku, "Aku tidak akan keluar
dari benteng ini sampai aku tahu bila aku benar-benar telah
membunuhnya." Ketika ayam jantan mulai berkokok, seseorang pembawa
berita kematian berdiri dan berkata, "Aku umumkan bahwa Abu Rafi',
saudagar dari Hijaz telah meninggal dunia." Lalu aku menemui
sahabat-sahabatku dan berkata, "Mari kita pergi menyelamatkan diri,
karena Allah telah membunuh Abu Rafi'." Setelah sampai di hadapan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam hal itu pun aku beritahukan kepada beliau,
lantas beliau pun bersabda: "Bentangkanlah kakimu." Lalu aku
membentangkannya, lalu beliau mengusapnya, seakan-akan kakiku tidak
merasakan sakit." (HR. Bukhari no. 3022)
Perhatikanlah dalam dua kisah di atas. Dua orang tersebut sudah dikenal selalu menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap orang pun tahu akan hal itu. Akan tetapi, lihatlah apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
perintahkan semua orang untuk memboikot dua orang Yahudi tersebut?
Jawabannya, tidak ada satu orang pun yang memboikot Abu Rofi’ padahal ia
seorang pedagang Yahudi. Jika diboikot, tentu akan berpengaruh padanya.
Namun hal ini tidak diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lihatlah pula dalam kisah Ka’ab bin Al Asyrof. Muhammad bin Maslamah
masih bermuamalah dengannya. Padahal jelas Ka’ab adalah orang yang biasa
menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang disakiti ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukan seorang muslim biasa. Namun lihatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan Muhammad bin Maslamah bermuamalah dengan Ka’ab, sebelum akhirnya ia pun membunuh Ka’ab.
Boikot dalam Rangka Ibadah
Faktor pendorong untuk melakukan boikot terhadap produk orang kafir
sudah ada di sejak masa para Nabi dahulu. Namun tidak ada satu pun agama
samawi yang mensyariatkan untuk melakukan hal semacam ini. Padahal
jelas-jelas para nabi tersebut dicela, disakiti dan bahkan ada yang
dibunuh. Orang-orang ketika itu juga ditindas bahkan dibunuh. Akan
tetapi, tidak ada satu pun dari para nabi melakukan boikot, terkhusus
lagi Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu juga boikot semacam ini tidak dilakukan oleh para sahabat ridhwanallahu ‘alaihim ajma’in, para
tabi’in dan ulama-ulama besar sesudahnya. Padahal dari zaman ke zaman,
orang beriman akan selalu ditindas dan disakiti, itulah sunnatullah.
Bagaimana jika boikot ini dilakukan dalam rangka ibadah sebagaimana niatan sebagian orang dalam rangka memperjuangkan Islam?
Sebagai renungan, cobalah kita perhatikan perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah,
وَمَنْ
تَقَرَّبَ إلَى اللَّهِ بِمَا لَيْسَ مِنْ الْحَسَنَاتِ الْمَأْمُورِ بِهَا
أَمْرَ إيجَابٍ وَلَا اسْتِحْبَابٍ فَهُوَ ضَالٌّ مُتَّبِعٌ لِلشَّيْطَانِ
وَسَبِيلُهُ مِنْ سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang
bukan kebaikan yang diperintahkan baik dengan perintah wajib atau pun
sunnah, maka ia berarti telah salah jalan yang hanya mengikuti
langkah-langkah setan dan jalan yang ia tempuh hanyalah jalan setan.” (Majmu’ Al Fatawa, 1/162). Namun boikot pada asalnya adalah sesuatu yang mubah tergantung dari maslahat yang dihadapi.
Janganlah seseorang beribadah kecuali dengan syari’at Allah. Solusi
dari kejahilan adalah dengan belajar dan terus belajar. Modal semangat
tanpa ilmu tidak cukup memperjuangkan agama yang hanif ini.
Nasehat
Membeci orang kafir adalah suatu keharusan, namun melakukan boikot
bukanlah di tangan sembarang orang. Boikot bukanlah hak setiap individu,
namun menjadi hak dari penguasa. Ingatlah firman Allah Ta’ala,
وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al An’am: 108). Jika setiap orang
bertindak seenaknya untuk boikot, maka bisa membuat kebanyakan orang
jadi bingung akan halalnya suatu produk. Jadi kembalikanlah urusan
tersebut pada penguasa karena merekalah yang lebih berhak daripada kita
dalam masalah ini. Itulah jadinya kebencian tak berdasar pada orang kafir, tak dibangun di atas ilmu dan tanpa bukti.
Agar kaum muslimin terlepas dari kezholiman dan penindasan, maka
solusinya adalah kembali berpegang teguh pada ajaran agamanya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ
بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ
لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Jika kalian berjual beli secara cara 'inah[1],
mengikuti ekor sapi (sibuk dengan ternak), ridho dengan bercocok tanam
(sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad, maka Allah akan
menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari
kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud no. 3462. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Jadi solusi bisa selamat dari kehinaan adalah kembali berpegang teguh dengan ajaran Islam.
Kesimpulan Bijak Tentang Boikot
Kesimpulan ini kami hadirkan setelah melihat perselisihan ulama dalam masalah ini antara yang bolehkan dan tidak.
- Hukum asal membeli produk orang kafir itu dibolehkan karena ini bagian dari muamalah yang mubah.
- Jika terdapat produk muslim dan produk kafir yang kualitasnya sama-sama bagus, maka dahulukanlah membeli produk muslim agar tidak termasuk loyal pada orang kafir. Namun jika ternyata produk muslim tidak memiliki kualitas yang bagus sebagaimana produk orang kafir dan bahkan sering dikelabui, maka saat ini tidak mengapa membeli produk orang kafir.[2]
- Hukum asal boikot produk musuh Islam adalah mubah (dibolehkan).
- Terkadang hukum boikot bisa menjadi wajib atau sunnah bahkan kadang pula bisa diharamkan tergantung dari maslahat dan mafsadat.
- Boikot ini dilakukan jika memang kaum muslimin tidak merasa kesulitan mencari pengganti dari produk yang diboikot.
- Sebaiknya boikot ini diserahkan kepada penguasa karena hal ini menyangkut maslahat orang banyak. Jika semua orang angkat bicara dalam masalah ini, maka akan membuat orang awam bingung.
- Produk yang diboikot memang betul-betul diyakini hasilnya digunakan untuk menindas kaum muslimin. Jika hanya sangkaan tanpa bukti kuat, maka ini sama saja mengelabui kaum muslimin.
Semoga Allah senantiasa memberi pertolongan pada kaum muslimin. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Nantikan dalam tulisan selanjutnya fatwa-fatwa mengenai hukum boikot. Semoga Allah mudahkan.
Diselesaikan di Jumat sore yang penuh barokah, 16 Jumadil Awwal 1431 H (30/04/2010)[3]
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
[1] Jual beli ‘inah
adalah seseorang menjual barang dengan pembayaran tertunda, lalu ia
membelinya kembali dengan harga yang lebih rendah dari penjualan tadi.
Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad melarang jual beli semacam
ini. Alasan jual beli ini terlarang karena terdapat unsur riba.
[2] Sebagaimana Fatwa Al Lajnah Ad Daimah yang akan kami terangkan pada posting selanjutnya.
[3] Tulisan ini terinspirasi dari tulisan di web http://www.albaidha.net/ dengan judul (المقاطعة بين اْدلة الشريعة وانفعالات اْهلها), ditambah http://www.saaid.net/mktarat/qatea/5.htm
Masya Allah, saya telah melihat blog Anda http://islamchm.blogspot.com/. Sebuah ide yang sangat brilian.
ReplyDeleteNamun apakah kita sudah memastikan kalau buku-buku hasil pindai di situ sudah dihalalkan penulisnya untuk disebarkan, Saudaraku? Semoga Allah ganjar dengan pahala yang tak putus sampai kiamat dan semoga Allah ampuni segala dosamu.
Amin.
Alhamdulillah..., Insya Allah buku-buku tersebut telah diijinkan. Dan memang demikianlah sifat dakwah salafiah.
DeleteJazakallahu khoir atas do'a antum, semoga usaha yang kecil ini diberkahi. Amien.
Dan tentunya kita mohon ampun bila kita lalai atau salah.