Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Rumaysho.com
dalam bahasan terdahulu telah menyinggung masalah ini. Namun dalam
tulisan kali ini kami akan meneliti lebih jauh dari manakah para ulama
yang mengatakan bahwa pahala shalat juga berlipat-lipat di seluruh
Makkah.
Para ulama berselisih pendapat tentang yang dimaksud masjidil haram tempat dilipat gandakannya pahala shalat.
Pendapat pertama, yang dimaksud masjidil haram adalah Ka’bah.
Dalil dari pendapat adalah firman Allah Ta’ala,
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.” (QS. Al Baqarah: 144). Yang dimaksud dengan mengarahkan wajah dalam ayat ini adalah ke Ka’bah saja. Sanggahan: Yang dimaksud masjidil haram di sini menunjukkan taghlib (global), yaitu secara umum maksudnya adalah Ka’bah.
Pendapat ini juga berdalil dengan hadits,
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ الْكَعْبَةَ
“Shalat di masjidku (masjid Nabawi) lebih baik dair 1000 shalat di masjid lainyya kecuali Ka’bah”. (HR. An Nasai no. 2899, Ahmad 2/386. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani). Sanggahan:
yang dimaksud dalam hadits ini adalah Masjid Ka’bah (yaitu masjid yang
di dalamnya terdapat Ka’bah). Hal ini diterangkan dalam hadits Maimunah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةٌ فِيهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ مَسْجِدَ الْكَعْبَةِ
“Shalat di dalamnya (masjid Nabawi) lebih baik dari 1000 shalat di masjid lainnya kecuali Masjid Ka’bah” (HR. Muslim no. 1396). Pendapat inilah yang dipilih oleh ulama Syafi’iyah belakangan.
Pendapat kedua,
yang dimaksud masjidil haram adalah masjid yang di dalamnya terdapat
Ka’bah (artinya bukan seluruh Makkah). Inilah pendapat ulama Hambali dan
dikuatkan oleh sebagian ulama Syafi’iyah serta juga dipilih oleh ulama
belakangan seperti Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin.
Dalil dari pendapat ini adalah firman Allah Ta’ala,
وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram” (QS. Al Baqarah: 191).
Begitu pula firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
“Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati masjidil haram sesudah tahun ini” (QS. At Taubah: 28). Yang dimaksud dengan ayat di atas adalah masjid jama’ah yang di dalamnya terdapat Ka’bah.
Ayat lain yang menguatkan pendapat ini adalah firman Allah Ta’ala,
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha” (QS. Al Isra’: 1). Salah satu pendapat menyatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
isro’ mi’roj dari kamar di rumahnya. Ada pula pendapat yang mengatakan
bahwa beliau melakukannya dari rumah Ummu Hani, dan itu di luar masjid.
Inilah yang jadi dalil bahwa seluruh tanah haram (seluruh Makkah)
disebut masjidil haram. Namun masalah dari mana beliau mulai berisro’,
hal ini diperselisihkan para ulama. Dalam hadits dari Anas bin Malik,
dari Malik bin Sho’sho’ah, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan malam beliau melakukan isro’,
بَيْنَمَا أَنَا فِى الْحَطِيمِ - وَرُبَّمَا قَالَ فِى الْحِجْرِ
“Tatkala itu aku berada di tembok Ka’bah, bisa dikatakan pula di al Hijr.” (HR. Bukhari no. 3887)
Hadits lain yang menguatkan pendapat ini adalah hadits dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
مَنْ صَلَّى
فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الصَّلَاةُ فِيهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ
صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا مَسْجِدَ الْكَعْبَةِ
“Barangsiapa shalat di masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka sungguh aku pernah mendengar beliau bersabda: Shalat di
masjidku (masjid Nabawi) lebih baik dari 1000 shalat di masjid lainnya
selain masjid Ka’bah (masjid yang di dalamnya terdapat Ka’bah)” (HR. Muslim no. 1396 dan An Nasai no. 691)
Alasan lainnya lagi adalah hadits,
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِى هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
“Janganlah bersengaja melakukan perjalanan dengan sengaja (dalam
rangka ibadah) kecuali ke tiga masjid: masjidku ini (masjid Nabawi),
masjidil Haram dan Masjidil Aqsho.” (HR. Bukhari no. 1189 dan
Muslim no. 1397). Dari hadits ini dapat dipahami bahwa jika seseorang
bersengaja melakukan perjalanan ibadah ke Makkah, namun ia mengunjungi
selain masjidil haram, yaitu ke masjid-masjid yang ada di tanah Makkah,
maka itu bukanlah yang dimaksudkan dalam hadits di atas, bahkan bisa
jadi terlarang jika ia hanya mengunjungi masjid-masjid sekitar saja.
Yang dimaksudkan dalam hadits itu adalah ke Masjidil Haram, yaitu masjid
yang terdapat Ka’bah, tempat berlipatnya pahala.
Pendapat ketiga,
yang dimaksud masjidil haram adalah seluruh tanah haram, yaitu seluruh
Makkah. Inilah pendapat ulama Hanafiyah dan Malikiyah. Pendapat ini juga
dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim dan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
‘Abdillah bin Baz.
Dalil dari pendapat ini, pertama adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
“Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati masjidil haram sesudah tahun ini”
(QS. At Taubah: 28). Yang dimaksud ayat ini adalah seluruh tanah haram,
bukan hanya masjid saja. Ibnu Hazm bahkan mengatakan bahwa tidak ada
khilaf (perselisihan pendapat) dalam hal ini.
Sanggahan: Ayat di atas disebutkan “فَلَا
يَقْرَبُوا” (janganlah mendekati) dan tidak disebut “فلا يدخلوا”
(janganlah memasuki). Yang dimaksud dalam masjid dalam ayat di atas
adalah tetap masjidil haram (tempat thowaf), itu dikatakan ‘jangan
mendekati’. Karena bila telah sampai perbatasan tanah haram, maka non
muslim tidak boleh melewatinya, itu dinamakan janganlah mendekati
masjidil haram.
Dalil lain yang jadi argumen pendapat ini adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَنْ
يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari
jalan Allah dan Masjidil haram yang telah Kami jadikan untuk semua
manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa
yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya
akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” (QS. Al Hajj: 25). Pendapat ini beralasan bahwa yang dimaksud masjidil haram dalam ayat ini adalah seluruh Makkah. Sanggahan:
Yang dimaksud Masjidil Haram adalah tetap masjid yang di dalamnya
terdapat Ka’bah. Inilah makna tekstual (zhohir) dari ayat Al Qur’an
sebagaimana pendapat Imam Nawawi dan Ibnul Qayyim.
Pendapat Terkuat
Dari penjelasan di atas, berdasarkan dalil terkuat dan
sanggahan-sanggahan yang diberikan, maka kami lebih tenang pada pendapat
kedua yang menyatakan bahwa Masjidil Haram tempat dilipatgandakan
pahala bukanlah seluruh Makkah atau seluruh tanah haram, tapi khusus di
masjid yang di dalamnya terdapat Ka’bah (yaitu Masjidil Haram yang kita
kenal). Penjelasan di atas menjadi koreksi terhadap pendapat kami
sebelumnya di tulisan “Pahala Shalat di Makkah 100.000 kali”.
Koreksi ini datang setelah melihat perselisihan yang ada dan dalil yang
dibawakan. Jadi, pendapat ulama Hambali dan ulama Syafi’iyah inilah
yang kami anut saat ini.
Jadi bagi laki-laki jika berada di tanah haram Makkah dan tidak jauh
serta tidak menyulitkan, hendaklah ia berusaha shalat di Masjidil Haram
agar mendapatkan pahala melimpah. Sedangkan wanita, jika ia tetap shalat
di rumah atau di hotelnya, maka itu tetap lebih baik dari shalat di
Masjidil Haram, artinya pahalanya tetap lebih banyak. Sebagaimana sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Ummu Humaid,
قَدْ عَلِمْتُ
أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاَةَ … وَصَلاَتُكِ فِى دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ
مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاَتُكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ
خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِى
”Aku telah mengetahui bahwa engkau senang sekali jika dapat
shalat bersamaku. ... (Namun ketahuilah bahwa) shalatmu di rumahmu
lebih baik dari shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu
lebih baik daripada shalatmu di masjidku.” (HR. Ahmad no. 27135. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan). Bayangkan, ini yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan pada wanita, padahal shalat di Masjid Nabawi mendapatkan pahala 1000 kali dari masjid lainnya. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap
perintahkan ia shalat di rumahnya dan itu lebih baik untuknya. Demikian
penjelasan yang kami dapatkan dari guru kami Syaikh Hammad Al Hammad hafizhohullah, imam masjid Jami’ah Malik Su’ud Riyadh KSA, pada pelajaran Kitab Tauhid dua pekan yang lalu (21/10/1432 H).
Wallahu a’lam bish showab. Wallahu waliyyut
taufiq. Walhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah, wa ‘ala
aalihi wa shohbihi ajma’in.
Referensi utama: Tulisan Syaikh ‘Abdul Lathif bin ‘Audh Al Qorni dalam Mawqi’ Muslim yang kami nukil dari www.dorar.net.
Disusun di pagi hari selepas shubuh, Jumat 9 Dzulqo’dah 1432 H (07/10/2011)
Ummul Hamam, Riyadh KSA
No comments:
Post a Comment