Kemajuan Islam yang dicapai pada periode klasik yang berlangsung mulai
abad VII sampai abad XIII itu, disebabkan karena dorongan aspirasi
ajarannya yang dinamis dan menggairahkan, menyeru umat manusia berjuang
dan berjihad.
Pada periode berikutnya, Islam kembali mengalami kemunduran yang ditandai dengan jatuhnya Bagdad ke tangan Khulagu Khan,
pada tahun 1258 M. Kemunduran Islam pada periode pertengahan disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar penulis akan mengemukakan
faktor penyebab tersebut yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang berkaitan dengan umat Islam itu sendiri, mencakup
segi-segi kehidupan politik, ekonomi, agama, dan intelektual. Dalam
lapangan politik, pemerintah Islam pada waktu itu terlalu bersifat
absolut dan mengabaikan sehi-segi kehidupan politik yang demokratis.
Dengan demikian pemerintah atau penguasa selalu berbuat seenaknya, hidup
bermewah-mewah sehingga kurang perhatiannya kepada pembangunan.
Pertentangan di kalangan pemerintah merupakan ciri dan tingkah laku
politik pada masa itu dan telah banyak membawa, serta mengakibatkan
perpecahan umat Islam sehingga umat Islam menjadi lemah.
Adapun dari segi teologi dan pemikiran, yaitu muncul dan tersebarnya aliran Jabariyah
yang menyebabkan umat Islam berfikir statis, apatis, dan patalis.
Faham-faham tarekat yang intinya mendekatkan diri kepada Allah swt. dan
membelakangi dunia, turut pula membawa pengaruh pada kemunduran umat
Islam pada periode pertengahan. Tarekat menyebabkan umat Islam tidak
lagi bergairah dalam kehidupan nianya, sehingga akhirnya tertinggal
bahkan kehilangan jejak dalam kebudayaan.
Di bidang intelektual, kemunduran yang telah dimulai dari masa
sebelumnya menyebar semakin luas. Kedinamisan berfikir serta semangat
penelitian semakin hilang, dan cahaya ilmu pengetahuan yang menyinari
dunia Islam beberapa abad kemudian hampir-hampir padam sama sekali.
Refleksi dari kemunduran intelektual tersebut antara lain tampak dua hal
yaitu tertanamnya sikap taklid pada mazhab fiqih dengan terjadinya
penyimpangan aqidah dalam berbagai bentuk.
Taklid muncul ketika hasil-hasil ijtihad para imam mujtahid dibukukan
dan terbentuk sebagai mazhab fiqih. Gejala tersebut semakin nampak jelas
dengan terpusatnya kegiatan ulama sesudahnya dalam mempelajari
hasil-hasil pemikiran imam mujtahid tertentu dengan membuat ikhtisar,
syarh, dan sebagainya. Dengan tidak menyimpang dari pendapat imam
mujtahid yang diikuti.
Harun Nasution dalam bukunya “Pembaharuan dalam Islam”, mengatakan:
Di setiap negara yang dikunjungi Muhammad bin Abdul Wahhab melihat kuburan para Syekh. Tarekat bertebaran. Ke kuburan-kekuburan itulah umat Islam meminta pertolongan dari Syekh atau wali yang dikuburkan di dalamnya untuk menyelesaikan problema hidup mereka sehari-hari.
Pada masa itu syekh atau wali yang telah meninggal dunia itu dipandang
sebagai orang yang berkuasa untuk menyelesaikan segala persoalan yang
dihadapi manusia di alam ini. Karena pengaruh tarekat, permohonan dan
do’a tidak lagi dipanjatkan langsung kepada Tuhan tetapi melalui syafaat
syekh atau wali tarekat sebagai orang yang bisa mendekatiTuhan, dan
bisa memperoleh rahmat-Nya. Keyakinan ini disebabkan karena mereka
menganggap dirnya sebagai orang yang kotor, dan tidak akan bisa
mendekati Tuhan kecuali dengan perantara.
Fenomena tersebut di atas, menggugah perasaan Muhammad bin Abdul Wahhab
untuk merombak kebiasan-kebiasaan tersebut. Yang dilihat dari usahanya
untuk memurnikan kembali ajaran Islam yang berdasar pada al-Qur’an dan
Hadis.
Gerakan Wahabi dalam pembaharuan Islam memberikan sumbangsih yang sangat
penting demi untuk memulihkan kembali kejayaan Islam. Dengan
menggemanya semangat dari para pendukung gerakan wahabi untuk memurnikan
ajaran Islam yang juga dikenal dengan melakukan pembaharuan Islam, pada
dasarnya mengandung beberapa nilai yang penting bagi lairnya kompleks.
Dan nilai-nilai mitu dapat diperinci menjadi tiga bagian penting, yaitu:
Nilai Pembaharuan
Gerakan Wahabi mengandung nilai-nilai pembaharuan terutama dari segi
keagamaan, taklid ditinggalkan, dari segi akhlak menjauhkan diri dari
segala kemewahan, pemborosan dan kemaksiatan, serta kemalasan. Dari segi
sosial, berupa kesatuan masyarakat, menjauhkan konflik-konflik sosial,
dan soal ekonomi, menciptakan semangat kerja dan percaya diri serta
tidak tergantung kepada orang lain.
Nilai Perjuangan
Gerakan ini kembali menemukan semangat Islam yang penuh dinamika
perjuangan. Umat Islam disadarkan kembali akan peranannya dalam
mengemban tugas agama Islam yang tidak terpisah dari tugas duniawi dan
tugas ukhrawi, sebagai manusia sekaligus sebagai khilafah di muka bumi.
Nilai Kemerdekaan
Gerakan Wahabi mengandung nilai kemerdekaan, terutama kemerdekaan
berfikir. Umat Islam yang diliputi oleh taklid yang membabi buta hanya
mengikuti pendapat orang lain.
Dengan melihat fenomena tersebut di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab adalah untuk memperbaiki kedudukan umat Islam, yang timbul bukan
sebagai reaksi terhadap suasana politik, akan tetapi lebih mengarah
kepada reaksi terhadap faham tauhid yang terdapat di kalangan umat
Islam. Oleh karena itu tidaklah keliru jika beliau mengatakan bahwa
gerakan tersebut bernama “Muwahhidun” yang berarti gerakan pemurnian Islam.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Tim Penyusun Texbook Sejarah dan Kebudayaan Islam Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI., Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II (Ujung Pandang: t.p., 1982/1983). Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh (Suatu Studi Perbandungan) (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1993). Harun nasuion, Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan) (Cet. X; Jakarta: Bulan Bintang, 1994). A. Munir, etl al., Aliran Modern Dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1994).
www.referensimakalah.com
No comments:
Post a Comment