Wanita berbusana minim kini bukan lagi pemandangan aneh di berbagai
mal di Uni Emirat Arab, seiring dengan meningkatnya populasi warga asing
di sana. Namun, hal ini rupanya merisaukan para wanita Arab yang merasa
budaya berbusana setempat semakin terkikis.
"Saat saya sedang berada di mal, saya melihat dua wanita memakai celana pendek. Sebentar, bukan celana pendek, saya rasa itu pakaian dalam," kata Asma al-Muhairi, warga Abu Dhabi.
"Saat saya sedang berada di mal, saya melihat dua wanita memakai celana pendek. Sebentar, bukan celana pendek, saya rasa itu pakaian dalam," kata Asma al-Muhairi, warga Abu Dhabi.
Berbagai pertanyaan
muncul di benak Asma, yang tidak menduga para wanita itu leluasa
melenggang di mal di mana ada banyak anak-anak.
Merasa terganggu, Asma melapor kepada pengelola mal, tapi tidak membuahkan hasil. Bersama seorang wanita Arab lainnya, Hanan Al-Rayes, Asma yang sehari-hari mengenakan abaya memutuskan menumpahkan unek-uneknya di Twitter sejak Mei lalu.
Diberitakan harian Saudi Gazette, mereka membuat akun yang mengkampanyekan larangan bagi pengunjung mal berjalan-jalan hanya menggunakan hot pants, tanktop, atau busana berpotongan rendah. "Akun ini merupakan simbol kepedulian kami terhadap budaya asli warga Emirat, yang kini menjadi minoritas di negeri sendiri," ucap Asma.
Hingga kini, akun tersebut sudah meraih pengikut lebih dari 35 ribu orang. Pro dan kontra pun bermunculan.
Dewan Federal Nasional Emirat, misalnya, akan mengupayakan penerapan aturan berbusana ini secara lebih tegas karena dianggap penting untuk pelestarian budaya Emirat yang konservatif. Namun mereka harus memutar otak karena ini baru berupa kampanye, bukan undang-undang, sehingga pelanggarnya tidak bisa dikenai sanksi.
Para warga asing di Emirat pun memprotes kampanye ini. "Ini konyol. Kami berhak berpakaian seperti yang kami inginkan," kata mereka. Fesyen dan upaya untuk merasa sejuk di tengah terpaan hawa panas Uni Emirat Arab menjadi alasan mereka untuk memilih tidak mengikuti aturan berbusana Arab.
Saat ini, hanya 10 persen penduduk asli Uni Emirat Arab yang mendiami negara mereka sendiri. Selebihnya adalah pekerja asing dari Asia, Afrika, serta Timur Tengah, juga para ekspatriat Barat yang tinggal secara temporer.VIVAnews -
Merasa terganggu, Asma melapor kepada pengelola mal, tapi tidak membuahkan hasil. Bersama seorang wanita Arab lainnya, Hanan Al-Rayes, Asma yang sehari-hari mengenakan abaya memutuskan menumpahkan unek-uneknya di Twitter sejak Mei lalu.
Diberitakan harian Saudi Gazette, mereka membuat akun yang mengkampanyekan larangan bagi pengunjung mal berjalan-jalan hanya menggunakan hot pants, tanktop, atau busana berpotongan rendah. "Akun ini merupakan simbol kepedulian kami terhadap budaya asli warga Emirat, yang kini menjadi minoritas di negeri sendiri," ucap Asma.
Hingga kini, akun tersebut sudah meraih pengikut lebih dari 35 ribu orang. Pro dan kontra pun bermunculan.
Dewan Federal Nasional Emirat, misalnya, akan mengupayakan penerapan aturan berbusana ini secara lebih tegas karena dianggap penting untuk pelestarian budaya Emirat yang konservatif. Namun mereka harus memutar otak karena ini baru berupa kampanye, bukan undang-undang, sehingga pelanggarnya tidak bisa dikenai sanksi.
Para warga asing di Emirat pun memprotes kampanye ini. "Ini konyol. Kami berhak berpakaian seperti yang kami inginkan," kata mereka. Fesyen dan upaya untuk merasa sejuk di tengah terpaan hawa panas Uni Emirat Arab menjadi alasan mereka untuk memilih tidak mengikuti aturan berbusana Arab.
Saat ini, hanya 10 persen penduduk asli Uni Emirat Arab yang mendiami negara mereka sendiri. Selebihnya adalah pekerja asing dari Asia, Afrika, serta Timur Tengah, juga para ekspatriat Barat yang tinggal secara temporer.VIVAnews -
No comments:
Post a Comment