Oleh : Khairil Miswar
MESKIPUN isu wahabi terkesan sudah
usang namun kontroversi terhadap wahabi terus terjadi sampai hari
ini. Bagi kaum modernis wahabisme merupakan sebuah gerakan pembaharuan
dan pemurnian ajaran Islam sedangkan bagi kaum tradisional/konservatif
wahabisme dianggap sebagai ajaran baru yang tidak sesuai dengan syariat
Islam. Terlepas dari kontroversi tersebut dalam tulisan singkat ini
penuli akan mencoba mengulas kembali isu – isu seputar wahabisme dan
pengaruhnya terhadap pendidikan Islam di Indonesia.
Mengenal Wahabi
Istilah wahabi merupakan istilah yang
dinisbatkan kepada para pengikut dakwah Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab
meskipun para pengikut dakwah tauhid ini tidak pernah menamakan dirinya
sebagai wahabi. Namun nama wahabi sengaja dihembuskan oleh orang – orang
anti dakwah tauhid ebagai bentuk pelecehan terhadap dakwah Syeikh
Muhammad Bin Abdul Wahab. Gerakan dakwah yang dipelopori oleh Syeikh
Muhammad Bin Abdul Wahab merupakan lanjutan dari perjuangan Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah.
Inti dakwah mereka adalah mengajak manusia
untuk kembali kepada Al –Quran dan Sunnah serta meninggalkan taqlid buta
terhadap mazhab –mazhab fiqh yang telah membekukan potensi akal manusia
pada saat itu.
Dalam perkembangan selanjutnya di Mesir juga
muncul tokoh pembaharu seperti Syeikh Muhammad Abduh dan Syeikh Rasyid
Ridha. Di Indonesia gerakan pembaharuan ini dipelopori oleh KH. Ahmad
Dahlan (pendiri organisasi Muhammadiyah). Dibeberapa belahan dunia lain
juga banyak bermunculan tokoh – tokoh pembaharu yang bertujuan
memurnikan ajaran Islam dari praktek bid`ah, syirik dan khurafat. Yang
sangat disayangkan adalah banyak kalangan, khususnya dari kalangan ulama
tradisional menghembuskan klaim – klaim sesat terhadap para pembaharu.
Mereka menganggap dakwah yang dilakukan oleh
Syeikh Muhammad Bin Abdul Wahab adalah faham sesat dan tidak sesuai
dengan prinsip ahlussunnah wal jama’ah. Namun sayang, klaim sesat yang
mereka lontarkan terkadang tidak sanggup dibuktikan secara ilmiah.
Akhirnya pertentanganpun terus terjadi sampai hari ini. Khususnya di
Indonesia bahkan ada beberapa tokoh Islam konservatif yang sudah
menyamakan wahabi dengan “teroris”.
Pengaruh terhadap Pendidikan Islam
Diakui ataupun tidak klaim – klaim sesat yang
dihembuskan oleh kalangan konservatif terhadap tokoh – tokoh yang
diberi stigma wahabi telah terbukti membawa pengaruh buruk terhadap
perkembangan pendidikan Islam. Khususnya di Aceh, tuduhan sesat terhadap
wahabi masih terus terjadi sampai saat ini. Bahkan ada sebagian tokoh –
tokoh agama di Aceh hususnya yang berasal dari kalangan pesantren/dayah
yang tidak segan – segan mengkafirkan orang – orang yang dianggap
sebagai wahabi. Penyesatan ini tidak saja dilakukan ditempat – tempat
pengajian tetapi juga di forum – forum terbuka seperti khutbah Jum’at.
Pernah pada suatu ketika, beberapa murid di
sekolah tempat penulis mengajar menjadi malas kesekolah karena
menganggap pendidikan di sekolah adalah pendidikan wahabi. Penulis
sempat berfikir, tidak mungkin anak kecil seperti dia mengenal istilah
wahabi jika tidak ada orang yang mengajarkan padanya. Setelah penulis
teliti rupanya beberapa murid tersebut pada sore hari juga belajar
disebuah pesantren yang tidak seberapa jauh dari sekolah.
Di kesempatan lain penulis juga sempat
terjebak perdebatan kecil dengan seorang guru pesantren (di Aceh dikenal
dengan sebutan Teungku). Sebelum terjadi perdebatan kami sempat shalat
bersama di sebuah mesjid di Bireuen, Aceh. Kebetulan teungku tersebut
yang menjadi imam shalat. Selepas shalat, teungku tersebut memulai zikir
bersama dan dilanjutkan dengan berdoa. Rupanya sambil berdoa teungku
tersebut melirik kearah sebagian jamaah yang tidak ikut berzikir dan
tidak mengangkat tangan sewaktu teungku tersebut memimpin doa. Waktu itu
penulis yang duduk pas disamping imam juga tidak mengangkat tangan.
Selepas berdoa teungku tersebut berkata kepada penulis; “Wahabi itu
kafir dan bukan ahlusunnah masa berdoa saja tidak mau.”
Penulis hanya tersenyum sambil berkata kepada
teungku tersebut; anda punya ilmu, saya dan mereka (yang tidak angkat
tangan) juga punya ilmu sedikit yang mungkin berbeda dengan ilmu
teungku.” Tapi apa jawabannya? “Pokoknya wahabi itu kafir,” sambung
teungku tersebut. Melihat kondisi sudah kurang kondusif penulis pamit
dan keluar dari mesjid, menurut penulis tidak ada gunanya melakukan
debat kusir dengan teungku tersebut.
Pada suatu malam penulis sempat mengikuti
pengajian di menasah (surau) di kampung penulis. Pada malam tersebut
pengajian membahas tentang tata cara shalat. Sang teungku dengan
semangatnya mengajarkan cara – cara shalat sampai pada bab meletak
tangan sang teungku berkata; “Meletakkan tangan dalam shalat harus
diatas pusar agak ke kiri, jangan letak diatas dada seperti orang
kedinginan.”
Penulis menyanggah pendapat teungku tersebut
degan mengatakan, “Saya pernah membaca di kitab sifat shalat Nabi bahwa
meletak tangan di atas dada itu ada haditsnya dan shahih.” Teungku
tersebut menjawab; “Itu kitab wahabi kamu baca, apa kamu tidak tau
wahabi itu sesat?”.
Beberapa kasus yang pernah penulis temui
tersebut setidaknya menjadi bukti kecil bahwa klaim – klaim sesat
terhadap tokoh – tokoh pendidikan Islam yang terkena imbas tuduhan
wahabi. Kita semua juga yakin bahwa kejadian – kejadian serupa juga
terjadi didaerah lain. Pada majelis –majelis tertentu materi pendidikan
Islam cuma terbatas pada pemikiran dan pendapat – pendapat tokoh
pendidikan dari kalangan tradisional.
Selanjutnya, stigma-stigma yang kita bahas tadi
jelas menyenangkan pihak-pihak tertentu agar umat Islam di Indonesia
bisa saling tawuran dan tidak kuat satu sama lain. Tidakkah ini menjadi
perhatian kita? Wallahul Musta’an.
Penulis adalah alumni IAIN Ar Raniry/ Peminat Kajian Sosial, Politik dan Keagamaan
hidayatullah.com
No comments:
Post a Comment